Anda di halaman 1dari 12

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan sebagai rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis untuk pembuatan
panduan ini dengan judul : “PANDUAN ASSESMEN NYERI”.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW,
yang telah mengajar dan membimbing umatnya dari segala bentuk kejahilan dan
kebodohan menuju umat yang berbudi luhur dan bermoral serta menjadikan umatnya
agar senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT.
Meskipun panduan ini sudah dibuat semaksimal mungkin, namun dalam
pelaksanaannya, Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga Allah SWT, selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Amien.

Kuala Tungkal , Juli 2022

Tim penulis
ii

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.............................................................................................i

DAFTARISI..........................................................................................................ii

BAB I ASESMEN NYERI....................................................................................1

A. Definisi Nyeri...................................................................................................1

B. Fisiologi Nyeri..................................................................................................1

C. Klarifikasi Nyeri................................................................................................2

D. Stimulasi Nyeri................................................................................................ 2

E. Teori Nyeri.......................................................................................................3

F. Tingkatan Nyeri...............................................................................................4

G. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri..................................................................4

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................3

BAB III TATA LAKSANA....................................................................................6

A. Pengkajian.....................................................................................................6

B. Diagnosis.......................................................................................................8

C. Intervensi.......................................................................................................8

D. Implementasi................................................................................................. 8

E. Evaluasi.........................................................................................................9

Daftar Pustaka
1

BAB I

ASESMEN NYERI

A. DEFINISI NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit,
dolor (Latin) atau pain (Inggris) adalah kata-kata yang artinya bernada negatif,
menimbulkan perasaan dan reaksi yang kurang menyenangkan. Walaupun
demikian, kita semua menyadari bahwa rasa sakit kerap sekali berguna antara
lain sebagai tanda bahwa ada perubahan yang kurang baik di dalam diri manusia.

B. FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulasi kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nociceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nociceptor) ada yang bermyelin dan ada juga yang tidak bermyalin
dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan
pada daerah visceral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri yang
timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nociceptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu reseptor A delta dan serabut
C.
1. Reseptor A delta
a. Merupakan serabut bermyelin
b. Mengirimkan pesan secara cepat
c. Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
d. Reseptor berupa ujung-ujung syaraf bebas di kulit dan struktur dalam
seperti otot tendon, dll
e. Biasanya sering ada pada injuri akut
f. Diameternya besar
2

2. Serabut C
a. Tidak bermyelin
b. Diameternya sangat kecil
c. Lambat dalam menghantarkan impuls
d. Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
e. Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat dan
tekanan halus
f. Reseptor terletak distruktur permukaan

C. KLARIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus / superficial
Yaitu nyeri yang mengenai kulit / jaringan subkutan. Biasanya bersifat
burning (seperti terbakar). Contoh : terkena ujung pisau atau gunting.
b. Deep somatic / nyeri dalam
Yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon dan
syaraf, nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus. Contoh : sprain
sendi.
c. Visceral (pada organ dalam)
Stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium dan thorax.
Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan nyeri.
2. Berdasarkan penyebab
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulasi fisik. Contoh : fraktur femur.
b. Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas / susah diidentifikasi, bersumber
dari emosi / psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh : orang yang
marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama / durasinya
a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan
tegangan otot.
b. Nyeri kronis
3

Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya


berlangsung dalam waktu cukup lama, yakni lebih dari 6 bulan. Yang
termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, syndrome
nyeri kronis dan nyeri psikosomatis.

D. STIMULASI NYERI
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulasi nyeri, diantaranya:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeeri.
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

E. TEORI NYERI
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya :
1. Teori pemisahan (specificity theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur
dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris
tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang
merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri,
persepsi dipengaruhi oleh modalitas dari reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja syaraf besar dan kecil yang
keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat
4

syaraf besar akan meningkatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga


aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut
terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks
serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis
melalui serat eferent dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.
Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas subtansia
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas
sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
4. Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls syaraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neuro transmiter yang
spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls
pada serabut-serabut besar yang memblok impuls pada serabut lamban dan
endogen opiate system supresif.

F. TINGKATAN NYERI
1. Skala intensitas
10 : Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien
9,8,7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak
4 : Nyeri seperti kram atau kaku
3 : Nyeri seperti perih atau mules
2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul
1 : Nyeri seperti gatal, tersentrum atau nyut-nyutan
0 : Tidak ada nyeri
2. Tipe nyeri
10 : Type nyeri sangat berat
7-9 : Type nyeri berat
4-6 : Type nyeri sedang
1-3 : Type nyeri ringan
5

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah :
1. Arti nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbadaan dan hamper sebagian
arti nyeri merupakan negatif, seperti membahayakan dan merusak.. Keadaan
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, latar belakang
sosial budaya, lingkungan dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor
yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan insetisitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengarugi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang
kuat. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa
marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, dan sakit.
4. Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk respoons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai
budaya, harapan social, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas.
6

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan
perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa keperawatan
yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok dan memudahkan
perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut
adalah :
1. Menkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul)
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam
keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha
untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji
kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri
kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian
pada dimensi perilaku, afektif, kognitif.
Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut,
diantaranya:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat
tidak menentukan adanya cedera atau luka.
a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)
1) Factor Pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien. Misal kalimat-kalimat : tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-
pindah, ssperti tertindih, perih dan tertusuk.
7

3) Lokasi (R : Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman
oleh klien.
4) Keparahan (S : Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat.
5) Durasi (T : Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi
dan rangkaian nyeri.
b. Faktor yang memperberat / memperingan nyeri
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri
pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stress dan lain-
lain.
1. Respon Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, system syaraf otonom menjadi terstimulasi sebagai
bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system
syaraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri
berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ
visceral (misal : infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau
batu ginjal) maka system syaraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu :
a) Stimulasi Simpatik (nyeri ringan, moderate dan superficial)
- Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respirasi rate
- Peningkatan heart rate
- Vasokonstriksi perifer, peningkatan broncopneumonia
- Peningkatan nilai gula darah
- Diaphoresis
- Peningkatan kekuatan otot
- Dilatasi pupil
- Penurunan motilitas GI
8

b) Stimulasi Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)


- Muka pucat
- Otot mengeras
- Penurunan HR dan BP
- Nafas cepat dan irregular
- Nausea dan vomitus
- Kelelahan dan keletihan
2. Respon Prilaku
Respon prilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien
antara lain merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit,
menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan
ekpresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekpresi verbal menangis,
mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
3. Respon Afektif
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan
pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.
4. Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-
kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana
dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-
perubahan yang dikaji perubahan pola tidur, pengaruh nyeri pada
aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.
5. Persepsi Klien Tentang Nyeri
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan
proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
6. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk
menurunkan nyeri yang ia alami.

B. Diagnosis
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila
data dan analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.
9

C. Intervensi
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri saat dirumah

D. Implementasi
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengkombinasikan
penggunaan obat-obatan analgesic dan obat-obatan adjuvant yang efektif
untuk mengontrol nyeri klien.
2. Tindakan Non Invasif
Tindakan pengontrolan nyeri non invasif digunakan untuk mendukung terapi
farmakologis yang sudah diberikan.
Jenis tindakan non invasif antara lain:
a. Membangun hubungan terapeutik rawat klien
b. Bimbingan antisipasi
c. Relaksasi
d. Imajinasi terbimbing
e. Distraksi
f. Akupunkur
g. Biofeedback
h. Stimulasi kutaneus
i. Akupresur
j. Psikoterapi
3. Tindakan Invasif/Pembedahan
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya
membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik mauupun terapi
10

farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non


invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahuan
tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri.
Beberapa kasus pembedahan antara lain:
a. Cordotomy
b. Neurectomy
c. Sympatectomy
d. Rhizotomy

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya klien
melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik
dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri.

Daftar Pustaka

Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry. 2006. Fundamental


Keperawatan. Vol:2. Jakarta: EGC.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai