PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus di tetapkan di dunia kerja oleh semua orang
yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun pemberi kerja, manajemen serta pekerja yang
bekerja untuk diri sendiri (self imployeed). Bekerja juga merupakan bagian dari kehidupan untuk
dapat memenuhi kehidupan dan untuk aktualisasi diri, namun juga dalam bekerja ada berbagai
potensi bahaya (hazard atau faktor resiko) dan resiko di tempat kerja sering mengancam pekerja
yang dapat menimbulkan cedera atau angguan kesehatan. Potensi bahaya dan resiko di tempat
kerja merupakan akibat dari sistem kerja ataupun proses kerja, perilaku hidup yang kurang sehat
dan perilaku kerja yang tidak aman atau safety, buruknya lingkungan kerja dan budaya kerja
yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam undang-undang nomer 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan pasal 86-87 di
nyatakan bahwa upaya keselamatan dan kesehatan kerja harus di selenggarakan pada semua
tempat kerja, hususnya tempat kerja yang memiliki resiko bahaya pada kesehatan, mudah
terjangkit penyakit dan ataupun yang memperkerjakan karyawan. Salah satu daerah yang
beresiko yang terdapat di rumah sakit adalah instalasi radiologi. Instalasi radiologi merupakan
sarana penunjang medis yang menggunakan tehnologi pencitraan atau imajing (imaging
technologies) untuk mendiagnosa dan atau pengobatan penyakit. Radiologi merupakan cabang
dari ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penggunaan sinar X yang di pancarkan oleh
peralatan-peralatan radiasi lainnya dalam rangka memperoleh informasi visual sebagai bagian
dari pencitraan.
Istalasi radiologi memiliki tenaga kerja yang bertugas dalam peralatan sinar X yang di
sebut radiografer. Tugas radiografer yaitu melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi,
melakukan tehnik radiasi pada radioterapi. Tugas dan tanggung jawab tersebut membuat seorang
radiografer harus mendapatkan perlindungan terkait keselamatan kerja, mengingat pekerjaan
seorang radiografi berhubungan dengan sinar X yang mempunyai karakteristik dapat
menimbulkan efek deterministic (kerusakan jaringan) maupun genetic).
1
B. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud keselamatan kesehatan kerja pasien?
b. Apa yang di maksud dengan instalasi radiologi?
c. Apa saja prosedur pemeriksaan radiologi?
d. Resiko bahaya radiasi di ruang radiologi?
e. Bagaiman upaya untuk mencegah hazard di ruang radiologi?
f. Bahaya penyakit di ruang radiologi?
g. Tabel identifikasi
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dibuat tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian instalasi di ruang radiologi
2. Untuk memahami tujuan dari instalasi di ruang radiologi
3. Untuk mengetahui upaya keselamatan di ruang radiologi
2. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
C. Prosedur pemeriksaan radiologi
Ada beberapa macam pemeriksaan radiologi:
4
secara detail. Gambar yang dihasilkan dapat digabungkan menjadi
gambar 3 dimensi. Pemeriksaan CT scan umumnya berlangsung Selama
20 menit hingga 1 jam. Setelah prosedur CT scan selesai, dokter akan
menjelaskan hasil pemeriksaan pada pasien.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI adalah salah satu metode untuk melihat kondisi
bagian dalam tubuh. Berbeda dengan pemeriksaan lain, MRI dilakukan
menggunakan mesin yang dilengkapi medan magnet kuat yang dapat
menghasilkan gambar bagian dalam tubuh pasien. Pemeriksaan MRI bisa
berlangsung hingga 1 jam atau lebih.
5
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
1. Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu
menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit: di unit
radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
2. Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang tidak
cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta didik,
pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi
tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik,
monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya
radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua pekerja
radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat paparan radiasi yang
sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang
batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang
pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila
hamil harus melapor kepada petugas”.
E. Upaya keselamatan di ruang radiologi
Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari ancaman
bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara :
1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak melebihi
batas-batas yang dianggap aman.
2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat
dalam jumlah yang cukup.
3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang
pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi.
4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi.
5. Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.
6
Ukuran minimal ruangan radiasi sinar-x adalah panjang 4 meter, lebar 3
meter, tinggi 2,8 meter. Ukuran tersebut tidak termasuk ruang operator dan
kamar ganti pasien.
Tebal Dinding
Tebal dinding suatu ruangan radiasi sinar-x sedemikian rupa sehingga
penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari timbal setebal 2
mm. Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat jenis 2,35 gr/cc adalah
15 cm. Tebal dinding yang terbuat dari bata dengan plester adalah 25 cm.
Pintu dan Jendela
Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding (misal lobang stop kontak,
dll) harus diberi penahan-penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal. Di
depan pintu ruangan radiasi harus ada lampu merah yang menyala ketika meja
kontrol pesawat dihidupkan. Tujuannya adalah :
Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi
dengan ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi.
Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis untuk
tidak memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam ruangan
tersebut.
Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat
rontgen sedang aktif.
Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk
mencegah bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar ruangan
pemeriksaan rontgen.
Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai luar.
Bila ada jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi
penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut
harus ditutup ketika penyinaran sedang berlangsung.
Jendela pengamat di ruang operator harus diberi kaca penahan radiasi
minimal setara dengan 2 mm timbal.
Paparan Radiasi
7
Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan radiasi
dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan tersebut. Untuk
ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya paparan 100
mR/minggu. Untuk ruangan yang digunakan oleh selain pekerja radiasi
besarnya paparan 10 mR/minggu.
d. Pesawat Radiasi
Kebocoran tabung
8
Tabung pesawat rontgen (tube) harus mampu menahan radiasi sehingga
radiasi yang menembusnya tidak melebihi 100 mR per jam pada jarak 1 meter
dari fokus pada tegangan maksimum.
Filter
Filter radiasi harus terpasang pada setiap tabung pesawat rontgen.
Diafragma berkas radiasi
Diafragma berkas radiasi pada suatu pesawat harus berfungsi dengan baik.
Ketebalan difragma minimal setara dengan 2 mm timbal. Posisi berkas sinar
difragma harus berhimpit dengan berkas radiasi.
Peralatan Fluoroskopi
Tabir flouroskopi harus mengandung gelas timbal dengan ketebalan yang
setara dengan 2 mm timbal untuk pesawat rontgen berkapasitas maksimum 100
KV atau 2,5 mm timbal untuk pesawat rontgen berkapasitas maksimum 150
KV.
· Karet timbal yang digantungkan pada sisi tabir flouroskopi harus mempunyai
ketebalan setara dengan 0,5 timbal dengan ukuran 45 x 45 cm. Tabung peswat
rontgen dengan tabir flouroskopi harus dihubungkan secara permanen dengan
sebuah stop kontak otomatis harus dipasang untuk mencegah beroperasinya
pesawat apabila pusat berkas radiasi tidak jatuh tepat di tengah-tengah tabir
flouroskopi. Semua peralatan flouroskopi harus dilengkapi dengan tombol
pengatur waktu yang memberikan peringatan dengan bunyi sesudah waktu
penyinaran terlampaui. Penyinaran akan berakhir jika pengatur waktu tidak di
reset dalam waktu satu menit.
e. Pemeriksaan Kesehatan
Setiap pekerja radiasi harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara
berkala sedikitnya sekali dalam setahun.
f. Kalibrasi Pesawat Rontgen
Pesawat rontgen harus dikalibrasi secara berkala terutama untuk
memastikan penunjukkan angka-angkanya sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
g. Dosis Radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
9
Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi
didasarkan atas rumus dosis akumulasi :
D = 5 ( N - 18 ) rem D :Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh
seorang pekerja radiasi selama masa kerjanya N :Usia pekerja radiasi yang
bersangkutan dinyatakan dalam tahun 18: Usia minimum seseorang yang
diizinkan bekerja dalam medan radiasi dinyatakan dalam tahun. Jumlah
tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka
waktu 1 tahun ialah 5 rem. Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang
pekerja radiasi dalam jangka waktu 13 minggu ialah 1,25 rem . Sedangkan
untuk wanita hamil 1 rem. Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang
pekerja radiasi dalam jangka waktu satu minggu adalah 0,1 rem.
h. Ekstra Fooding
Rumah sakit berkewajiban menyediakan makanan ekstra puding yang
bergizi bagi pekerja radiasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
radiasi.
10
G. Tabel identifikasi
NO IDENTIFIKASI BAHAYA ACCIDENT RESIKO YANG CARA
DITIMBULKAN MENANGANI
1. FISIK : -konsleting -gangguan -mengurangi
kebisingan, tekanan, suhu, getaran, listrik kesehatah,emosi radiasi dosis besar
dan radiasi, gelombang -daya listrik -,panas, -waspada dalam
radio,cahaya tampak,sinar berlebihan -kecelakaan kerja menggunakan alat-
ultraviolet,X-ray,radiasi -menghindari -menimalisir alat
akustik,aliran listrik,zat reaktif pengulangan dosis radiasi.
foto -tersetrum aliran
listrik
2. KIMIA : Konsleting -Kebakaran, -memakai masker
Asap ,api,debu,nuklir,rektor listrik -meledak dan APD
nuklir,zat radioaktif,ionisasi radiasi
11
BAB III
A. KESIMPULAN
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus di tetapkan di dunia kerja oleh
semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun pemberi kerja, manajemen
serta pekerja yang bekerja untuk diri sendiri (self imployeed). Radiologi adalah cabang
ilmu kedokteran untuk mengetahui bagian tubuh manusia mengetahui bagian tubuh
manusia menggunakan teknologi pencitraan, baik berupa gelombang elektromagnetik
maupun gelombang mekanik. Dokter yang mengkhususkan diri dalam ilmu radiologi
disebut sebagai radiolog atau ahli radiologi. Radiasi yang digunakan di Radiologi di
samping bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan
bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi
tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber
radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.
B. SARAN
Dengan membaca makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan pembaca tentang pengertian kesehatan keselamatan kerja serta hazard dan
identifikasi sumber bahaya(hazard) atau mengenal resiko bahaya yang terjadi dirumah
sakit tepatnya diruang radiologi
Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan pekerja mampu mengidentifikasi
resiko bahaya yang ada disatuan kerjanya dan mengetahui upaya pengendalian resiko
bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sitorus ,A.T. (2010), Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Tahun 2009 (Study Kasus di Unit Utility PT.S.K. keris banten). [Skripsi
Ilmiah]. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
13
14