Disusun oleh :
Ziana Fhatoni
163STYC21
Mengetahui
Segala puji bagi Allah telah mengajarkan manusia dengan prantara al-qalam, tentang apa
yang tidak diketahuinya .shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada sang maha guru
sejati nabiullah Muhammad SAW, atas jasa beliaulah sehingga alam jagat ini bias
tercerahkan.Semoga sholawat serta salam juga tecurahkan kepada keluarganya, parasahabat,
dan seluruh manusia yang masih konsekuen mengikuti petunjuk dan ajarannya.
Laporan Pendahuluan di tulis untuk membantu menjelaskan tentang “Nyeri”. Sajian dalam
Laporan Pendahuluan ini merupakan hasil leteratur yang dilakukan secara mendalam dalam
rangka menambah khasanah dan refrensi dalam bidang kesehatan.
2. Sifat Nyeri
a. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
b. Nyeri bersifat subyektif dan individual
c. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
d. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
e. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
f. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
g. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
h. Nyeri mengawali ketidak mampuan
i. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
3. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan
sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh,
terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah
ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
Reseptor A delta : merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan.
Serabut C : merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ
viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif
terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Proses Terjadinya Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan
jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan
melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu
dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut
dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah
mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan
yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas
atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang
dijalarkan ke sistem saraf pusat.
Tahapan Fisiologi Nyeri
1. Tahap Trasduksi
Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan mediator
kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yg
mensensitisasi nosiseptor
Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C)
ke medula spinalis
Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi nyeri
Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di
persepsikan
3. Tahap Persepsi
Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi
kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
Disebut juga tahap desenden
Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke medula
spinalis
Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan
norepinefrin) yg akan menghambat impuls asenden yg membahayakan di bag
dorsal medula spinalis
4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh: terkena ujung pisau atau
gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh
Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous.
(contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan
jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh: orang yang
marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera
telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar
terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara
potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya
kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai
nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan
tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut
dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
d. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya
(contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal
dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker
maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (contoh:
bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri
medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi
organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses penyembuhan dari cedera.
Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau akibat dari
abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a
disease).
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri:
a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Pada
umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya
yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga
akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan
sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau
lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe
nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada
rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada
neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral
(seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnomalitas perifer
dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf
terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki
gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa
bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui
mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal
atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif,
artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau
memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan nyeri fungsional merupakan
nyeri maladaptif, artinya proses patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga
impuls nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya
kronis atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum
memberikan hasil yang memuaskan ().
5. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah
stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis
stimulus nyeri, di antaranya:
a. Motorik disebabkan karena
Gangguan dalam jaringan tubuh
Tumor, spasme otot
Sumbatan dalam saluran tubuh
Trauma dalam jaringan tubuh
b. Thermal (suhu)
Panas dingin yang ekstrim
c. Kimia
Spasme otot dan iskemia jaringan
6. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan
serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat
nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.
Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada
tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu.
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch
modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan
pola untuk rasa sentuhan.
c. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang
lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut
delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak,
terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf
desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat
oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian
ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang
(gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah
sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan
menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika
pintu gerbang tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri
pasien
Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat
pembentukan substansi P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian,
inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar
yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem
supresif.
d. Menurut waktunya
Nyeri Kronis
Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih
Reaksinya menyebar
Respon parasimpatis
Penampilan Depresi dan menarik diri
Pola serangan tidak jelas.
Nyeri akut
Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
Terelokasi
Respon system saraf parasimpati
Penampilan: Gelisah , cemas
Pola serangan jelas
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1) Usia
2) Lingkungan
3) Keadaan fisik
4) Pengalaman masa lalu
5) Mekanisme penysuaian diri
6) Nilai-nilai budaya
7) Penilaian tingkat nyeri
8) Skala nilai menurut Mc. Gill
1 = tidak Nyeri
2 = Nyeri ringan
3 = Tidak menyenangkan
4 = Nyeri menekan
5 = Sangat Nyeri
6 = Nyeri yang menyiksa
9) Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)
o Skema tubuh (body outline)
o Skala numeric ( 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 )
1. Trauma
Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
Trauma thermis : panas dan dingin
Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
2. Neoplasama
Neoplasama jinak
Neoplasma ganas
3. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
4. Gangguan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
Teori keperawatan yang membahas tentang kebutuhan dasar manusia yaitu teori
keperawatan Virginia Henderson. Virginia Henderson mengidentifikasi 14 kebutuhan
dasar manusia (klien), antara lain:
8. Etiologi (patofisiologi)
Penggolongan nyeri yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu
dimensi yaitu berdasarkan patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan
durasinya (nyeri akut vs kronik).
1) Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli
noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri
viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri somatik, bila
berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara umum ada
hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan nyerinya
mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari bagaimana stimuli
diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya perbedaan karakteristik.
Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan
lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik dalam digambarkan sebagai
sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral digambarkan sebagai sensasi
cramping dalam yang sering disertai nyeri alih (nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau
disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah trauma, radang,
penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi (herpes zooster), tumor, toksin,
dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber atau letak
terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi
peripheral mononeuropathy dan polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically
maintained pain, dan central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau
tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila terjadi perubahan
patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri hilang. Sensitisasi berperan
dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral akan berhenti bila tidak ada
sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat membuat perubahan di SSP yang
menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada nyeri neuropatik memberikan gejala
hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan digambarkan dalam
banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik,
pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada
terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas listrik ektopik
secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur, adanya proses disinhibisi
sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral yang normal menghilang, serta
terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi
yang lebih luas dari yang normal.
2) Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang
kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan
dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau organ
visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera jaringan.
Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan respon
autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari dapat
berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang
mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai.
Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang mengganggu tidur
dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif, serta menurunkan
kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-macam dan
dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus dapat timbul
secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri
nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen akut
dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda dalam
secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I,
dkk,2010)
Agar implementasi perencaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-
tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawtan telah
dilaksanakan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedian perawatan lainnya.kemudian dengan
menggunakan data dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya.
6. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
H.Alimul, A. Aziz. 2011. Pengantar Konsep Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Salemba Medika, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2009
Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat
Tamsuri A. 2010. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.