Anda di halaman 1dari 12

s

ASUHAN KEPERAWATAN

NYERI

DISUSUN OLEH

Nama : 1. Karniati Lika Tamar

2. Italia Dapa Ngoba

Tingkat : 3B

Mata kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB 1

PEMBAHASAN
A. DEFINISI NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit, dolor (Latin)
atau pain (Inggris) adalah kata-kata yang artinya bernada negative; menimbulkan
perasaaan dan reaksi yang kurang menyenangkan. Walaupun demikian, kita semua
menyadari bahwa rasa sakit kerap kali berguna, antara lain sebagai tanda bahaya;
tanda bahwa ada perubahan yang kurang baik di dalam diri manusia.

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri :

1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan
mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan
3. Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul
ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Serumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi
fisik, fisiologis, dan emosional

B. FISIOLOGI NYERI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terdapat stimulus kulit yang secara potensial merusak. Restor nyeri
disebut juga nociceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nociceptor) ada yang bermielien
dan ada juga yang tidak bermielien dari saraf parifet.
Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh
yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viresal,
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda.
Nociceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini
biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus)
terbagi dalam dua komponen yaitu reseptor A delta dan serabut C.
1. Reseptor A Delta
a. Merupakan serabut bermyelin
b. Mengirimkan pesan secara cepat
c. Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
d. Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti, otot
tendon, dll.
e. Biasanya sering ada pada injury akut.
f. Diameternya besar.
2. Serabut C
a. Tidak bermyelin
b. Diameternya sangat kecil
c. Lambat dalam menghantarkan impuls
d. Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
e. Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus.
f. Reseptor terletak distruktur permukaan

C. KLARIFIKASI NYERI

1. Berdasarkan sumbernya

a. Cutaneus / superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.


Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Contoh terkena ujung pisau dan
gunting.
b. deep somatic / nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
darah, tendon dan syaraf, nyeri dan menyebar dan lebih lama dari pada cutaneus.
Contoh: sprain sendi
c. visceral (pada organ dalam), stimulus reseptor nyeri dalam rongga abdomen ,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iakemia, regangan
jaringan

2. berdasarkan penyebab
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus fisik, contoh: fraktur femur
b. Psyccogenic.
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah di identifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-marah,
3. Berdasarkan lama / durasi
a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang
tidak melebihi 6 bulan dan di tandai dengan adanya peningkatan tegangan otot
b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung
dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam
kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis

D. STIMULUS

Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali
jumlah stimulua nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).

Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri; diantaranya:

1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerena bedah akibat terjadinya kerusakan jaringan
dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangunan pada jaringan tubuh, misalnya karena adema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang
menstimuluskan reseptor nyeri akibat bertumpuknya asam laktat.
5. Spasme otot, dapat menstimuluskan mekanik

E. TEORI NYERI

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di antaranya:

1. Teori pemisahan (specificity theory)


Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangannya nyeri disebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal kemedula spinalis dan
merangsang aktivitas sel T. hal ini mengakibatkan suatu respons yang
merangsaang di bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi
menimbulkan presepsi dan otot berkontraksi.
3. Teori pengedalian gerbang( gate comtrol)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang ke duanya
berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan poada serat saraf besar akan
meningkatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat
dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat beasar
dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan di kembalikan
dalam medulla spinalis melalui serat efferent dan reeaksinya mempengaruhi
aktivitas sel T. rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas subtansia
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T
selanjutnya akan menghantantarkan rangsangan nyeri .
4. Teori transmisi dn inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf,
sehingga transmisiimpuls nyeri menjadi efektif oleh neorotransimitter yang
spesifik. Kemudian, inhibisiinpuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada
serabut-serabut besaryang memblok implus pada serabut lamban dan endogen
opiate system supresis.

F. TINGKATAN NYERI

1 . skala itensitas

10 :sangat dan tidak dapat di control oleh klien.

9,8,7 :sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas yang bisa
dilakukan.

6 : nyeri seper4ti terbakar atau di tusuk-tususk.

5 : nyeri seperti tertekan atau bergerak.

4 : nyeri seperti kram atau kaku.

3 : nyeri seperti perih atau mules.

2 :nyeri seperti melilit atau terpukul.

1 :nyeri seperti gatal, tesetrum atau nyut-nyutan.

0 : tidak ada nyeri.

2. tipe nyeri

10 :tipe nyeri sangat berat.

7-9 :tipe nyeri berat

4-6 :tipe nyeri sedang

1-3 :tipe nyeri ringan

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
adalah:

1. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti
nyeri merupakan negative, seperti membahayakan, merusak, dll.keadaan ini di
pengaruhi oleh berbagai factor, seperti usia, jenis kelamin,latar belakang sosialo
budaya, lingkungan, dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks
(pada fungsi efaluative kognitif). Persepsi ini di pengaruhi oleh factor yang dapat
memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya denganintensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat mempengaruhi
peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan
atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dsb. Sedangkan faktir
yang menurun toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri
yang tidak kunjung hilang, sakit, dll.
4. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons sesorang terhadap nyeri, seperti
ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk
respons nyeri yang dapat di npengaruhi oleh beberapa factor, seperti arti nyeri,
pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan fisik dan mental,
rasa takut, ceamas, usia, dll.

BAB 11
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang factual (terkini), terlengkap dan akurat akan memudahkan perawat
didalam penetapan data dasar, menegakan diagnose keperawatan yang tepat,
merencanakan tetapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dan
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan.
Tindakan perawat yang perlu yang dilakukan dalam pengkajian pasien selama
nyeri akut adalah:
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul)
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
3. Mengkaji tingkatan keparahan dan kualitas nyeri

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien
dalamkeadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha
untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji
kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan dengan pasien dengan nyeri kronis
pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi
perilaku, efektif, kognitif, (NIH,1986;McGuire,1992).

Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut,


diantaranya:

1. Penentuan ada tidaknya nyeri


Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cedera atau luka.
a. Karakteristik nyeri (metode P,Q,R,S,T).
1) Factor pencetus (P:Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q:Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang di ungkapkan
oleh klien. Missal kalimat-kalimat:tajam,tumpul,berdenyut,
berpindah-pindahb, seperti tertidih, perih, dan tertusuk.
3) Lokasi (R:Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menujukan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien.
4) Keparahan (S:Servere)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat.

Skala numerik (numerical rating scale, NRS) digunakan sebagai


pengganti alat pendek wibsikata. Dalam hal ini pasien menilai nyeri
dengan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak
merasakan nyeri, angka 10 mengidikasikan nyeri paling berat yang
dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan sesudah intervensi tarapeutik.

Skala analog visual (visual analog scale, VAS) merupakan suatu garis
lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala analog
visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka.

Skala deskriptif verbal (verbal descriptor scale, VDS) merupakan


salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif.
Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat
pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis.
Kalimat pendeskripsi ini dirangking dari tidak ada nyeri sampai nyeri
yang paling hebat. Perawat menunjukan skala tersebut pada klien dan
meminta untuk menunjukan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan


alat yang dinamakan oucher, yang terdiri dari dua skala yang terpisah
dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang
berusia lebih besar dan skala fotografik .

5) Durasi (T: Time)


Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,
dan angkaian nyeri.

b. Faktor yang memperberat /memperingan nyeri


Perawat perlu mengkaji factor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien,
misalnya peningkatan aktivitas perubahan suhu, stres, dll.
1. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, system saraf otonom menjadi menjadi terstimulasi sebagai
bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpati pada system saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus
menerus berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal: infart,
miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka system
saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri:
a) Stimulasi simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial).
 Dilatasi saluran brongkhial dan peningkatan restirasi rate
 Peningkatan heart rate
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan PB
 Peningkatan nilai gula darah
 Diaphoresis
 Peningkatan kekuatan otot
 Dilatasi pupil
 Penurunan motilitas GI.
b) Stimulus para simpatik ( nyeri berat dan dalam)
 Muka pucat
 Otot mengeras
 Penurunan HR dan BP
 Nafas cepat dan irregular
 Nausea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan.
2. Respon perilaku
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukan oleh pasien antara
lain : merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang
bagian nyeri yang sakit,mengeretakkan gigi, menunjukan ekspresi wajah
meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis mengerang,
mengaduh, menjerit,meraung.
3. Respon Afektif
Respon ini di perhatikan oleh seorang perawat didaloam melakukan
pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri
4. Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kempuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-
kegiatan sehari-hari, sengga perawat juag mengetahui sejauh mana dia
dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan
yang di kaji: perubahan pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta
perubahan pola interaksi pada orang lain.
5. Persepsi klien tentang nyeri
proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lungkungan.
6. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk
menurunkan nyeri yang ia alami.

B. DIAGNOSIS
Keberradaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakan diagnose keperawan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan
analisa pengkajian yang dilakuakan cermat dan akurat.

C. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk
memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa aman
3. Klieen mampu mempertahan kan fungsi fisik dan psikologis yang di miliki
4. Klien mampu menjelaskan factor-faktor penyebab nyeri
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat
di rumah
D. IMPLEMENTASI
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan farmakologis
Merekomondasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan pengunaan
obat-obatan analgesic dan obat-obatan adjuval yang efektif untuk mengontrol nyeri
klien
2. Tindaka Non Infasif
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi
farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
a) Membangun hubungan tarapeutik rawat-klien
b) Bimbingan antisipasi
c) Relaksasi
d) Imajinasi terbimbing
e) Distraksi
f) Akupunkur
g) Biofeedback
h) Stimulasi kutaneus
i) Akupresur
j) Psikoterapi
3. Tindakan Invasif
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dari upaya pembebasaan
nyeri, seperti tindakan perilaku kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan
ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non infasif tidak dapat membebaskan
nyeri. Klien perlu diberikan pengetahuan tentang implikasi setelah tindakan
pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:
a) Cordotomy
b) Neurectomy
c) Sympatectomy
d) Rhizotomy

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantranya: klien melaporkan adanya
penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang di miliki,
mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan.


Vol:2. Jakarta. EGC
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai