Anda di halaman 1dari 59

Laporan Tutorial Skenario B

Blok 17 Tahun 2019

Tutor: dr. Safyudin, M.Biomed


Disusun oleh: Kelompok B3

Muhammad Alfarizi Nasution (04011181722025)


Bramantyo Dwi Handjono (04011181722039)
Annisa Alviorian (04011181722041)
Resi juniarti (04011181722149)
Hasna Nurul Alya (04011181722153)
Raissa Rianzie (04011281722059)
M Fariz Al Hakim (04011281722075)
Rizky Ishak Pridata (04011281722107)
Dienda Alya Zafira (04011281722113)
Tria Monica N (04011281722115)

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2019
Kata Pengantar

Puji syukur selalu kami curahkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok
17 Tahun 2019” sebagai tugas kelompok.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada tutor yang telah membimbing kami selama
proses tutorial, semua teman kelompok dan semua pihak yang terkait dalam penyelaesaian
laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan, karena itu
kami mengharapkan agar kedepannya laporan tutorial ini dapat menjadi lebih baik lagi, baik
dari segi sistematika, penulisan, dan lain-lain.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas
lagi. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 12 September 2019

Tim Penyusun

i
Data Tutorial
Tutor : dr. Safyudin, M.Biomed
Moderator : M. Fariz Al Hakim
Sekretaris 1 : Rizky Ishak P.
Sekretaris 2 : Bramantyo Dwi Handjono
Pelaksanaan : 1. Senin, 9 September 2019
Pukul 10.00-12.00 WIB
2. Rabu, 11 September 2019
Pukul 10.00-12.00 WIB

Peraturan selama tutorial.


1. Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi
2. Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.
3. Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh moderator.
4. Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.
5. Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp.
6. Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................ i
Data Tutorial .......................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iii
Skenario ................................................................................................................................. 1
Klarifikasi Istilah ................................................................................................................... 2
Identifikasi Masalah .............................................................................................................. 3
Analisis Masalah ................................................................................................................... 4
Topik Pembelajaran dan Keterbatasan Ilmu Pengetahuan .................................................. 22
Sintesis ................................................................................................................................. 23
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran ............................................................. 23
B. Presbikusis ................................................................................................................ 37
C. Pemeriksaan Fisik ..................................................................................................... 44
Kerangka Konsep ................................................................................................................ 52
Kesimpulan .......................................................................................................................... 53
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 54

iii
Skenario

Tn. R, berusia 65 tahun, pensiunan seorang guru, datang ke poliklinik RS denga


keluhan berkurangnya pendengaran pada kedua telinga yang terjadi secara perlahan sejak 2
tahun yang lalu. Keluhan kadang disertai bunyi berdenging. Pasien dapat mendengar
percakapan tapi sulilt memahami makna percakapan tersebut, terutama jika diucapkan
dengan cepat di tempat yang bising. Pasien tidak batuk maupun pilek. Tidak terdapat riwayat
keluar cairan dari telinga maupun riwayat penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu
lama.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 37oC
Pemeriksaan status lokalis
Otoskopi telinga kanan dan kiri
Kanalis akustikus eksternus : dalam batas normal
Membran timpani : suram, mobilitas berkurang
Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri
Mukosa hidung : dalam batas normal
Konka inferior : eutrofi
Septum nasi : di tengah
Sekret : (-)
Orofaring
Tonsil : T1-T1 tenang
Dinding faring posterior : tenang
Pemeriksaan garpu tala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach
Telinga kanan (+) Lateralisasi (-) (-)
Telinga kiri (+) Lateralisasi (-) (-)

Pemeriksaan audiometri : Tuli sensorineural (50db) sedang kanan dan kiri.


Pemeriksaan timpanometri : Tipe A

1
Klarifikasi Istilah
No Istilah Pengertian
Tinnitus, suara bising di telinga seperti deringan, dengung,
1 Berdenging
raungan, atau bunyi klik. (Dorland)
Berkurangnya
2 Tidak memiiki kemampuan penuh dalam mendengar. (KBBI)
pendengaran
Ramai, seperti berdengung-dengung, berdesir-desir, berdesing-
3 Bising
desing hingga menyebabkan telinga seperti pekak. (KBBI)
Cairan dari
4 (Otorhea) sekresi dari telinga. (Dorland)
telinga
Alat untuk melakukan inspeksi atau auskultasi pada telinga.
5 Otoskopi
(Dorland)
Kanalis akustikus
6 Saluran menuju membrane timpani. (Dorland)
externus
Membrane Struktur tipis antara meatus akustikus externus dan telinga
7
timpani tengah. (Dorland)
Membrane
8 Membran timpani kurang terang, kurang kuat cahaya. (KBBI)
timpani suram
Pemeriksaan hidung dengan spekuum baik melalui nares
9 Rhinskopi
anterior atau nasofaring. (Dorland)
Dilakukan untuk melihat antara perbadingan hantran tulang
10 Tes Rinne (bone coducton) dengan hantaran udara (air conduction).
(Indonesian journal of occupational safety and health)
Tes yang mengidentifikasi lateralisasi getaran bunyi pada
11 Tes Weber kedua sisi telinga. (Indonesian journal of occupational safety
and health)
Tes yang membandingkan hantaran suara pada tulang pasien
12 Tes Schwabach dengan pemeriksa. (Indonesian journal of occupational safety
and health)
Pemeriksaan Pengukuran ketajaman pendengaran untuk berbagai macam
13
audiometri glombang frekuensi udara. (Dorland)
Ketulian akibat defek pada telinga dalam atau nervus akusitkus.
14 Tuli sensorineural
Dorland)
Pemeriksaan untuk mengetahui keadaan cavum timpani
misalnya ada cairan di telinga tengah, gangguan rangkaian
Pemeriksaan
15 tulang pendengaran, kekakuan membrane timpani, dan
timpanometri
membrane timpani yang sangat lentur. (Jurnal: Screening
gangguan pendengaran pada neonatus resiko tinggi)

2
Identifikasi Masalah
No Masalah Prioritas
Tn. R, berusia 65 tahun, pensiunan seorang guru, datang ke poliklinik
1 RS denga keluhan berkurangnya pendengaran pada kedua telinga
yang terjadi secara perlahan sejak 2 tahun yang lalu.
2 Keluhan kadang disertai bunyi berdenging.
Pasien dapat mendengar percakapan tapi sulilt memahami makna
3 percakapan tersebut, terutama jika diucapkan dengan cepat di tempat
yang bising. Pasien tidak batuk maupun pilek.
Tidak terdapat riwayat keluar cairan dari telinga maupun riwayat
4
penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama.
Pemeriksanan tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 37oC
Pemeriksaan status lokalis
Otoskopi telinga kanan dan kiri
Kanalis akustikus eksternus : dalam batas normal
Membran timpani : suram, mobilitas
5 berkurang
Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri
Mukosa hidung : dalam batas normal
Konka inferior : eutrofi
Septum nasi : di tengah
Sekret : (-)
Orofaring
Tonsil : T1-T1 tenang
Dinding faring posterior : tenang

Pemeriksaan garpu tala


Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach
Telinga kanan (+) Lateralisasi (-) (-)
Telinga kiri (+) Lateralisasi (-) (-)
6

Pemeriksaan audiometri : Tuli sensorineural (50db) sedang kanan


dan kiri.
Pemeriksaan timpanometri : Tipe A

3
Analisis Masalah
1. Tn. R, berusia 65 tahun, pensiunan seorang guru, datang ke poliklinik RS denga keluhan
berkurangnya pendengaran pada kedua telinga yang terjadi secara perlahan sejak 2 tahun
yang lalu.
a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan terhadap keluhan yang
diderita pada Tn. R?
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki
lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya
sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan.
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan laki-laki
umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan perempuan.
Perbedaan pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan
perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih
kecil sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah.
Penelitian di Korea Selatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran pada
perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki. Pearson menyatakan
sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan daripada laki-laki.

b. Apa saja penyebab berkurangnya pendengaran pada Tn. R?


Tn. R mengalami presbikusis yaitu hearing loss age-related (hilangnya
pendengaran akibat usia) yang penyebabnya multifaktorial. Presbikusis terjadi akibat
perubahan fungsi fisiologi dari inner ear seiring bertambahnya usia dan juga akibat
perubahan nerve pathway yang menuju ke otak. Penyebab lain termasuk faktor
instrinsik (hilangnya outer hair cell cochlea) dan faktor ekstrinsik (noise) dan faktor
risiko (genetic issues/riwayat keluarga).

c. Bagaimana mekanisme berkurangnya pendengaran pada Tn. R?


Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N.VIII pada
koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut
penunjang pada organ corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskular juga
terjadi pada stria vaskularis. Selain ini terdapat pula perubahan berupa berkurangnya
jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama juga terjadi pada myelin

4
akson saraf. Ada gangguan pada struktur telinga ini menyebakan fungsi nya tidak
optimal yakni organ corti sebagai resptor pendengaran dan nervus VIII penghantar
potensial listrik ke nukleus koklearis di korteks serebri. Gangguan ini mengakibatkan
berkurangnya pendengaran pada kedua telinga.

d. Bagaimana dampak dari berkurangnya pendengaran pada Tn. R?


1) Berkurangnya pendengaran dapat menyebabkan Tn.R kesulitan dalam
berkomunikasi dan bersosialisasi terutama ditempat yang ramai atau bising
2) Berdampak pada psikososial Tn. A dimana tuan A lebih senang sendiri dan
cendrung menghindari keramaian.

e. Mengapa berkurangya pendengaran pada Tn. R terjadi secara perlahan sejak 2 tahun
yang lalu?
Tuli sensorineural pada usia lanjut terjadi akibat degenerasi (penuaan) organ
pendengaran sehingga proses ini terjadi berangsur-angsur atau bersifat progresif
seiring dengan menurunnya fungsi organ audiotori. Tuli sensorineural adalah kelainan
pada koklea. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli, sedangkan dasar
skala media adalah membran basalin yang terdapat Organ Corti.
Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000
sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel.
Pada kasus ini terjadi penurunan jumlah sel rambut dan sel penunjang yang
semakin lama akan semakin berkurang sehingga terjadi penurunan pendengaran secara
perlahan-lahan.

2. Keluhan kadang disertai bunyi berdenging.


a. Apa hubungan usia dengan berdenging pada kasus?
Degenerasi sel-sel rambut  depolarisasi hair cells tidak sempurna  sinyal
yang masuk ke otak tidak sesuai  manifestasi denging/tinnitus
Tinnitus dialami oleh semua usia dari anak-anak hingga dewasa. Perkembangan
tinnitus meningkat seiring bertambahnya usia hingga umur 70 tahun menyertai
gangguan pendengaran sensorineural fisiologis. Tingkat tinnitus pada anak-anak telah
dilaporkan setinggi 13% (tinnitus sementara).

5
b. Apa yang menyebabkan bunyi berdenging pada Tn. R?
Penyebab berdenging adalah degenerasi hair cell.

c. Bagaimana mekanisme berdenging pada kasus ini?


Age related hearing loss  sel-sel rambut secara fisik lelah  kerusakan sel
rambut koklea  hilangnya input ke saraf vestibulocochlear  kehilangan input
menyebabkan peningkatan fungsi adaptasi dalam sistem saraf pusat  ↑aktivitas saraf
di korteks pendengaran otak.

3. Pasien dapat mendengar percakapan tapi sulilt memahami makna percakapan tersebut,
terutama jika diucapkan dengan cepat di tempat yang bising. Pasien tidak batuk maupun
pilek.
a. Apa penyebab Tn. R sulit memahami percakapan terutama jika diucapkan dengan
cepat di tempat yang bising?
Presbikusis biasanya mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi
sehingga akan mengalami kesulitan dalam memahami percakapan pada tempat yang
bising (frekuensi tinggi) karena huruf-huruf konsonan (t, s, ch) bersifat high-pitched
dan soft sehingga akan sulit didengar oleh penderita presbikusis (susah membedakan
antara huruf konsonan). Sedangkan percakapan pada frekuensi rendah dan sedang
membawa sebagian besar gelombang suara dan biasanya memiliki informasi huruf
vowel yang lebih mudah didengar. Akibat hilangnnya pendengaran pada frekuensi
tinggi, penderita akan mengaku bisa mendengar ketika seseorang berbicara tetapi tidak
dapat memahami apa yang dikatakan.

b. Bagaimana pengaruh percakapan yang diucapkan dengan cepat terhadap pendengaran


dan pemahaman Tn. R?
Selain pengaruh umur terhadap hilangnya pendengaran, age-related decline
dalam hal konsentrasi, memori dan fungsi kognitif juga perlu dipertimbangkan sebagai
faktor konstribusi dalam memahami perkataan. Pada penderita presbikusis tentu akan
lebih mengalami kesulitan untuk memahami dan mendengar percakapan yang
diucapkan dengan cepat. Oleh karena itu, untuk tatalaksana presbikusis dengan
speechreading memerlukan lawan bicara untuk berbicara dengan jelas.

6
c. Bagaimana pengaruh bising terhadap pendengaran dan persepsi tn. R?
Keadaan bising (frekuensi tinggi) akan menyulitkan penderita presbikusis yang
mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi.

d. Apa makna dari pasien tidak batuk maupun pilek terhadap kasus ini?
Menandakan gangguan telinga yang diderita oleh pasien bukan merupakan
komplikasi dari penyakit infeksi yang mengakibatkan tersumbatnya saluran eustachius
sehingga mengakibatkan tekanan di telinga bagian tengah menjadi menurun
mengakibatkan membrana timpani tertarik kedalam sehingga membran timpani tidak
berfungsi dengan baik terhadap respon gelombang suara yang masuk kedalam telinga.

4. Tidak terdapat riwayat keluar cairan dari telinga maupun riwayat penggunaan obat-obatan
dalam jangka waktu lama.
a. Apa hubungan riwayat tidak keluarnya cairan dari telinga terhadap keluhan utama Tn.
R?
Tidak keluarnya cairan memdakan gangguan pendengaran yang terjadi bukan
disebabkan oleh infeksi dan trauma, karena umumnya kelurnya cairan dari telinga
disebabkan oleh perforasi membran timpani, paling sering karena infeksi telinga (otitis
media).selain itu cairan keluar bisa disebabkan oleh trauma pada telinga.

b. Apa hubungan riwayat penggunaan obat-obatan terhadap keluhan utama Tn. R?


Beberapa obat-obatan bersifat ototoxic yang dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran. Obat-obat tersebut misalnya anti-inflammatory, antibiotik, loop diuretik,
dan obat ototopikal.
Aminoglycosides oral bersifat ototoxic akibat efeknya yang dapat menyebabkan
apoptosis sel rambut. Antibiotik oral lainnya seperti erythromycin dan tertracyline juga
bersifat ototoxic. Dosis tinggi aspirin (6-8 g/hari) atau salicylate lainnya dapat
menyebabkan tuli sensorineural ringan-sedang tetapi bersifat reversibel jika
dihentikan penggunaan obat. Loop diuretik dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran temporal dan tinitus.

c. Apa saja obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran?


Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran adalah obat-obatan
ototoksik, yaitu

7
Streptomisin, neomisin, kanamisin,
Aminoglikosida
gentamisin, amikasin, tobramisin
Makrolide Eritromisin
Loop diuretic Ethacrynic acid, furosemide, bomuetanide
Anti inflamasi Aspirin
Anti malaria Kina, klorokuin
Sitostatika Cisplatin
Golongan aminoglikosida seperti
Ear drop
neomisin, polomiksin B

d. Bagaimana mekanisme gangguan pendengaran yang disebabkan oleh penggunaan


obat ototoksik?
Aminoglikosida
Gangguan pendengaran permanen yang disebabkan oleh aminoglikosida dan
cisplatin diduga terutama terkait dengan apoptosis outer hair cells. Kedua obat
menghasilkan reactive oxygen species (ROS) di telinga bagian dalam. ROS dapat
mengaktifkan jalur kematian sel seperti c-Jun N-terminal kinase (JNK) dan jalur p38
mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang pada gilirannya, menginduksi
apoptosis sel rambut. Aminoglikosida juga telah terbukti memiliki efek langsung pada
potensial membran seluler melalui interaksi dengan saluran kalium. Selain itu,
interaksi aminoglikosida dengan logam transisi seperti besi dan tembaga
mempotensiasi pembentukan radikal bebas dan kerusakan sel lebih lanjut.
Pada akhirnya, beberapa interaksi dari banyak proses ini menyebabkan hilangnya sel-
sel rambut sensorik permanen di kedua koklea dan alat vestibular, mengakibatkan
gangguan pendengaran permanen atau disfungsi keseimbangan.
Loop diuretic
Efek ototoksik loop diuretic tampaknya terkait dengan stria vaskularis, yang
dipengaruhi oleh perubahan gradien ionik antara perilimfe dan endolimfe. Perubahan
ini menyebabkan edema epitel stria vascularis.
Ototoksisitas yang disebabkan oleh ethacrynic acid tampaknya berkembang lebih
bertahap
Non steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID)
Penyalahgunaan NSAID dapat secara sementara menyebabkan tinitus dan
gangguan pendengaran ringan sampai sedang. NSAID merusak proses aktif sel-sel
rambut luar (outer hair cells)dan memengaruhi neuron pendengaran perifer dan
sentral.

8
Asam asetilsalisilat, umumnya dikenal sebagai aspirin, digunakan secara luas untuk
sifat anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik. Asam salisilat dengan cepat memasuki
koklea, dan kadar perilimfe sejajar dengan kadar serum. Peningkatan kadar
menghasilkan tinitus dan, umumnya, gangguan pendengaran sensorineural datar
reversibel. Mekanisme ini multifaktorial tetapi tampaknya menyebabkan perubahan
metabolik daripada morfologis dalam koklea.

e. Apa saja diagnosis banding dari penyakit yang dialami oleh Tn. R berdasarkan
anamnesis?
1) Noise-induced hearing loss
2) Otosclerosis
3) Sudden hearing loss
4) Acute otitis media
5) Syndromic sensorineural hearing loss
6) Genetic sensorineural hearing loss
7) Ototoxicity

5. Pemeriksanan tanda vital


Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 37oC
Pemeriksaan status lokalis
Otoskopi telinga kanan dan kiri
Kanalis akustikus eksternus : dalam batas normal
Membran timpani : suram, mobilitas berkurang
Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri
Mukosa hidung : dalam batas normal
Konka inferior : eutrofi
Septum nasi : di tengah
Sekret : (-)
Orofaring
Tonsil : T1-T1 tenang
Dinding faring posterior : tenang

9
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik Tn. R?

10
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik Tn. R?
Kerusakan mebran timpani  kerusakan serabut sirkuler dan radial pada
membran timpani  refleks cahaya membran timpani menurun  membran timpani
suram

11
Kerusakan membran timpani  penurunan elastisitas membran timpani 
mobilitas membran timpani berkurang

6. Pemeriksaan garpu tala


Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach
Telinga kanan (+) Lateralisasi (-) (-)
Telinga kiri (+) Lateralisasi (-) (-)

Pemeriksaan audiometri : Tuli sensorineural (50db) sedang kanan dan kiri.


Pemeriksaan timpanometri : Tipe A
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik Tn. R?

Jenis
Interpretasi Mekanisme
Pemeriksaan
Pada tuli sensorineural AC>BC namun
Tes positif pada telinga
waktunya lebih memendek oleh karena itu
yang diperiksa
dibutuhkan garpu penala yang lebih besar pada
Rinne menunjukkan bahwa
tuli sensorineural. Tidak terdapat kerusakan
pasien bisa normal atau
pada telinga luar maupun dalam oleh karena itu
tuli sensorineural
tesnya positif
Tidak terdapat Tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
Weber
lateralisasi bunyi terdengar lebih keras
Dilakukan tes scwabach yang dimana suara
dari garpu penala akan semakin mengecil
intensitasnya scwabach memendek di
telinga kiri karena mekanisme pendengaran
Schwabach Memendek/memendek
yang terjadi pada telinga dalam telah rusak
sehingga tidak dapat lagi menangkap
intensitas bunyi yang rendah  scwabach
memendek

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik Tn. R?


Tuli sensorineural pada Tn. R adalah termasuk presbikusis (tuli sensorineural
pada geriatri). Presbikusis merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya
terjadi mulai usia 65 tahun. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea
dan N.VIII. Koklea mengalami atrofi dan degenerasi sel-sel rambut pada organ corti.
Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis.
Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel
ganglion dan saraf. Hal tersebut juga terjadi pada myelin akson saraf.

12
7. Hipotesis
Tn. R, 65 tahun mengalami presbikusis dengan tuli sensorineural sedang bilateral.
a. Bagaimana algoritma penegakan diagnosis pada kasus ini?

13
b. Apa diagnosis banding dari kasus ini?

c. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Presbikusis.

d. Apa definisi penyakit pada kasus ini?


Menurut katz, presbikusis adalah proses normal penuaan yang menimbulkan
gambaran gangguan pendengaran sensorineural. Dapat disebabkan oleh proses
degenerasi pada koklea yaitu di akson, sel ganglion, atau berkurangnya sel2 rambut.

e. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?


Prevalensi presbiakusis meningkat seiring bertambahnya usia. Secara global
prevalensi presbikusis bervariasi. Presbiakusis dialami sekitar 30-35% pada populasi
berusia 65-75 tahun dan 40-50% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-
laki sedikit lebih tinggi daripada wanita.Perbedaan prevalensi presbiakusis antar ras
belum diketahui secara pasti.

14
f. Apa etiologi penyakit pada kasus ini?
Arterosklerosis
Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai hilangnya
perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini menyebabkan
terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga radikal bebas. Akibat dari
penumpukan oksidan ini, menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur telinga
dalam serta DNA mitokondria yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari
kerusakankerusakan inilah berkembang presbikusis (Roland, 2014).

Diet dan metabolism


1) Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan aterosklerosis yang
selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi serta oksigenasi dari koklea.
2) Pada keadaan diabetes juga didapati proliferasi dan hipertropi dari tunika intima di
endotel yang juga nantinya akan menyebabkan gangguan perfusi ke koklea.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan bahwa diet
tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E dapat mengurangi progresifitas
presbikusis pada tikus (Roland, 2014).

Paparan terhadap bising


Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus yang memiliki
struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa paparan terhadap bising mampu
meningkatkan kejadian presbikusis. Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di

15
telinga termasuk di dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV.
Dari penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap kerusakan
Universitas Sumatera Utara fibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang
batas pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus yang terpapar
bising menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel spiral ganglion, yang merupakan
badan sel dari saraf aferen di koklea, yang bersinaps dengan sel-sel rambut dalam
(inner hair cells). Intinya, paparan bising pada usia muda dapat meningkatkan risiko
terjadinya presbikusis seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Kujawa dan
Liberman, 2006).

Genetic
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam menentukan kerentanan
seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising, obat-obat ototoksik dan
bahan-bahan kimia, serta stress. Pada penelitian lain didapati bahwa terdapat beberapa
gen yang mengalami mutasi pada penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen
SLC26A4. Selain itu, didapati bahwa orang-orang yang mengalami dua mild
mutations pada gen GJB2 akan terjadi peningkatan risiko berkembangnya presbikusis
dini (Roland, 2014 dan Rodriguez-Paris, dkk, 2008).

g. Apa saja faktor risiko penyakit pada kasus ini?


Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya presbikusis,
yaitu: usia, jenis kelamin laki-laki, diabetes melitus, serta gangguan pendengaran yang
diturunkan. Faktor risiko lain yang juga disebut-sebut dapat menyebabkan presbikusis
adalah penyakit-penyakit jantung, merokok, serta konsumsi alkohol (Sousa, dkk,
2009).

16
h. Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus ini?

Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya


presbikusis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
molekuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.
1) Degenerasi koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai
potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada presbikusis
terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat
penurunan pendengaran sebesar 40 – 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal
90 mV).

17
2) Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius
meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi
input-output dari CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf
pusat, memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan
penderita mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.

3) Mekanisme molekuler
a) Faktor gen
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan
protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode
komponen ujung sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria
mengalami apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan
penurunan pendengaran.
b) Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stres oksidatif
bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan
proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan
mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi
disfungsi pendengaran.

4) Gangguan Transduksi Sinyal


Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik,
merubah stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23
(Cdh23) dan protocadherin 15 (PCdh 15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel
rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terjadinya
mutasi menimbulkan defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan
gangguan pendengaran.

18
i. Bagaimana klasifikasi penyakit pada kasus ini?
Schuknecht membagi klasifikasi presbiakusis menjadi 4 jenis: sensoris (sel
rambut luar), neural (sel ganglion), metabolik (atrofi stria vaskularis), dan konduksi
kohlear (kekakuan membrane basilaris).1 Tipe sensoris menunjukkan atrofi epitel
disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong organ korti. Ciri khas tipe
presbiakusis sensoris adalah terjadi penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada
frekuensi tinggi (slooping). Gambaran khas konfigurasi jenis sensori adalah tipe noise-
induced hearing loss (NIHL), banyak pada laki-laki dengan riwayat bising. Tipe neural
memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di kohlea dan jalur saraf pusat. Pada audiometri
tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi.
Tipe metabolik terjadi atrofi pada stria vaskularis di apeks kohlea. Pada audiometri
tampak penurunan pendengaran dengan gambaran flat pada seluruh frekuensi. Tipe
konduksi kohlear/mekanikal disebabkangangguan gerakan mekanis di membran
basalis.Gambaran khas audiogram yaitu menurun dan simetris (skiloop).

Pembagian derajat
Gangguan pendengaran menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung
dan Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL) yaitu.
1) Normal : 0 – 25 dB
2) Gangguan dengar ringan : 26 – 40 dB
3) Gangguan dengar sedang : 41 – 60 dB
4) Gangguan dengar sedang berat : 61 – 90 dB
5) Gangguan dengar sangat berat : > 90 dB

j. Bagaimana manifestasi klinis penyakit pada kasus ini?


Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran
tidak diketahui pasti.
Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Pasien dapat
mendengar percakapan, tapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan
dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness).
Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga. Hal ini disebabkan
oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).

19
k. Bagaimana tatalaksana penyakit pada kasus ini?
Pada kasus ini sebagai dokter umum memberikan surat rujukan kepada dokter
spesialis THT untuk dipasang hearing aid. Apabila terdapat gangguan bicara dapat
pula diberikan terapi wicara dan terapi dengar dengan ahli terapi wicara.

l. Bagaimana edukasi dan pencegahan penyakit pada kasus ini?


1) Edukasi Terapi rehabilitasi
Edukasi pasien bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan karena
penyebabnya adalah degenerasi akibat usia. Namun fungsi pendengaran dapat
ditingkatkan dengan terapi rehabilitasi, yaitu dengan penggunaan alat bantu dengar,
implantasi koklea, perangkat alat bantu dengar dan rehabilitasi pendengaran
(manajemen sensorik, instruksi, pelatihan persepsi, dan konseling bagi tunarungu.
Rehabilitasi pendengaran termasuk intervensi seperti pelatihan aktif
mendengarkan, membaca pidato, dan peningkatan komunikasi. Contoh-contoh
spesifik meliputi pendidikan membaca ekspresi wajah atau kontur bibir pembicara,
menafsirkan isyarat kontekstual seperti postur untuk mengatasi pidato cepat, dan
memaksimalkan faktor lingkungan seperti memastikan pencahayaan yang
memadai).

2) Hindari faktor resiko seperti merokok dan hiperkolesterol


3) Diet
Diet antioksidan untuk menurunkan zat radikal bebas yang berdampak buruk
bagi telinga dalam dan memicu berkurangnya pendengaran.
4) Aktivitas
Tidak ada batasan aktivitas, sebaiknya menghindari tempat bising untuk
mencegah semakin memburuknya penurunan fungsi pendengaran.

m. Apa komplikasi dari penyakit pada kasus ini?


Tuli permanen, komplikasi akibat pemakaian alat bantu dengar (hearing aid),
gangguan kognitif dan gangguan psikososial.

20
n. Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini?
Prognosis untuk pasien presbikusis adalah perkembangan lebih lanjut dari
penurunan pendengaran. Tingkat penurunan pendengaran diperkirakan 0,7-1,2 dB per
tahun dan tidak bergantung pada usia dan frekuensi.
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

o. Apa SKDI penyakit pada kasus ini?


Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan
merujuk.
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

21
Topik Pembelajaran dan Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

Topik What I Don’t What I Have


What I Know How I Know
Pembelajaran Know To Prove
Anatomi dan Anatomi
Fisiologi Journal, Text
Fisiologi Sistem Sistem
Pendengaran Book
Pendengaran Pendengaran
1. Definisi
2. Etiologi 1. Patofisiologi 1. Tatalaksana
Journal, Text
Presbikusis 3. Manifestasi 2. Epidemiologi 2. Prognosis
Book
Klinis 3. Komplikasi 3. SKDI
4. Klasifikasi
Nili normal dan Mekanisme Cara Journal, Text
Pemeriksaan Fisik
interpretasi abnormalitas pemeriksaan Book

22
Sintesis
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran
Telinga adalah organ sensorik yang bertanggung jawab untuk pendengaran dan
pemeliharaan keseimbangan, melalui deteksi posisi tubuh dan pergerakan kepala.
Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah atau cavitas tympani, dan telinga dalam
atau labyrinthus.

Gambar 4. Struktur Telinga. Telinga eksternal mengandung aurikel, saluran telinga, dan membran
timpani. Telinga tengah mengandung ossicles dan terhubung ke faring oleh tabung Eustachius.
Telinga bagian dalam berisi koklea dan ruang depan, yang masing-masing bertanggung jawab
untuk audisi dan keseimbangan.

23
Telinga luar
Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus.
Auricula mempunyai berfungsi mengumpulkan gerakan udara. Terdiri atas
lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi oleh kulit. Auricula memiliki otot
intrinsik dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh nervus facialis.
Meatus acusticus externus adalah saluran berkelok yang menghubungkan auricula
dengan membrana tympanica dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan
terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Meatus acusticus externus berfungsi
menghantarkan gelombang suara dari auricula ke membrana tympanica.
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng tympani, meatus dilapisi kulit, dan
sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, glandula sebacea, dan glandula
ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
menghasilkan sekret lilin bewarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan
barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.
Saraf sensorik yang menyarafi kulit yang melapisi meatus berasal dari nervus
auriculotemporalis dan ramus auricularis nervi vagi.
Aliran limfe menuju ke nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicale
superficiales.

Telinga luar

24
Pembuluh Darah Pada Telinga

25
Aliran limfe telinga

Telinga Tengah (Cavitas Tympani)


Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis.
Cavitas tympani berbentuk celah sempit yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini
berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani
ke perilymph telinga dalam. Di depan ruang ini berhubungan dengan nasopharynx melalui
tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoideum.
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, posterior, lateral, dan
medial.
1. Atap, dibentuk oleh lempeng tipis tulang, disebut tegmen tympani, yang merupakan
bagian pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavitas tympani dari
meningen dan lobus temporalis cerebri di dalam dossa cranii media.
2. Lantai, dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavitas tympani dari
bulbus superior vena jugularis.
3. Dinding anterior, dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavitas
timpani dari arteri carotis interna.

26
4. Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan,
yaitu aditus ad antrum.
5. Dinding lateral, sebagian besar dibentuk oleh membran timpani.
6. Dinding medial, dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam.

Membrana Tympanica
Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang bewarna kelabu mutiara.
Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, lateral, dan pada cekungan
yan paling dalam terdapat lekukan kecil, umbo, yang dibentuk oleh ujung manubrium
mallei. ). Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian: pars flaccida dan pars tensa. Area
membran timpani superior ke umbo disebut pars flaccida, sisa membran timpani adalah
pars tensa.

27
Jika membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan kerucut
cahaya, yang memancar ke anerior dan inferior dari umbo.

Ossicula auditus (tulang-tulang pendengaran) terdiri dari:


a. Malleus
b. Incus
c. Stapes

28
Elemen bertulang ini berfungsi untuk mentransmisikan dan memperkuat
gelombang suara dari udara ke perilymph dari telinga internal. Tiga ossicles adalah
malleus, incus, dan stapes, yang merupakan nama Latin yang secara kasar diterjemahkan
menjadi palu, landasan, dan sanggurdi. Malleus melekat pada membran timpani dan
berartikulasi dengan incus. Incus, pada gilirannya, berartikulasi dengan stapes. Stapes
kemudian dilekatkan ke telinga bagian dalam, di mana gelombang suara akan
ditransduksi menjadi sinyal saraf. Telinga tengah terhubung ke faring melalui tabung
Eustachius, yang membantu menyeimbangkan tekanan udara melintasi membran
timpani. Tabung biasanya tertutup tetapi akan terbuka ketika otot-otot faring berkontraksi
saat menelan atau menguap.

Otot-otot ossicula
Otot-otot ossicula adalah musculus tensor tympani dan musculus stapedius.

Telinga Dalam atau Labyrinthus


Labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga
tengah. Terdiri dari labyrinthus osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang;
dan labyrinthus membranceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di
dalam labyrinthus osseus.
Labyrinthus osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semisircularis, dan
cochlea. Ketiganya dilapisi oleh endosteum dan berisi cairan bening, perilymph yang di
dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.
Labyrinthus membranaceus berisikan endolymph dan dikelilingi oleh perilymph.
Terdiri atas utriculus dan saccuulus yang terdapat di vestibulum osseus; tiga ductus
semisirkularis di dalam canalis semisirkularis; dan ductus cochlearis yang terletak di
dalam cochlea.

29
Suara ditransduksi menjadi sinyal saraf dalam wilayah koklea telinga bagian dalam,
yang berisi neuron sensorik dari ganglia spiral. Ganglia ini terletak di dalam koklea
berbentuk spiral di telinga bagian dalam. Koklea melekat pada stapes melalui jendela
oval.
Jendela oval terletak di awal tabung berisi cairan di dalam koklea yang disebut scala
vestibuli. Scala vestibuli memanjang dari jendela oval, berjalan di atas saluran koklea,
yang merupakan rongga sentral koklea yang berisi neuron transduksi suara. Di ujung
paling atas koklea, skala vestibuli melengkung di atas saluran koklea. Tabung berisi
cairan, sekarang disebut scala tympani, kembali ke pangkal koklea, kali ini berjalan di
bawah saluran koklea. Scala tympani berakhir di jendela bundar, yang ditutupi oleh
membran yang berisi cairan di dalam skala. Ketika getaran ossicles bergerak melalui
jendela oval, cairan dari scala vestibuli dan scala tympani bergerak dalam gerakan seperti
gelombang. Frekuensi gelombang fluida cocok dengan frekuensi gelombang suara

30
Transmisi Gelombang Suara ke Cochlea. Gelombang suara menyebabkan
membran timpani bergetar. Getaran ini diperkuat ketika bergerak melintasi maleus,
incus, dan stapes. Getaran diperkuat diambil oleh jendela oval yang menyebabkan
gelombang tekanan dalam cairan scala vestibuli dan scala tympani. Kompleksitas
gelombang tekanan ditentukan oleh perubahan amplitudo dan frekuensi gelombang
suara yang masuk ke telinga.
Pandangan penampang koklea menunjukkan bahwa scala vestibuli dan scala
tympani berjalan di sepanjang kedua sisi saluran koklea (Gambar 6). Saluran koklea
mengandung beberapa organ Corti, yang mengubah gerakan gelombang kedua skala
menjadi sinyal saraf. Organ-organ Corti terletak di atas membran basilar, yang
merupakan sisi dari saluran koklea yang terletak di antara organ-organ Corti dan scala
tympani. Ketika gelombang fluida bergerak melalui scala vestibuli dan scala tympani,
membran basilar bergerak pada titik tertentu, tergantung pada frekuensi gelombang.
Gelombang frekuensi tinggi memindahkan daerah membran basilar yang dekat dengan
pangkal koklea. Gelombang frekuensi yang lebih rendah memindahkan daerah
membran basilar yang berada di dekat ujung koklea

31
Cross Section dari Cochlea. Tiga ruang utama dalam koklea disorot. Scala tympani
dan scala vestibuli terletak di kedua sisi saluran koklea. Organ Corti, yang mengandung
sel-sel rambut mechanoreceptor, berbatasan dengan scala tympani, di mana ia duduk di
atas membran basilar.
Organ-organ Corti mengandung sel-sel rambut, yang dinamai stereocilia seperti
rambut yang membentang dari permukaan apikal sel (Gambar 7). Stereocilia adalah
susunan struktur mirip mikrovili yang tersusun dari tertinggi ke terpendek. Serat-serat
protein mengikat rambut-rambut yang berdekatan di dalam masing-masing susunan,
sehingga susunan tersebut akan menekuk sebagai respons terhadap pergerakan
membran basilar. Stereocilia memanjang dari sel-sel rambut ke membran tectorial
atasnya, yang melekat secara medial ke organ Corti.
Ketika gelombang tekanan dari skala memindahkan membran basilar, membran
tectorial meluncur melintasi stereocilia. Ini membengkokkan stereocilia ke arah atau
menjauh dari anggota tertinggi dari setiap array. Ketika stereocilia menekuk ke arah
anggota tertinggi dari array mereka, ketegangan dalam tether protein membuka saluran
ion di membran sel rambut. Ini akan mendepolarisasi membran sel rambut, memicu
impuls saraf yang merambat ke serabut saraf aferen yang melekat pada sel-sel rambut.
Ketika stereocilia menekuk ke arah anggota tersingkat dari array mereka, ketegangan
pada tether mengendur dan saluran ion menutup. Ketika tidak ada suara, dan stereocilia
berdiri tegak, sedikit ketegangan masih ada pada tether, menjaga potensi membran sel
rambut sedikit terdepolarisasi.

32
Gambar 7. Sel Rambut. Sel rambut adalah mechanoreceptor dengan berbagai stereocilia
yang muncul dari permukaan apikalnya. Stereocilia ditambatkan bersama oleh protein
yang membuka saluran ion ketika array ditekuk ke arah anggota tertinggi array mereka,
dan ditutup ketika array ditekuk ke arah anggota terpendek array mereka.

33
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale.
Energi getar yang teiah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak.

34
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner yang akan
mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut. Sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.

Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang timbul akibat
getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang muda antara 20 dan 20.000
siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat tergantung pada intensitas. Bila
intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan bunyi, rentang bunyi
menjadi 500 sampai 5000 siklus per detik. Pada orang yang lebih tua rentang frekuensi
yang bisa didengarnya akan menurun dari pada saat seseorang berusia muda, frekuensi
pada orang yang lebih tua menjadi 50 sampai 8000 siklus perdetik atau kurang.
Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara. Cara
yang pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran basiler
dan sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf dengan

35
lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan sel-sel
rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi menjadi
terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi transmisi yang
melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan terangsang secara
bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi dan
perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan pada sistem saraf bahwa
tersebut sangat keras.
Jaras persarafan pendengaran utama menunjukan bahwa serabut saraf dari ganglion
spiralis Corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian
atas medulla. Serabut sinaps akan berjalan ke nukleus olivarius superior kemudian akan
berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis. Dari lemnikus lateralis ada beberapa serabut
yang berakhir di lemnikus lateralis dan sebagian besar lagi berjalan ke kolikus inferior di
mana tempat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Jaras berjalan dari
kolikus inferior ke nukleus genikulum medial, kemudian jaras berlanjut melalui radiasio
auditorius ke korteks auditorik yang terutama terletak pada girus superior lobus
temporalis.

36
B. Presbikusis
Diagnosis Banding

Definisi
Menurut katz, presbikusis adalah proses normal penuaan yang menimbulkan
gambaran gangguan pendengaran sensorineural. Dapat disebabkan oleh proses
degenerasi pada koklea yaitu di akson, sel ganglion, atau berkurangnya sel2 rambut.

Epidemiologi
Prevalensi presbiakusis meningkat seiring bertambahnya usia. Secara global
prevalensi presbikusis bervariasi. Presbiakusis dialami sekitar 30-35% pada populasi
berusia 65-75 tahun dan 40-50% pada populasi diatas 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki
sedikit lebih tinggi daripada wanita.Perbedaan prevalensi presbiakusis antar ras belum
diketahui secara pasti.

37
Etiologi
Arterosklerosis
Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai hilangnya perfusi serta
oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini menyebabkan terbentuknya metabolit
berupa reactive oxygen dan juga radikal bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini,
menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA mitokondria
yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari kerusakankerusakan inilah
berkembang presbikusis (Roland, 2014).
Diet dan metabolism
- Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan aterosklerosis yang
selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi serta oksigenasi dari koklea.
- Pada keadaan diabetes juga didapati proliferasi dan hipertropi dari tunika intima di
endotel yang juga nantinya akan menyebabkan gangguan perfusi ke koklea.
- Penelitian yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan bahwa diet tinggi
antioksidan seperti vitamin C dan E dapat mengurangi progresifitas presbikusis pada tikus
(Roland, 2014).
Paparan terhadap bising
Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus yang memiliki struktur
telinga menyerupai manusia, didapati bahwa paparan terhadap bising mampu
meningkatkan kejadian presbikusis. Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di
telinga termasuk di dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV.
Dari penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap kerusakan Universitas
Sumatera Utara fibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang batas
pendengaran yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus yang terpapar bising
menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel spiral ganglion, yang merupakan badan sel
dari saraf aferen di koklea, yang bersinaps dengan sel-sel rambut dalam (inner hair cells).
Intinya, paparan bising pada usia muda dapat meningkatkan risiko terjadinya presbikusis
seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Kujawa dan Liberman, 2006).
Genetic
Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam menentukan kerentanan seseorang
terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising, obat-obat ototoksik dan bahan-bahan
kimia, serta stress. Pada penelitian lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang
mengalami mutasi pada penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen SLC26A4. Selain
itu, didapati bahwa orang-orang yang mengalami dua mild mutations pada gen GJB2 akan

38
terjadi peningkatan risiko berkembangnya presbikusis dini (Roland, 2014 dan Rodriguez-
Paris, dkk, 2008).

Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya presbikusis, yaitu :
usia, jenis kelamin laki-laki, diabetes melitus, serta gangguan pendengaran yang
diturunkan. Faktor risiko lain yang juga disebut-sebut dapat menyebabkan presbikusis
adalah penyakit-penyakit jantung, merokok, serta konsumsi alkohol (Sousa, dkk, 2009).

Patofisiologi

39
Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya presbikusis,
yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme molekuler, seperti
faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.
1. Degenerasi koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai
potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada presbikusis terlihat
gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan
pendengaran sebesar 40 – 50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal 90 mV).

2. Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius meningkatkan
nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari
CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf pusat,
memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita
mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.

3. Mekanisme molekuler
a. Faktor gen
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan
protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode
komponen ujung sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami
apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan
pendengaran.
b. Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stres oksidatif
bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan
proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan
mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi
disfungsi pendengaran.

4. Gangguan Transduksi Sinyal


Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik, merubah
stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23 (Cdh23) dan
protocadherin 15 (PCdh 15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel rambut koklea

40
yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terjadinya mutasi menimbulkan
defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.

Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologi yang terjadi, Schuknecht menggolongkan
prebikusis menjadi 4 jenis, yaitu.
1. Sensorik Pada presbikusis jenis ini dapat dijumpai lesi yang terbatas pada koklea.
Dijumpai adanya atrofi pada organ corti, serta berkurangnya jumlah sel-sel rambut dan
sel-sel penunjang di koklea.
2. Neural Pada jenis neural, dijumpai berkurangnya sel-sel neuron pada koklea serta pada
jaras auditorik.
3. Metabolik (strial prebycusis) Presbikusis dengan jenis metabolik dapat terjadi sebagai
akibat terjadinya atrofi stria vaskularis yang akhirnya menyebabkan terganggunya
fungsi sel serta keseimbangan biokimia / bioelektrik pada koklea.
4. Mekanik (cochlear presbycusis) Presbikusis koklear terjadi akibat perubahan gerakan
mekanik pada duktus koklearis. Selain itu, dijumpai pula atrofi ligamen spiralis serta
kekakuan pada membran basalis.
5. Mixed Campuran
Merujuk kepada campuran dari keempat tipe presbikusis diatas. Memiliki ciri
penurunan pendengaran yang halus/tidak tajam sampai mendekati frekuensi tinggi,
dan meningkat taan pada frekuensi tingginya sendiri. Gangguan pendengaran nada
rendah berasal dari gangguan stria vascularis, dan gangguan nada tinggi dari hilangnya
rambut pendengaran luar.
Menurut penelitian, prevalensi presbikusis terbanyak adalah presbikusis dengan
jenis metabolik dengan persentase sebesar 34,6%. Berikutnya adalah jenis neural sebesar
30,7%, mekanik 22,8%, dan sensorik sebesar 11,9% (Suwento dan Hendarmin, 2007).

Manifestasi Klinis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga.
Kapan berkurangnya pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah
telinga berdenging (tinitus nada tinggi).

41
Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising
(cocktail party deafness).
Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan
oleh faktor kelelahan saraf (recruitment).
Penatalaksanaan
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training): prosedur
pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).

Edukasi dan Pencegahan


1) Edukasi Terapi rehabilitasi
Edukasi pasien bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan karena penyebabnya
adalah degenerasi akibat usia. Namun fungsi pendengaran dapat ditingkatkan dengan
terapi rehabilitasi, yaitu dengan penggunaan alat bantu dengar, implantasi koklea,
perangkat alat bantu dengar dan rehabilitasi pendengaran (manajemen sensorik,
instruksi, pelatihan persepsi, dan konseling bagi tunarungu. Rehabilitasi pendengaran
termasuk intervensi seperti pelatihan aktif mendengarkan, membaca pidato, dan
peningkatan komunikasi. Contoh-contoh spesifik meliputi pendidikan membaca
ekspresi wajah atau kontur bibir pembicara, menafsirkan isyarat kontekstual seperti
postur untuk mengatasi pidato cepat, dan memaksimalkan faktor lingkungan seperti
memastikan pencahayaan yang memadai).

2) Hindari faktor resiko seperti merokok dan hiperkolesterol

3) Diet
Diet antioksidan untuk menurunkan zat radikal bebas yang berdampak buruk bagi
telinga dalam dan memicu berkurangnya pendengaran.

4) Aktivitas
Tidak ada batasan aktivitas, sebaiknya menghindari tempat bising untuk mencegah
semakin memburuknya penurunan fungsi pendengaran.

42
Komplikasi Presbikusis
Tuli permanen, komplikasi akibat pemakaian alat bantu dengar (hearing aid),
gangguan kognitif dan gangguan psikososial.

Prognosis Presbikusis
Prognosis untuk pasien presbikusis adalah perkembangan lebih lanjut dari
penurunan pendengaran. Tingkat penurunan pendengaran diperkirakan 0,7-1,2 dB per
tahun dan tidak bergantung pada usia dan frekuensi.
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

43
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Garpu Tala
1. Tes Rinne
Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara (ac) dan hantaran
melalui tulang (bc) pada telinga yang diperiksa.
Indikasi: Evaluasi gangguan pendengaran di satu telinga.
Cara pemeriksaan:
a. Penala digetarkan
b. Dasar penala diletakan pada prosesus mastoideus telinga yang akan diperiksa
c. Jika pasien tidak mendengar bunyi lagi, penala di pindahkan ke depan liang telinga,
± 2,5 cm dari liang telinga.

Interpretasi :
a. Rinne positif : Hantaran udara (AC) lebih panjang dari hantaran tulang (BC), terjadi
pada telinga normal atau tuli sensorineural.
b. Rinne negatif : Hantaran tulang (BC) lebih panjang dari hantaran udara (AC),
terdapat pada tuli konduksi

2. Tes Weber
Dalam kasus gangguan pendengaran sensorineural, suara dirasakan oleh telinga
dengan pendengaran yang lebih baik
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi
44
penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih
keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Interpretasi :
a. Tak ada lateralisasi  normal
b. Lateralisasi ke telinga yang sakit  tuli konduktif
c. Lateralisasi ke telinga yang sehat  tuli sensorineural

3. Tes Schwabach
Prinsip test ini adalah membandingkan hantaran tulang pada penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan telinga pemeriksa harus norma.
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
Interpretasi :
a. Schwabach memendek : hantaran tulang (BC) pasien lebih pendek dari hantaran
tulang (BC) pemeriksa  SNHL.
b. Schwabach memanjang : Hantaran tulang (BC) pasien lebih panjang daripada
hantaran tulang (BC) pemeriksa  tuli konduktif.

45
4. Kesimpulan Tes Penala

Bag.
NO Test pd Kasus Normal Interpretasi
Telinga

tidak ada tidak ada


teilnga kiri normal
lateralisasi lateralisasi

telinga tidak ada tidak ada


normal
kanan lateralisasi lateralisasi

Positif normal atau tuli


teilnga kiri Positif
(AC>BC) sensori neural

telinga Positif Positif normal atau tuli


kanan (AC>BC) sensori neural

pasien dan
teilnga kiri Negative tuli sensori neural
pemeriksa sama

telinga pasien dan


Negative tuli sensori neural
kanan pemeriksa sama

Audiometri
Ujian audiometri menguji kemampuan Anda untuk mendengar suara. Suara
bervariasi, berdasarkan pada kenyaringan (intensitas) dan kecepatan getaran gelombang
suara (nada). Pendengaran terjadi ketika gelombang suara merangsang saraf telinga
bagian dalam. Suara itu kemudian berjalan di sepanjang jalur saraf ke otak.
Gelombang suara dapat melakukan perjalanan ke telinga bagian dalam melalui
saluran telinga, gendang telinga, dan tulang-tulang telinga tengah (konduksi udara).
Mereka juga dapat melewati tulang di sekitar dan di belakang telinga (konduksi tulang).
INTENSITAS suara diukur dalam desibel (dB):
1. Bisikan sekitar 20 dB.
2. Musik yang keras (beberapa konser) sekitar 80 hingga 120 dB.
3. Mesin jet sekitar 140 hingga 180 dB.

46
4. Suara lebih besar dari 85 dB dapat menyebabkan gangguan pendengaran setelah
beberapa jam. Suara yang lebih keras dapat menyebabkan rasa sakit segera, dan
gangguan pendengaran dapat berkembang dalam waktu yang sangat singkat.

NADA suara diukur dalam siklus per detik (cps) atau Hertz:
1. Nada bass rendah berkisar antara 50 hingga 60 Hz.
2. Nada melengking dan nada tinggi berkisar sekitar 10.000 Hz atau lebih tinggi.

Jangkauan normal pendengaran manusia adalah sekitar 20 hingga 20.000 Hz.


Beberapa hewan dapat mendengar hingga 50.000 Hz. Pidato manusia biasanya 500
hingga 3.000 Hz.
Hasil normal termasuk:
1. Kemampuan untuk mendengar bisikan, ucapan normal, dan jam tangan yang berdetak
adalah normal.
2. Kemampuan untuk mendengar garpu tala melalui udara dan tulang adalah normal.
3. Dalam audiometri terperinci, mendengar adalah normal jika Anda dapat mendengar
nada dari 250 hingga 8.000 Hz pada 25 dB atau lebih rendah.

Hasil Abnormal:
Ada banyak jenis dan tingkat gangguan pendengaran. Dalam beberapa jenis, Anda
hanya kehilangan kemampuan untuk mendengar nada tinggi atau rendah, atau Anda
hanya kehilangan konduksi udara atau tulang. Ketidakmampuan untuk mendengar nada
murni di bawah 25 dB menunjukkan beberapa gangguan pendengaran.

47
Audiogram nada ini menunjukkan sebagian gangguan pendengaran tingkat pertama
di telinga kanan (lingkaran merah), terutama dalam rentang frekuensi tinggi. Hasil
konduksi tulang (kurung siku) ditumpangkan pada konduksi udara: Ini adalah gangguan
pendengaran sensorineural.

Penilaian Audiogram:
1. Pendengaran normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB, tidak ada gap
2. Tuli sensorineural: AC dan BC lebih dari 25 dB, tidak ada gap
3. Tuli Konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB, AC lebih dari 25 dB, terdapat gap
4. Tuli campur: BC dan AC lebih dari 25 dB, AC lebih besar dari BC, terdapat gap

5. Derajat Ketulian Indeks Fletcher


AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4

Gambar Audiogram Tuli Sensorineural (OSHA, 2013)


48
Tingkat dari Rerata NAB di
Gangguan AudiogramNada Gejala Klinis Rekomendasi
Pendengaran Murni
Tidak ada atau Konseling, follow-up
sedikit masalah pemeriksaan, jika
0 – Tidak ada
0 - 25 dB pendengaran terdapat tuli konduktif,
gangguan
Dapat mendengar evaluasi indikasi untuk
bisikan operasi
Konseling,
Dapat mendengar
penggunaan alat bantu
dan mengulang
dengar disarankan, jika
1 – Gangguan kata pada suara
26 – 40 dB terdapat tuli konduktif
ringan normal dengan
maupun tuli campuran,
jarak 1
indikasi untuk operasi
meter
mungkin disarankan
Dapat mendengar Rekomendasi alat
dan mengulang bantu dengar, jika
2 – Gangguan kata pada suara terdapat tuli konduktif
41 – 60 dB
sedang yang ditinggikan maupun tuli campuran,
dengan jarak 1 indikasi untuk operasi
meter mungkin disarankan
Butuh alat banru
dengar, jika tidak bisa
dipasang alat bantu
Dapat mendengar
eksternal,
beberapa kata
3 – Gangguan pertimbangkan alat
61 – 80 dB yang diteriakkan
Berat bantu implan atau
pada telinga yang
koklea implan,
lebih sehat
membaca gerakan bibir
dan tanda untuk
pengobatan suportif
Umumnya terdapat
kegagalan dalam
pemasangan alat bantu
4 – Gangguan
Tidak dapat dengar, dan
sangat berat
mendengar dan dipertimbangkan untuk
termasuk ≥ 81 dB
mengerti suara implantasi koklear atau
tuli
teriak batang otak, membaca
total
gerakan bibir dan tanda
dapat diajari sebagai
tambahan pengobatan

49
1. Pada 20 tahun (kurva hijau): audiogram normal, dengan kerugian yang tidak signifikan
dalam frekuensi tinggi (8kHz).
2. Pada 40 tahun (kuning), gangguan pendengaran frekuensi tinggi meningkat, tanpa
menjadi cacat yang berarti.
3. Pada 60 (oranye), gangguan pendengaran ini menjadi signifikan (> 40 dB HL) pada 4
kHz; penurunan nyata dalam pemahaman wicara dapat terjadi (terutama untuk kata-
kata yang mengandung saudara)
4. Pada 90 tahun (merah), gangguan pendengaran yang mencapai 40 dB HL mencapai
frekuensi menengah (2 kHz). Pemahaman bicara dipengaruhi secara negatif.
Derajat ketulian IS0
1. 0-25 dB : Normal
2. >25-40 dB : Tuli ringan
3. >40-55 dB : Tuli sedang
4. >55-70 dB : Tuli sedang berat
5. >70-90 dB : Tuli berat
6. >90 dB : Tuli sangat berat

Timpanometri
Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya,
ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicullar chain), kekakuan
membran timpani dan membran timpani yang sangat lentur.

50
Gambaran hasil timpanometri tersebut adalah:
1. tipe A mengindikasikan bahwa kondisi telinga tengah normal;
2. tipe B terdapat cairan di telinga tengah;
3. tipe C terdapat gangguan fungsi tuba eustachius;
4. tipe AD terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran; dan
5. tipe AS terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis).

51
Kerangka Konsep

52
Kesimpulan

Tn. R, 65 tahun mengalami presbikusis dengan tuli sensorineural sedang bilateral


akibat degenerasi telinga dalam.

53
Daftar Pustaka

Fatmawati, Rikha dan Yussy Afriani Dewi. 2016. Karakteristik Penderita Presbiakusis di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari
2012-Desember 2014. Jurnal Sistem Kesehatan Unpad: Bandung.

Gates GA. Mills JH. Presbycusis. Lancet 2005; 366: 1111 -20.

Hall, J. E. and Guyton, A. C. (2016) Guyton dan Hall: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12th
edn. Edited by E. I. I. Ilyas. Elsevier.

Martini, Frederic H., et. al.. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology. Pearson
Education: U.S.

Muyassaroh. Faktor Resiko Presbikusis. J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 4,
April 2012.

N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga HIdung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai penerbit FKUI ;
2007. P.10-43

Paulsen, F. and Waschke, J. (2012) Sobotta Atlas of Human Anatomy. 23rd edn. Edited by
F. Paulsen and J. Waschke. Jakarta: EGC.

Roland, PS. dkk. 2017. Presbycusis. Diakses dari


https://reference.medscape.com/article/855989-followup pada tanggal 9 September
2019 pukul 17.22 WIB

Rolland PS, Eaton D, Meyerhoff WL. Aging in the auditory vestibular system. In: Bailey
BJ, editor . Head & Neck Surgery -Otolaryngology. 3rd Ed. Philadelphia, USA:
Lippincott Williams and Wilkins; 2001.p.1941-2.

54
Snell, R. S. (2011) Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Edited by A. Suwahjo and Y. A.
Liestyawan. Jakarta: EGC.

Soetirto, I. dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Suwento R, Hendarmin H. Gangguan Pendengaran pada geriatric. Dalam: Soepardi EA,


Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
HIdung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2007.
P.10-43

Tanto, Chris., dkk.. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.

Tim Penyusun. 2015. Buku Ajar Sistem Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Unimus Press:
Semarang.

Tim Penyusun. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher Edisi Keenam. FKUI: Jakarta.

Tim Penyusun. 2017. Buku Panduan Belaja Koas Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Udayana University Press: Denpasar.

55

Anda mungkin juga menyukai