Angiofibroma Nasofaring
Oleh:
Muhammad Iqbal Cahyana Eka Putra 19710104
Pembimbing :
Angiofibroma Nasofaring
Oleh :
Muhammad Iqbal Cahyana Eka Putra 19710104
Pembimbing,
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan kasus
ini dengan judul “Angiofibroma Nasofaring”.
Laporan Kasus ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
mengikuti ujian utama SMF Ilmu Penyakit THT sebagai dokter muda di RSU
dr.Wahidin Sudirohusodo. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini bukanlah
tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya Laporan Kasus ini tentunya tak lepas dari dorongan dan
uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, tak salah kiranya bila penulis
mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Suhartati, dr., MS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut
ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
2. dr. Tutut Sriwiludjeng T, Sp. THT-KL selaku kepala bagian Ilmu Penyakit
THT serta sebagai pembimbing Laporan Kasus di RSU dr.Wahidin
Sudirohusodo yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan maksimal.
3. Orang tua penulis serta semua keluarga yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Kasus
ini.
4. Teman-teman pendidikan dokter umum yang telah banyak membantu
menyelesaikan Laporan Kasus ini.
5. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan Laporan Kasus ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang
telah membantu penulis guna menyelesaikan Lapsus ini dengan melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya.
Mojokerto, 21 Maret 2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. IDENTITAS
Nama : Tn. Z
Tanggal Lahir : 05 Juni 1997
Usia : 24 Tahun
Alamat : Trowulan, Mojokerto
Pekerjaan : Pengrajin daur ulang
Agama : Islam
Tgl MRS : 21 Februari 2022
Tgl KRS : 25 Februari 2022
1.2. ANAMNESA
1.2.1. Keluhan Utama
Hidung tersumbat
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
dengan keluhan hidung terasa tersumbat. Keluhan ini dirasakan sejak +/- 3
bulan yang lalu. Keluhan dirasakan menetap sepanjang hari, dan dirasakan
memberat sejak +/- 3 hari yang lalu. Keluhan hidung tersumbat dirasakan pada
kedua rongga hidung, namun lebih berat dirasakan pada rongga hidung kiri.
keluhan hidung tersumbat ini. Pasien juga mengeluh mulai susah bernafas
rongga hidung sebelah kiri +/- 1 bulan yang lalu. Pasien awalnya melihat
benjolan dengan ukuran yang kecil, namun saat ini benjolan dirasakan
semakin membesar dan tidak nyeri. Pasien sering mengalami pilek lendir
bening yang terkadang disertai dengan adanya darah, suara sengau (+). Selain
itu pasien juga sering mengalami mimisan yang banyak dari rongga hidung
kiri. Keluhan ini dialami sejak +/- 3 bulan yang lalu. Nyeri pada dahi (-), nyeri
pada pipi (-), nyeri pangkal hidung (-), nyeri tenggorokan (-), demam (-),
Riwayat sakit gigi (-), riwayat asma (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-).
Hipertensi disangkal
- Kesadaran : Composmentis
Vital sign
- Nadi : 98x/menit
- Suhu : 36,5°C
1.3.1. STATUS GENERALIS
- Jantung : SI- SII tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
- Abdomen
Hematologi Lengkap
Hitung Jenis
Angiofibroma Nasofaring
CT Scan Kepala
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Nasofaring
dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada
sepanjang dasar hidung. Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh
permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan vertebra
servikal I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak
yang merupakan batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah palatum
jaringan fibrosa dan mukosa. Dinding lateral daerah nasofaring dibentuk oleh
superior dan dasar tengkorak disebut sinus Morgagni. Daerah ini dilindungi oleh
fasia faringobasilar yang ditunjang oleh muskulus levator veli palatini. Ujung
medial dari tuba Eustachius membentuk sebuah penonjolan (torus tubarius) yang
terletak di bagian atas dinding lateral. Dari tepi posterior orifisium tuba
faring bagian lateral. Lapisan fibrosa terdiri dari dua lapisan yan berada di sebelah
dalam dan di sebelah luar muskulus konstriktor. Kedua lapisan ini bersambunng
dengan fasia di leher. Lapisan luar atau fasia bukofaring menutupi bagian
superfisial muskulus kons triktor superior. Komponen dalam atau aponeurosis
faringeal yang berada di antara lapisan mukosa dan muskulus konstriktor adalah
bagian dari fasia faringobasilar. Kedua lapisan fasia pada tepi atas muskulus
konstriktor superior naik ke arah dasar tengkorak sebagai bagian tersendiri. (4)
yang terletak tepat di bawah puncak orbita antara prosessus pterigoideus dan
posterior maksilla. Batas medialnya adalah pelat tegak lurus dari tulang palatina.
Hal ini penting karena menghubungkan beberapa ruangan dan dapat memfasilitasi
superior dengan orbita melalui bagian posterior dari fissura orbitalis inferior.
tegak lurus dari tulang palatina, dan dengan rongga mulut melalui kanalis
palatine mayor, yang berjalan di sisi inferior antara tulang palatina dan maksilla.
Fossa pterigopalatina berisi cabang maksillaris dari saraf kranialis kelima, yang
berjalan melalui foramen rotundum dan ke dalam orbita melalui fissura orbitalis
fossa kranialis media dan infratemporalis, ke rongga hidung , palatum dan faring.
(1)
arteri faringeal asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens, dan
cabang faringeal arteri sfenopalatina. Semua pembuluh darah tersebut berasal dari
otot konstriktor faringeus media. Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris
saraf glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X) dan serabut saraf
dari saraf glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim
sfenopalatina yang berasal dari cabang maksila saraf trigeminus (V1). (2,3)
2. Angiofibroma Nasofaring
Definisi
menempel dalam fibrosa yang kaya kolagen dan fibroblas. Pembuluh darah
mempunyai dinding yang tipis, tidak memiliki lapisan serabut elastis, memiliki
lapisan otot yang tidak lengkap atau bahkan tidak ada, sehingga mudah terjadi
pada pasien yang lebih tua dan banyak pada wanita, namun tumor kurang berifat
vaskuler dan kurang agresif dari pada juvenile angiofibroma nasofaring. (4,5)
Epidemiologi
nasofaring, yang merupakan 0,5% dari semua tumor kepala dan leher, dengan
wanita dengan tumor ini harus menjalani tes genetik. Usia saat terkena umumnya
pada dekade kedua, antara 7-19 tahun, dan jarang terjadi pada usia lebih dari 25
tahun.
Pradillo dkk melaporkan bahwa persentasi pasien dengan usia lebih dari
jumlah kasus di Rumah Sakit M.Djamil Padang bagian THT-KL, Juli 2008-
Desember 2010 berjumlah 9 orang dengan usia antara 13-21 tahun. (5)
Etiologi
khas muncul pada remaja laki-laki dan bahwa lesi sering regresi setelah
Patofisiologi
Penyebab yang pasti dari angiofibroma belum diketahui secara pasti. Beberapa
pendapat dari para ahli telah dikemukakan pada dasarnya dapat dibagi menjadi
dua kelompok yaitu berdasarkan jaringan tempat asal tumbuh tumor dan adanya
gangguan hormonal. Pada teori tentang jaringan asal tumbuh, diduga tumor terjadi
reseptor progesteron (RP), dan reseptor estrogen (RE). Stromal positif dan
menetapkan bukti langsung pertama adanya antibodi dari reseptor androgen pada
angiofibroma. Anggapan ini didasarkan juga atas adanya hubungan erat antara
tumor dengan jenis kelamin dan umur. Banyak ditemukan pada anak atau remaja
laki-laki. (6)
disekresikan dalam bentuk inaktif, dipecah untuk menghasilkan bentuk aktif, dan
pada sel nukleus stromal dan sitoplasma dan pada endotelium kapiler pada semua
dengan cara erosi tulang dan mendesak struktur di sekitarnya, dan dapat mencapai
lateral dapat meluas ke fossa sphenopalatina dan infra temporalis, melalui fissura
interna melalui kanalis vidian, sinus kavernosus melalui foramen rotundum dan
apeks orbita melalui fissura orbitalis inferior. Proptosis dan atrofi nervus optikus
terjadi jika fissura orbitalis sudah terkena tumor. Keterlibatan tulang terjadi
melalui dua mekanisme utama yaitu : (1) resorpsi karena tekanan langsung
berikutnya dapat mengenai clivus dan ala mayor sphenoid, biasanya dengan
erosi tabula interna fossa kranialis media dan dapat meluas ke intrakranial.
intrakranial. (6)
Gejala Klinis
Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang
deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi. Tumor ini sangat sulit
untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada
sehingga timbul rinore kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman. Tuba
anemi, atau hidung terasa buntu. Penyebab epistaksis disebabkan lepasnya krusta
pada permukaan tumor atau karena tumor sendiri mengalami ulserasi, dan jarang
Diagnosa
dirasakan pasien. Selain itu juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi pisterior akan terlihat massa
tumor yang konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah
muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput
berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia
yang lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih banyak komponen fibromanya.
ulserasi (1).
stroma yang fibrous. Pada pertumbuhan tumor yang aktif, komponen pembuluh
darah menjadi predominan. Dinding pembuluh darah secara umum terdiri dari
menyebabkan perdarahan yang masif. Pembuluh darah dalam bisa memiliki suatu
lapisan muskular. Stroma terbuat dari fibril kolagen yang halus dan kasar yang
Waters) akan terlihat gambaran klasik yang disebut tanda Holman Miller yaitu
akan melebar. Akan terlihat juga massa jaringan lunak di daerah nasofaring yang
dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan tulang di sekitar nasofaring.
Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan
Pada foto polos gambaran pada sinus dapat tampak seperti polip
nasofaring dan lengkungan ke depan serta opasifikasi dari dinding posterior sinus
maksila. Pada CT scan tampak perluasan tumor pada sinus sfenoid, erosi pada
tulang sfenoid, atau invasi pada pterigomaksila dan fosa infratemporal terkadang
dapat dilihat 7.
CT scan coronal memperlihatkan lesi yang mengisi cavum nasi kiri dan sinus
etmoid, memblok sinus maksila dan tampak deviasi septum nasi ke sisi
kanan
CT scan axial tampak lesi meliputi cavum nasi kanan dan sinus paranasal
dan menentukan batas tumor terutama pada kasus yang sudah meluas ke
intrakranial (8).
vaskularisasi utama pada tumor (94%). Vaskularisasi utama pada tumor berasal
dari arteri maksilaris interna, tetapi arteri vidianus atau arteri faringeal ascenden
ke anterior dan dari nasofaring ke arah fosa pterigomaksila. Selain itu massa
tumor akan terisi oleh kontras pada fase kapiler dan akan mencapai maksimum
setelah 3-6 detik zat kontras disuntikkan. Pada kasus yang jarang terdapat juga
Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang
paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch. Klasifikasi menurut Sessions
- Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi
ke tulang orbita.
minimal.
tulang.
destruksi tulang.
- Stage III :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah
fossa pituitari
Penatalaksaan
besarnya tumor, bila masih terbatas dalam nasofaring dan rongga hidung cukup
dilakukan eksterpasi tumor, tetapi bila tumor sudah sampai ke dalam kranium,
didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk
mengurangi perdarahan selama operasi. Material yang digunakan untuk
embolisasi untuk mengatasi perdarahan yang banyak dapat dilakukan ligasi arteri
dapat dilakukan dengan stereotaktik radioterapi (gama knife) atau jika tumor
Komplikasi
(penyakit stadium IV), perdarahan yang tidak terkontrol dan kematian, iatrogenic
Prognosis
Meskipun tidak bersifat seperti kanker, angiofibroma dapat terus
menyebar, dan dapat pula hilang sendiri. Terdapat angka rekurensi yang cukup
BAB III
KESIMPULAN
Angiofibroma Nasofaring.
irreguler yang terdiri dari berbagai pembuluh darah dengan caliber berbeda yang
besarnya tumor, bila masih terbatas dalam nasofaring dan rongga hidung cukup
dilakukan eksterpasi tumor, tetapi bila tumor sudah sampai ke dalam kranium,
dan dapat pula hilang sendiri. Terdapat angka rekurensi yang cukup tinggi setelah
DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin A, Dharmabakti US, Musa Z. Angiofibroma Nasofaring Belia.
Dalam :Soepardi EA, Iskandar N. (Ed). Buku Ajar Ilmu THT. Edisi 6.
11
5. Hansen JT. Netter’s Clin ical Anatomy. 2nd ed. Saunders Elsevier. 2010