PEMBIMBING:
dr. Julu Manalu, Sp.THT-KL
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas kasih dan anugerahanya penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan kasus dengan judul Observasi Epitaksis Masiv Et Causa Hipertensi.
Penulisan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada
kepaniteraan klinik bagian ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan di RSUD Dr.
M. Haulussy Ambon.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1
A. Pendahuluan ............................................................................... 10
B. Defenisi ...................................................................................... 10
C. Patofisiologi ............................................................................... 10
D. Perdarahan darah ....................................................................... 12
E. Etiologi ...................................................................................... 13
F. Lokasi Epitaksis ......................................................................... 15
G. Gambar Klinis dan Pemeriksaan ............................................... 17
H. Penatalaksanaan ......................................................................... 18
I. Komplikasi ................................................................................ 23
J. Diagnosis Banding .................................................................... 23
K. Pencegahan ................................................................................ 24
L. Prognosis ................................................................................... 24
LAMPIRAN .................................................................................................... 29
3
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny.TK
Umur : 32 Tahun
Alamat : Kudamati
No.RM : 11-62-xx
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Agama : Kristen Protestan
Masuk RS : 1 Juni 2017
B. ANAMESIS
Keluhan Utama :
Hidung kanan berdarah
Anamesis Terpimpin :
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pilek (-)
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Trauma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi : (+)
Riwayat Kebiasaan
Mengorek-ngorek hidung (-)
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis (lemas)
2. Vital Sign
Tekanan darah : 220/150mmHg
Nadi : 108x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 36C
3. Pemeriksaan Sistemik
Kepala : Bentuk dan ukuran normal
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4. Status Lokalis
1. Telinga
Inspeksi & Palpasi: tdl
Otoskop : tdl
Tes pendengaran : tdl
5
2. Hidung dan SPN
Inspeksi & Palpasi : tdl
Rhinoskopi Kanan Kiri
Anterior
Cavum Lapang, Lapang,
perdarahan (+), perdarahan (-),
stosel (+), bleeding stosel (-), bleeding
(+). (-)
Concha Sedikit sempit, Edema (-),
edema (-) hiperemis (-)
hiperemis (-) ,
laserasi (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi Hasil
Hemoglobin (Hb) 5.7 g/dL 12.0-15 g/dL Menurun
Trombosit 119 g/dL 150-400 g/dL Menurun
Eusinofil 4.7% 1-3% Meningkat
Neutrofil 84.4% 50-70% Meningkat
Limfosit 8.9% 20-80% Menurun
Masa perdarahan dan + - -
Pembekuan
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
6
E. DIAGNOSIS
Observasi Epitaksis Masiv Et Causa Hipertensi
F. TERAPI
Tindakan penghentian perdarahan : Tampon Anterior dengan goas bersalf
kassa padat (Tampon roll vaselin)
1. Medikamentosa:
a. Infus RL 32 tpm + tranexamat/drip
b. Inj. Cefotaxime 2x1gr/IV
c. Inj. Tranexamat 1 amp 500mg/8 jam
d. Amlodipine 1x10 mg
e. Captopril 2x25 mg
f. Pro transfusi
2. Observasi KU dan Vital sign serta epistaksis berulang dari hidung dan
mulut.
Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah 160/90 mmHg 120/90 mmHg 120/80 mmHg 120/70 mmHg 160/120 120/80 mmHg
mmHg
Nadi 98x/menit 98x/menit 80x/menit 80x/menit 84x/menit 82x/menit
Hidung kanan Berdarah Tampon Berdarah . Berdarah . Berdarah (-) Berdarah (-)
dalam jumlah terpasang,
banyak, terus Berdarah ,
menerus, pedis,
berwarna
hitam, ecer dan
ada sedikit
bekuan.
Hidung kiri (-) Berdarah (+), Berdarah . Berdarah . Berdarah (-) Berdarah (-)
dalam jumlah
banyak, tidak
terus menerus,
bekuan (+),
7
Konjungtiva Pucat (+) Pucat (+) Pucat Pucat Pucat Pucat
palpebra kanan/kiri
Mulut Keluar darah Keluar darah Keluar darah + Keluar darah + Lendir Lendir
(+) (+) lendir lendir
Mual / muntah Mual (+), Mual (+), Mual (+), Mual (-), Mual (-), Mual (-),
muntah (+) mutah (-) mutah (-) mutah (-) mutah (-) mutah (-)
sisah makanan
Lemas (+) (+/-) (+) (+) (+/-) (-)
BAB Encer biasa Encer + darah Encer + darah Encer + darah Encer + darah Encer + darah
berwarna berwarna berwarna berwarna berwarna
hitam hitam hitam coklat coklat
O
8
1x10 mg 1x10 mg 1x1 (16/s air Aff tampon Pasien pulang
(malam) minum anterior namun tetap
Metylprednis kanan rawat jalan,
konsul poli
olon 1/2
PD/THT
Diet
MBTKTP
Aff tampon
Psg
tampon baru
(Absalf +
adrenalin)
Hb Transfusi
Kolf Transfusi - 1 kolf namun - - 1 kolf -
menimbulkan
reaksi imun
(gatal)
Pemeriksaan Laboratorium
Eusinofil - 4.7% - - - -
Neutrofil - 84.4% - - - -
Limfosit - 8.9% - - - -
Masa perdarahan - + - - - -
dan pembekuan
Tabel 1 : Hasil observasi vital sign selama perawatan di ruang rawat THT RSUD Dr.M Haulussy
Ambon.
G. KONSUL :
Penyakit dalam : Hipertensi dan Anemia
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis
bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90
% dapat berhenti sendiri.
Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun,
sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka
kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum
dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada
orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.
B. DEFINISI
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda
atau keluhan bukan penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala
yang sangat menjengkelkan dan mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa.
Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara
efektif.
C. PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah
dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media
menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial
sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut
10
memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika
media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang
yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis
memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah
ini.
Pengaruh Hipertensi terhadap vaskularisasi dan terjadinya epistaksis
Lebih dari setengah abad yang lalu, penelitian hipertensi telah
membentuk paradigma yang fokus pada regulasi sistem neuroendokrin
vasoaktif sistemik yang mengatur tonus vaskuler dan hemostasis cairan dan
elektrolit pada ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi disebabkan oleh
gangguan hemostasis pengaturan level hormon di sirkulasi dan aktivitas sistem
saraf simpatis. Dalam hal ini secara konseptual, pembuluh darah sebagai sistem
penerima pasif aksi sistemik faktor neuroendokrin.
Sebuah konsep yang telah berkembang dalam patofisiologi hipertensi
adalah kontribusi perubahan struktur vaskuler (remodelling vaskuler).
Sekarang telah diketahui tonus dapat berubah melalui proses akut dan
pembuluh darah dapat merubah strukturnya melalui proses kronik sebagai
respon terhadap kondisi tertentu. Remodelling vaskuler adalah suatu proses
adaptif sebagai respon terhadap perubahan kronik pada kondisi hemodinamik
atau faktor hormonal. Substansi vasoaktif dapat meregulasi homeostasis
vaskuler melalui efek jangka pendek pada tonus vaskuler dan efek jangka
panjang pada struktur vaskuler. Ketidakseimbangan kedua hal inilah yang
menimbulkan vasokonstriksi dan hipertrofi vaskuler sehingga timbul
hipertensi.
Perubahan dalam migrasi sel dan proliferasi, perubahan matriks adalah
kunci terjadinya remodelling vaskuler. Pada hipertensi, perubahan struktur
pembuluh darah adalah yang mungkin bertanggung jawab atas peningkatan
tekanan dan aliran darah, ketidakseimbangan substansi vasoaktif dan disfungsi
endotel. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meningkat dan
tekanan perifer normal, hal ini disebabkan oleh peningkatan aktifitas saraf
simpatik. Tahap selanjutnya curah jantung dan tekanan perifer meningkat
11
karena efek antiregulasi (mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan
hemodinamik yang normal).
Pada hipertensi terjadi perubahan struktur pembuluh darah, sebagai
tanggapan terhadap peningkatan tekanan arterial. Dengan perubahan struktur
pembuluh darah demikian maka perbandingan lebar lumen meningkat baik
karena peningkatan massa otot atau karena pengaturan unsur-unsur seluler dan
bukan seluler. Kerusakan vaskuler akibat hipertensi terlihat pada seluruh
pembuluh darah perifer.
Contoh-contoh klinis bentuk remodelling vaskuler meliputi :
1. Pelebaran pembuluh darah yang berkaitan dengan kecepatan aliran darah
yang tinggi. Dapat terbentuk fistula arteriovena.
2. Hilangnya sel atau proteolisis matriks pembuluh darah akibat pembentukan
aneurisma.
3. Pengurangan massa dan ukuran pembuluh darah terjadi karena pengurangan
aliran darah jangka panjang.
4. Mikrosirkulasi yang jarang atau hilangnya area kapiler yang menyebabkan
meningkatnya kejadian hipertensi dan iskemia jaringan.
5. Arsitektur dinding pembuluh darah juga berubah yang meliputi trombosis,
migrasi dan proliferasi sel - sel vaskuler, produksi matriks dan infiltrasi sel -
sel inflamasi.
D. PEREDARAN DARAH
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna
dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak
pada cavum nasi melalui :
12
mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi
septum dan dinding lateral superior.
E. ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam
selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh
darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum
nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh
darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab
lokal dan umum atau kelainan sistemik.
1. Lokal
a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan
sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul,
jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan
trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
13
b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma
spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,
Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan
epistaksis berat.
d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's
disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau
bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.
f) Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya sangat kering.
2. Sistemik
a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP,
diskrasia darah, obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan
fenilbutazon dapat pula mempredisposisi epistaksis berulang.
14
b) Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan
epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan
prognosisnya tidak baik.
F. LOKASI EPISTAKSIS
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior dan posterior.
15
Gambar 2. Epistaksis Anterior 7
16
G. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan
oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma
terperinci. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus
dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin
merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan
atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu
dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk.
Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi
pembekuan secara bermakna.
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,
speculum hidung dan alat penghisap/suction (bila ada) dan pinset bayonet, kapas,
kain kassa.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi
dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung
dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor
penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan
lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien
17
dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa.
a. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.
b. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau
infeksi.
d. Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit
lainnya.
e. Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin
parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.
f. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan
yang mendasari epistaksis.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting dicari tahu adalah :
18
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
menghentikan perdarahan
mencegah komplikasi
mencegah berulangnya epistaksis.
Kalau ada syok atau keadaan darurat lainya, perbaiki dulu kedaan umum pasien.
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
19
Gambar 4. Metode Trotter7
20
Gambar 5. Tampon Anterior7
21
Gambar 6. Tampon Bellocq7
g. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.
Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
22
h. Disamping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan
tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
i. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat
diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke
rumah sakit. Bila tampon anterior dan posterior gagal mengendalikan
epistaksis, perlu dilakukan ligasi arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain
a.karotis eksterna, a.maksilaris interna dengan cabang triminusnya
a.sfenopalatina dan a.ethmoidalis posterior dan anterior.
I. KOMPLIKASI
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha
penanggulangannya. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis
(karena ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena
darah mengalir secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,
serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui
mulut terlalu kencang ditarik.
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan
darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner
dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian
infus atau transfusi darah.
J. DIAGNOSIS BANDING
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah
mengalir keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah,
perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid
ataupun tuba eustachius.
23
K. PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
epistaksis antara lain :
3. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat
dibeli, pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat
tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok the garam ke dalam secangkir
gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.
4. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
5. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan
masukkan cotton bud melebihi 0,5 0,6cm ke dalam hidung.
6. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
7. Bersin melalui mulut.
8. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
9. Batasi penggunaan obat obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti
aspirin atau ibuprofen.
10. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi
biasa.
11. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkan iritasi.
L. PROGNOSIS
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri.
Pada pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat,
sering kambuh dan prognosisnya meragukan ke arah buruk
24
BAB III
DISKUSI
25
belakang hidung. Pada pemeriksaan tenggorok ditemukan adanya darah yang
mengalir pada dinding faring belakang.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
10. Murer K, At all. Threat Helps to Identify Epistaxis Patients Requiring
Blood Transfusions. Switzeland : Journal of Otolaryngology - Head and
Neck Surgery ; 2013.
11. Newton E, At all. An outcomes analysis of anterior epistaxis management
in the emergency department. Canada : Journal of Otolaryngology - Head
and Neck Surgery ; 2016.
12. Gilyoma JM, Chalya PL. Etiological profile and treatment outcome of
epistaxis at a tertiary care hospital in Northwestern Tanzania: a
prospective review of 104 cases. Tanzania : BMC Ear, Nose and Throat
Disorders; 2011. [internet] 2011 [Cited June 2017] Availabe from :
http://www.biomedcentral.com/1472-6815/11/8
13. Mansjoer A., 2001. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit media aesculapius.
28
LAMPIRAN
29
2. Hasil pemeriksaan laboratorium
30