Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“HEBRAL ANTI ANXIETAS”

DISUSUN OLEH :

1. ANGGI RAMADHANI
2. KAROLINE ELIZABETH SANOY
3. ELIAS YOWENI

POLTEKES KEMENKES SORONG

PRODI DIII KEPERAWATAN MANOKWARI

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-NyA
kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang penyakit campak.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Manokwari , 10 Febuari 2021

2
DAFTAR ISI

COVER ………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….2
BAB 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………4
RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………….6
TUJUAN PENELITIAN……………………………………………………………6
MANFAAT PENILITIAN………………………………………………………….6
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI KECEMASAN………………………………………………………….7
JENIS-JENIS KECEMASAN…………………………………………………….10
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN……………………………………………………………………..11
SARAN………………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kecemasan merupakan suatu gejala yang normal pada manusia. Namun akan disebut patologis jika
gejalanya menetap dan mengganggu ketentraman individu. Kecemasan dapat terjadi akibat respon
dari keadaan stress atau konflik. Respon tersebut berupa kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan, dan
rasa tidak tentram akibat dari ancaman bahaya dari dalam maupun luar individu tersebut.

Diperkirakan kecemasan terjadi sekitar 20% dari populasi dunia. Penelitian sebelumnya
menyimpulkan tingkat prevalensi seumur hidup untuk gangguan kecemasan (generalized anxiety
disorder) sebesar 4,1-6,6% dan ratio perempuan dan laki – laki untuk gangguan kecemasan seumur
hidup adalah 3:2. Di Indonesia prevalensi terjadinya kecemasan diperkirakan berkisar antara 9-12%
dari populasi umum dan 47,7% remaja sering merasa cemas.

Masa remaja lazimnya dianggap sebagai perubahan seksual pada anak menjadi matang dan
berakhir saat mencapai usia matang secara hukum. Namun sebenarnya masa remaja mempunyai
arti yang lebih luas, menurut Piaget yang dikutip Hurlock (2003) masa remaja yakni usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang – orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang –
kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek
efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang
khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam berhubungan

4
sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini. Masa remaja adalah periode yang penting, oleh karena perubahan fisik dan
mental yang cepat diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai, dan minat baru.

Masa remaja disebut sebagai periode penting karena termasuk periode perubahan. Perubahan yang
dimaksud hampir bersifat universal yaitu perubahan mencakup meningginya emosi. Intensitas
perubahan emosi tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Selain itu
kebanyakan remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Ambivalen yang dimaksud
adalah mereka sering kali menuntut ‘kebebasan’ tapi mereka takut untuk bertanggung jawab akan
akibat yang akan ditimbulkan dan masih ragu dalam kemampuan mereka untuk mengatasi
tanggung jawab tersebut.
Keadaan emosi pada masa remaja menurut Gesell dan kawan – kawan (dalam Hurlock,2003) pada
anak empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung
‘meledak’, tidak berusaha untuk mengendalikan dirinya. Namun berbeda halnya dengan anak
berusia enam belas tahun. Mereka ‘tidak punya keprihatinan’. Jadi adanya badai dan tekanan dalam
periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. Memang tidak semua remaja
mengalami masa badai dan tekanan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar remaja
mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri
pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.
Penyesuaian diri dari masa kanak – kanak ke awal masa remaja sangat penting bagi anak laki – laki
maupun perempuan. Mereka mendambakan identitas diri dan tidak lagi ingin sama dengan teman –
teman sebayanya. Ini semua akan menimbulkan apa yang disebut ‘krisis identitas’ seperti yang
dijelaskan oleh Erickson (dalam Hurlock , 2003) identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat.
Krisis identitas seperti yang telah disebutkan diatas membuat masa remaja sering disebut sebagai
masa yang paling banyak membutuhkan sorotan dan perhatian terutama dari orang tua. Remaja
mulai dilanda kecemasan akibat dari perubahan – perubahan yang terjadi. Para ahli memandang
periode ini sebagai periode yang penuh dengan gejolak yaitu period of storm and stress. Arnett
menarik tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja; (1) konflik dengan
orangtua, (2) perubahan mood yang cepat, dan (3) perilaku beresiko (dalam Laugesen, 2003).
Pada kenyatannya peran teman sebaya saat ini mulai menggantikan peran orang tua yang sering
membuat ketegangan hubungan antara orang tua dan anak. Bahkan bisa menjadi pedoman remaja
dalam bertingkah laku. Namun demikian Stenberg (dalam Perkins 2000) menyatakan bahwa
pengaruh teman sebaya cenderung pada hal – hal seperti cara berpakaian, musik, dan sebagainya.
Untuk nilai – nilai fundamenal remaja masih cenderung mengikuti pedoman yang di pegang
orangtua termasuk dalam pemilihan teman sebaya, biasanya juga mereka yang memiliki nilai – nilai
sejenis.
Perubahan mood pada remaja yang terkesan sering naik turun dan cepat ini juga dapat dikaitkan
dengan kecemasan yang mungkin terbentuk. Ada dua (1) Mooddependent memory ,suatu informasi
atau realita yang menimbulkan mood tertentu, atau (2) Mood congruence effects, kecenderungan
untuk menyimpan atau mengingat informasi positif kala mood sedang baik, dan sebaliknya
informasi negatif lebih tertangkap atau diingat ketika mood sedang jelek (Byrne & Baron, 2000).

5
Selain itu periode yang paling tinggi reputasinya di kalangan remaja adalah remaja kebanyakan
cenderung berani mengambil resiko. Berani mengambil resiko yang dimaksud yaitu kenekatan yang
sering membuat remaja melakukan perilaku atau tidakan dengan hasil yang tidak pasti. Remaja
cenderung memiliki keinginan yang besar untuk melakukan berbagai hal baru. Perilaku nekat dan
hasil yang tidak selalu jelas diasumsikan Arnett (dalam Laugesen 2003) membuka peluang besar
untuk meningkatnya kecemasan pada remaja.

Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti berapakah angka kejadian kecemasan
siswa SMP Negeri Denpasar beserta faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Hasil penelitian ini
diharapkan bisa menjadi pedoman bagi para guru di SMP Negeri serta instansi lainnya yang terkait
dengan sistem pendidikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


- Berapakah angka kejadian kecemasan pada remaja yang bersekolah di SMP Negeri 1 Denpasar? -
Apa saja faktor yang mempengaruhi kecemasan pada remaja di SMP tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian kecemasan pada remaja yang
bersekolah di SMP Negeri 1 Denpasar. Selain itu juga untuk mengetahui faktor apa sajakah yang
mempengaruhi kecemasan tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 MANFAAT TEORETIS
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan gambaran berapa angka kejadian kecemasan
beserta faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan yang terjadi pada remaja yang masih duduk
di bangku Sekolah Menengah Pertama, sehingga berguna untuk penelitian – penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis


Diharapkan hasil dari penelitian ini akan berguna untuk dunia pendidikan dan pihak-pihak lain yang
berhubungan dengan remaja seperti pihak sekolah, kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua siswa
sehingga dapat mengerti kecemasan yang mungkin saja sudah terjadi dikalangan remaja dengan
cara lebih memberikan konseling pada murid-murid yang dirasa membutuhkan bantuan

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kecemasan


Kecemasan (anxiety) berasal dari Bahasa latin yaitu “angustus” yang berarti kaku, dan “ango,
anci” yang berarti mencekik. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka mengenai definisi
kecemasan itu sendiri. Kecemasan menurut Freud (dalam Alwisol, 2005) adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Menurut Post (1978) kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran
dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Sedangkan menurut Lefrancois (1980)
kecemasan juga dapat diartikan sebagai reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan ketakutan, hanya saja menurut Lefrancois pada kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya
ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi, adanya perasaan – perasaan tertekan
yang muncul dalam kesadaran. Fungsi dari kecemasan itu sendiri adalah sebagai mekanisme yang
melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak
dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. Dengan
kata lain kecemasan merupakan sinyal dalam keadaan bahaya.

Wignyosoebroto (1981) menyatakan ada perbedaan mendasar antara kecemasan dan ketakutan.
Pada kecemasan apa yang menjadi sumbernya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas, dan tepat,
sedangkan pada ketakutan penyebabnya dapat ditunjuk secara nyata. Seseorang yang merasa
khawatir karena menghadapi situasi yang tidak bisa memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa
mengharapkan sesuatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas menurut Sumadinata (2004)
akan mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dan menjadi sebuah motivasi.
Sedangkan kecemasan dan kekhawatiran yang kuat dan negatif dapat menimbulkan gangguan fisik
maupun psikis.

Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan
dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan,

7
kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan
merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang perjalanan hidup manusia, mulai
lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.

Saranson dan Spielberger (dalam Darmawanti 1998) menyatakan bahwa kecemasan merupakan
reaksi terhadap suatu pengalaman yang bagi individu dirasakan sebagai ancaman. Rasa cemas
adalah perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan tidak
dapat menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas tersebut.

2.2 DEFINISI REMAJA


Remaja berasal dari kata latin “adolensence” yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence menurut Hurlock (2003) mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Calon (dalam Monks, 1994) juga mengemukakan
masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Pasa masa ini sebenarnya tidak
mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan
dewasa atau tua.

Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun untuk wanita sedangkan 13
sampai 22 tahun untuk pria. Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat (1990) adalah
masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa
pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka
bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula
orang dewasa yang telah matang.

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja
awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi
Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-
remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun,
dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006).

2.3 Epidemiologi Gangguan Kecemasan


Walaupun para pasien yang menderita gangguan kecemasan umumnya tidak mengupayakan
penanganan psikologis, prevalensi gangguan ini cukup tinggi. Gangguan ini terjadi 5 persen dari
populasi umum (Wittchen&Hoyer, 2001). Umumnya gangguan kecemasan mulai dialami dari awal
masa remaja walaupun banyak yang menuturkan bahwa mereka mengalami kecemasan sepanjang
hidupnya (Barlow dkk, 1986). Kecemasan terjadi dua kali lebih banyak oleh perempuan
dibandingkan laki – laki dan memiliki tingkat komorbiditas yang tinggi (Brown dkk, 2001).

8
2.4 Kriteria Gangguan Kecemasan
Kriteria gangguan kecemasan (Gangguan Cemas Menyeluruh) menurut PPDGJ –III :
• Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari
untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja.
• Gejala – gejala tersebut biasanya mencangkup unsur – unsur berikut:
a. Kecemasan ( khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit konsentrasi,dsb)
b. Ketegangan motorik ( gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai)
c. Overaktivitas otonomik ( kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar – debar, sesak
nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
• Pada anak – anak terlihat ada kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta
keluhan – keluhan somatik berulang yang menonjol.
• Ada gejala – gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari) khususnya depresi, tidak
membatalkan diagnosis utama, tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-),
gangguan anxietas fobik (F40.-). Gangguan anxietas panic (F41.0) atau gangguan obsesif-kompulsif
(F42.-)

2.5. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan


Ada berbagai macam faktor yang dapat menunjukkan reaksi kecemasan misalnya menurut Savitri
Ramaiah (2003) beberapa faktor itu diantaranya sebagai berikut:

2.5.1 Lingkungan
Pengalaman yang tidak menyenangkan dengan keluarga dan sahabat membuat lingkungan sekitar
tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir seseorang dan dapat membuat individu itu merasa tidak
aman dengan lingkungannya.
Menurut Musfir Az-Zahrani (2005) lingkungan yang dapat mempengaruhi kecemasan pada individu
adalah:
a. Lingkungan keluarga
Keadaan rumah dapat mempengaruhi kecemasan pada anak misalnya kondisi rumah yang
selalu diliputi dengan pertengkaran dan kesalahpahaman serta kurangnya perhatian dari orang
tua dapat membuat anak merasa cemas berada di dalam rumah.
b. Lingkungan sosiaL
lingkungan sosial termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan. Misalnya dalam
suatu lingkungan ada pengaruh yang buruk sehingga membuat individu itu berperilaku buruk.
Individu tersebut kemudian menimbulkan berbagai penilaian buruk dimata masyarakat sekitar,
maka akan timbul kecemasan pada individu itu.

2.5.2 Faktor Emosi yang Ditekan

9
Kecemasan yang terjadi jika seseorang tidak dapat menemukan jalan keluar untuk
perasaannya sendiri, apalagi jika menahan amarah dan rasa frustasi dalam jangka waktu yang
cukup lama.

2.5.3 Faktor Perubahan Fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan
sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi - kondisi ini, perubahan - perubahan
perasaan lazim muncul dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

2.6 Jenis – Jenis Kecemasan

Mustamir Pedak (2009) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu:

2.6.1 Kecemasan Rasional

Merupakan kecemasan akibat suatu objek yang bersifat mengancam, misalnya saat menunggu
hasil ujian. Kecemasan itu dianggap normal karena merupakan salah satu unsur pertahanan
dasar kita

2.6.2 Kecemasan Irasional

Merupakan kecemasan akibat suatu keadaan spesifik yang biasanya tidak dianggap
mengancam. 2.6.3 Kecemasan Fundamental Kecemasan fundamental merupakan pertanyaan
tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut.
Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental
bagi kehidupan manusia.

10
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
1. Kecemasan adalah hal yang wajar dialami oleh setip manusia, baik tua, muda laki-laki dan
perempuan
2. Kecemasan yang berlebih dapat menimbulkan gangguan fisik seperti rasa sulit tidur dan
mudah panik.
3. Selain menimbulkan gangguan fisik, kecemasan dapat menyebabkan gangguan psikis yang
salah satunya adalah dispepsia.
4. Dispepsia adalah keluhan rasa tidak enak pada saluran cerna bagian atas, disertai dengan
gejala lainnya seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, bersendawa, nafsu
makan menurun, mual, muntah, dan dada terasa panas. Hal ini disebabkan karena rasa cemas
yang berlebih.

3.2 SARAN
1. Kenali pemicu kecemasan dan rasa takut dengan cara menenangkan diri secara fisik dan
mental.
2. Bangun kepecayaan diri dan lawan rasa takut yang menghampiri.
3. Berpikir positif agar terhindar dari perasaan cemas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. 2006. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Remaja
Penyandang Cacat Fisik. Semarang. Jurnal Psikologi. No.1. 47-48. Adi, A.W. 2005. Hubungan
Antara Keteraturan Menjalankan Sholat dengan Kecemasan pada Para Siswa kelas III SMA
Muhammadiyah Magelang, Jurnal Penelitian Psikologi Fakultas Psikologi UGM. Atamimi, N.
2009. Post Power Syndrome. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah
Mada Atkinson, R. L dan Atkonson, Richard, R. 2001. Pengantar Psikologi I. Edisi Kedua. Jakarta.
Batam: Interaksara.

12

Anda mungkin juga menyukai