Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Pengertian Budaya Dalam Pelayanan Kesehatan
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, kenyakinan,sikap,dan
kebiasaan, yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan; bagaimana
informasi perawatan kesehatan diterima; bagaimana hak san perlindungan dilaksanakan; apa
yang dianggap sebagai masalah kesehatan, dan bagaimana gejala dan kekawatiran mengenai
masalah kesehatan diungkapkan; siapa yang harus memberikan pengobatan dan bagaimana;
dan jenis pengobatan yang harus diberikan.
Asuhan Budaya adalah konsep yang menjelaskan pemberian asuhan keperawatan
melintasi batasan budaya dan mempertimbangkan konteks tempat tinggal klien tersebut dan
situasi yang mengebabkan munculnya masalah kesehatan klien.Keperawatan Asuhan Budaya
Keperawatan Asuhan Budaya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan yang kompleks pada individu, keluarga, dan komunitas tertentu. Ini adalah
pemberihan asuhan keperawatan yang melintasi batasan budaya dan mempertimbangkan
kompleks tempat tinggal klien tersebut serta situasi yang menyebabkan munculnya masalah
kesehatan klien.
Serangkaian perilaku yg diharapkan pd sso ssi dg posisi sosial yg diberikan baik secara
formal maupun secara informal.Peran didasarkan pd preskripsi (ketentuan) dan harapan peran
yg menerangkan apa yg individu harus lakukan dlm suatu situasi ttt agar dpt memenuhi
harapan mereka sendiri atau orang lain.

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan sebagai rasa sakit.
Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap stimulus yang berbahaya
bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah
tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur,
terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997). Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan
mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi
tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang
merasakan sensasi ini.Sensasi nyeri yang terjadi mendorong individu yang bersangkutan untuk
mencari pengobatan, antara lain dengan mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa nyeri
(Analgetik)

1
B.Rumusan masalah
a. Bagaimana peran dan perilaku pasien terhadap asuhan keperawatan yang peka budaya?
b. Apa itu respon nyeri?
c. Bagaimana respon fisiologi terhadap nyeri?
d. Bagaimana respon tingkah laku terhadap nyeri?
e. Bagaimana cara pengukuran nyeri?
f. Apa saja asuhan keperawatan dengan masalah peka budaya?

C.Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui bagaimana peran dan
perilaku pasien, respon sakit/ nyeri pasien dan asuhan keperawatan dengan masalah peka
budaya

D.Manfaat
1.Mengetahui peran dan perilaku pasien
2. Mengetahui respon sakit/nyeri pasien
3. Mengetahui asuhan keperawatan dengan masalah peka budaya

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.Bagaimana peran dan perilaku pasien terhadap asuhan keperawatan yang
peka budaya
Serangkaian perilaku yg diharapkan pd sso ssi dg posisi sosial yg diberikan baik secara formal
maupun secara informal.Peran didasarkan pd preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yg
menerangkan apa yg individu harus lakukan dlm suatu situasi ttt agar dpt memenuhi harapan
mereka sendiri atau orang lain

Stres Peran

Stres peran tjadi jika suatu struktur sosial, seperti keluarga menciptakan tuntutan yg sangat
sulit, tidak mungkin atau tuntutan yg menimbulkan konflik bagi mereka yg menempati posisi
dlm struktur sosial masy.

Struktur Peran
A.Peran Formal (Peran yg Nampak Jelas)Yaitu sjml perilaku yg bersifat homogen.

Peran formal yg standar tdapatdalam keluarga.


Peran dasar yg membentuk posisi sosial sbg: suami-ayah dan istri-ibu adalah peran sebagai
provider (penyedia); pengatur rumah tangga; memberikan perawatan; sosialisasi anak;
rekreasi; persaudaraan (memelihara hub klg paternal dan maternal ); terapeutik; seksual

B. Peran Informal (Peran Tertutup)


Yaitu suatu peran yg bersifat implisit
(emosional) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi
kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, peran
informal mempunyai tuntutan yg berbeda, tdk tll dan didasarkan pd atibut kepribadian anggota
keluarga individual. Pelaksanaan peran informal yg efektif dapat mempermudah pelaksanaan

peran formal .
Variabel yang Mempengaruhi Struktur Peran
Kelas sosialsemakin tinggi pendidikan suami, semakin besar keakraban dan persahabatan
dalam perkawinan.

Sedangkan kelas sosial sendiri dapat dibagi menjadi Keluarga KelasBawah dan Keluarga Kelas
Menengah

3
B.Apa itu respon nyeri
Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenagkan. Sifatnya sangat subjektif
karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya
(Hidayat, 2008).
Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefenisikan nyeri sebagai suatu sensori
subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenagkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan
(Potter & Perry, 2005).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada
suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya
seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual
(Judha,2012).
C. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri
A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
1. Peningkatan heart rate
2. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
3. Peningkatan nilai gula darah
4. Diaphoresis
5. Peningkatan kekuatan otot
6. Dilatasi pupil
7. Penurunan motilitas GI

B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)


1. Muka pucat
2. Otot mengeras
3. Penurunan HR dan BP
4. Nafas cepat dan irreguler
5. Nausea dan vomitus

4
6. Kelelahan dan keletihan

D. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan)
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih
atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks
dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap
nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat
penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang
nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan menjadi
lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.

2. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)


Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri
juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,

5
sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri
dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu
menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap
individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan
perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya,
karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.
Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3. Fase akibat (aftermath)


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan
klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa
takut akan kemungkinan nyeri berulang.

E. Pengukuran Nyeri
Pengukuran nyeri dapat dilihat dari tanda-tanda karakteristik yang ditimbulkan, yaitu:
1. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
2. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi
pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil.
3. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras, Penurunan
frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan

6
F. Apa saja asuhan keperawatan dengan masalah peka budaya
Pengertian Budaya Dalam Pelayanan Kesehatan
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, kenyakinan,sikap,dan kebiasaan,
yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Budaya juga menentukan persepsi tentang kesehatan; bagaimana informasi
perawatan kesehatan diterima; bagaimana hak san perlindungan dilaksanakan; apa yang
dianggap sebagai masalah kesehatan, dan bagaimana gejala dan kekawatiran mengenai
masalah kesehatan diungkapkan; siapa yang harus memberikan pengobatan dan bagaimana;
dan jenis pengobatan yang harus diberikan.

Asuhan Budaya adalah konsep yang menjelaskan pemberian asuhan keperawatan melintasi
batasan budaya dan mempertimbangkan konteks tempat tinggal klien tersebut dan situasi yang
mengebabkan munculnya masalah kesehatan klien.Keperawatan Asuhan Budaya
Keperawatan Asuhan Budaya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan yang kompleks pada individu, keluarga, dan komunitas tertentu. Ini adalah
pemberihan asuhan keperawatan yang melintasi batasan budaya dan mempertimbangkan
kompleks tempat tinggal klien tersebut serta situasi yang menyebabkan munculnya masalah
kesehatan klien. Dibagi menjadi 3 komponen :
· Peka budaya menyiratkan bahwa perawat memiliki beberapa pengetahuan dasar dan
sikap konstruktif terhadap tradisi kesehatan yang terobservasi diantara kelompok budaya yang
berbeda yang ditemukan di tatanan tempat praktik mereka.
· Tepat-budaya menyiratkan bahwa perawat menerapkan latang belakang pengetahuan
dasar yang harus dimiliki guna memberikan layanan kesehatan terbaik kepada klien tertentu.
· Kompeten secara budaya menyiratkan bahwa perawat memahami dan memberikan
perhatian terhadap konteks rotal situasi klien dan menggunakan kombinasi kompleks
pengetahuan, sikap, dan keterampiran dalam pemberian asuhan.Konsep yang berkaitan dengan
Keperawatan Asuhan BudayaSemua kelompok yang menghadapi masalah dalam beradaptasi
dengan lingkungan mereka; penyediaan nutrisi dan tempat berlindung, pengasuhan dan
pendidikan anak, pembagian kerja pembentukan organisasi sosial, pengendalian penyakit, dan
pemeliharaan kesehatan. Manusia beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dengan
membangun solusi budaya untuk memenuhi kebutuhan ini. Budaya adalah pengalaman yang
universal, tetapi tidak ada dua budaya yang benar-benar serupa. Pola budaya dipelajari dan
amat penting bagi perawat untuk memperhatikan bahwa anggota dari kelompok tertentu
mungkin tidak berbagi pengalaman budaya yang sama persis. Oleh karena itu, tiap anggota
kelompok budaya akan sedikit berbeda dari komplement budayanya sendiri. Sebagai contoh,

7
orang Jepang Amerika generasi ketiga (Sansei) akan berbeda pemahaman budayanya dari orang
Jepang generasi pertama (Issei). Dan terbagi menjadi 10 bagian:
a) Subbudaya
Biasanya terdiri atas orang-orang yang memiliki identitas yang berbeda dan masih terkait
dengan sebuah kelompok budaya besar. Kelompok subbudaya umumnya memiliki asal etnik,
pekerjaan, atau karateristik fisik yang sama dengan kelompok budaya besar. Contoh
subkelompok budaya pekerjaan misalnya seperti perawat.
b) Bikultural
Biasa dipakai untuk menjelaskan seseorang yang melintasi 2 budaya, gaya hidup, dan aturan
nilai. Contohnya seorang pemuda yang ayahnya Cherokee dan ibunya orang Eropa Amerika
yang menghargai warisan Cherokee tradisionalnya dan juga di pengaruhi oleh nilai-nilai budaya
ibunya.
c) Keragaman
Adalah tanda atau status perbedaan. Banyak faktor yang dipertimbangkan menjadi
penyebab keragaman: ras, jenis kelamin, orientai seksual, budaya, etnisitas, status sosial
ekonomi, prestasi pendidikan,dll.

d) Akulturasi
Menjadi partisipan dalam budaya yang dominan, seorang anggota kelompok budaya yang
tidak dominan selalu diidentifikasi segagai anggota dari budaya.
e) Asimilasi
Proses pembentukan identitas budaya baru pada seorang individu. Asimilasi berarti menjadi
f) Ras
Ras adalah klasifikasi individu berdasarkan karakteristik biologis, penanda genetika, atau
gambaran bersama. Individu yang berasal dari ras yang sama memiliki kesamaan karateristik,
seperti warna kulit, struktur tulang, ciri-ciri wajah, tekstur rambut, dan golongan darah.

g) Prasangka
Adalah kepercayaan atau pilihan negatif yang disamaratakan mengenai sebuah kelompok
dan yang mengakibatkan”praanggapan”. Prasangka terjadi baik karena orang yang membuat
penilaian tidak memahami orang tertentu atau warisan orang tersebut, maupun karena orang

8
yang membuat penilaian menyamaratakan pengalaman satu individu dari budaya dengan
semua anggota kelompok tersebut.
h) Pembentukan Stereotipe
Adalah menganggap bahwa semua anggota sebuah budaya atau kelompok etnik sama.
Pembentukan stereotipe dapat didasarkan pada penyamarataan yang ditemukan dalam
penelitian, atau mungkin tidak berkaitan dengan kenyataan.
i) Diskriminasi
Adalah perbedaan perlakuan terhadap individu atau kelompok berdasarkan kategori, seperti
ras, etnisitas, jenis kelamin, kelas sosial, atau”keunikan” terjadi saat seseorang bertindak
berdasarkan prasangka dan menyangkal satu atau lebih hak asasi manusia.
j) Syok Budaya
Adalah gangguan yang terjadi sebagai respons terhadap peralihan dari satu tatanan budaya
ke tatanan budaya lain. Fenomena ini dapat terjadi saat seseorang berpindah dari satu letak
geografis ke letak geografis yang lain atau saat seseorang berimigrasi kenegara baru. Ungkapan
syok budaya dapat berkisar dari diam dan tidak bergerak sampai agitasi, marah, atau amuk.

Ketetapan Warisan Budaya


Ketetapan warisan di kembangkan oleh Estes dan Zitzow unutuk menjelaskan “Sejauh mana
gaya hidup seseorang mencerminkan budaya sukunya masing-masing.” Teori ini
menggambarkan tingkat dimana gaya hidup mencerminkan konteks kultural. Ada 4 komponen
model ketetapan warisan :
· Budaya : Menggambarkan sifat nonfisik, seperti nilai kenyakinan, sikap atau adat istiadat
yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Budaya adalah satu keutuhan yang kompleks yang tiap bagiannya saling berkaitan
dengan bagian lain. Budaya juga bergantung pada matriks sosial dasar , yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, dan kebiasaan.
· Etnisitas : Rasa indentitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur sosial umum dan
warisan budaya. Etnisitas memiliki sifat variabel, seperti agama atau bahasa yang sama. Istilah
etnik menimbulkan perasaan negatif selama beberapa saat dan sering kali ditolak oleh
masyarakat umum.
· Agama : Kenyakinan atau kepercayaan dalam suatu kekuatan yang sifatnya ketuhanan dan
harus dipatuhi. Agama dianggap sebagai sarana kepercayaan, praktik dan nilai etik dalam hidup
dan memiliki nilai norma.

9
· Sosialisasi : Adalah proses dibesarkan dalam sebuah budaya dan mendapatkan karateristik
kelompok tersebut. Contohnya Pendidikan-baik sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah
tinggi, atau keperawatan-adalah bentuk sosialisasi.

Gaya Komunikasi Budaya Keperawatan


Komunikasi dan budaya itu saat berkaitan. Melalui komunikasi, budaya diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Berkomunikasi dengan klien saat penting agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkompeten sesuai dengan budayanya.ada dua jenis
komunikasi yang digunakan, yaitu :
· Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal perbedaan budaya yang paling jelas terlihat adalah dalam komunikasi
verbal perbendaharaan kata, struktur tata bahasa, kualitas pengucapan, intonasi, irama,
kecepatan, pelafalan, dan diam. Komunikasi verbal dapat dipengaruhi oleh nilai budaya.
Komunikasi verbal menjadi lebih sulit lagi saat interaksi melibatkan orang yang berbicara
dengan bahasa yan lain. Baik klien maupun profesional kesehatan mengalami frustasi saat
mereka tidak dapat saling berkomunikasi sejara verbal. Tehnik komunikasi theraupetik dengan
orang yang bahasa inggrisnya terbatas tercantum dalam panduan praktik penyerta.
· Komunikasi Nonverbal
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan klien yang berbeda budaya, perawat perlu
menyadari 2 aspek perilaku komunikasi nonverbal : apa arti perilaku nonverbal bagi Proses
Keperawatan Transkultural
Proses Keperawatan Transkultural
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser
(1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Tahap Pengkajian. Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat

10
sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di
atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur
dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah:
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle,
1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien
yang dirawat.
6. Faktor ekonomi
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar
anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan

11
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan budaya yang
dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya
klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Cultural care preservation/maintenance:
a. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi;
b. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
c. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
Cultural care accomodation/negotiation:
a. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien;
b. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik
Cultual care repartening/reconstruction:

12
a. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
b. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
c. Gunakan pihak ketiga bila perlu;
d. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua,
e. Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan
timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

13
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Budaya dapat didefinisikan sebagai sifat nonfisik, seperti nilai, kenyakinan,sikap,dan
kebiasaan, yang dibagi bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Serangkaian perilaku yg diharapkan pd sso ssi dg posisi sosial yg diberikan
baik secara formal maupun secara informal.Peran didasarkan pd preskripsi (ketentuan) dan
harapan peran yg menerangkan apa yg individu harus lakukan dlm suatu situasi ttt agar dpt
memenuhi harapan mereka sendiri atau orang lain. Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang
tidak menyenagkan. Sifatnya sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
baik dalam hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya. Asuhan Budaya adalah konsep yang menjelaskan
pemberian asuhan keperawatan melintasi batasan budaya dan mempertimbangkan konteks
tempat tinggal klien tersebut dan situasi yang mengebabkan munculnya masalah kesehatan
klien.

B.SARAN
Dengan membaca makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan pembaca tentang pengertian asuhan keperawatan dalam peka budaya

14
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, Kozier . (2010) Fundamental Keperawatan, konsep, proses, & praktik, Jakarta: EGC

Potter & Perry. (2006) Fundamental Keperawatan, konsep, proses, & praktik, Jakarta : buku Kedokteran
EGC

15

Anda mungkin juga menyukai