Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

LANSIA DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI


TULI KONDUKTIF

I. Definisi
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian
yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat
mendengar huruf U dari kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya
gangguan ini “reversible” karena kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga
tengah(Purnawan Junadi,dkk. 1997, hal. 238).
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar
yang menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh
serumen, otitis eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang
teliga. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba
eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi
tulang pendengaran. (Indro Soetirto: 2003)

II. Anatomi Dan Fisiologi


Telinga dibagi 3 bagian, yaitu:
a.   Telinga luar (auris eksterna)
1) Aurikulum : menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke MAE
2) Meatus akustikus eksternus : meneruskan gelombang suara ke membrane
timpani
3) Membran timpani : untuk proses resonansi
b. Telinga tengah (auris media)
1) Kavum timpani     : tempat tulang – tulang pendengaran berada
2) Tuba Eustachius    : saluran yang menghubungkan antara telinga tengah dengan
telinga dalam
3) Antrum & sel-sel mastoid
c. Telinga dalam (auris interna = labirin)
1) Koklea (organ auditivus) : untuk keseimbangan
2) Labirin vestibuler (organ vestibuler /status) : untuk keseimbangan

III. Etiologi
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan
perubahan atau kelainan diantaranya sebagai berikut :
a) Infeksi sekunder (ISPA)
b) Adanya cairan (sekret, air) ataupun benda asing pada liang telinga
Adanya benda asing pada liang telinga, baik berupa cairan, biji-bijian ataupun
seranggga dapat menggangu konduksi atau hantaran suara.
c) Sumbatan Oleh Serumen
Gejala dapat timbul jika sekresi serumen berlebihan akibatnya dapat terjadi
sumbatan serumen akibatnya pendengaran berkurang sehingga menyebabkan tuli
konduktif. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu dan menekan
dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus), pusing (vertigo) bila serumen
telah menekan membrane timpani,kadang-kadang disertai batuk oleh karena
rangsangan nervus vagus melalui cabang aurikuler.
d) Cairan (darah atau hematotimpanum karena trauma kepala)
Hemotimpanum dapat diartikan terdapatnya darah pada kavum timpani
dengan membrana timpani berwarna merah atau biru. Warna tidak normal ini
disebabkan oleh cairan steril bersama darah di dalam telinga tengah. 
Keadaan ini dapat menyebabkan tuli konduktif, biasanya ada sensasi penuh
atau tekanan. Hemotimpanum bukan merupakan suatu penyakit akan tetapi lebih
kepada suatu gejala dari penyakit yang sering disebabkan oleh karena
trauma. Tuli konduktif dapat terjadi oleh adanya darah yang memenuhi kavum
tympani. 
e) Tumor pada telinga luar dan tengah
Tumor di telinga luar atau tengah, salah satu dapat menyebabkan gangguan
pendengaran. Tumor pada dasarnya merupakan istilah yang menggambarkan
adanya suatu benjolan yang abnormal.
IV. Patofisiologi
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja
menimbulkan luka, nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea.
Penumpukan serumen yang terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara
yang terganggu sehingga penderita tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara
yang di dengarnya.

V. Manifestasi Klinis
a. rasa penuh pada telinga
b. pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c. rasa gatal
d. tinnitus
e. nyeri

VI. Pemeriksaan Diagnostik


a. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu
dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara
dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian
nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak
lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara
terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone,
sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah
alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.

b. X-ray

VII. Penatalaksanaan Medis


Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya
cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan
cairan dan kotoran tersebut. Dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam alcohol
yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Jika penyebabnya tidak dapat
diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan
koklea.
a.       Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
b.      Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat
yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
 Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara
yang tertangkap oleh mikrofon
 Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal
dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.       Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
2. Keluhan utama :
Pasien mengeluh nyeri serta terasa penuh pada telinga.
3. Keluhan tambahan :
Pusing, kadang telinga berdenging (tinnitus) dan terasa gatal.
4. Riwayat penyakit sebelumnya :
Waktu kecil pasien pernah mengalami telinga bernanah dan sering
mengalami flu.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada penyakit keturunan
6. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
- Pasien jarang membersihkan telinga karna sibuk dengan
pekerjaannya.

B.       Diagnosa keperawatan


1.    Nyeri berhubungan dengan proses infeksi
2.    Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada
telingatengah
3.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4. resiko penyebaran infeksi berhubungan denagnbanyaknya serumen

C.     Intervensi Keperawatan


1.    Nyeri berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada
nyeri
Intervensi:
      Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas,
gunakan tingkat ukuran nyeri
R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya
      Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri
(misalnya imajinasi, musik, relaksasi)
R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri
      Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam
R/ : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi tingkat nyeri.
      Berikan analgesik jika dipesankan
R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.

2.    Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan gangguan pada telinga


tengah
Tujuan : Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
Intervensi:
      Kaji tingkat gangguan persepsi pendengaran klien
R/ : untuk mengukur tingkat pendengaran pasien guna intervensi
selanjutnya
      Berbicara pada bagian sisi telinga yang baik
R/ : berbicara pada bagian sisi telinga yang baik dapat membatu klien
dalam proses komunikasi
      Bersihkan bagian telinga yang kotor
R/ : telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang
baik
      Kolaborasi dengan dokter dengan tindakan pembedahan
R/: tindakan pembedahan dapat membatu klien memperoleh pendengaran
yang baik
3.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
Intervensi:
      Kaji tingkat intoleransi klien
R/ : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya
      Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
R/ : Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan
kebutuhan klien
      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan
R/ : Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar
      Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien
R/ : Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien
selama perawatan
      Ajurkan klien untuk istirahat yang cukup
R/ : Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran
energy.

4. resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan banyaknya serumen.


Tujuan : tidak terjadi penyebaran infeksi
Intervensi

 Pantau TTV
R/ : mengindentifikasi tanda-tanda peradangan bila suhu tubuh
meningkat
 Lakukan perawatan dengan teknik aseptic
R/ : mengendalikan penyabaran mikroorganisme patogen
 Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan pus
R/ : untuk mengetahui jenis mikroorganisme
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotic
R/ : mencega perkembangan mikroorganisme pathogen
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.
George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya
Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta.
Soetirto, Indro.2003. Tuli Akibat Bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok Ed.3 Editor: H. Efiaty A.Soepardi dkk. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai