Dosen Pengampu :
Kelompok 3
1. Hudiya (P07120721022)
2. Yudha Pramana (P07120721015)
3. Sutanto (P07120721012)
4. Khairil Fuadi (P07120721007)
5. Nisya Lutfi Miftahul Aziza (P07120721034)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus
yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk
oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan
pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada
daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini
biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan
yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/
mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi
pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi
kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja,
tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Menjebolnya (hernia) nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di
bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya
sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto
roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan
radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya
nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain” sub kronik atau
kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
khokalgia atau siatika.
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6
dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak
dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden
terbanyak adalah pada kasus Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti
oleh kasus Hernia Servikal 5-10 % .
Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa
nyeri atau sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat puli kembali
(reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot.
Stadium anestesi umum meliputi “analgesia, amnesia, hilangnya
kesadaran”, terhambatnya sensorik dan reflek otonom, dan relaksasi otot rangka.
Untuk menimbulkan efek ini, setiap obat anestesi mempunyai varisasi tersendiri
bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan dan keadaan secara klinis.
Anastetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu, batas
keamanan pemakain harus cukup lebar dengan efek sampoing yang sangat
minimal. Tidak satupun obat anestetik dapat memberikan efek yang diinginkan
tanpa disertai efek samping, bila diberikan secara tunggal. Oleh karena itu pada
anestetik modren selalu digunakan anestetik dalam bentuk kombinasi untuk
mengurangi efek samping yang tidak diharapkan.
Ada dua cara anestesi umum yang digunakan yaitu anestesi dengan
menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent)
sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan
berupa campuran gas ( dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik itu tegantung dari
tekanan parsialnya. Yang ke dua yaitu anestesi intravena, selain untuk induksi
juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi dan tambaan pada analgesisa. Obat –
obat yang sering digunakan yaitu : analgetika dan sedative , golongan OPIOID,
obat induksi dan relaksan.
Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan anestesiologi pada pasien perioperatif HNP
dengan general anestesi?
1.3.Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan anstesiologi pada pasien HNP (Hernia
Nucleus Pulposus) dengan general anestesi
1.3.2 Tujuan Khusus
Mampu melakukan:
a. Pengkajian peri operatif anestesi
b. Merumuskan diagnosa keperawatan perioperatif general anestesi
c. Membuat rencana tindakan keperawatan perioperatif general
anestesi
d. Melakuakan implementasi keperawatan perioperatif general
anestesi
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan perioperatif general anestesi
f. Mendokumentasi asuhan keperawatan perioperatif general anestesi
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi HNP
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah
vertebra L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah
yang berat, kronik dan berulang atau kambuh ( Doenges, 1999).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nukleus dari diskus ke
dalam anulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf
( Smeltzer, 2001).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah herniasi atau penonjolan keluar dari
nukleus pulposus yang terjadi karena adanya degenerasi atau trauma pada anulus
fibrosus ( Rasjad, 2003).
Herniasi adalah suatu proses bertahap yang ditandai dengan serangan-
serangan penekanan akar syaraf yang menimbulkan berbagai gejala dan periode
penyesuaian anatomik ( Price, 2005).
Nukleus Pulposus adalah bantalan seperti bola dibagian tengah diskus
(lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra).
(Smeltzer, 2001).
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah
bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan
dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth,
2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa
juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang
disebabkan oleh proses degeneratif atau trauma yang ditandai dengan
menonjolnya nukleus pulposus dari diskus ke dalam anulus yang menimbulkan
kompresi saraf sehingga terjadi nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan
berulang (kambuh).
2.2.Anatomi Fisiologi Vertebrae
Tulang (belakang) pada batang punggung sepanjang punggung,
menghubungkan tengkorak dengan panggul. Tulang ini melindungi syaraf yang
menonjol pada otak dan menjalar kebawah punggung dan ke seluruh tubuh. tulang
belakang tersebut dipisahkan oleh piringan yang berisi bahan yang lembut, seperti
agar-agar, yang menyediakan batalan ke batang tulang belakang. Piringan ini bisa
hernia (bergerak keluar dari tempatnya) atau pecah karena luka berat atau
tegangan.
Batang tulang belakang dibagi kedalam beberapa bagian-cervical tulang
belakang (leher), thoracic spine (bagian punggung dibelakang dada), lumbar
tulang belakang (punggung bagian bawah), dan sacral tulang belakang (bagian
yang dihubungkan dengan panggul yang tidak bisa bergerak).
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah
bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan
dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus.
2.3. Etiologi
Radiculopathy merujuk pada setiap penyakit yang mengenai pusat syaraf
tulang belakang. Herniated disk adalah salah satu penyebab radiculopathy
(sciatica). Kebanyakan hernia terjadi di bagian punggung bawah (daerah lumbar)
pada punggung. Lebih dari 80% piringan yang hernia terjadi di punggung bagian
bawah. Paling sering terjadi pada orang berusia 30 sampai 50 tahun. diantara usia
ini, pelindung tersebut melemah. Bagian dalam, yang dibawah tekanan tinggi, bisa
menekan melalui sebuah sobekan atau bintik yang melemahkan pada penutup dan
menonjol keluar. Setelah usia 50 tahun, bagian dalam piringan tersebut mulai
mengeras, membuat hernia sedikit mungkin. Sebuah piringan bisa sobek secara
tiba-tiba, luka trauma atau luka berulang. Obesitas ataupun mengangkat benda
berat, terutama mengangkat beban dengan posisi yang tidak semestinya dapat
meningkatkan resiko tersebut.
Lumbar disk herniation terjadi 15 kali lebih sering dibandingkancervical
disk herniation, dan ini adalah salah satu penyebab yang paling umum pada nyeri
punggung belakang. Cervical disk mengenai 8% setiap kali dan upper-to-mid-
back disk (thoracic) hanya 1-2 % setiap kali.
Faktor Risiko
1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
2. Faktor risiko yang dapat dirubah
Pekerjaan dan aktivitas : duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan
memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi
yang konstan seperti supir.
Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
Batuk lama dan berulang
2.4. Klasifikasi
2.4.1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma
adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nukleus pulposus pada
ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau
ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering
kambuh.
Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus
prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada
kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi
“extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih
sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus,
biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka
mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang
besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
2.4.2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan
C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan
nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan
kulit.
2.4.3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi (menurut
love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada
empat thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma
jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
2.5. Patofisiologi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dapat disebabkan oleh proses degeneratif
dan trauma yang diakibatkan oleh ( jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang
seperti mengangkat benda berat) yang berlangsung dalam waktu yang lama.
Diskus intervertebralis merupakan jaringan yang terletak antara kedua tulang
vertebra, yang dilingkari oleh anulus fibrosus yang terdiri atas jaringan konsentrik
dan fibrikartilago dimana didalamnya terdapat substansi setengah cair. Substansi
inilah yang dinamakan dengan Nukleus Pulposus yang mengandung berkas-
berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini
berfungsi sebagai peredam-kejut (shock absorver) antara korpus vertebra yang
berdekatan, dan juga berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan
kapiler. Diskus intervertebra ini membentuk sekitar seperempat dari panjang
keseluruhan kolumna vertebralis. Diskus paling tipis terletak di regio lumbalis.
Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang (dari 90%
pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan diskus menjadi lebih tipis
sehingga resiko terjadinya HNP menjadi lebih besar. Kehilangan protein
polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan
pada herniasi nukleus.Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami
hialinisasi,yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan HNP
melalui anulus disertai penekanan saraf spinalis. Dalam herniasi diskus
intervertebralis, nukleus dari diskus menonjol kedalam anulus (cincin fibrosa
sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf. Kehilangan protein polisakarida
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan
pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus.
Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat
beban berat dalam waktu yang lama) kartilago dapat cedera, kapsulnya
mendorong kearah medulla spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nukleus pulposus terdorong terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna
spinal.
Sebagian besar herniasi diskus (proses bertahap yang ditandai serangan-
serangan penekanan akar saraf) terjadi di daerah lumbal di antara ruang lumbal IV
ke V (L4 ke L5), atau lumbal kelima (L5 ke S1), hal ini terjadi karena daerah
inilah yang paling berat menerima tumpuan berat badan kita pada saat
beraktivitas. Arah tersering herniasi bahan Nukleus pulposus adalah
posterolateral. Karena akar saraf daerah lumbal miring kebawah sewaktu keluar
melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi saraf
S1 daripada L5. (Price, 2005) , (Brunner& Suddarth , 2001), (Rasjad, 2003).
Hernia Nukleus Pulposus yang menyerang vertebra lumbalis biasanya
menyebabkan nyeri punggung bawah yang hebat, mendesak, menetap beberapa
jam sampai beberapa minggu, rasa nyeri tersebut dapat bertambah hebat bila
batuk, bersin atau membungkuk, dan biasanya menjalar mulai dari punggung
bawah ke bokong sampai tungkai bawah. Parastesia yang hebat mugkin terjadi
sesudah gejala nyeri menurun, deformitas berupa hilangnya lordosis lumbal atau
skoliosis, mobilitas gerakan tulang belakang berkurang (pada stadium akut
gerakan pada bagian lumbal sangat terbatas, kemudian muncul nyeri pada saat
ekstensi tulang belakang), nyeri tekan pada daerah herniasi dan bokong
(paravertebral), klien juga biasanya berdiri dengan sedikit condong ke satu sisi.
Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus dapat meninbulkan
komplikasi antara lain berupa radiklitis (iritasi akar saraf), cedera medulla
spinalis, parestese, kelumpuhan pada tungkai bawah.
2.8. Penatalaksanaan
Setelah sekitar 2 minggu, kebanyakan orang sembuh tanpa pengobatan
apapun. Memberikan kompres dingin (seperti ice pack) untuk nyeri yang akut dan
panas (seperti heating pad) untuk nyeri yang kronik. Dapat pula menggunakan
analgesik OTC bisa membantu meringankan nyeri tersebut. kadangkala operasi
untuk mengangkat bagian atau seluruh piringan dan bagian tulang belakang
diperlukan. Pada 10 % sampai 20% orang yang mengalami operasi untuk sciatica
disebabkan piringan hernia, piringan lain pecah.
Penatalaksanaan pada klien dengan Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah :
2.8.1. Penatalaksanaan medis.
1. Pemberian obat-obatan seperti analgetik, sedatif (untuk mengontrol
kecemasan yang sering ditimbulkan oleh penyakit diskus vertebra
servikal), relaksan otot, anti inlamasi atau kortikosteroid untuk mengatasi
proses inflamasi yang biasanya terjadi pada jaringan penyokong dan radiks
saraf yang terkena, antibiotik diberikan pasca operasi untuk mengurangi
resiko infeksi pada insisi pembedahan (Smeltzer, 2001).
2. Prosedur pembedahan.
a. Laminektomi, adalah eksisi pembedahan untuk mengangkat lamina
dan memungkinkan ahli bedah spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat
patologi dan menghilangkan kompresi medulla dan radiks, laminektomi
juga berarti eksisi vertebra posterior dan umumnya dilakukan untuk
menghilangkan tekanan atau nyeri akibat HNP.
b. Disektomi, adalah mengangkat fragmen herniasi atau keluar dari
diskus intervertebral.
c. Laminotomi, adalah pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan- graft tulang (dari krista iliaka atau bank
tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosesus spinosus
vertebra ; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani diskus
defektif untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka
kekambuhan.
e. Traksi lumbal yang bersifat intermitten. (Smeltzer, 2001).
f. Interbody Fusion (IF) merupakan penanaman rangka Titanium yang
berguna untuk mempertahankan dan mengembalikan tulang ke posisi
semula.
3. Fisioterapi
a. Immobilisasi
Immobilisasi dengan menggunakan traksi dan brace. Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi pergerakan vertebra yang akan memperparah HNP.
b. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan
pada katrol dan beban. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan
vertebra servikalis.
c. Meredakan Nyeri
Kompres hangat dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri. Kompres
hangat menimbulkan vasodilatasi sehingga tidak terjadi kekakuan pada
daerah vertebra.
2.8.2. Penatalaksanaan keperawatan.
a. Tirah baring (biasanya 2 minggu) pada alas yang keras atau datar.
b. Imobilisasi dengan menggunakan kolar servikal, traksi servikal, brace
atau korset.
c. Kompres lembab panas (untuk 10 sampai 20 menit diberikan pada daerah
belakang leher beberapa kali sehari untuk meningkatkan aliran darah ke
otak dan menolong relaksasi otot bagi klien yang mengalami spasme
otot).
d. Anjurkan mempergunakan posisi yang benar dan disiplin terhadap
gerakan punggung yaitu membungkuk dan mengangkat barang. Teknik
yang benar adalah menjaga agar tulang belakang tetap tegak, menekuk
lutut dan menjaga berat badan tetap dekat dengan tubuh untuk
menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan menghindari pemakaian
otot-otot punggung.
e. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri
f. Perawatan luka pada klien pasca operasi untuk mengurangi risiko infeksi.
(Smeltzer, 2001).
2.8.3. Diit.
Klien dengan HNP dianjurkan untuk makan makanan yang banyak
mengandung serat untuk mencegah konstipasi yang dapat memperberat rasa nyeri.
2.9. Komplikasi
1. kelumpuhan pada ekstremitas bawah
2. cedera medula spinalis
3. radiklitis (iritasi akar saraf)
4. parestese
5. disfungsi seksual
6. hilangnya fungsi pengosongan VU dan sisa pencernaan.
2.10. Prognosa
Umumnya prognosa baik dengan pengobatan yang konservatif. Presentasi
rekurensi dari keadaan ini sangat kecil. Tetapi kadang-kadang pada sebagian
orang memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun untuk memulai
lagi aktivitasnya tanpa disertai rasa nyeri dan tegang pada tulang belakang.
Keadaan tertentu (misalnya dalam bekerja) yang mengharuskan pengangkatan
suatu benda maka sebaiknya dilakukan modifikasi untuk menghindari rekurensi
nyeri pada tulang belakang.
Manajemen anestesi
a. General anestesi
Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan
menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat puli kembali (reversibel).
Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot.
1. Konsentgrasi inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestesi di dalam jaringan
sudah penuh, maka ambilan paru berhenti dan
konsentrasi uap inspirasi sama dengan alveoli. Induksi
makin cepat kalau kosentrasi makin tinggi, asalkan
tidak terjadi depresi nafas atau spasme laring.
2. Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolaar
makin tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien darah dan gas
Makin tinggi angkanya makin cepat larut dalam darah,
makinrenfah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya
4. Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas
anestesi. Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan
merupakan gambaran yang sebenarnya, karena sebagian
uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau
ke atmosfir sekitar sebelum mencapai pernafasan.
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan
melalui paru, sebagian lagi dimetabolis oleh hepar, sisa
metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan oleh ginjal.
Zat atau gas yang sering digunakan yaitu :
N2O (nitrous oxide)
Memiliki daya anlgesik yang kuat tetapi daya
anestesinya lemah, harus diberikan bersama-
sama dengan oksigen yang cukup, konsentrasi
tertinggi yang dianjurkan adalah 70% bila lebih
dari pada itu terjadi hipoksia. N2O adalah zat
anestesi yang lemah, dan bila digunakan sebagai
obat tunggal untuk anestesi sulit didapat hasil
yang memadahi, bahkan untuk operasi kecil
sekalipun biasanya diberikan setelah
premedikasi, induksi dengan obat anestesi
intravena dan obat pelemas otot. Pada akhir
anestesia N2O harus dihentikan jika tidak N2O
akan cepat keluar mengisi alveoli sehingga
terjadi hipoksia difusi. Untuk menghindari
hipoksia difusi berikan oksigen selama 10
sampai 15 menit.
Halotan
Halotan merupakan alkaline berhalogen, cairan
bening tidak berwarna dan berbau harum. Tidak
merangsang jalan nafas. Haloten bukan turunan
eter melainkan turunan etan. Baunya yang enak
dan tak merangsang jalan nafas, maka sering
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi
dengan N2O. Pada nafas spontan, rumatan
anestesi sekitar 1 sampai 2% dan pada nafas
kendali sekitar 0.5 sampai 1%, volume % yang
tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah ke otak yang
sulit dikendalikan dan teknik anestesia
hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk
bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi nafas,
menurunnya tonus simpatis, hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi periver, depresi
vasomotor, depresi miokard dan inhibisi
barorepstor. Kebalikannya dari N2O
anelgesianya lemah, anestesinya kuat sehingga
kombinasi keduannya ideal sepanjang tidak ada
kontraindikasi. Halotan dimetabolisme di hepar,
ini menyebabkan hepar bekerja keras sehingga
merupakan kontraindikasi pada penderita
gangguan hepar.
Isofuren
Merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestesi menurunkan laju metabolisme otak
terhadap oksigen tetapi meninggikan aliran
darah ke otak dan tekanan intra kranial.
Peninggian aliran darah ke otak dan tekanan
intra kranial dapat dikurangi dengan teknik
anestesia hiperventilasi, sehingga isofluren
banyak digunakan untuk bedah otak. Efek
terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesia
teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
Proses induksi dan poemulihannya
b. Anestesi intravena
Anestesi intravena selain untuk induksi dapat digunakan
untuk rumatan anestesia dan tambahan pada analgesia. Obat
– obat yangh sering digunakan yaitu:
a) Analgetika dan sedative
Obat -obat yang digunakan untuk mengurangi
kecemasan pre operasi antara lain:
Midazolam (dormicum, miloz, sedacum) :
merupakan golongan benzodiazepine, obat
sedativ pada dosis standar, dosis tinggi untuk
induksi. Memiliki sifat antiansietas, sedative,
amnesive, antikolvusane, dan relaxan otot scelet.
Tekanan darah menurun. Dosis 0,5 mg – 1
mg /kgBB untuk sedasi, 0,15 – 0,3 mg/kgBB
untuk induksi IV. Onset 60 detik dan durasi 20
menit. Eliminasi di ginjal. Perhatian pada pasien
tua.
b) Opioid
Opioid adalah sebuah zat baik sintetik atau natural
yang dapat berikatan dengan reseptor morpin.
Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotik
yang sering digunakandalam anestesi umum untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri
pasca pembedahan. Onset /aksi < 1 menit/ IV, lama
aksi/durasi 2 – 7 jam, opioid yang sering digunakan
untuk anestesi :
Morpin
Adalah alkaloid opium menimbulkan efek
primer terhadap SSP dan organ yang
mengandung otot polos. Morpin menimbulkan
analgesia, rasa mengantuk, euforia, depresi
pernafasan.
Morpin mengurangi aliran darah ke otak dan
TIK, dan di eliminasi di hati. Awitan atau
aksi/onset IV < 1 menit, lama aksi 2- 7 jam
Fentanyl
Adalah opioid potensi tinggi seratus kali morfin.
Onset cepat dan durasi pendek, tidak bersifat
mengeluarkan histamin. Stabilisasi
kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam
dosis besar. Aliran darah otak, kecepatan
metabolisme otak, dan TIK menurun. Dosis
analgesi IV 25- 100 mcg (0,7 -2mcg /kgBB),
induksi IV 30 -60 menit. Perhatian kurangi dosis
pada manula, hipovolemi. Reaksi samping
iutama berupa hipotensi, depresi pernafasan,
pusing, mata kabur, kejang, dan mata miosis.
c) Induksi
Profofol (difrifan, recovol)
Profofol dikemas dalam cairan lemak berwarna
putih susu dengan kepekatan 1% (1ml = 10 mg).
Suntikan IV sering menyebabkan nyeri,
penggunakan profofol untuk induksi sadar,
pemeliharaan anestesi. Dosis bolus untuk sedasi
sadar : 25 -50 mg, dosis induksi : 2- 2,5mg
/kgBB.
Profofol merupakan suatu obat hipnotik IV yang
menimbulkan induksi anestesia yang cepat.
Dosis induksi berkaitan dengan apnoe dan
hipotensi sebagai akibat depresi miokard
langsung dan penurunan vaskuler sistemik
dengan perubahan nadi minimal. Profofol tidak
memiliki sifat analgesik, kemungkinan memiliki
sifat antiemetik intriksi, profofol mengurangi
aliran darah otak, TIK, dan kecepatan metabolik
otak, dpat terjadi pelepasan histamin, dan reaksi
alergi kemungkinan sekali anafilaksis, onset 40
detik.
Ketamin
Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk
induksi anestesi, khususnya pada pasien
hipovolemik karena sering menimbulan
takhikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual
muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Dosis bolus untuk induksi 1- 2,5 mg /kgBB.
Ketamin dikemas dalam cairan bening
kepekatan 1% (1 ml = 1 mg), 5% (1 ml =
100mg). Ketamin dieliminasi dihati dan di
ekskresi diginjal. Onset IV 30- 60 detik, lama
aksi IV 5- 15 menit.
d) Pelumpuh otot
Obat golongan ini menghambat transmisi
neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan
otot pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya
obat ini dibagi menjadi dua golongan yaitu obat
penghambat secara depolarisasi resisten dan obat
penghambat kompetitif atau non depolarisasi.
1) Pelumpuh otot golongan depolarisasi yaitu
bekerjanya seperti asetilkolin, tetapi dicelah
saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase ,
sehingga cukup lama berada di celah sinaptik,
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh
fasikulisasi yang disusul relaksasi otot lurik.
Obat golongan ini adalah:
Suksinilkolin
Suksinilkolin merupakan relaksan otot skelet
depolarisasi cepat. Efek kardiovaskuler minimal,
bradikardi dan aritmia mungkin nampak.
Fasikulisasi menyebabkan peningkatan K
serum. Dosis IV 0,7 mg/kgBB.
Perhatian/peringatan tidak boleh diberikan pada
pasien dengan hiperkalemia karena dapat
menimbulkan fibrilasi ventrikel.
2) Pelumpuh otot golongan Non depolarisasi
berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik,
tetap tidak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil colin menempatinnya
sehingga asetilcolin tidak dapat bekerja. Obat
golongan ini misalnya:
Rocuronium: merupakan obat pemblokir
mendepolarisasi dengan onset cepat (45-90
detik), onset dan durasi / lama aksi tergantung
dosis normal biasanya 15-30 menit. Dosis
intubasi IV 0,6-1,2 mg/kgBB. Pemeliharaan IV
0,06-0,6 mg/kgBB. Reaksi samping utama
kardiovaskuler, takikhardi, vulmoner,
hipoventilasi, apneu, bronchospasme. Perhatian
hati-hati pada kesulitan intubasi.
Vecuronium: bekerja dengan mengikat dan
bersaing dengan asetilocolin pada reseptor.
Onset 3 menit, lama aksi 30 menit. Reaksi
samping utama kardiovaskuler, bradikarsi,
vulmoner, hipoventilasi dan apneu.
Tracrium (notricum, atracurium) : obat ibni
merupakan relaksan otot skelet non
depolarasasi. Obat ini mengalami metabolisme
yang cepat via eliminasi dibadan hoftman, obat
ini juga menyebabkan pelepasan histamin,
penurunan tekanan arteri dan peningkatan nadi.
Onset atau awitan aksi kurang 3 menit, lama
aksi reaksi anifilaktoid. Reaksi samping utama
hipotensi, vasodilatasi, hipoventilasi, apneu,
bronhkospasme.
Tujuan:
1. Mengetahui status fisik pasien praoperatif
2. Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
3. Memilih jenis atau teknik anestesia yang sesuai
4. Meramalkan penyulit yang mingkin akan terjadi selama
operasi dan atau paskah bedah
5. Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi
penyulit yang diramalkan
a. Anamnesis
1. Identitas pasien atau biodata, meliputi:
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Dll
2. Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit
bedah yang mungkin menimbulkan gangguan fungsi
sistem organ.
3. Anamnesis umum meliputi:
Riwayat penyakit sistemik yang pernah
diderita atau sedang menderita penyakit
sistemik selain penyakit bedah yang diderita,
yang bisa mempengaruhi anaestesiatau di
pengaruhi oleh anestesi seperti: DM,
penyakit ginjal, penyakit jantung, hipertensi,
alergi, penyakit paru kronis.
Riwayat pemakaian obat yang telah / sedang
digunakan yang mungkin berinteraksi
dengan onat anestesi misa nya:
kortikosteroid, obat antihipertensi, obat
antidiabetik,antibiotik golongan
aminoglikolisid, digitalis, deuretika,
transquilizer, obat penghambat enzim mono
spasiamin oksidase dan bronchodilator.
Riwayat operasi / anestesi terdahulu,
misalnya: apakah pasien mengalami
komplikasi anestesi.
Riwayat sistem organ meliputi keadaan
umum, pernapasan, kardivaskuler, ginjal,
gastrointestinal, hematologi, neurologi,
endokrin, psikiatri, dermatologi.
Kebiasaan buruk, antara lain: perokok,
opeminum minuman keras (alkohol),
pemakai obat-obatan terlarang (sedatif dan
narkotik)
Riwayat alergi terhadap obat atau yang lain
Riwayat keluarga yang menderita kelainan
seperti hipermia maligna.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan atau pengukuran status persen:
kesadaran, frekuensi nafas, tekanan darah, nadi,
suhu tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai
status gizi/ BMI
2. Pemeriksaan fisik umum, meliputi pemeriksaan
status:
Psikis: gelisah, takut dan kesakitan
Saraf (otak, medula spinalis dan saraf tepi)
Respirasi
Hemodinamik
Penyakit darah
Gastrointestinal
Hepato-bilier
Urogenital dan saluran kencing
Metabolik dan endokrin
Otot rangka
Integumen
d. Masukan oral
Reflek laring mengalami penurunan selama anestesi.
Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat
dalam jalan nafas merupakan resiko utamna pada
pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk
meminimalkan resiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif, dengan anestesi harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa).
Puasa dengan aturan sebagai berikut
e. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum
induksi anestesi dengan yang ada hubungan dengan
anestesi. Golongan obat ini yang digunakan yaitu seperti
midazolam, opioid (petidine), anti kolinergik (SA),
antiemetik (ondansetron), antagonis reseptor H2
histamine (ranitidine, simetidine). Tujuan nya yaitu:
Meredahkan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan
bronkus
Mengurangi mual muntah paska bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
2. Induksi Anestesia
Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat
pasien dari sadar menjadi tidak sadar. Induksi
anestesi dapat dilakukan dengan intravena dan
inhalasi, setelah pasien tertidur akibat induksi
anestesi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anestesi sampai tindakan pembedahan selesai.
Sebelum memulai induksi anestesi perlu disiapkan
peralatan dan obat –obatan yang diperlukan, untuk
persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata
STATICS.
STATICS ANESTESI
2. Induksi anestesi
Diusahakan tenang dan diberikan O2
melalui sungkup muka. Obat-obat induksi
diberikan secara intravena seperti ketamine,
diazepam, midazolam, propofol dan
relaksan. Jalan nafas dikontrol dengan
sungkup muka atau nafas
orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan
intubasi trakea. Setelah kedalaman anestesi
tercapai posisi pasien disesuaikan dengan
tindakan bedah.
Selama operasi berlangsung
dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal
yang dipantau adalah fungsi vital :
pernafasan, tekanan darah, nadi, dan
kedalaman anestesi, misalnya adanya
gerakan batuk, mengedan, perubahan pola
nafas, takikardi, hipertensi, keringat, air
mata, midriasis. Ventilasi pada anestesi
umum dapat secara spontan, bantu atau
kendali tergantung jenis, lama, dan posisi
operasi. Cairan infus diberikan dengan
memperhitungkan kebutuhan puasa,
rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-
lain.
Selama pasien dalam anestesi
dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan
tekanan darah. Peningkatan tekanan darah
dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi
kurang dalam. Hal ini disebabkan karena
terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan
membuat anestesi lebih dalam, yaitu dengan
meningkatkan konsentrasi halotan atau
suntikan barbiturat. Poenurunan tekanan
darah dan nadi sebagai tanda syok dan
disebabkan karena kehilangan banyak darah.
Hal ini diatasi dengan pemberian cairan
pengganti plasma atau darah. Penurunan
tekanan darah dan frekuensi nadi dapat
disebabkan karena anestesi terlalu dalam
atau terlalu ringan serta kehilangan banyak
darah atau cairan. Peninbgkatan tekanan
darah dan tekanan nadi serta penurunan
frekuensi nadi disebabkan transfusi yang
berlebihan. Diatasi dengan penghentian
transfusi.
Tanda vital dipantau dengan status
fisik umum pasien dikaji setiap 5 menit.
Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan
selalu dievaluasi pertama kali, diikuti
dengan pengkajian fungsi kardiovaskuler,
kondisi letak yang dioperasi dan fungsi
system saraf pusat.
Sasaran utama intervensi adalah
mempertahankan ventilasi pulmonal dan
dengan demikian mencegah hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) dan
hiperkapnea (kelebihan kadar dioksida
dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas
tersumbat dan ventilasi berkurang.
3. Post anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa
keruang pemulihan (recovery room) atau
keruang perawatan intensif (bila ada
indikasi), secara umum, ekstubasi terbaik
dilakukan pada saat anestesi ringan atau
sadar. Diruang poemuliahn dilakukan
pemantauan keadaan umum, kesadaran,
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu,
sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan
lain-lain. Kriteria yang digunakan dan
umumnya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadran, sirkulasi, pernafasan dana aktifitas
motorik, seperti skor Aldrette. Idealnya
pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah
skor adalah 10, namun bila skor total telah
diatas 8 pasien boleh pindah dari ruang
pemulihan.
A. PENGKAJIAN
Hari,tanggal : Jumat, 14 Desember 2018
Pukul : 12.40 WIB
Tempat : IBS RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten
Metode : Observasi, wawancara, pemeriksaan fisik,
studi dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Eliza M.P, Nurina A.H, Theresia S.T
Rencana Tindakan : Discectomi
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. B
Umur : 54 Tahun
Jenis kelamin :P
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Tlogorandu, Juwiring, Klaten
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosis medis : HNP L4&L5
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 156 cm
No.Rekam medis : 1014***
TAHAP PRE ANESTESI
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Post illness :-
Last meal : pagi (3 sendok)
Event Leading : HNP
d. Tanda Vital :
m. Dada
1) Paru-paru
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada
penggunaan otot pernafasan tambahan
Palpasi : ekspansi dada
maksimal, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara resonan
2) Jantung
n. Abdomen
o. Genitalia
p. Ekstremitas
1) Atas
3. Pemeriksaan psikologis
1) Rumus maintenance
(M): 2cc/kgBB
2cc/55kg = 110
cc
2) Rumus pengganti puasa (PP): Lama puasa (jam) x
maintenance
8 x 110 cc = 880 cc
DARAH LENGKAP
MCH 29.4 fL 27 – 31
DIFF COUNT
Neutrofil 71.30 % 50 – 70
Limfosit 26.90 % 20 – 40
MPV 6.6 fL
PT
KIMIA KLINIK
SERO IMUNOLOGI
3 Tekana darah :
Berubah sampai 20% dari 2 V
prabedah
Berubah 20%-50%
1
dari prabedah
Berbubah > 50% dari 0
Prabedah
4 Kesadaran :
Sadar baik dan orientasi baik 2
Sadar setelah dipanggil 1 V
5 Warna kulit :
Kemerahan 2 V
Pucat agak suram 1
Sianosis 0
Jumlah 9
7. Pasien dipindah ke bangsal Dahlia 16.00 WIB
No Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1 DS: Ansietas Kurang
pengetahuan
- Pasien mengatakan cemas
masalah
- Pasien belum pernah
pembiusan
menjalani pembedahan
sebelumnya
DO:
- TD : 130/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- RR: 18 x/menit
2 DS: Nyeri Agen cedera
biologis
- Pasien mengatakan nyeri
di bagian tulang belakag
sejak 1 bulan yang lalu,
nyeri bertambah jika
digunakan untuk
beraktifitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk di bagian
tulang belakang. Skala : 5
dari 10, nyeri hilang
timbul
DO:
- TD :130/80 mmHg
- Nadi :90 x/menit
- RR : 18x/menit
- Pasien tampak beberapa waktu
menahan sakit
Intra Anestesi
3 D Ketidakefekti Pengaruh
S fan pola sekunder:
: nafas obat-
obatan
- anestesi
D
O
:
- Pasien terpasang ETT ukuran
7
- Terjadi penurunan
frekuensi pernafasan
- TD : 101/72 mmHg
- RR : 12x/menit
- SPO2 : 95%
4 D Risiko Vasodilat
S ketidakseimb asi
: ang an cairan pembuluh
dan elektrolit darah
- dampak
agen
D anestesi
O
:
- Pasien dilakukan
laminektomi
- Pasien mengalami
perdarahan pada area
pembedahan ±300 ml
- Induksi anestesi dengan
Propofol 100 mg
- Pemeliharaan anestesi
dengan O2, N2O, dan
sevofluran
Post Anestesi
5 D Bersihan Mukus
S jalan nafas banyak,
: tidak efek
efektif general
- anestesi
D
O
:
- Pasien belum sadar
- Kesadaran apatis
7 DS: Nyeri Agen
cedera
- Pasien mengatakan nyeri
fisik
bertambah saat digunakan
untuk bergeser, rasanya
seperti tertusuk-tusuk, di
bagian luka post operasi,
Skala nyeri 3 dari 10, hilang
timbul
DO:
- Kesadaran apatis
- TD : 146/93 mmHg
- Nadi : 98x/menit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Anestesi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah
pembiusan ditandai dengan: pasien mengatakan cemas, pasien
belum pernah menjalani pembedahan sebelumnya, pasien terlihat
gelisah, TD : 130/80 mmHg, Nadi : 90x/menit, RR: 18 x/menit
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai pasien
mengatakan nyeri di bagian tulang belakang sejak 1 bulan,
pasien mengatakan nyeri bertambah jika digunakan untuk
beraktifias, nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala 5 dari 10,nyeri
hulang timbul, klien tampak beberapa waktu menahan sakit, TD :
130/80 mmHg, N: 90 /menit, RR : 18 x/menit.
Intra Anestesi
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengaruh
sekunder: obat- obatan anestesi ditandai dengan Pasien terpasang
ETT ukuran 7,0, ada periode apneu sesaat setelah diberikan
induksi dengan propofol 100 mg dan attracurium 25 mg, terjadi
penurunan frekuensi pernafasan, TD : 101/72 mmHg, RR :
12x/menit , Nadi : 68x/menit, SPO2 : 95%
4. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak agen anestesi
ditandai dengan: Pasien dilakukan pembedahan laminektomi,
pasien mengalami perdarahan pada area pembedahan ±300 ml,
induksi anestesi dengan Propofol 100 mg, pemeliharaan anestesi
dengan O2, N2O, dan sevofluran.
Pasca Anestesi
Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Kaji tingkat nyeri,
agen cedera biologis keperawatan diharapkan nyeri, durasi, durasi, lokasi dan
nyeri berkurang/hilang lokasi dan intensitas
dengan kriteria : intensitas
- Klien mengatakan 2. Observasi 2. Observasi
nyeri berkurang ketidaknyamana ketidaknyamanan non
- Klien mengatakan n non verbal verbal
dapat menerapkan 3. Ajarkan teknik 3. Gunakan teknik
nafas dalam relaksasi nafas distraksi
- Klien tenang tidak dalam
nampak menahan 4. Ciptakan 4. Ciptakan suasana
sakit suasana lingkungan yang tenang
lingkungan yang
tenang
5. Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian
pemberian analgetik
analgetik
Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihakan jalan 1. Menjaga jalan nafas
berhubungan dengan selama durante operatif nafas dengan dan pola nafas pasien
pengaruh sekunder: obat- diharapkan melakukan kembali efektif
obatan anestesi ketidakefektifan pola nafas suction pada
teratasi dengan kriteria : oral,hidung, dan
ETT
1. Irama nafas teratur
2. Jaga jalan nafas 2. Dilakukan dengan
2. Jalan nafas
pemasangan ETT
pasien paten
nasal
3. RR 16 – 20 x/menit 3. Pemberian suplai
3. Beri suplai
oksigen dapat
4. BP syst. 100 – 160 oksigen
membuat pola nafas
sesuai tidal
mmhg. BP dyast. 60
efektif
volume
– 90 mmhg.
5. HR 60 -100 bpm. Nadi
besar, teratur dan kuat
angkat.
4. Pantau tanda 4. Untuk mengetahui
6. Tidak terjadi sianosis,
tanda apakah ada tanda tanda
SPO2>95%
vital,saturasi pola nafas telah efektif
O2, dan pola kembali
nafas
5. Bantu nafas 5. Bagging sesuai respirasi
dengan dan tidal volume dapat
memberikan membuat nafas sponan
bagging kembali
dengan
kontrol sesuai
tidal volum
Pasca Anetesi
Jumat, 14/12/2018 Jumat, 14/12/2018 Jumat, 14/12/2018 Jumat, 14/12/2018
Pukul 15.20 WIB Pukul 15.20 WIB Pukul 15.20 WIB Pukul 15.20 WIB
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi 1. Bersihan jalan nafas
efektif berhubungan dengan keperawatan selama hemodinamik yang tidak efektif
mukus banyak, efek general pasien di RR diharapkan menyebabkan
anestesi bersihan jalan nafas gangguan pola dan
efektif dengan kriteria : frekuensi pernafasan
2. Atur posisi miring 2. Posisi iring
1. Tidak ada suara
mencegah aspirasi
nafas tambahan
lendir ke dalam
2. Pasien paru-paru
bernafas
3. Suara nafas gurgling
spontan 3. Kaji adanya suara
mengindikasikan
nafas tambahan
3. Suara nafas vesikuler adanya obstruksi
cairan pada airway,
4. RR 14 x/menit stridor karena
obstruksi oleh lidah,
wheezing karena
4. Lakukan 4. Dengan melakukan
Suction bila suction dapat
terdapat secret membersihkan jalan
nafas, bebas dari
lendir
Risiko jatuh berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan 1. Posisi yang nyaman
dengan efek general anestesi keperawatan selama pasien dengan mencegah pasien
pasien dirawat di ruang nyaman bergerak-gerak
pemulihan, diharapkan 2. Pasang restrain 2. Restrain
resiko jatuh tidak terjadi. di sisi kanan kiri
meminimalkan pasien
Kriteria hasil : pasien untuk
terjatuh dari brankar.
menjaga
1. Rasa nyaman
keamanan
pasien
pasien.
2. Pasien aman dan
tidak jatuh
3. Pantau penggunaan
3. Efek samping obat
3. Pasien segera sadar obat anestesi dan efek
anestesi umum dapat
setelah anestesi yang timbul
membuat pasien mengalami
selesai
cidera bila tidak dipantau
4. Pasien tidak (EZ) (NU) (TH)
mengalami
disorientasi (EZ) (NU) (TH)
Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri, 1. Kaji tingkat nyeri, durasi,
agen cedera fisik keperawatan diharapkan durasi, lokasi dan lokasi dan intensitas
nyeri berkurang/hilang intensitas
dengan kriteria : 2. Observasi 2. Observasi
- Klien mengatakan ketidaknyamanan ketidaknyamanan non
nyeri berkurang non verbal verbal
- Klien tenang tidak
nampak menahan
sakit
- TTV dalam batas 3. Ajarkan teknik 3. Gunakan teknik distraksi
normal relaksasi nafas
dalam
4. Ciptakan suasana 4. Ciptakan suasana
lingkungan yang lingkungan yang tenang
tenang
5. Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian
pemberian analgetik analgetik
INTRA ANESTESI
Risiko jatuh berhubungan Jumat, 14/12/2018 Jumat, 14/12/2018, Pukul 15.50 WIB
dengan efek general Pukul 15.40 WIB
anestesi
S:-
1. Memposisikan
pasien dengan O:
nyaman
- Kesadaran pasien apatis
2. Memasang
- Restrain di bed terpasang, roda bed terkunci
restrain di sisi
- Pasien terpasang gelang warna kuning
kanan kiri pasien
- Pasien mengalami disorientasi
untuk menjaga
- Aldrete score 7
keamanan pasien.
A : Resiko jatuh teratasi sebagian
3. Memantau
penggunaan obat P : Observasi pengaruh obat anestesi dan efek yang
anestesi dan efek timbul, hingga pasien dapat dipindahkan ke bangsal
yang timbul
S:-
1. Mengkaji tingkat
nyeri, durasi, lokasi O:
dan intensitas
- Kesadaran pasien apatis
2. Mengobservasi
- Pasien terlihat meringkih kesakitan
ketidaknyamanan
- Drip fentanyl 200 mcg dalam RL 500 , 20 tpm
non verbal
- Pasien kurang kooperatif
3. Mengelola
- TD : 115/70 mmHg
pemberian analgesik
- Nadi : 85 x/menit
drip fentanyl 200
- RR : 16 x/menit
mcg dalam
A : Nyeri akut teratasi sebagian
KESIMPULAN
Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik teratasi sebagian, lanjutkan intervensi
pemberian nafas dalam dan kaji nyeri lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim B. http://belibis-a17.com/2009/11/17/hernia-nukleus-pulposus-hnp-lumbalis/.
diakses tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB.
Latief S, A., Suryadi K, A., Dachlan M, R. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
Kedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.
Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2006. Patient monitors. In : Lange Medical
Books Clinical Anesthesiology. 4th eds. New York.