Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2017


UNIVERSITAS PATTIMURA

OBESERVASI EPITAKSIS MASIV ET CAUSA HIPERTENSI

LUSES SHANTIA HARYANTO


(2016-84-034)

PEMBIMBING:
dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
RSUD dr. M. HAULUSSY
AMBON
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kasih dan anugerahanya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus dengan judul Observasi Epitaksis Masiv Et Causa Hipertensi.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada
kepaniteraan klinik bagian ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan di RSUD Dr.
M. Haulussy Ambon.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Julu Manalu Sp.THT-KL


selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan
laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
laporan kasus ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan


kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Ambon, Juni 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

BAB I : LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien ......................................................................... 4


B. Anamesis ................................................................................... 4
C. Pemeriksaan Fisik ...................................................................... 5
D. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 6
E. Diagnosis ................................................................................... 7
F. Terapi ......................................................................................... 7
G. Konsul ........................................................................................ 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan ............................................................................... 10
B. Defenisi ...................................................................................... 10
C. Patofisiologi ............................................................................... 10
D. Perdarahan darah ....................................................................... 12
E. Etiologi ...................................................................................... 13
F. Lokasi Epitaksis ......................................................................... 15
G. Gambar Klinis dan Pemeriksaan ............................................... 17
H. Penatalaksanaan ......................................................................... 18
I. Komplikasi ................................................................................ 23
J. Diagnosis Banding .................................................................... 23
K. Pencegahan ................................................................................ 24
L. Prognosis ................................................................................... 24

BAB III : DISKUSI ......................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 27

LAMPIRAN .................................................................................................... 29

3
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny.TK
Umur : 32 Tahun
Alamat : Kudamati
No.RM : 11-62-xx
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Agama : Kristen Protestan
Masuk RS : 1 Juni 2017

B. ANAMESIS
Keluhan Utama :
Hidung kanan berdarah
Anamesis Terpimpin :

Pasien datang ke UGD RSUD Dr. M Haulussy Ambon dengan


keluhan keluar darah dari lubang hidung kanan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Darah yang keluar berwarna hitam kemerahan, sulit
berhenti, dan dalam jumlah banyak darah juga keluar melalui mulut. Darah
tidak berhenti keluar walaupun pasien sudah memencet hidungnya.
Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma benturan maupun
mengorek-ngorek hidung. Pasien juga merasakan badan lemas, pusing,
nyeri uluhati, sesak nafas dan muntah bercampur darah yang dialami 1
hari sebelum masuk rumah sakit Pasien juga mengeluhkan hidung
tersumbat, rasa gatal atau panas pada hidung. Pasien mengeluhkan BAB
encer 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pilek (-)
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi : (+)
Riwayat Kebiasaan
Mengorek-ngorek hidung (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis (lemas)
2. Vital Sign
Tekanan darah : 220/150mmHg
Nadi : 108x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 36C
3. Pemeriksaan Sistemik
Kepala : Bentuk dan ukuran normal
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4. Status Lokalis
1. Telinga
Inspeksi & Palpasi: tdl
Otoskop : tdl
Tes pendengaran : tdl

5
2. Hidung dan SPN
Inspeksi & Palpasi : tdl
Rhinoskopi Kanan Kiri
Anterior
Cavum Lapang, Lapang,
perdarahan (+), perdarahan (-),
stosel (+), bleeding stosel (-), bleeding
(+). (-)
Concha Sedikit sempit, Edema (-),
edema (-) hiperemis (-)
hiperemis (-) ,
laserasi (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)

Rhinoskop posterior : tdl


3. Tenggorokan
Tonsil Palatina : T1/T1 tengah-tengah
Dinding Posterior : Edema (-), hiperemis (+/-), post
nasal drip (Stosel/bleeding (+))
Uvula : deviasi (-)
4. Leher
a. Nodul/masa : tidak ada masa
b. Kelenjar : tidak teraba
c. Tiroid : normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
Hemoglobin (Hb) 5.7 g/dL 12.0-15 g/dL Menurun
Trombosit 119 g/dL 150-400 g/dL Menurun
Eusinofil 4.7% 1-3% Meningkat
Neutrofil 84.4% 50-70% Meningkat
Limfosit 8.9% 20-80% Menurun
Masa perdarahan dan + - -
Pembekuan
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium

6
E. DIAGNOSIS
Observasi Epitaksis Masiv Et Causa Hipertensi

F. TERAPI
Tindakan penghentian perdarahan : Tampon Anterior dengan goas bersalf
kassa padat (Tampon roll vaselin)
1. Medikamentosa:
a. Infus RL 32 tpm + tranexamat/drip
b. Inj. Cefotaxime 2x1gr/IV
c. Inj. Tranexamat 1 amp 500mg/8 jam
d. Amlodipine 1x10 mg
e. Captopril 2x25 mg
f. Pro transfusi
2. Observasi KU dan Vital sign serta epistaksis berulang dari hidung dan
mulut.

Observasi Hari-1 Hari-2 Hari-3 Hari-4 Hari-5 Hari-6

Pemeriksaan TTV

Tekanan Darah 160/90 mmHg 120/90 mmHg 120/80 mmHg 120/70 mmHg 160/120 120/80 mmHg
mmHg
Nadi 98x/menit 98x/menit 80x/menit 80x/menit 84x/menit 82x/menit

Pernafasan 21x/menit 24x/menit 20x/menit 20x/menit 24x/menit 20x/menit

Suhu - - 36C 36.5C - -

Hidung kanan Berdarah Tampon Berdarah . Berdarah . Berdarah (-) Berdarah (-)
dalam jumlah terpasang,
banyak, terus Berdarah ,
menerus, pedis,
berwarna
hitam, ecer dan
ada sedikit
bekuan.
Hidung kiri (-) Berdarah (+), Berdarah . Berdarah . Berdarah (-) Berdarah (-)
dalam jumlah
banyak, tidak
terus menerus,
bekuan (+),

7
Konjungtiva Pucat (+) Pucat (+) Pucat Pucat Pucat Pucat
palpebra kanan/kiri
Mulut Keluar darah Keluar darah Keluar darah + Keluar darah + Lendir Lendir
(+) (+) lendir lendir
Mual / muntah Mual (+), Mual (+), Mual (+), Mual (-), Mual (-), Mual (-),
muntah (+) mutah (-) mutah (-) mutah (-) mutah (-) mutah (-)
sisah makanan
Lemas (+) (+/-) (+) (+) (+/-) (-)

Pusing (+) (+/-) (+) (+) (+/-) (-)

Sesak nafas (+) (+) (-)

Nyeri uluhati (+) (+) (+) (+/-) (-)

BAB Encer biasa Encer + darah Encer + darah Encer + darah Encer + darah Encer + darah
berwarna berwarna berwarna berwarna berwarna
hitam hitam hitam coklat coklat
O

Kanan : Kanan : Kanan Sempit, Bleeding/stoll


Rhinoskopi lapang, tampon :terpasang adema/pucat, cell (-)
bleeding/stosel terpasang tampon. laserasi (+/-),
Kiri : lapang, Kiri : lapang, Kiri : lapang, bleeding/stoll
bleeding (-) stoll cell. massa (+/-), cell (-)
stosel (+/-) laserasi/bleedi
ng (+/-), stoll
cell
Tenggorokan T1/T1 T1/T1 T1/T1 T1/T1 T1/T1
Orofaring Bleeding/stosel PND (+/-) PND (+/-) PND (-) PND (-)
(+)
A

Diagnosis Observasi Observasi Post Epitaksis Post Epitaksis Post Epitaksis


Epitaksis Epitaksis posterior et posterior posterior
dexter et causa dexter et causa causa masiv et causa masiv et causa
hipertensi hipertensi hipertensi hipertensi + hipertensi +
anemia anemia +
dyspepsia
P

RL 32 TPM RL 32 TPM RL 20 TPM RL 20 TPM Infus & 1 jam


+ 2 ampul + 2 ampul Tranxamat Cefotaxime diaff
tranxanamid Tranxamat 500 mg/8 1/12 jam IV Oral :
Cefotaxime Tranxamat Tranxamat Tranxamat
jam IV
1 mg/12 jam 500 mg/8 500 mg/8 3x500 mg
IV jam IV Captopril jam IV Ranitidine
Tranxamine Cefotaxime 2x25 mg Ranitidine 2xI
500 mg/8 500 mg/8 Amlodipine 2x1 Captopril
jam IV jam IV 1x10 mg Captopril 2x25 mg
Captopril 2x Captopril (malam) 2x25 mg Amlodipine
25 mg 2x25mg Ferrospat eff Amlodipine 1x10 mg
Amlodypine Amlodipine 1x10 mg Ferrospat 1xI

8
1x10 mg 1x10 mg 1x1 (16/s air Aff tampon Pasien pulang
(malam) minum anterior namun tetap
Metylprednis kanan rawat jalan,
konsul poli
olon 1/2
PD/THT
Diet
MBTKTP
Aff tampon
Psg
tampon baru
(Absalf +
adrenalin)
Hb Transfusi
Kolf Transfusi - 1 kolf namun - - 1 kolf -
menimbulkan
reaksi imun
(gatal)
Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin (Hb) - 5.7 g/dL - - - -

Trombosit - 119 g/dL - - - -

Eusinofil - 4.7% - - - -

Neutrofil - 84.4% - - - -

Limfosit - 8.9% - - - -

Masa perdarahan - + - - - -
dan pembekuan

Tabel 1 : Hasil observasi vital sign selama perawatan di ruang rawat THT RSUD Dr.M Haulussy
Ambon.

G. KONSUL :
Penyakit dalam : Hipertensi dan Anemia

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis
bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90
% dapat berhenti sendiri.

Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun,
sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka
kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum
dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada
orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan


perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.

B. DEFINISI
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda
atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala
yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa.
Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara
efektif.

C. PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah
dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media
menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial
sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut

10
memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika
media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang
yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis
memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah
ini.
Pengaruh Hipertensi terhadap vaskularisasi dan terjadinya epistaksis
Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah
membentuk paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin
vasoaktif sistemik yang mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan
elektrolit pada ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh
gangguan hemostasis pengaturan level hormon di sirkulasi dan aktivitas sistem
saraf simpatis. Dalam hal ini secara konseptual, pembuluh darah sebagai sistem
penerima pasif aksi sistemik faktor neuroendokrin.
Sebuah konsep yang telah berkembang dalam patofisiologi hipertensi
adalah kontribusi perubahan struktur vaskuler (remodelling vaskuler).
Sekarang telah diketahui tonus dapat berubah melalui proses akut dan
pembuluh darah dapat merubah strukturnya melalui proses kronik sebagai
respon terhadap kondisi tertentu. Remodelling vaskuler adalah suatu proses
adaptif sebagai respon terhadap perubahan kronik pada kondisi hemodinamik
atau faktor hormonal. Substansi vasoaktif dapat meregulasi homeostasis
vaskuler melalui efek jangka pendek pada tonus vaskuler dan efek jangka
panjang pada struktur vaskuler. Ketidakseimbangan kedua hal inilah yang
menimbulkan vasokonstriksi dan hipertrofi vaskuler sehingga timbul
hipertensi.
Perubahan dalam migrasi sel dan proliferasi, perubahan matriks adalah
kunci terjadinya remodelling vaskuler. Pada hipertensi, perubahan struktur
pembuluh darah adalah yang mungkin bertanggung jawab atas peningkatan
tekanan dan aliran darah, ketidakseimbangan substansi vasoaktif dan disfungsi
endotel. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meningkat dan
tekanan perifer normal, hal ini disebabkan oleh peningkatan aktifitas saraf
simpatik. Tahap selanjutnya curah jantung dan tekanan perifer meningkat

11
karena efek antiregulasi (mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan
hemodinamik yang normal).
Pada hipertensi terjadi perubahan struktur pembuluh darah, sebagai
tanggapan terhadap peningkatan tekanan arterial. Dengan perubahan struktur
pembuluh darah demikian maka perbandingan lebar lumen meningkat baik
karena peningkatan massa otot atau karena pengaturan unsur-unsur seluler dan
bukan seluler. Kerusakan vaskuler akibat hipertensi terlihat pada seluruh
pembuluh darah perifer.
Contoh-contoh klinis bentuk remodelling vaskuler meliputi :
1. Pelebaran pembuluh darah yang berkaitan dengan kecepatan aliran darah
yang tinggi. Dapat terbentuk fistula arteriovena.
2. Hilangnya sel atau proteolisis matriks pembuluh darah akibat pembentukan
aneurisma.
3. Pengurangan massa dan ukuran pembuluh darah terjadi karena pengurangan
aliran darah jangka panjang.
4. Mikrosirkulasi yang jarang atau hilangnya area kapiler yang menyebabkan
meningkatnya kejadian hipertensi dan iskemia jaringan.
5. Arsitektur dinding pembuluh darah juga berubah yang meliputi trombosis,
migrasi dan proliferasi sel - sel vaskuler, produksi matriks dan infiltrasi sel -
sel inflamasi.

D. PEREDARAN DARAH
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna
dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak
pada cavum nasi melalui :

1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui


foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior
dan dinding lateral hidung.
2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang
berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian
inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika

12
mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi
septum dan dinding lateral superior.

Gambar 1. Vaskularisasi Hidung7

E. ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam
selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh
darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum
nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh
darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab
lokal dan umum atau kelainan sistemik.

1. Lokal
a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan
sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul,
jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan
trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.

13
b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma
spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,
Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan
epistaksis berat.

d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's
disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau
bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.


Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi
perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi
atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung
mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha
melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta
berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian
perdarahan.

f) Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya sangat kering.

2. Sistemik
a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP,
diskrasia darah, obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan
fenilbutazon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang.

14
b) Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan
epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan
prognosisnya tidak baik.

c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam


tifoid.
d) Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,
kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari
hidung menyertai fase menstruasi.

e) Defisiensi Vitamin C dan K


f) Alkoholisme
g) Penyakit von Willebrand

F. LOKASI EPISTAKSIS
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior dan posterior.

1. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber


perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri
ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat
dikendalikan dengan tindakan sederhana.

15
Gambar 2. Epistaksis Anterior 7

2. Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid


posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri,
sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Gambar 3. Epistaksis Posterior7

16
G. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan
oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma
terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus
dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin
merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan
atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu
dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.
Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi
pembekuan secara bermakna.
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,
speculum hidung dan alat penghisap/suction (bila ada) dan pinset bayonet, kapas,
kain kassa.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi
dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung
dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor
penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan
lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien

17
dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa.

a. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.
b. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau
infeksi.
d. Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit
lainnya.
e. Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin
parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.
f. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan
yang mendasari epistaksis.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting dicari tahu adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya.


2. Lokasi perdarahan.

18
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :

menghentikan perdarahan
mencegah komplikasi
mencegah berulangnya epistaksis.

Kalau ada syok atau keadaan darurat lainya, perbaiki dulu kedaan umum pasien.
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk


kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter).

19
Gambar 4. Metode Trotter7

c. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah


dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat
penghisap untuk membersihkan bekuan darah.
d. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan larutan Nitras argenti 20%-30%, asam Trikloroasetat
10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal
terlebih dahulu.
e. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin
yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang cm,
diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung.
Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat
dipertahankan selama 1-2 hari.

20
Gambar 5. Tampon Anterior7

f. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon


Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan
mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi
yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior)
Teknik Pemasangan

Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet


melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke
luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang
yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik
keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik,
sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke
arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan
pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang
diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi.
Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui
mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi.
Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-
3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.

21
Gambar 6. Tampon Bellocq7

g. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.
Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

Gambar 7. Tampon posterior dengan Kateter Foley7

Pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq) dapat menyebabkan laserasi


palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat
dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa
terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.

22
h. Disamping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan
tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
i. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat
diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke
rumah sakit. Bila tampon anterior dan posterior gagal mengendalikan
epistaksis, perlu dilakukan ligasi arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain
a.karotis eksterna, a.maksilaris interna dengan cabang triminusnya
a.sfenopalatina dan a.ethmoidalis posterior dan anterior.

I. KOMPLIKASI
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha
penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis
(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena
darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,
serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui
mulut terlalu kencang ditarik.

Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner
dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian
infus atau transfusi darah.

J. DIAGNOSIS BANDING
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah
mengalir keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah,
perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid
ataupun tuba eustachius.

23
K. PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain :

3. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat
dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat
tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir
gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.
4. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
5. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan
masukkan cotton bud melebihi 0,5 0,6cm ke dalam hidung.
6. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
7. Bersin melalui mulut.
8. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
9. Batasi penggunaan obat obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti
aspirin atau ibuprofen.
10. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi
biasa.
11. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkan iritasi.

L. PROGNOSIS
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri.
Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat,
sering kambuh dan prognosisnya meragukan ke arah buruk

24
BAB III

DISKUSI

Pada hasil anamnesis, keterangan tentang jumlah perdarahan, frekuensi,


dan tidak berhenti dengan pencet hidung mendukung hipotesis epistaksis
posterior. Dari status generalis pasien tampak dalam keadaan yang baik (tidak
syok) namun ditemukan tanda-tanda konjungtiva palpebrae pucat ini merujuk
kepada kehilangan jumlah darah melalui hidung. Ditinjau dari tanda vitalnya
tekanan darah yang didapatkan pada pasien 220/150 mmHg dan termasuk
hipertensi grade II. Hipertensi pada pasien ini dapat menunjukkan causa dari
epistaksis posterior yang diderita oleh pasien tersebut.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan hemoglobin rendah (5.7
g/dL), penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena
kekurangan zat besi). Trombosit menurun (119 g/dL), trombositopenia
berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP), anemia hemolitik,
aplastik, dan pernisiosa, leukimia, multiple myeloma dan multipledysplasia
syndrome. Eusinofil meningkat (4.7%) eosinofilia adalah peningkatan jumlah
eosinofil lebih dari 6% penyebabnya antara lain respon tubuh terhadap neoplasma,
penyakit Addison, reaksi alergi, penyakit collagen vascular atau infeksi parasit.
Neutrofil meningkat (84.4%) neutrofilia yaitu peningkatan persentase neutrofil,
disebabkan oleh infeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, dan perdarahan.
Limfosit menurun (8.9%) limfositosis dapat terjadi pada penyakit virus, penyakit
bakteri dan gangguan hormonal, hasil laboratorium juga ditemukan masa
perdarahan dan pembekuan positive (+).
Diagnosis ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium yang didapat pada pasien ini. anamnesis yang
menunjang diagnosa tersebut yaitu adanya perdarahan dalam waktu yang cukup
lama dengan jumlah yang banyak dan tidak dapat dihentikan dengan pencet
hidung, selain itu pada pemeriksaan fisik rhinoskopi indirect pada hidung kanan
yang tampak perdarahan dan stosel. Tidak ditemukan sumber perdarahan dibagian

25
belakang hidung. Pada pemeriksaan tenggorok ditemukan adanya darah yang
mengalir pada dinding faring belakang.

Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah


komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kepada pasien diberikan terapi
berupa cairan isotonik Ringer Laktat yang bertujuan untuk meningkatkan volume
ekstraseluler akibat kehilangan cairan tubuh. Pasien juga diberikan terapi
tranexamat 500 mg/8 jam IV bertujuan untuk mencegah, menghentikan, ataupun
mengurangi pendarahan yang masif. Terapi antibiotik golongan sefalosporin
generasi III seperti cefotaxime juga diberikan yang bertujuan mencegah terjadinya
infeksi bakteri pada pasien. Selain itu pasien diberikan obat antihipertensi seperti
captopril 25 mg dan amlodipine 10 mg. Pemberian obat antihipertensi ini
bertujuan untuk menurunkan tekanan darah pasien yang 220/160 mmHg. Pada
hari ke-5 sampai pasien pulang, pasien juga menerima ferrospad tablet
effervescent yang merupakan suplement vitamin/mineral yang membantu
memenuhi kebutuhan zat besi. Pada hari ke-3 perawatan, pasien menerima
methylprednisolon akibat mengalami reaksi imun terhadap transfusi darah. Pasien
juga menerima ranitidine pada perawatan hari ke-5 sampai pasien pulang.
Pemberian ranitidine ini bertujuan untuk menurunkan produksi asam lambung.
Dalam perawatan selama 6 hari pasien menerima pemasangan tampon anterior
(antibiotik bersalf + adrenalin) yang diganti tiap 2 hari.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa pasien dengan
epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
tekanan darah, fotorontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi,
skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien.
Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda
keras ke dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras,
bersin melalui mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan
perdarahan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Efianty AS, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajara Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ketujuh.
Jakarta; EGC : 2014
2. Budiman BJ, Hafiz A.Epitaksis dan Hipertensi: Adakalh Hubungan ?.
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan
Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
3. Merry PL, Palandeng O, Tumber R. Epistaksis Di Poliklinik THT-KL Blu
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010-Desember
2012.
4. Munir D, HaryonoY, Rambe AYM. Epitaksis. Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala leher : Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Volume 39. Majalah Kedokteran
Nusantara : 2006
5. Charles R, Corrigan E. Epistaxis and Hypertension. Bristol General
Hospital. Postgraduate Medical Journal : 1997
6. Purnama H. Penatalaksanaan Epitaksis. RSUP Kabupaten Bekasi.
[internet] 2014 [Cited June 2017] Availabe from :
http://idikabbekasi.org/wp-content/uploads/2014/12/4.-materi-dr.-Hari.pdf
7. Ozgur A, At all. Epistaxis A Cross-Sectional Study of Epistaxis: Etiologic
and Clinical Characteristics. Engin Dursun Recep Tayyip Erdogan
University Medical Faculty Department of Otorhinolaryngology : Rize,
Turkey; 2016
8. Punagi AQ. Epitaksis Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. Makasar :
Digi Pustaka ; 2017.
9. Traboulsi H, Alam E, Hadi U. Review Article Changing Trends in the
Management of Epistaxis. Lebanon. Hindawi Publishing Corporation
International Journal of Otolaryngology ; 2015.

27
10. Murer K, At all. Threat Helps to Identify Epistaxis Patients Requiring
Blood Transfusions. Switzeland : Journal of Otolaryngology - Head and
Neck Surgery ; 2013.
11. Newton E, At all. An outcomes analysis of anterior epistaxis management
in the emergency department. Canada : Journal of Otolaryngology - Head
and Neck Surgery ; 2016.
12. Gilyoma JM, Chalya PL. Etiological profile and treatment outcome of
epistaxis at a tertiary care hospital in Northwestern Tanzania: a
prospective review of 104 cases. Tanzania : BMC Ear, Nose and Throat
Disorders; 2011. [internet] 2011 [Cited June 2017] Availabe from :
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/11/8
13. Mansjoer A., 2001. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit media aesculapius.

28
LAMPIRAN

1. Lembaran konsul ke Penyakit Dalam

29
2. Hasil pemeriksaan laboratorium

30

Anda mungkin juga menyukai