Anda di halaman 1dari 36

kasus

GAMBARAN RADIOLOGIS HIGROMA COLLI

Disusun oleh:
Dokter Muda Kepaniteraan Klinik
Departemen Radiologi 2 Desember – 17 Desember Periode 2021

Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked 04054822022205

Pembimbing:
dr. RM. Faisal, Sp.Rad (K-RA)

BAGIAN/DEPARTEMEN RADIOLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
Gambaran Radiologis Higroma Colli

Oleh:
Muhammad Ifzar Akbari, S.Ked 04054822022205

Referat ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian/Departemen Radiologi RSMH Palembang, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang periode 2 Desember – 17 Desember 2021.

Palembang, Desember 2021

dr. RM. Faisal, Sp.Rad (K-RA)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gambaran
Radiologis Higroma Colli” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas ilmiah
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik di
Bagian/Departemen Radiologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dr.


RM. Faisal, Sp.Rad (K-RA), selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan
masukan sehingga penulisan referat ini dapat selesai. Penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan referat ini, oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan
referat ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Palembang, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Identifikasi Pasien ......................................................................................1
1.2 Anamnesis ...................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................................2
1.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................4
1.5 Diagnosis Kerja ..........................................................................................4
1.6 Tatalaksana .................................................................................................5
1.7 Prognosis .....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................6
2.1Anatomi.........................................................................................................6
2.2 Ranula Intraoral.........................................................................................7
2.2.1 Definisi...........................................................................................7
2.2.2 Epidemiologi.................................................................................8
2.2.3 Patofisiologi...................................................................................8
2.2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................9
2.2.5 Diagnosis.......................................................................................11
2.2.6 Tatalaksana...................................................................................13
2.2.7. Prognosis .....................................................................................16
2.2.8. Staging ......................................................................................... 17
2.3 Radioimaging pada Ranula........................................................................17
BAB III Analisis Kasus...................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA…....................................................................................27

iii
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identifikasi Pasien


Nama : An. MNH
Tanggal Lahir : 15 November 2013
Usia : 7 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Palembang
Suku Bangsa : Indonesia

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada dasar mulut yang muncuk sejak seminggu yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluh adanya benjolan di bawah lidah sejak 1 minggu yang
lalu, awalnya sebesar biji jagung, makin lama membesar sebesar pentol bakso.
Tidak ada rasa mengganjal di tenggorok, tidak ada nyeri menelan, dan tidak ada
suara serak. Pasien masih bisa makan dan minum seperti biasa. Tidak ada batuk,
tidak ada pilek, tidak ada keluhan keluarnya cairan dari telinga, tidak ada keluhan
telinga berdenging, tidak ada penurunan pendengaran, tidak ada mimisan, tidak
ada gangguan penciuman, dan tidak ada hidung tersumbat. Riwayat menggosok
gigi terlalu kuat ada. Riwayat sakit gigi maupun operasi gigi sebelumnya
disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Alergi debu ada
 Riwayat Asma disangkal
 Riwayat hipertensi ada
 Riwayat DM tidak ada

4
d. Riwayat Pengobatan
Tidak ada

e. Riwayat Keluarga
 Riwayat keluhan serupa di keluarga tidak ada
 Riwayat keganasan disangkal
 Riwayat penyakit autoimun disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalikus
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 110x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
b. Pemeriksaan Multi Organ
Kepala dan leher :
ADS : CAE lapang, sekret (-), serumen (-), MT intak, RE (+)
Orofaring : Arkus faringsimetris, uvula ditengah, Tonsil T1- T1. Dinding
faring tenang, tampak massa di bawah lidah, dengan permukaan rata dan warna sama
seperti sekitar serta sebagian massa berwarna kebiruan.
KNDS : Kavum lapang, sekret (-) serous (-), konka inferior sulit dinilai, kom
sulit dinilai.

Thoraks:
Paru :
I : Gerakan dinding dada simetris
P: Stem fremitus +)
P: Sonor
A: Vesikuler (+) Normal
Jantung:
I: Iktus kordis tidak terlihat
5
P: Iktus Kordis tidak teraba
P: Batas jantung normal
A: BJ I-II Normal

Ekstremitas atas dan bawah :


CRT <3 detik
Genitalis dan anus :
Tidak diperiksa

1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan CT Scan Kepala dengan Kontras

6
Dilakukan pemeriksaan Multislice CT Scan orofaring potongan aksial tanpa kontras
dilanjutkan potongan aksial dengan kontras, rekonstruksi potongan koronal dan
sagittal hasil sebagai berikut:
 Tampak massa hipodens (nilai HU 7,5) relative berkapsul (3,2 cm x 1,6 cm
x 2,4 cm) di sublingual gland kiri, tidak tampak batu di dalamnya.
 Tak tampak pembesaran kelenjar getah bening.
 Kelenjar submandibular kanan kiri baik.
 Tampak pembesaran tonsil palatine bilateral (T3-T3).
 Sinus paranasal baik.
 Hipertrofi konka inferior kanan kiri.

Kesimpulan:
Simple ranula ukuran (3,2 cm x 1,6 cm x 2,4 cm) di sublingual gland kiri
Hipertrofi tonsil
Hipertrofi konka nasalis inferior kanan kiri.

1.5 Diagnosis Kerja


Simple ranula

1.6 Tatalaksana
Tidak ada indikasi mutlak pembedahan pada kasus ranula oral, namun harus
dipertimbangkan penundaan pembedahan pada penderita yang tidak

7
memungkinkan pembiusan umum maupun ranula dengan infeksi aktif . Indikasi
operasi ranula adalah ranula berukuran besar yang menyebabkan obstruksi atau
terganggunya jalan napas sehingga memerlukan tindakan segera, ranula kambuhan
dengan infeksi, obstruksi parsial duktus Wharton dengan sialadenitis obstruktif,
adanya gangguan bicara dan artikulasi, pasien asimptomatik yang ingin
menghindari gangguan akibat ranula, serta indikasi kosmetik. Ranula oral biasanya
diterapi dengan pembedahan dalam berbagai teknik, yang meliputi marsupialisasi,
maupun eksisi beserta pengangkatan seluruh kelenjar sublingualis.

Rencana Terapi
 Pro pembedahan

1.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.8 ANATOMI KELENJAR LIUR DASAR MULUT
Dasar mulut adalah daerah berbentuk semilunaris yang berpelindung
mukosa, mulai dari pilar tonsil anterior di posterior ke arah frenulum lidah di
anterior, dan dari permukaan dalam mandibula ke arah permukaan ventral lidah.
Dasar mulut ini terutama dibentuk oleh sepasang muskulus milohioid. Kedua otot
ini berorigo pada mandibula dan berinsersi ke dalam raphe medianus yang meluas
ke posterior ke permukaan anterior tulang hioid. Venter anterior sepasang
muskulus digastrikus juga ikut membentuk dasar mulut sebelah inferior (gambar
1). Dasar mulut bagian lateral terbentuk dari muskulus geniohioid yang berorigo
pada spina mentalis dan berinsersio ke tulang hioid.12, 13

Gambar 1. Anatomi dasar mulut dan rongga submandibula13

Dasar mulut mendapatkan suplai darah terutama dari arteri lingualis,


sedangkan inervasinya berasal dari berkas aferen nervus lingualis untuk
sensoriknya serta cabang mandibularis nervus trigeminus dan nervus facialis
untuk motoriknya (gambar 2). Sebagian besar kelenjar submandibularis terletak di
bawah muskulus milohioid, dan sebagian kecilnya terletak di aspek posterior
muskulus milohioid. Kelenjar submandibularis ini sejajar dengan nervus lingualis
dan nervus hipoglossus serta memiliki duktus yang bermuara di dekat frenulum
yang disebut sebagai duktus Wharton. Kelenjar sublingualis terletak di sebelah
atas dari kelenjar submandibularis, hampir sejajar dengan nervus lingualis serta
memiliki beberapa (5–15) muara kecil duktus yang disebut sebagai duktus
Rivinus (gambar 3).12, 13
Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar liur utama

9
yang berukuran paling kecil

10
dan satu-satunya yang tidak berkapsul. Kelenjar sublingualis menghasilkan total
10% air liur pada rongga mulut.14
Nervus yang masuk kedalam cavum oris ialah arkus nervus hipoglosus,
nervus lingualis, nervus glosopharingeus dan nervus Palatini. Arcus nervus.
hipoglossi, antara muskulus hipoglossi dan muskulus milohiodeus. Ia berjalan
frontal, memberi cabang-cabang motoris ke muskulus hipoglossus, muskulus
hipoglosus, muskulus geniohioideus, muskulus genioglossus, muskulus
stiloglosus dan otot-otot intrinsik lidah. Nervus lingualis ialah cabang nervus
mandibularis masuk ke dalam mulut medial korpus mandibula, kranial muskulus
milohioideus. Ia berjalan frontal ke lateral duktus submandibularis kemudian
menyilang disebelah kaudal datang disebelah medialnya kemudian keluar di
selaput lendir lidah disebelah frontal sulkus terminalis. Ia memberi cabang
sensibel ke tunika mukosa, cabang-cabang sensoris ke kalikuli gustatorii dan
cabang-cabang eferen parasimpatis ke ganglion linguale. Cabang-cabang
sensoris tersebut ialah dendrit-dendrit sel-sel yang ada di dalam ganglion
geniculi nervus fasialis yang berjalan di dalam korda timpani menghubungkan
nervus lingualis dan nervus fasialis. Pada ketika menyilangi ductus
submandibularis, nervus fasialis mempercabangkan ramus sublingualis yang
pergi ke glandula sublingualis, dan tunica mukosa di kranialnya. Ramus
sublingualis mengandung serabut eferen simpatis, parasimpatis dan sensibel.12,13
Nervus glosfaringeus mencapai radix linguae medial insertio muskulus
stiloglosus, tepat sebelum mencapai lidah ia memberi cabang-cabang ramus
tonsilares yang pergi ke tunika mukosa tonsila palatina dan arkus palatoglossus.
Setelah datang di radix linguae Ia memberi cabang ramus lingualis yang pergi
ke tunika mukosa lidah di dorsal sulkus terminalis. Mereka membawa serabut-
serabut viscerosensibel dan tunika mukosa, serabur-serabut sensoris dan
kalikuli gustatori dan serabut-serabut parasimpatis untuk suatu ganglion bagi
glandula lingualis posterior. Nervus palatini dikenal 3 buah yaitu nervus palatinus
posterior, nervus palatinus medius dan nervus palatinus anterior. Ketiganya
merupakan cabang ganglion sphenopalatinum yang terdapat didalam ossa
terigopalatina setelah berjalan ke kaudal di dalam kanalis pterigopalatinus,
nervus palatines anterior melalui foramen palatinum anterior pergi diantara

11
processus palatinus dan processus alveolaris maksilaris ke frontal, memberi
cabang-cabang sensibel ke tunika mukosa palatum durum dan cabang-cabang
efferent parasimpatis dan simpatis glandula palatina. Nervus palatinus medius
dan nervus palatinus posterior melalui foramen palatinum minus dan tunika
mukosa palatum molle dan tonsila palatina. Nervus nasopalatinus keluar dari
ganglion pterigopalatinum dan berjalan melewati kavum nasi serta membantu
mensuplai kavum nasi. Nervus ini berjalan ke bawah dan ke depan sepanjang
vomer dan keluar dari kavum nasi melalui foramen incisivum dan mensuplai
gingiva sisi palatal didepan caninus rahang atas. Muskulus milohiodeus dan venter
anterior muskulus digastricus yang ikut membentuk dasar mulut di inervasi nervus
milohiodeus. Musculus yang ikut membentuk bibir dan pipi di inervasi oleh
nervus fasialis.12,13

Gambar 2. Anatomi dasar mulut dan hubungannya dengan lidah14

Arteri lingualis merupakan arteri utama yang memperdarahi linguae dan


struktur dasar mulut. Arteri lingualis merupakan cabang kolateral arteri karotis
eksterna tepat diatas ujung kornu majus ossis hyodei. Berjalan melewati trigonum
submandibularis dan berjalan ke anterior antara muskulus genioglossus yang lebih
dalam dan hioglossus yang lebih superficial. Arteri ini berjalan berliku-liku
terbagi dalam tiga cabang; 1. Rami dorsalis linguae keluar mensuplai sepertiga
belakang lingua. 2. Arteri sublingualis berjalan ke dalam untuk mensuplai
glandula sublingualis dan dasar mulut. 3. Bagian terminal dari arteri lingualis

12
yang melingkar ke atas untuk mensuplai duapertiga lingua.14

13
Selain arteri lingualis adalah vena profunda linguae, berjalan dari apex
lingual lateral muskulus hipoglossus ke osipital keluar antara muskulus
hioglossus dan muskulus milohioideus menjadi vena lingualis. Vena yang lain
mengikuti kembali arteri. Duktus submandibularis setelah melingkari tepi osipital
muskulus milohioideus berjalan ke frontal medial kranial muskulus milohioideus.
Pada permulaan terdapat medial nervus lingualis kemudian bersilang di sebelah
kaudal dan berakhir di kurunkula sublingualis yang terletak tepat pada median
kaudal apex lingual.14

Gambar 3. Suplai darah dan persarafan dasar mulut13

1.9 FISIOLOGI KELENJAR LIUR DASAR MULUT


Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis merupakan dua dari
tiga kelenjar liur utama kepala dan leher yang fungsi utamanya dapat dibagi
menjadi lima kategori, yakni memproduksi air liur (saliva) untuk lubrikasi dan
proteksi, memproses dan klirens makanan, merawat integritas geligi, aktivitas
antibakterial, serta rasa dan pengunyahan. Saliva yang dihasilkan oleh kelenjar
liur menghasilkan pelindung seromukosa. Pelindung seromukosa ini membentu
lubrikasi, melindungi jaringan mulut, serta bertindak sebagai penghalang terhadap
iritan. Iritan dapat berasal dari enzim proteolitik dan hidrolitik pada plak gigi,
karsinogen dari penggunaan tembakau dan bahan kimia eksogen, serta kekeringan
berat akibat pernapasan mulut.12, 15
Fungsi kedua saliva adalah sebagai buffer, karena saliva mengandung
fosfat bikarbonat, protein urea dan protein amfoterik, serta berbagai enzim. Fosfat

14
bikarbonat ini dapat menetralkan asam dan memelihara pH mulut antara 6 hingga

15
7 selama terstimulasi, namun bila berlebihan dapat berdampak pada terbentuknya
plak gigi dan karies. Saliva juga berfungsi menjaga integritas geligi dengan
memfasilitasi proses demineralisasi dan remineralisasi. Proses demineralisasi
terjadi saat asam berdifusa melalui plak ke geligi dan melarutkan kandungan
mineral geligi. Mineral ini kemudian berdifusa keluar dari struktur geligi dan
masuk ke dalam saliva. Remineralisasi adalah proses penggantian mineral yang
hilang dengan supersaturasi dengan kalsium dan fosfat, yang ditemukan pada
saliva. Fluorida membantu proses remineralisasi ini dengan membentuk selaput
yang menyerupai fluorapatit yang menyebabkan struktur geligi lebih tahan
terhadap pembentukan karies.12, 15
Saliva mengandung agen imunologis dan non-imunologis untuk
perlindungan geligi dan permukaan mukosa. Agen imunologi tersebut adalah IgA
sekretorik, IgG, dan IgM, sedangkan agen non-imunologi yang dimaksud meliputi
beberapa protein tertentu, musin, peptida, serta enzim. IgA sekretorik ini
dihasilkan oleh sel plasma pada jaringan ikat dan disekresikan melalui duktus
bersama dengan saliva. IgA ini merupakan antibodi melawan antigen bakteri,
menetralkan virus, dan mempromosikan agregasi bakteri untuk mencegah
perlekatan bakteri ke sel pejamu (host). Agen non-imunologi membantu
melindungi geligi dari cedera fisik, kimia, dan mikroba. Fungsi akhir saliva adalah
memperkuat rasa dan mempercepat pencernaan. Saliva yang merupakan larutan
hipotonis memperkuat kapasitas pengecapan makanan dan nutrien asin.
Kandungan amilase pada saliva juga berperan dalam awal pencernaan makanan
dan membantu pemecahan pati (zat tepung).12, 15

1.10 DEFINISI RANULA


Istilah ranula berasal dari kata dalam bahasa Latin “rana” yang berarti
katak, karena pembengkakan dasar mulut yang menyerupai perut bawah katak.
Ranula merupakan ekstravasasi mukokel yang berasal dari kelenjar sublingualis
dan kelenjar submandibularis. Ranula ada dua jenis berdasarkan letaknya, yakni
ranula oral (ranula intraoral/ranula simpel/ranula superfisialis) dan ranula
plunging (ranula cervicalis/ranula diving/ranula dissecting/ranula profundus).
Terkadang ranula juga
16
dijumpai sebagai kombinasi dari ranula oral dan ranula plunging, maupun
kombinasi ranula oral dengan mukokel.4, 5, 10, 16

1.11 KEKERAPAN
Angka kejadian ranula tidak tercatat dengan pasti dan dianggap jarang
terjadi. Laporan mengenai ranula lebih banyak didapatkan dari laporan kasus
daripada penelitian. Penelitian yang dilakukan di California, Amerika Serikat
melaporkan angka prevalensi ranula 0,2–0,4 kasus per 1.000 orang, dengan ranula
berjumlah 6% dari keseluruhan kasus kista kelenjar liur mayor (peringkat 41).
Penderita perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan rasio penderita laki-
laki terhadap perempuan 1:1,4 hingga 1:2 untuk ranula oral, sedangkan ranula
plunging memiliki predileksi lebih tinggi pada penderita laki-laki. Ranula dahulu
dianggap penyakit yang lebih banyak terjadi pada anak-anak, namun berbagai
laporan penelitian menyatakan bahwa penderita terbanyak ranula adalah dewasa
muda usia 20an dan 30an, dengan rentang usia penderita ranula dapat berkisar dari
3 tahun hingga 61 tahun.4-7, 16, 17
Secara umum dianggap tidak ada predileksi ras, namun terdapat laporan
mengenai ranula pada bayi baru lahir kelompok etnis Maori dan Polinesia
Kepulauan Pasifik.16 Ranula kongenital terjadi pada < 10% seluruh kasus ranula,
dan sangat jarang terjadi pada bayi baru lahir.8 Penelitian oleh Sebanyak 45%
kasus ranula merupakan ranulaoral, 34% kasus adalah ranula oral yang meluas ke
cervicalis, dan 21% kasus adalah ranula plunging tanpa keterlibatan oral.8, 9

1.12 ETIOPATOGNESIS
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya ranula. Yang pertama ranula
berasal dari ekstravasasi saliva akibat tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh
kerusakan duktus saliva. Ekstravasasi saliva ini menyebabkan akumulasi
makrofag serta terbentuknya jaringan granulasi dan jaringan ikat fibrosa yang
membatasi serta terkadang sepenuhnya menghambat ekstravasasi lebih lanjut.
Kerusakan duktus saliva sering disebabkan oleh trauma pada dasar mulut
misalnya tergigit saat makan atau riwayat operasi gigi dan mulut, namun
penelitian terkini menyimpulkan sebaliknya, bahwa keradangan mukosa kelenjar

17
liur minorpun dapat menyebabkan

18
blokade, dilatasi, dan ruptur duktus saliva. Trauma lebih sering menjadi penyebab
terjadinya ranula pada bayi baru lahir. Kedua terdapat dugaan bahwa reaksi
imunologis dapat menyebabkan terbentuknya ranula ini, yakni peningkatan kadar
matrix metalloproteinase (MMP), tumor necrosis factor-α (TNF- α), kolagenase
tipe IV, serta aktivator plasminogen memperbanyak akumulasi enzim proteolitik
yang bertanggung jawab terhadap sifat invasif mukus yang mengalami
ekstravasasi. Ketiga Selain trauma, terdapat dugaan penyebab lain dari
terbentuknya ranula yakni agenesis duktus saliva, penyempitan kongenital duktus
saliva, defek muskulus milohioid (boutonnière of Gaughran), serta sialolitiasis.
Keempat Variasi anatomis dari sistem kelenjar sublingual juga meningkatkan
risiko terjadinya ranula. Risiko ini meningkat saat duktus Bartholin terhubung
dengan duktus Wharton. Selain itu, terdapat laporan bahwa sindroma Sjögren dan
sarkoidosis berkontribusi terhadap berkembangnya lesi reaktif ini. Sebagian
penelitian juga melaporkan infeksi HIV dapat meningkatkan risiko
berkembangnya ranula pada anak dan pasien dewasa.5, 4, 7, 16, 18

Ranula oral biasanya berasal dari kista retensi mukus yang terletak di dasar
mulut atau di atas muskulus milohioid, sedangkan ranula plunging yang nampak
sebagai pembengkakan di leher berasal dari herniasi ranula melalui atau di sekitar
muskulus milohioid dan berbentuk pseudokista, dengan dindingnya merupakan
jaringan granulasi atau jaringan ikat dan tidak berepitel. Khusus untuk ranula
plunging, terdapat tiga mekanisme yang dianggap menjadi patologinya, yaitu
kelenjar sublingual yang berada menembus muskulus milohioid, atau suatu
kelenjar sublingual ektopik yang ada pada sisi servikal dari muskulus milohioid.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa sebagian besar ranula plunging tidak
melibatkan komponen oral. Mekanisme berikutnya adalah pseudokista yang
menembus muskulus milohioid. Penelitian pada kadaver menemukan bahwa 27–
45% muskulus milohioid mengalami kebocoran, biasanya pada dua pertiga dari
musculus. Lokasi kebocoran ini menyediakan rute untuk tampilnya kista.
Contohnya, pada trauma akibat pembedahan dari operasi ranula awal dapat
memfasilitasi pembentukan jaringan parut maupun jaringan fibrosis pada
permukaan superior ranula. Saat ranula tersebut kambuh, jalur resistensinya
adalah melalui muskulus milohioid yang mengalami kebocoran tersebut.
19
Sebagian besar

20
(44%) dari ranula plunging merupakan ranula yang diinduksi secara iatrogenik.
Mekanisme terakhir adalah suatu duktus yang berasal dari kelenjar sublingual
bergabung dengan kelenjar submandibula, dan pada akhirnya membentuk ranula
plunging.5

1.13 DIAGNOSIS
Diagnosis ranula oral dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti, serta pemeriksaan radiologis. Penderita biasanya mengalami
pembengkakan tanpa nyeri di dasar mulut dan ciri khas riwayat lesi berulang
dengan pembentukan kista. Massa ini biasanya tumbuh lambat, berbatas tegas,
fluktuatif, dengan warna merah muda hingga kebiruan. Bila ranula oral berukuran
besar, penderita bisa mengalami kesulitan berbicara, mengunyah, menelan, dan
bernapas. Efek pendesakan massa juga dapat menyebabkan terhambatnya aliran
saliva pada duktus Wharton hingga kerusakan pada duktus tersebut yang
mengakibatkan rasa nyeri pada kelenjar submandibularis setelah makan. Pada
penderita dengan dugaan ranula oral, harus pula ditanyakan riwayat trauma pada
dasar mulut atau leher, juga riwayat operasi dasar mulut maupun kelenjar liur

sebelumnya.10, 16, 17, 19


Tidak ada pemeriksaan yang spesifik (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis ranula sehingga diagnosis banding dapat disingkirkan cukup dari
anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti. 11, 16
Pada pemeriksaan fisik rongga
mulut biasanya didapatkan massa kebiruan unilateral di bawah mukosa anterior
dasar mulut, yang apabila berukuran besar dapat melintasi garis tengah. Palpasi
bimanual rongga mulut harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya kalkulus
kelenjar liur yang terkadang ditemukan secara tidak sengaja. Selain itu, duktus
Wharton harus pula diidentifikasi dan diperiksa fungsinya.10
Ranula plunging biasanya nampak sebagai massa leher yang membesar
tanpa rasa nyeri, dengan atau tanpa pembengkakan dasar mulut. Pada pemeriksaan
fisik kasus ranula plunging biasanya didapatkan massa unilateral fluktuatif tanpa
nyeri pada daerah submandibula hingga servikalis. Ranula plunging yang
berukuran sangat besar dapat meluas dan melibatkan rongga parafaring hingga
setinggi klavikula. Massa pada leher ini tidak selalu melibatkan rongga mulut,
21
namun adanya tekanan eksternal pada massa seringkali menjadikan tonjolan fossa
sublingualis nampak jelas.10

Gambar 3. USG ranula plunging8

Pemeriksaan penunjang radiologis paling sederhana yang dapat dilakukan


pada dugaan ranula oral adalah foto panoramik untuk menyingkirkan diagnosis
sialolitiasis yang mungkin menjadi faktor penyebab pembentukan ranula oral
maupun ranula plunging.7 Untuk ranula plunging, pemeriksaan penunjang
radiologis paling sederhana yang dapat dilakukan adalah USG rongga mulut dan
leher, terutama USG dengan resolusi tinggi, yang dapat menentukan lesi kistik di
rongga submandibula dan defek pada muskulus milohioid (gambar 3) serta USG
intraoperatif untuk memastikan tuntasnya drainase ranula plunging.5, 7, 8, 10
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis ranula oral maupun ranula plunging berupa CT scan
kepala- leher dengan atau tanpa kontras, untuk menilai letak, kedalaman, dan
hubungan massa dengan jaringan sekitar. Biasanya ranula nampak sebagai lesi
unilokular homogen berbatas tegas yang tidak menyangat (nonenhancing) pada
rongga sublingualis dengan perluasan ke rongga submandibula dan terkadang ke
rongga parafaring (gambar 4, kiri) serta terkadang dijumpai “tail-sign” yang khas
untuk ranula plunging (gambar 4, kanan).5, 10, 16
Pemeriksaan MRI walaupun
paling sensitif untuk menegakkan diagnosis ranula, terutama ranula plunging.

22
Pemeriksaan MRI (dengan maupun tanpa kontras) ini biasanya tidak diperlukan,

23
namun dilakukan bila pemeriksaan CT scan dikontraindikasikan. Pada
pemeriksaan MRI, ranula nampak sebagai lesi kistik hiperintensif berbatas tegas
pada citra T2- weighted dan intensitas rendah hingga sedang pada citra T1-
weighted (gambar 5).4,
5, 10, 11, 19

Gambar 4. CT scan ranula oral (kiri) dan ranula plunging (kanan)10

Gambar 5. MRI ranula oral4

Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus (fine-needle aspiration


cytology/FNAC) untuk isi ranula dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis sebelum eksisi dan pembedahan selanjutnya. Pada kasus ranula oral
maupun ranula plunging akan didapatkan cairan yang terdiri dari mukus dengan
muciphage (makrofag dengan campuran musin), seperti ditunjukkan oleh
pewarnaan mucicarmine, dan sel-sel keradangan lain. Pemeriksaan serum amilase
dapat dilakukan untuk menentukan asal dari kista, karena peningkatan serum
amilase pada aspirat ranula dapat mengonfirmasi kelenjar liur.5, 7, 10, 16, 17
24
Gambar 6. Spesimen ranula (10×, pewarnaan HE)16

Terdapat kolam mucin yang dikelilingi jaringan inflamasi dan fibrosis serta adanya sel giant

(mucinophage) pada tanda panah

Pada pemeriksaan histologi dinding pseudokista ranula akan didapatkan


jaringan granulasi dengan fibroblas, pembuluh darah kaliber-kecil berproliferasi,
serta campuran sel keradangan akut dan kronis (gambar 6). Muchiphage juga
biasanya terdapat pada dinding fibrokonektif. Pada jaringan kelenjar liur yang
berdekatan, dapat dijumpai duktus yang berdilatasi, fibrosis, atropi asinar, serta
keradangan kronis. Permukaan mukosanya mungkin atropi dengan ulserasi fokal,
atau terdapat hiperplasia epitel dengan hiperkeratosis, dan pada kasus yang jarang
dapat dijumpai perubahan metaplasia.7, 16

1.14 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding ranula oral berupa batu kelenjar liur (Sialolith).
Pembentukan batu terjadi karena pengerasan kompleks kalsium di dalam glandula
saliva yang dapat menyumbat duktus saliva sehingga menyebabkan
pembengkakan di dasar mulut. Penyumbatan aliran saliva oleh batu akan
mengakibatkan pembengkakan dasar mulut yang keras, nyeri dan sakit. Gejala
klinis yang khas adalah rasa sakit yang hebat pada saat makan, menelan dan
disertai adanya pembengkakan glandula saliva dan sangat peka jika di palpasi.
Kista dermoid terjadi akibat pembengkakan jaringan lunak yang berasal dari
degenerasi kistik dari epitel yang terjebak selama perkembangan embrionik.
Kista dermoid dapat
25
dijumpai di mana saja di kulit, tetapi mempuyai kecenderungan timbul di dasar
mulut. Secara klasik tampak seperti kubah, tidak sakit, muncul di dasar mulut.
Mukosa di atasnya merah muda, lidah sedikit terangkat dan palpasi memberi
konsistensi seperti adonan. Pasien mengeluh sukar makan dan bicara.
Hemangioma adalah tumor jinak vaskuler yang sering terjadi pada rongga mulut.
Etiologinya diduga berhubungan dengan abnormalitas proliferasi dari sel-sel
endothelium. Gambaran Hemangioma menyerupai kista ranula yang menunjukkan
adanya pembuluh darah 4-6
Diagnosis banding ranula plunging berupa laryngocele adalah penonjolan
selaput lendir laring (kotak suara). Terjadi karena tekanan intralaringeal
meningkat. Laryngocele yang menonjol ke arah luar (Laryngocele eksterna)
menyebabkan benjolan di leher. Penderita juga bisa mengalami disfagia
(gangguan menelan), batuk atau merasakan adanya sesuatu di tenggorokannya.
Pada CT scan, Laryngocele tampak licin dan berbentuk seperti telur. Terjadi
karena anomali kongenital limfatik. Cystic Hygroma cenderung di bawah
muskulus milohioideus dan dapat melibatkan segitiga anterior dan posterior dari
leher. Kista biasanya besar, halus dan berdinding tebal, berwarna pucat, serta
transiluminasi (berkas cahaya akan melewati cairan). Perlu diketahui bahwa kulit
di atas kista kadang- kadang berwarna kebiruan. Abses leher merupakan kumpulan
nanah dari infeksi di ruang antara struktur leher. Terjadi karena infeksi bakteri
atau virus dikepala atau leher. Gejala yang ditimbulkan yaitu : demam, merah,
bengkak tenggorokan, sakit, kadang-kadang hanya satu sisi kesulitan menelan,
berbicara atau bernapas. Ductus Thyroglossal Cyst biasanya terletak di garis
tengah leher. Ditandai dengan terabanya massa leher yang membesar dan tidak
menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba
kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan
kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista
berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan
terasa nyeri. Beberapa orang mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya
berwarna merah .4, 5, 6

26
1.15 PENATALAKSANAAN
Tidak ada indikasi mutlak pembedahan pada kasus ranula oral, namun
harus dipertimbangkan penundaan pembedahan pada penderita yang tidak
memungkinkan pembiusan umum maupun ranula dengan infeksi aktif . Indikasi
operasi ranula adalah ranula berukuran besar yang menyebabkan obstruksi atau
terganggunya jalan napas sehingga memerlukan tindakan segera, ranula
kambuhan dengan infeksi, obstruksi parsial duktus Wharton dengan sialadenitis
obstruktif, adanya gangguan bicara dan artikulasi, pasien asimptomatik yang ingin
menghindari gangguan akibat ranula, serta indikasi kosmetik. Ranula oral
biasanya diterapi dengan pembedahan dalam berbagai teknik, yang meliputi
marsupialisasi, maupun eksisi beserta pengangkatan seluruh kelenjar sublingualis.
10, 19

Pembedahan untuk ranula oral dilakukan dengan pendekatan intraoral,


dengan pasien diposisikan supinasi (telentang) dalam anestesi umum yang
sebaiknya melalui selang nasotrakhea. Bila dilakukan intubasi endotrakhea (ETT),
maka selang ETT harus diletakkan pada sisi kontralateral. Biasanya diberikan pula
antibiotik intraoperatif. Pemisah (spreader) Jennings ditempatkan pada lokasi
operasi untuk mempermudah visualisasi (gambar 7). Dibuat jahitan dengan
benang silk 2-0 pada ujung lidah untuk retraksi lidah dengan hati-hati. Setelah itu
terkadang ahli bedah menambahkan injeksi anestesi lokal dengan menggunakan
lidokain 0,5% pada mukosa yang menutupi kelenjar sublingualis. Dibuat insisi
berbentuk elips pada mukosa dasar mulut persis di atas ranula dengan
menggunakan kauter monopolar berujung runcing atau pisau bedah no 15 (gambar
8). Mukosa dasar mulut dibiarkan bersambung untuk mencegah ruptur dinding
ranula. Ditempatkan retraktor Ragnell atau jahitan pada tiap sisi flap mukosa
untuk membantu retraksi.19

27
Gambar 7. Rencana insisi elips pada ranula oral dan jahitan untuk retraksi lidah19

Gambar 8. Diseksi tumpul ranula intraoral dengan identifikasi duktus submandibularis yang
terletak superior dari nervus lingualis19

Gambar 9. Penutupan mukosa intraoral dengan benang yang dapat diserap19

Pembedahan dilanjutkan dengan menyusuri batas medial kista secara


diseksi tumpul (gambar 9). Diperlukan diseksi yang dilakukan dengan hati-hati
28
pada daerah ini untuk menghindari cedera terhadap nervus lingualis yang
berdekatan dan kelenjar submandibula. Nervus lingualis memasuki dasar mulut
antara muskulus hioglossus dan lobus profundus kelenjar submandibula,
kemudian melintas dari lateral ke medial menuju tepi lidah. Sepanjang rute
menuju ujung lidah ini, nervus lingualis melintasi bagian inferior duktus
submandibula. Setelah batas medial ranula dibebaskan, diseksi dilanjutkan
menuju asal dari ranula, yakni kelenjar sublingualis. Ranula kemudian didiseksi
secara tumpul menyusuri muskulus milohioideus. Setelah kista dan kelenjar
sublingualis diangkat, luka diirigasi dan ditutup secara kendor dengan jahitan
satu-satu menggunakan benang yang dapat diserap.19
Spesimen yang diperoleh dari pembedahan ranula tetap harus diperiksakan
patologi untuk mengonfirmasi histologis, karena terdapat laporan adanya
karsinoma sel skuamous pada dinding kista ranula. Pada sebagian kecil pasien
yang tidak dapat menoleransi pembedahan, terapi radiasi dapat menjadi
alternatifnya, dengan dosis rendah yang efektif mulai 20–25 grays (Gy).
Xerostomia dapaat dihindari dengan terapi dosis rendah ini dan sekaligus
melindungi kelenjar parotis kontralateralnya. Terdapat risiko keganasan yang
diinduksi radiasi pada prosedur ini, namun angkanya sangat kecil.5
Selain itu, ranula oral juga dapat diterapi dengan menempatkan jahitan
Seton (dikenal sebagai marsupialisasi mikro). Jahitan Seton ini ditempatkan pada
permukaan ranula dengan anestesia lokal, dibiarkan selama minimal 7 hari
sementara menunggu pembentukan jalur berepitel yang memungkinkan drainase
mukus antara permukaan dan jaringan kelenjar liur yang mendasari.
Morbiditasnya sangat kecil, walaupun kekambuhan dan kegagalan terapi tetap
menjadi komplikasi primernya.5, 17, 20
Khusus untuk ranula plunging dapat diterapi dengan pembedahan melalui
pendekatan transoral atau transervikal, dengan pendekatan transoral memberikan
akses yang lebih baik untuk mengangkat kelenjar sublingual sepenuhnya.
Pendekatan transervikal sendiri menyulitkan pengangkatan kelenjar sublingual,
karena memerlukan pembagian antara muskulus milohioid dan diseksi hingga ke
dasar mulut. Dengan demikian, sebagian ahli bedah merekomendasikan eksisi

29
transoral terlebih dahulu diikuti drainase kista, yang billa tidak berhasil, dapat
diatasi dengan eksisi lengkap kista melalui pendekatan transervikal.5
Beberapa laporan kasus melaporkan keberhasilan terapi ranula oral
maupun ranula plunging dengan injeksi sclerotherapy intrakistik dengan OK-432
(Picibanil),16, 21
toksin botulinum tipe A, hydro-dissection, serta ablasi laser
karbon dioksida.5, 16, 19
OK-432 ini mengandung galur Streptococcus pyogenes
grup A bervirulensi rendah yang diinkubasi dengan benzyl penicillin. OK-432 ini
dianggap bekerja melalui respons keradangan lokal dan memerlukan injeksi
mutipel. Keefektifan injeksi ini, yang dibuktikan dengan pengurangan ukuran lesi
bahkan lenyapnya lesi, telah dibuktikan pada 90% pasien dalam beberapa
penelitian, baik untuk ranula oral maupun ranula plunging. Penelitian juga
melaporkan hampir separuh pasien mengalami nyeri lokal serta demam yang
membaik dalam beberapa hari. OK-432 ini bahkan dianggap sebagai terapi lini
pertama pada beberapa sentra pengobatan yang berpengalaman.5
Obat lain sedang diteliti penggunaannya dalam terapi ranula oral maupun
ranula plunging adalah botulinum toksin A, yang menyebabkan denervasi saraf
parasimpatis yang bertanggung jawab terhadap salivasi. Penelitian mengenai obat
ini masih sedikit dan terbatas sehingga belum digunakan secara luas.7, 20
Laser
karbon dioksida telah digunakan pada sebagian terbatas pasien dengan
keberhasilan mengangkat kista dan membentuk jaringan parut pada kelenjar yang
menurunkan risiko kekambuhan. Biopsi jaringan tetap direkomendasikan untuk
mengonfirmasi diagnosis ranula.5

1.16 PROGNOSIS
Kasus ranula oral maupun ranula plunging biasanya memiliki prognosis
baik, namun dapat timbul beberapa komplikasi seperti kekambuhan (pada sekitar
6% pasien) apabila kelenjar sublingualis tidak diangkat seluruhnya, hipoestesi
lidah (pada sebagian penelitian hingga 25%) maupun rasa seperti logam bila
terjadi cedera pada nervus lingualis (dialami oleh sekitar 5% pasien), perdarahan
atau hematom dasar mulut, infeksi pasca operasi, maupun cedera pada duktus
Wharton yang menyebabkan sialadenitis obstruksi maupun laserasi duktus
yang
30
menyebabkan kebocoran liur dan memerlukan pembedahan ulang. Rasa tebal
pada lidah umumnya membaik dalam waktu enam bulan.5, 7, 10, 17
Risiko paresis dan paralisis nervus mandibularis marginalis meningkat
pada ranula plunging karena nervus ini seringkali berada pada permukaan kista.
Drainase kista yang diikuti dengan identifikasi nervus ini seringkali membantu
menurunkan risiko komplikasi pasca operasi.5 Angka kekambuhan ranula oral
dilaporkan bervariasi berdasarkan modalitas terapi, dengan kekambuhan 70–100%
untuk ranula yang diinsisi drainase, 36,4–80% untuk ranula yang dimarsupialisasi,
18,7– 85% untuk ranula yang dieksisi, dan 0–3,8% untuk ranula yang dieksisi
beserta pengambilan kelenjar sublingualis.6, 7, 11

31
BAB III
ANALISA KASUS

An. MNH 7 tahun datang ke poliklinis RSMH dengan keluhan benjolan di dasar mulut
sejak 1 minggu yang lalu, Pasien mengeluh adanya benjolan di bawah lidah sejak 1
minggu yang lalu, awalnya sebesar biji jagung, makin lama membesar sebesar pentol
bakso. Tidak ada rasa mengganjal di tenggorok, tidak ada nyeri menelan, dan tidak ada
suara serak. Pasien masih bisa makan dan minum seperti biasa. Tidak ada batuk, tidak
ada pilek, tidak ada keluhan keluarnya cairan dari telinga, tidak ada keluhan telinga
berdenging, tidak ada penurunan pendengaran, tidak ada mimisan, tidak ada gangguan
penciuman, dan tidak ada hidung tersumbat. Riwayat menggosok gigi terlalu kuat ada.
Riwayat sakit gigi maupun operasi gigi sebelumnya disangkal.

Didapatkan hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan Kepala dan leher
didapatkan ADS: CAE lapang, sekret (-), serumen (-), MT intak, RE (+), Orofaring :
Arkus faringsimetris, uvula ditengah, Tonsil T1- T1. Dinding faring tenang, tampak
massa di bawah lidah, dengan permukaan rata dan warna sama seperti sekitar serta
sebagian massa berwarna kebiruan. KNDS: Kavum lapang, sekret (-) serous (-), konka
inferior sulit dinilai, kom sulit dinilai.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Multislice CT Scan orofaring
potongan aksial tanpa kontras dilanjutkan potongan aksial dengan kontras, rekonstruksi
potongan koronal dan sagittal hasil sebagai berikut: Tampak massa hipodens (nilai HU
7,5) relative berkapsul (3,2 cm x 1,6 cm x 2,4 cm) di sublingual gland kiri, tidak tampak
batu di dalamnya, Tak tampak pembesaran kelenjar getah bening, Kelenjar
submandibular kanan kiri baik, Tampak pembesaran tonsil palatine bilateral (T3-T3),
Sinus paranasal baik, Hipertrofi konka inferior kanan kiri, dan memiliki kesimpulan
Simple ranula ukuran (3,2 cm x 1,6 cm x 2,4 cm) di sublingual gland kiri, Hipertrofi
tonsil, Hipertrofi konka nasalis inferior kanan kiri.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan maka dapat tegakkan diagnosis kerja Ranula Intraoral.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Isaacson GC, Messner AH, Armsby C. Congenital anomalies of the jaw,


mouth, oral cavity, and pharynx. UpToDate; 2019.
2. Daniel SJ dan Kanaan AA. Chapter 22. Salivary gland disease in children.
Dalam: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas
JR et al., editor. Cummings’ Otolaryngology: Head and Neck Surgery.
Volume 2. Edisi 6. Philadephia: Elsevier. e-book. 2015. pp. 293-308.
3. Walvekar RR dan Bowen MA. Chapter 48. Nonneoplastic diseases of the
salivary glands. Dalam: Eibling DE dan Newlands SD, editor. Section III.
General Otolaryngology. Johnson JT dan Rosen CA editor. Bailey’s Head and
Neck Surgery – Otolaryngology. Volume 1. Edisi 5. Philadephia: Lippincott
Williams & Wilkins. e-book. 2014. pp. 702-16.
4. Hamed MS, Abdemagyd HAE, Shetty SR. Oral ranula – report of a case with
review of literature. Malta Med School Gazette. 2018; 2(2):48-51.
5. Golden B, Drake AF, Talavera F, Roland PS, Meyers AD, Kelley DJ et al.
Ranulas and plunging ranulas. Medscape. 2019.
6. Ayers E. Plunging ranula: a case report. J Diagnostic Med Sonography. 2018;
34(4):285-90.
7. Flaitz CM, Hicks MJ, Butler DF, Elsen D, Burgess J, McCalmont T.
Mucocele and ranula. Medscape. 2018.
8. Tiwari A, Srinivas K, Ratnakar P, Jyoti G, Payal T, Saluja SA et al. Mystery
behind mucoceles – a literature review. Am J Oral Med Radiol. 2016;
3(2):103-
9. Date AS, Padhye M, Desai R, Hire A. Simultaneous bilateral ranula in an
edentulous patient: rare presentation with a brief review of the literature.
Stomatologija, Baltic Dental Maxillofac J. 2016; 18(4):133-6.
10. Walvekar RR dan Barry R. Chapter 89. Surgical management of ranula.
Dalam: Myers EN dan Snyderman CH, editor. Section 12. Salivary Glands.
Operative Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Volume 1. Edisi 3.
Philadephia: Elsevier. e-book. 2018. pp. 596-600.
11. Verma G. Ranula: a review of literature. Arch Cran Oro Fac Sc. 2013;
1(3):44- 9.

29

33
12. Walvekar RR, Loehn BC, Wilson MN. Chapter 47. Anatomy and
physiology of the salivary glands. Dalam: Eibling DE dan Newlands SD,
editor. Section III. General Otolaryngology. Johnson JT dan Rosen CA
editor. Bailey’s Head and Neck Surgery – Otolaryngology. Volume 1.
Edisi 5. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. e-book. 2014. pp.
691-701.
13. Eskander A, Kang SY, Harris MS, Otto BA, Adunka O, Weber RS et al.
Chapter
18. Disorders of the head and neck. Dalam: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Kao LS et al., editor. Schwartz’s
Principles of Surgery. Volume 1. Edisi 11. New York: McGraw-Hill
Education. e-book. 2019. pp. 613-60.
14. Janfaza P dan Fabian RL. Chapter 6. Oral cavity. Dalam: Janfaza P, Nadol
Jr. JB, Galla R, Fabian RL, Montgomery WW, editor. Surgical Anatomy
of the Head and Neck. London: Harvard University Press. e-book. 2011.
pp. 319-66.
15. Hall JE, editor. Chapter 65. Secretory functions of the alimentary tract.
Dalam: Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi 13.
Philadephia: Elsevier. e-book. 2016. pp. 817-32.
16. Kokong D, Iduh A, chukwu I, Mugu J, Nuhu S, Augustine A. Ranula:
current concept of pathiphysiologic basis and surgical management
options. World J Surg. 2017; 41(6):1476-81.
17. Kumar V, Singh A, Singh N, Sudheer A. Conservative surgical
management of sublingual ranula: a case report and review of literature.
SF Dent Oral Res J. 2017; 1(5).
18. Morton RP. Surgical management of ranula revisited. World J Surg. 2018;
42(9):3062-3.
19. Abdul-Azis D dan Adil E. Ranula excision. Oper Tech Otolaryngol. 2015;
26(1):21-7.

1
20. Premna PR, Rita ZA, Deepa K. Micro-marsupialization of sublingual
ranula. IOSR J Dent Med Sci. 2019; 18(4):67-73.
21. Yoshizawa K, Moroi A, Kawashiri S, Ueki K. Localized injection
treatment with OK-432 after healing from drug induced hypersensitivity
syndrome. Hindawi. 2016; 6939568.

Anda mungkin juga menyukai