Anda di halaman 1dari 50

ANATOMI DAN FISIOLOGI

SISTIM PERSARAFAN

NS. SATRIANI, M.,Kep.,Sp.Kep. MB


SUSUNAN SARAF
SS PUSAT PERIFER

1. OTAK 1. SS SOMATIK
- Cerebrum (Mengatur aktifitas sadar)

- Cerebelum
- Mesensefalon 2. SS OTONOM
- PONS (Mempersyarafi alat2 dlm mengatur aktifitas tak

- Medula Oblongata sadar)

2. MEDULA SPINALIS
KRANIUM
TOPOGRAFI OTAK
Tiga rongga potensial di meningen memiliki arti klinis:
1. Rongga epidural – a meningea media di rongga ini dan memperdarahi durameter
2. Ruang subarachnoid – arteri/vena besar otak melalui ruang ini & memberi cabang penetrans kedlm otak
3. Rongga subdural – vena jembatan melalui rongga ini menuju sinus dura
Serebrum
NEURON DAN SINAPS
Struktur Sel Saraf
a. Badan Sel (Soma)
b. Dendri
c. AksonFungsi Sel Sarafa. Penghantar Sinyal Listrikb. Integrasi Informasic.
Pengendalian Gerakan

Penyimpanan dan Pemrosesan InformasiJenis-Jenis Sel Saraf


a. Neuron Sensorik
b. Neuron Motorik
c. Neuron Penghubung (Interneuron)
SEL SARAF / NEURON
adalah unit struktural dan fungsional dasar dari sistem saraf.
Mereka merupakan sel khusus yang memiliki kemampuan untuk
menerima dan mentransmisikan informasi menggunakan sinyal listrik
dan kimia ke berbagai bagian tubuh. Setiap neuron terdiri dari
beberapa komponen penting yang berperan dalam pengolahan dan
transmisi informasi.

Sel saraf bertanggung jawab untuk mentransmisikan sinyal-sinyal


listrik yang memungkinkan kita untuk merasakan, berpikir, bergerak,
dan melakukan berbagai aktivitas. Tanpa adanya sel saraf, fungsi sistem
saraf akan terganggu. Berdasarkan sebuah artikel dari Scitable by
Nature Education menjelaskan bahwa dalam otak manusia terdapat 86
miliar neuron dan masih akan berkembang seiring bertambahnya usia.
Struktur Sel Saraf Secara garis besar
sel saraf terdiri dari 3 bagian yang membentuk struktur saraf. Adapun penjelasan
bagian-bagian sel saraf adalah sebagai berikut:
A. Badan Sel (Soma)
Juga dikenal sebagai soma adalah bagian utama dari sel saraf. Soma adalah bagian yang mengandung inti
sel (nukleus) dan berbagai organ sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, dan ribosom. Badan sel
berfungsi dalam sintesis protein dan pemrosesan molekul. Selain itu, fungsi penting lainnya dari badan
sel adalah untuk memproduksi neurotransmitter, yaitu zat kimia yang memungkinkan neuron untuk
berkomunikasi satu sama lain.
B. Dendrit
Adalah serabut pendek dan bercabang yang menyebar dari soma. Fungsi dendrit dalam sel saraf adalah
sebagai penerima sinyal dan informasi dari neuron lain atau sumber-sumber eksternal seperti sel
sensorik dan menyalurkan informasi tersebut ke badan sel. Dendrit memiliki banyak tonjolan pendek
dan bercabang yang disebut dengan dendritic spines yang dapat memperluas permukaan dendrit untuk
menerima sinyal dan informasi dari neuron sekitarnya.
C. Akson
Adalah serat panjang yang keluar dari badan sel dan bertindak sebagai jalur penghantar sinyal listrik ke
sel saraf lainnya. Biasanya, terdapat satu akson per neuron dan panjangnya dapat bervariasi dari
beberapa mikrometer hingga satu meter. Fungsi akson dalam sel saraf adalah mengirimkan impuls listrik
dari badan sel menuju ujungnya yang disebut sebagai terminal akson. Dari sinilah sinyal tersebut
Fungsi Sel Saraf Sel saraf
adalah sel yang memiliki fungsi kompleks pada tubuh manusia. Adapun fungsi sel saraf yang
perlu diketahui adalah sebagai berikut:
a. Penghantar Sinyal Listrik Sel saraf memiliki kemampuan khusus untuk mentransmisikan
sinyal listrik dalam bentuk impuls saraf melalui akson. Impuls ini dikirim melalui akson,
serat panjang yang berfungsi sebagai jalur penghantar sinyal. Dengan kemampuan ini, sel
saraf memungkinkan repons cepat pada tubuh.
b. Integrasi Informasi Sel saraf juga berfungsi untuk mengintegrasikan informasi yang
diterima dari berbagai sumber. Mereka menerima sinyal-sinyal dari dendrit, kemudian
mengolah informasi ini dan menghasilkan respons yang semestinya.
c. Pengendalian Gerakan Fungsi sel saraf selanjutnya adalah untuk mengendalikan gerakan
tubuh. Neuron motorik bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal dari otak atau
sumsum tulang belakang ke otot-otot, memicu kontraksi dan relaksasi otot-otot tersebut
yang diperlukan untuk melakukan suatu gerakan.
d. Penyimpanan dan Pemrosesan Informasi Sel saraf juga berperan dalam penyimpanan
dan pemrosesan informasi di otak. Dalam sistem saraf otak yang kompleks, sel saraf
membentuk sirkuit dan jaringan yang mengolah dan menyimpan informasi. Hal ini
memungkinkan manusia untuk mengingat, mempelajari hal baru, dan memproses
informasi.
JENIS SEL SARAF
• Sel saraf dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsi dan peran mereka dalam
sistem saraf. Untuk lebih jelasnya, penjelasan jenis-jenis sel saraf adalah sebagai berikut.
a. Neuron Sensorik
Neuron sensorik, juga dikenal sebagai sel saraf aferen, bertanggung jawab untuk menerima rangsangan
sensorik dari lingkungan eksternal atau organ-organ tubuh. Mereka mengubah rangsangan ini menjadi
sinyal listrik yang kemudian dikirim ke otak atau sumsum tulang belakang untuk diproses lebih
lanjut. Neuron sensorik memungkinkan manusia untuk merasakan rangsangan seperti suhu, sentuhan
fisik, suara, dan cahaya.
b. Neuron Motorik
Neuron motorik atau sel saraf eferen adalah sel saraf yang berperan dalam mengirimkan sinyal dari
otak atau sumsum tulang belakang menuju efektor (otot-otot dan kelenjar-kelenjar) di seluruh tubuh.
Sel saraf ini juga berperan dalam mengoordinasikan gerakan dan respons motorik tubuh. Neuron
motorik memicu kontraksi otot yang diperlukan untuk bergerak, melakukan aktivitas fisik, dan
merespons rangsangan yang diterima.
c. Neuron Penghubung (Interneuron)
Atau neuron konektor berada di antara neuron sensorik dan neuron motorik. Mereka bertindak
sebagai penghubung atau penyambung antara dua neuron tersebut dalam jaringan saraf sehingga
memungkinkan koordinasi yang tepat antara neuron sensorik dan motorik. Demikian pembahasan
seputar sel saraf mulai dari pengertian, struktur, jenis, dan fungsinya. Mengetahui informasi ini dapat
membantu memahami apa saja yang terjadi dalam otak manusia.
Pemeriksaan Motorik
A. Kekuatan otot
0 = # ada kontraksi C. Gerakan involunter

1 = terdapat sedikit kontraksi


2 = gerakan # dapat melawan gravitasi D. Refleks Patologis

3 = dapat melawan gravitasi - Positive


4 = gravitasi + tahanan ringan - Negattive
5 = tidak ada kelumpuhan (otot normal)

B. Trofi otot E. Tonus otot


- Normo trofi - Hipotonus - -
Atrofi/hipotrofi - Normotonus
- Hypertropi -
Hipertonus
F.Reflex Fisiologi
- Normal
Sistim Sensorik
• Exteroseptif : sensasi superfisial : raba, suhu, nyeri
• Proprioseptif : sensasi dalam : rasa gerak (kinetik), rasa sikap
(statugnesia) dari otot dan persendian,
rasa getar (pallesthesia), rasa tekan dalam,
rasa nyeri dalam otot
• Interoseptif : sensasi visual→ serabut otonom aferen (rasa lapar,
mual dan nyeri viscera)
• Sensasi khusus : menghidu, melihat, mendengar, mengecap dan
keseimbangan
Sistim Motorik
12 SYARAF CRANIAL & FUNGSINYA
• 1. Saraf Olfaktori
• 2. Saraf Optik
• 3. Saraf Okulomotor
• 4. Saraf Troklear
• 5. Saraf Trigeminal
• 6. Saraf Abdusen
• 7. Saraf Fasialis
• 8. Saraf Vestibulokoklear
• 9. Saraf Glosofaringeal
• 10. Saraf Vagus
• 11. Saraf Aksesorius
• 12. Saraf Hipoglosus
• 1. Saraf Olfaktori (Saraf Kranial I)
Saraf olfaktori merupakan saraf kranial dengan fungsi sensorik yang berperan dalam
indra penciuman seperti membantu mendeteksi aroma, wangi, atau bau yang
terhirup oleh hidung. Saraf olfaktori juga menjadi salah satu dari dua saraf kranial
yang berasal dari otak besar (cerebrum).
• 2. Saraf Optik (Saraf Kranial II)
Nervus kranial optik berperan sebagai pengantar informasi visual dari retina ke otak.
Retina akan mengirimkan sinyal elektrik menuju otak melalui saraf optik ini,
kemudian sinyal diterjemahkan menjadi informasi visual di otak sehingga kita dapat
memahami apa yang sedang dilihat.
• 3. Saraf Okulomotor (Saraf Kranial III)
Jenis saraf yang satu ini juga berhubungan dengan mata. Akan tetapi, saraf
okulomotor berhubungan dengan fungsi motorik yang mengendalikan gerakan bola
mata, berkedip, mengontrol respons pupil, dan memfokuskan penglihatan pada
suatu objek. Saraf ini berasal dari otak tengah bagian depan yang lalu bergerak ke
rongga mata.
Lanjutan

• 4. Saraf Troklear (Saraf Kranial IV)


Masih berkaitan dengan mata, fungsi saraf troklear sebagai salah satu bagian
dari saraf kranial adalah untuk mengontrol otot mata oblikus superior yang
bertugas menggerakkan mata ke bawah, samping, dan atas. Apabila fungsi saraf
ini terganggu, maka kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya penglihatan ganda
atau strabismus (mata juling).
• 5. Saraf Trigeminal (Saraf Kranial V)
Saraf trigeminal mempunyai fungsi motorik maupun sensorik. Fungsi sensorik
saraf trigeminal adalah untuk merasakan sensasi pada wajah, kulit, dan leher
atas. Timbulnya rasa nyeri, dingin, atau panas merupakan respon dari saraf
trigeminal.
Sementara itu, fungsi motoriknya berperan dalam mengontrol gerakan otot di
telinga, mulut, dan juga rahang. Gangguan pada saraf ini akan menyebabkan
seseorang jadi sulit mengunyah
• 6. Saraf Abdusen (Saraf Kranial VI)
Saraf abdusen berfungsi untuk mengendalikan otot mata rektus lateral yang
memiliki peran sebagai penggerak mata ke arah luar, misalnya melihat ke arah
telinga. Saraf ini berasal dari pons (salah satu bagian dari batang otak), lalu
Lanjutan
• 7. Saraf Fasialis (Saraf Kranial VII)
Jenis saraf kranial ini berhubungan dengan wajah. Saraf fasialis bertugas untuk
mengontrol otot wajah, sehingga dapat muncul ekspresi tertentu pada wajah,
seperti tersenyum atau cemberut. Di samping itu, saraf ini juga membantu
mengeluarkan air mata serta mengenali sensasi rasa di lidah.
• 8. Saraf Vestibulokoklear (Saraf Kranial VIII)
Saraf vestibulokoklear terlibat dalam membantu menjaga keseimbangan tubuh
dan fungsi indra pendengaran. Apabila terdapat gangguan pada saraf ini, maka
beberapa kondisi yang mungkin terjadi adalah vertigo, tuli, tinnitus, dan
penyakit Meniere.
• 9. Saraf Glosofaringeal (Saraf Kranial IX)
Fungsi saraf glosofaringeal sebagai bagian dari saraf kranial adalah membuat
seseorang mampu menelan dan mengecap. Saraf ini membawa informasi
sensorik dari telinga luar, rongga telinga tengah, bagian belakang lidah, serta
bagian belakang tenggorokan. Sementara itu, fungsi motoriknya adalah untuk
menyampaikan informasi dari dua kelenjar ludah serta gerakan otot pada
bagian belakang tenggorokan.
Lanjutan

• 10. Saraf Vagus (Saraf Kranial X)


Bagian terpanjang dari saraf kranial adalah saraf vagus. Saraf ini merupakan saraf
parasimpatik yang berada di sepanjang otak hingga lidah, tenggorokan, jantung,
paru-paru dan sistem pencernaan. Saraf vagus terdiri dari beberapa cabang, yakni
sensorik, motorik, dan otonom. Fungsi saraf vagus cukup beragam, mulai dari
mengontrol gerakan pita suara, detak jantung, tekanan darah, paru-paru, sistem
pencernaan seperti usus dan lambung, serta merangsang kelenjar endokrin untuk
memproduksi hormon yang penting dalam mendukung proses metabolisme tubuh.
• 11. Saraf Aksesorius (Saraf Kranial XI)
Pasangan saraf kranial yang satu ini bertanggung jawab terhadap otot trapezius
dan sternocleidomastoid untuk menggerakkan bahu, leher, dan kepala. Kerusakan
pada saraf ini berisiko menyebabkan otot leher dan punggung melemah, bahkan
lumpuh.
• 12. Saraf Hipoglosus (Saraf Kranial XII)
Saraf hipoglosal memiliki peran dalam menggerakkan otot-otot lidah. Gangguan
pada saraf ini dapat menyebabkan kondisi afasia, disfagia, dan meningkatkan risiko
tersedak.
1. Nervus Olfaktorius

• Pemeriksaan nervus olfaktorius dilakukan untuk mendeteksi gangguan fungsi


penghidu. Pemeriksaan dilakukan dengan kondisi mata tertutup dan dilakukan secara
bergantian pada masing-masing lubang hidung.
• Pemeriksa harus menggunakan objek yang memiliki aroma yang khas dan dikenal
oleh masyarakat setempat, tetapi tidak bersifat iritatif. Beberapa jenis objek yang
dapat digunakan adalah lemon, kopi, dan vanili.
• Fungsi penghidu dikatakan intak bila pasien bisa mendeteksi aroma tanpa perlu
mengidentifikasi jenis objek yang digunakan. Sebagai kontrol, siapkan objek yang
tidak memiliki aroma.
• Berikut adalah prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius:
1. Pasien diminta untuk menutup mata
2. Pasien menutup lubang hidung yang tidak diperiksa (tekan menggunakan jari)
3. Pemeriksa meletakkan objek yang beraroma pada jarak 30 cm dari hidung
II. Nervus Optikus
• Nervus optikus memiliki fungsi sensoris yang memberikan informasi visual dari retina ke otak. Pemeriksaan
nervus optikus terdiri dari beberapa komponen, yakni pemeriksaan pupil, tajam penglihatan, lapang pandang,
dan pemeriksaan buta warna.
A. Pemeriksaan Pupil:

1. Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi ukuran, bentuk, dan simetrisitas kedua pupil. Pasien diminta untuk
memfiksasi pandangan pada objek yang cukup jauh, kemudian diameter pupil diukur dengan penggaris
dengan satuan panjang milimeter. Pemeriksaan dilakukan dua kali pada kondisi lampu ruangan terang serta
redup.
2. Selanjutnya, periksa refleks pupil langsung dan konsensual dengan penlight dalam kondisi cahaya ruangan
redup dengan langkah-langkah berikut:
a. Refleks pupil langsung diperiksa dengan menyinari mata dengan penlight
b. Pemeriksa mengamati konstriksi pupil mata ipsilateral. Refleks pupil langsung yang normal
adalah konstriksi pupil pada sisi yang disinari cahaya
c. Refleks pupil konsensual diperiksa dengan cara mengamati konstriksi pupil pada sisi
kontralateral dari pupil yang disinari dengan penlight
d. Refleks pupil konsensual dikatakan normal apabila pupil kontralateral dari mata yang disinari
mengalami konstriksi
B. Pemeriksaan Lapangan Pandang
• Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan uji konfrontasi secara bergantian pada masing-masing mata,
dengan posisi pemeriksa dan pasien saling berhadapan. Berikut adalah langkah-langkah pemeriksaan lapang
pandang:
1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter
2. Pasien menutup mata yang tidak diperiksa dengan telapak tangan
3. Jika pemeriksa menutup mata sebelah kiri, maka pasien menutup mata sebelah kanan seperti sedang
bercermin
4. Pasien diminta untuk melihat lurus dan memfiksasi pandangan pada hidung pemeriksa, sedangkan
pemeriksa memfiksasi pandangan pada hidung pasien. Baik pemeriksa maupun pasien tidak
diperbolehkan menggerakkan kepala atau merubah pandangan mata selama pemeriksaan
5. Gunakan jari atau objek lain seperti jarum atau pulpen dan letakkan pada jarak yang sama di antara
pemeriksa dan pasien. Pada permulaan, objek diletakkan di luar radius 180 derajat bidang horizontal
6. Pemeriksa menggerakkan objek secara perlahan dari perifer ke sentral
7. Pasien diminta untuk melaporkan apabila sudah dapat melihat objek tersebut
8. Pemeriksa dapat membentuk angka dengan jari dan meminta pasien untuk menyebutkan angka tersebut
9. Jika pemeriksa dapat melihat objek sebelum pasien dapat melihatnya, pasien mungkin mengalami
penurunan tajam penglihatan
10. Ulang proses tersebut pada masing-masing kuadran lapang pandang dan pada kedua mata secara
bergantian
C. Pemeriksaan Tajam Penglihatan:

• Pada pasien yang menggunakan kacamata, pemeriksaan dilakukan dua kali dengan dan tanpa kacamata. Berikut
langkah-langkah pemeriksaan:

1. Pasien diposisikan pada jarak 6 meter dari Snellen chart


2. Pemeriksaan dilakukan secara bergantian pada masing-masing mata dan pasien diinstruksikan untuk menutup mata
dengan telapak tangan
3. Pasien diminta untuk membaca Snellen chart mulai baris paling atas sampai baris terbawah yang bisa dibaca. Untuk
menghemat waktu, pasien juga dapat diminta membaca mulai baris paling bawah. Satu baris bisa dikatakan terbaca bila
pasien bisa membaca minimal 2 huruf dengan benar pada baris tersebut
4. Pasien dapat diminta untuk membaca dengan pinhole untuk meningkatkan tajam penglihatan
5. Pada pasien yang tidak mampu membaca baris paling atas Snellen chart bahkan setelah menggunakan pinhole, jarak dapat
dikurangi menjadi 3 meter sampai 1 meter
6. Catat jarak (misalnya 6 meter atau 3 meter) sebagai numerator dan catat nomor baris terbawah yang bisa dibaca sebagai
denumerator
7. Jika pada jarak 1 meter pasien tetap tidak bisa membaca Snellen chart baris paling atas, lakukan pemeriksaan hitung jari
dan catat jarak di mana pasien bisa menghitung jari dengan benar
8. Pada pasien yang tidak bisa menghitung jari, lakukan pemeriksaan gerakan tangan dan catat jarak di mana pasien dapat
mendeteksi gerakan tangan dengan benar
9. Langkah terakhir adalah pemeriksaan persepsi cahaya pada pasien yang tidak dapat mendeteksi gerakan tangan.
Pencatatan dilakukan dengan menuliskan persepsi cahaya positif atau tidak ada persepsi cahaya
10. Langkah-langkah pemeriksaan di atas diulang pada sisi mata yang lain
Pemeriksaan Buta Warna:

Pemeriksaan buta warna dapat dilakukan menggunakan buku


Ishihara. Pasien diminta untuk mengidentifikasi angka-angka yan
muncul serta mengikuti pola di buku Ishihara.
E. Pemeriksaan Funduskopi:

• Pemeriksaan funduskopi dilakukan untuk memvisualisasikan diskus optikus.


Dokter bisa menemukan kelainan seperti
- papilledema ( seperti kenaikan tekanan intrakranial )
- perdarahan retina yang menjadi tanda bahaya, yang menunjukkan kondisi
atau perdarahan subaraknoid
Nervus Kranialis : III (Okulomotor), IV (Troklear), dan VI (Abdusen)
• Nervus okulomotor
Memiliki fungsi motorik yang mengatur gerakan otot pupil, lensa, kelopak mata atas, dan otot bola
mata. Otot ini mengatur gerakan bola mata bersama nervus kranialis IV dan VI.
Beberapa otot yang diinervasi oleh nervus okulomotor adalah
Otot : levator palpebra superior, rektus superior, rektus media, rektus inferior, oblikus inferior, otot siliaris
pada lensa, dan sfingter pupil.

• Nervus Troklear
Menginervasi otot oblikus superior yang berfungsi mengarahkan pandangan ke nasal (rotas internal
dan depresi).

• Nervus Abdusen
Menginervasi otot rektus lateralis yang meggerakan bola mata ke lateral.

Komponen pemeriksaan Nervus Okulomotor


Terdiri dari pemeriksaan pupil, gerakan bola mata, serta gerakan kelopak mata atas. Pemeriksaan
gerak bola mata dapat sekaligus memeriksa fungsi nervus troklear dan abdusen.
Pemeriksaan Pupil:
Pemeriksaan pupil untuk menilai fungsi motorik pupil yang diinervasi nervus okulomotor dapat dilakukan secara
simultan dengan pemeriksaan sensoris nervus optikus. Kelainan pada nervus okulomotor akan bermanifestasi
sebagai hilangnya refleks cahaya, baik refleks cahaya langsung dan konsensual pada salah satu sisi mata.
Jika refleks cahaya langsung tampak negatif tetapi refleks cahaya konsensual normal, pasien kemungkinan bukan
mengalami kelainan nervus okulomotor.

Pemeriksaan Gerak Bola Mata:


Pemeriksaan gerak bola mata dapat menilai fungsi dari 3 nervus kranialis sekaligus, yaitu nervus okulomotor,
nervus troklear, dan nervus abdusen. Langkah pemeriksaan gerak bola mata adalah sebagai berikut:
1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak minimal 2 meter
2. Pada kondisi netral, inspeksi apakah kedua bola mata simetris dan perhatikan apakah terdapat deviasi bola
mata atau gerakan abnormal
3. Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa dengan pandangan mata tanpa merubah posisi
kepala
4. Pemeriksa menggunakan jari atau objek lain dan melakukan gerakan ke sisi kanan, kiri, atas, dan bawah
(diagonal) seperti membentuk huruf “H”. Pastikan gerakan pelan dan berikan pasien waktu untuk tetap fokus
pada objek
5. Pasien diminta melaporkan jika ada pandangan ganda selama pemeriksaan
6. Dalam kondisi normal, kedua bola mata bergerak dan melihat ke arah yang sama. Jika ada diskonjugasi di
mana salah satu mata bergerak ke arah berbeda dan tidak bergerak mengikuti objek, catat sebagai suatu
kelainan
V . Nervus Trigeminus

• Nervus trigeminus memiliki fungsi sensorik pada wajah sekaligus


fungsi motorik pada otot-otot mastikasi. Ada 3 cabang nervus
trigeminus yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Cabang
pertama adalah nervus oftalmikus yang berfungsi sebagai komponen
sensoris pada area kulit kepala, dahi, hidung, kelopak mata bagian
atas, konjungtiva, dan kornea.

• Cabang kedua, yaitu nervus maksilaris, berfungsi sebagai komponen


sensoris pada kelopak mata bagian bawah, pipi, nares, bibir, gusi, dan
gigi bagian atas. Nervus mandibula merupakan cabang terakhir yang
memiliki fungsi sensoris pada area dagu, bibir, gusi, gigi bagian
bawah, serta mulut. Nervus mandibula juga menginervasi otot
masseter, temporal, pterygoid medial dan lateral, tensor timpani,
tensor velli palatini, mylohyoid, dan digastricus.
Pemeriksaan Fungsi Sensorik Wajah:

• Jelaskan dan contohkan modalitas pemeriksaan yang akan dilakukan,


seperti sentuhan ringan dengan kapas atau sensasi tajam dengan
jarum tumpul pada bagian tubuh selain wajah
• Pasien diminta untuk menutup mata dan melaporkan pada pemeriksa
apabila merasakan ada sentuhan atau sensasi tajam pada wajah
• Lakukan pemeriksaan di dermatom masing-masing cabang nervus
trigeminus, seperti dahi untuk menilai nervus oftalmikus, pipi untuk
menilai nervus maksilaris, dan bagian bawah dagu untuk menilai
nervus mandibula
• Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing sisi dan dibandingkan bila
ada perbedaan sensasi antara kedua sisi
• Pada pasien dengan penurunan kesadaran, berikan rangsang nyeri
dengan menekan area supraorbita dan perhatikan respons nyeri
pasien
Pemeriksaan Refleks Kornea:

• Komponen sensorik lain yang perlu diperiksa pada fungsi nervus trigeminus
adalah refleks kornea yang diinervasi oleh nervus oftalmikus. Pemeriksaan
refleks kornea dilakukan dengan cara memberikan sentuhan ringan dengan
kapas pada kornea.

• Stimulus akan merangsang pasien untuk menutup kedua kelopak mata.


Pemeriksaan ini sekaligus dapat menguji fungsi motorik nervus kranialis VII
(nervus fasialis). Pemeriksaan ini sering digunakan pada pasien koma untuk
menilai fungsi batang otak.
Pemeriksaan Motorik Otot Mastikasi:

• Pemeriksaan motorik pada otot-otot mastikasi menilai fungsi dari


nervus mandibularis. Berikut adalah langkah pemeriksaannya:
1. Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi dan palpasi otot masseter
dan temporalis bilateral
2. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi atas dan bawah
3. Dokter memeriksa dan membandingkan massa otot pada kedua sisi
4. Berikan tekanan pada bagian bawah rahang dan minta pasien untuk
membuka mulut melawan tekanan tersebut
5. Hasil dikatakan abnormal apabila pasien tidak mampu membuka
mulut melawan tekanan atau bila ada deviasi rahang ke salah
satu sisi
VII. Nervus Fasialis
• Nervus fasialis menginervasi otot-otot yang berperan dalam ekspresi wajah dan otot
stapedius. Nervus fasialis juga memiliki komponen sensoris, yaitu reseptor rasa pada
2/3 anterior lidah.
• Pemeriksaan Motorik Nervus Fasialis:
1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis didahului dengan inspeksi apakah wajah
tampak simetris dan perhatikan apakah terdapat kerutan pada dahi, lipatan
nasolabial, serta garis senyum pada tepi mulut.
2. Selanjutnya, minta pasien untuk melakukan beberapa gerakan seperti mengangkat
alis, menutup mata, tersenyum, menggembungkan pipi, dan bersiul. Perhatikan
apakah terdapat kelemahan saat melakukan salah satu gerakan tersebut.
3. Adanya kelemahan seluruh otot wajah pada salah satu sisi menandakan sebuah
lesi lower motor neuron. Sementara itu, kelemahan pada separuh bawah wajah
salah satu sisi menandakan lesi upper motor neuron.
4. Pasien dengan penurunan kesadaran dapat diberikan rangsang nyeri dengan cara
menekan daerah supraorbital. Umumnya, wajah pasien akan menyeringai sebagai
respons terhadap nyeri. Gerakan tersebut dapat menandakan bahwa fungsi
Pemeriksaan Sensorik Nervus Fasialis:
• Pemeriksaan komponen sensoris dilakukan dengan
cara menanyakan apakah pasien mengalami
perubahan indra perasa (pengecap). Kemudian,
berikan stimulus rasa manis, asam, dan asin secara
langsung di permukaan lidah. Stimulus dapat diberikan
dengan beberapa cara, seperti menggunakan kertas
yang dicelupkan ke dalam cairan perasa atau
meneteskan cairan perasa secara langsung ke lidah
VIII. Vestibulokoklear
• Nervus vestibulokoklear memiliki fungsi inervasi sensoris dari organ pendengaran dan
keseimbangan. Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear meliputi pemeriksaan fungsi
pendengaran dan fungsi vestibular atau keseimbangan.
• Gross Hearing Test:
1. Uji pendengaran yang pertama dilakukan adalah gross hearing test atau tes berbisik dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
2. Pemeriksa membisikkan 3 kata atau angka yang terdiri dari 2 suku kata dengan jarak sekitar 60
cm dari pasien
3. Tutup telinga pasien yang sedang tidak diperiksa dengan cara menekan area tragus. Pasien
diminta menutup mata untuk mencegah stimulus visual
4. Pasien diinstruksikan untuk mengulang kata yang disebutkan oleh pemeriksa
5. Jika pasien dapat menyebutkan 2 dari 3 kata dengan benar, maka level pendengaran pasien
adalah 12 desibel atau lebih baik
6. Jika pasien tidak bisa mendengar bisikan, gunakan suara percakapan biasa (level pendengaran
48 desibel atau lebih buruk) atau suara yang lebih keras (level pendengaran 76 desibel atau
lebih buruk)
7. Jika tidak ada respons dari pasien, pemeriksaan dapat diulang dengan jarak 15 cm dan
kekuatan pendengaran pasien berubah menjadi 34 desibel dengan suara berbisik atau 56
desibel pada suara percakapan biasa
Pemeriksaan Garpu Tala:
• Pemeriksaan pendengaran selanjutnya adalah pemeriksaan Rinne dan Weber yang
menggunakan garpu tala. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila ada defisit pendengaran
pada tes berbisik.
• Langkah pemeriksaan Rinne dengan garpu tala adalah sebagai berikut:
1. Tempelkan garpu tala 512 Hz pada prosesus mastoid untuk menguji konduksi tulang dan
tekan prosesus mastoid pada sisi kontralateral untuk memastikan kontak yang adekuat
2. Pastikan pasien dapat mendengar suara dari garpu tala dan instruksikan pasien untuk
memberitahu jika suara garpu tala sudah tidak terdengar
3. Setelah pasien mengatakan sudah tidak mendengar suara garpu tala, pindahkan garpu
tala ke meatus akustikus eksternus untuk menguji konduksi udara
4. Pada kondisi normal, konduksi udara harusnya lebih baik daripada konduksi tulang,
sehingga pasien semestinya masih bisa mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan
ke meatus akustikus eksternus
5. Hasil normal dicatat sebagai uji Rinne positif. Namun, pada tuli sensorineural, hasil Rinne
juga bisa normal karena konduksi udara dan tulang sama-sama menurun. Tuli konduktif
Langkah Pemeriksaan Weber dengan Garpu Tala
• Letakkan garpu tala pada titik tengah dahi
• Tanyakan kepada pasien di sisi sebelah mana suara garpu tala terdengar lebih jelas
• Dalam kondisi normal, suara garputala terdengar sama pada kedua sisi. Pada tuli sensorineural, suara
terdengar lebih jelas pada sisi yang intak. Sementara itu, pada tuli konduktif, suara terdengar lebih jelas
pada sisi yang sakit

• Pemeriksaan Keseimbangan:
• Terdapat beberapa metode pemeriksaan keseimbangan, contohnya uji Romberg, uji Fukuda, serta
pemeriksaan refleks vestibulo-okular. Uji Romberg dilakukan dengan meminta pasien berdiri dengan
posisi kaki rapat dan mata tertutup. Jika pasien jatuh ke salah satu sisi, disfungsi vestibular dapat
dicurigai.
• Pada uji Fukuda, pasien diminta melakukan gerakan berjalan di tempat dengan posisi tangan
direntangkan dan mata tertutup. Adanya deviasi dari posisi asal menunjukan adanya lesi vestibular.
• Pada pemeriksaan refleks vestibulo-okular, pastikan pasien tidak mengalami gangguan pada leher. Pasien
duduk berhadapan dengan pemeriksa dan memfiksasi pandangan mata pada hidung pemeriksa.
Pemeriksa meletakkan tangan di kepala pasien dengan posisi telapak tangan menutupi telinga. Gerakkan
kepala secara cepat ke satu sisi dan kemudian ulangi pada sisi berikutnya.
• Respons yang normal adalah pandangan mata tetap terfiksasi pada titik awal. Pada gangguan fungsi
IX (Glossofaring) dan X (Vagus)
• Nervus glossofaring memiliki fungsi motorik untuk otot stylofaringeus, yang berperan dalam elevasi
faring saat menelan dan berbicara. Selain itu, nervus glossofaring juga memiliki komponen sensorik
untuk indra perasa pada sepertiga posterior lidah dan komponen aferen pada refleks muntah (gag
reflex).
• Nervus vagus mempersarafi otot-otot di rongga mulut yang berperan dalam proses bicara. Nervus
vagus juga merupakan komponen eferen dari refleks muntah. Karena memiliki fungsi yang saling
berhubungan, pemeriksaan nervus IX dan X dapat dilakukan secara bersamaan dengan langkah-
langkah seperti berikut:
1. Observasi saat pasien berbicara apakah ada suara serak atau sengau
2. Inspeksi area palatum dan uvula. Posisi uvula yang normal berada di tengah. Deviasi uvula
menandakan lesi pada nervus vagus
3. Minta pasien mengucapkan “ahhhh” dan perhatikan apakah palatum dan uvula mengalami elevasi
secara simetris dengan posisi uvula tetap di tengah. Lesi di nervus vagus akan menyebabkan elevasi
yang asimetris
4. Minta pasien untuk batuk. Suara batuk yang lemah dan tidak eksplosif dapat disebabkan oleh
kelainan penutupan glotis akibat lesi nervus vagus
5. Pemeriksaan fungsi menelan dilakukan dengan meminta pasien minum sedikit air. Perhatikan
apakah pasien mengalami batuk atau perubahan suara yang menandakan proses menelan tidak
efektif
6. Refleks muntah diperiksa dengan cara merangsang bagian posterior lidah dan orofaring dengan
depresor lidah atau cotton swab. Pada kondisi normal, rangsangan tersebut akan menimbulkan
XI. Nervus Aksesorius

Nervus aksesorius menginervasi otot-otot dinding dada, punggung, dan bahu.


Fungsi motorik nervus aksesorius diperiksa dengan cara sebagai berikut:
1. Pastikan bahwa pasien tidak mengalami cedera servikal
2. Inspeksi apakah ada tanda-tanda wasting pada otot sternokleido
mastoideus atau trapezius
3. Pemeriksa memberikan resistensi dengan menekan bahu pasien ke arah
bawah dan meminta pasien untuk mengangkat bahu melawan
tahanan dari pemeriksa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
fungsi dari otot trapezius
4. Pasien diminta menggerakkan kepala ke kiri sementara pemeriksa
memberikan tahanan, lalu ulang pemeriksaan pada sisi sebelah kanan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi otot
sternokleidomastoideus
XII. Nervus Hipoglossus
• Nervus hipoglossus memiliki fungsi motorik pada otot-otot lidah dan
diperiksa dengan cara sebagai berikut:

1. Minta pasien membuka mulut dan inspeksi posisi lidah dalam kondisi
istirahat. Perhatikan apakah terdapat fasikulasi atau peningkatan garis
kerutan pada lidah, yang menandakan adanya lesi lower motor neuron
2. Minta pasien menjulurkan lidah keluar dan perhatikan apakah terdapat
deviasi ke salah satu sisi, yang menandakan adanya lesi pada sisi tersebut
3. Letakkan jari pada pipi pasien dan minta pasien menekan jari tangan
pemeriksa menggunakan lidah. Lakukan di masing-masing sisi dan
bandingkan kekuatan antara kedua sisi tersebut
Gangguan pada Saraf Kranial
• Saraf kranial dapat mengalami kerusakan karena gangguan medis tertentu,
sehingga dapat berpengaruh pada fungsi indra tertentu, tergantung dari
jenis saraf mana yang rusak. Misalnya, jika terjadi kerusakan pada saraf
optik, maka akan berpengaruh pada fungsi indra penglihatan.
• Beberapa kondisi medis yang berisiko mengganggu fungsi saraf kranial
adalah sebagai berikut:
• Cedera kepala traumatis.
• Infeksi Otak.
• Bell’s Palsy.
• Diabetes.
• Tumor Otak.
• Stroke.
• Neuralgia Trigeminal.
• Hipertensi (tekanan darah tinggi).
Pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale)
• Glasgow Coma Scale atau GCS adalah metode pemeriksaan dasar yang
digunakan secara luas untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dan sering kali
digunakan untuk menilai fungsi neurologis pasien, salah satunya pada kasus
yang terkait dengan keparahan cedera otak. Dalam dunia medis, tujuan
Glasgow Coma Scale adalah sebagai standar untuk mengukur respons dan
status neurologis pasien.
• Dengan menggunakan GCS, memungkinkan dokter untuk merespon secara
tepat terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam tingkat
kesadaran dan status neurologis pasien selama perawatan medis
berlangsung.
3 Komponen Pengukuran GCS
• GCS terdiri dari tiga komponen utama yang digunakan untuk mengevaluasi
respons pasien terhadap rangsangan eksternal. Adapun tiga komponen GCS
adalah sebagai berikut:
1. Respons Mata (Eye Opening Response): nilai 4
• Komponen pertama GCS adalah kemampuan pasien untuk membuka
mata sebagai respons terhadap rangsangan secara spontan. Berikut
adalah penilaian GCS yang diberikan, antara lain:

Nilai 4: Dapat membuka mata secara spontan


Nilai 3: Dapat membuka mata sebagai respons terhadap
perintah verbal.
Nilai 2: Membuka mata sebagai respons terhadap rangsangan
nyeri atau paksaan.
Nilai 1: Tidak dapat membuka mata sama sekali terhadap
rangsangan apa pun.
2. Respon Verbal : Nilai 5

Nilai 5: Oriented (pasien sadar dan merespons pertanyaan dengan


benar).
Nilai 4: Confused (pasien bingung atau disorientasi (tidak mengetahui
waktu atau tempat mereka berada saat itu, bahkan
kadang tak mengenali identitas diri sendiri), namun
masih bisa menjawab pertanyaan).
Nilai 3: Words (pasien memberikan respons tidak sesuai dengan
instruksi atau pertanyaan).
Nilai 2: Sounds (pasien hanya dapat mengeluarkan suara yang tidak
dapat dipahami).
Nilai 1: No response (pasien tidak memberikan respons verbal terhadap
rangsangan apapun
Respon Motorik : Nilai 6
Nilai 6: Obeys commands (pasien dapat melakukan gerakan sesuai perintah).
Nilai 5: Moves to localized pain (pasien dapat mengarahkan gerakan ke sumber
rangsangan nyeri).
Nilai 4: Flexion or withdrawal from painful stimuli (terjadi fleksi atau pasien
menarik atau menghindari rangsangan nyeri).
Nilai 3: Abnormal flexion (pasien menunjukkan gerakan fleksi sebagai respons
terhadap rangsangan).
Nilai 2: Abnormal extension (pasien menunjukkan gerakan ekstensi sebagai
respons terhadap rangsangan).
Nilai 1: No response (pasien tidak memberikan respons motorik terhadap
rangsangan
Nilai Kekuatan Otot : Nilai 5
Nilai 1 : Kontraksi otot tercatat tetapi tidak terjadi gerakan. Dalam hal ini, otot tidak
cukup kuat untuk mengangkat bagian tubuh tertentu melawan gravitasi
atau menggerakkannya saat dalam posisi berkurang gravitasi. Kontraksi kecil dapat
dideteksi dengan palpasi (sentuhan fisik) namun tidak cukup mempengaruhi pergerakan.
Nilai 2 : Otot dapat berkontraksi, tetapi tidak dapat menggerakkan bagian tubuh
sepenuhnya melawan gravitasi. Namun, ketika gravitasi dikurangi atau dihilangkan
dengan perubahan posisi tubuh, bagian tubuh tersebut akan mampu bergerak
melalui rentang gerak penuhnya.
Nilai 3 : Anda dapat mengontraksikan otot sepenuhnya dan menggerakkan bagian
tubuh melalui gerakan penuh melawan gaya gravitasi. Namun ketika resistensi
diterapkan, otot tidak mampu mempertahankan kontraksi.
Nilai 4 : Otot mampu berkontraksi dan memberikan perlawanan. Namun ketika resistensi
maksimum diberikan, otot tidak mampu mempertahankan kontraksi.
Nilai 5 : Otot berfungsi normal dan mampu mempertahankan posisinya meskipun
diberikan tahanan maksimal. 3
Refleks Bisep
• Sangga lengan bawah pasien dengan menyandarkannya pada lengan bawah
pemeriksa, dengan lengan berada di tengah-tengah antara fleksi dan ekstensi. Ibu
jari pemeriksa harus diletakkan dengan kuat di atas tendon biseps, dengan jari-
jari melingkari siku. Ketuk dengan cepat. Lengan bawah harus lentur pada siku.
Refleks Trisep
• Sangga lengan bawah pasien dengan bertumpu pada lengan bawah pemeriksa,
dengan lengan berada di tengah-tengah antara fleksi dan ekstensi. Penyisipan
trisep harus ditempatkan pada olekranon. Ketuk tepat di atas penyisipan. Lengan
bawah harus memanjang.
Refleks Brakioradialis
• Sangga lengan pasien pada siku dan identifikasi tendon brachioradialis pada
pergelangan tangan. Penyisipannya terletak di dasar proses styloid jari-jari, sekitar
1 cm di lateral arteri radialis. Ibu jari tangan yang menopang siku pasien harus
diletakkan pada tendon bisep. Ketuk tendon brachioradialis dengan tangan yang
lain. Refleks brachioradialis akan menunjukkan fleksi dan supinasi lengan bawah.
Reflek Patela
• Kaki pasien harus terayun bebas pada sisi meja pemeriksaan, dengan pemeriksa meletakkan
salah satu tangannya pada paha depan. Ketuk tendon patela dan cari kontraksi paha depan dan
ekstensi kaki di lutut.
Reflek Archilles
• Kaki pasien harus berayun bebas di sisi meja pemeriksaan, dengan pemeriksa meletakkan satu
tangan di bawah telapak makanan pasien dan sedikit menekuknya. Ketuk tendon Achilles tepat
di atas insersinya pada kalkaneus. Kaki harus melakukan plantarfleksi sebagai respons.
• Saat menguji refleks ekstremitas bawah seperti refleks patela atau pergelangan kaki, jika tidak
ada respons yang terlihat pada awalnya, pemeriksa kemudian dapat menggunakan manuver
Jendrassik.
Reflek Manuver Jendrassik ini terdiri dari pasien mengatupkan gigi, menekuk siku, dan
mengatupkan kedua jari dengan erat.
• Pasien diinstruksikan untuk menarik tangannya terpisah sambil tetap menguncinya. Manuver ini
menyebabkan persarafan neuron motorik atas secara volunter, yang melawan beberapa
penghambatan menurun yang dikirim oleh otak ke busur refleks neuron motorik bawah.
• Hal ini juga mencegah penghambatan refleks secara sadar oleh pasien, karena mereka lebih
fokus pada manuver dan kurang pada pemeriksa.
Renfrensi
1. Bahan Ajar Neurologi BNLS by dr. Mursid Sp. BS. (konsultan )
RS. PON 2024
2. Tehnik pemeriksaan Nervus cranialis Dr. Audiza Luthffia
Alomedia.Com/Tindakan Medis/Neurologi/Pemeriksaan-nervus-
kranialis 2024
3. Mengenal GCS ( Glasgow Coma Scale dan cara penilaiannya ) team
dokter Umum Siloam 2024
4. Skala Kekuatan Otot dalam terapi fisik by. dr. Brett Sears, Yaw Boachie-
Adjei, MD
5. Fisiologi, Reflek tendon dalam by dr. Freddie Y.Rodriguez-Beato ; Orlando
De Yesus 28 Agustus 2023 NIH ( National Library of Medicine
Wassalam ………..

Anda mungkin juga menyukai