Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.

S DENGAN DIAGNOSA
CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) STAGE V
DI RUANG HCU INTERNA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Tugas ini Disusun Guna Memenuhi Syarat Praktek


Program Profesi Ners Stase Emergency Nursing and Critical Nursing Care

Disusun Oleh :
Rino Mardani
J. 230. 145. 044

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. DEFINISI CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah turunnya fungsi ginjal secara
perlahan, progresif, dan pasti yang dapat menyebabkan ketidakmampuan
fungsi ginjal untuk mengeliminasi produk sisa dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Black & Hawks, 2010).
Definisi CKD menurut National Kidney Foundation dalam Morton &
Fontaine (2013) adalah kerusakan ginjal sama atau lebih dari setengah sejak 3
bulan didiagnosa teridentifikasi dari abnormalnya struktur dan fungsi ginjal
baik menurun atau tidaknya Glomelurus Filtration Rate (GFR) yang ditandai
dengan adanya abnormalitas patologi, abnormalitas pada komposisi darah dan
urin, abnormalitas tes secara menyeluruh, dan GFR kurang dari 60
ml/min/1,732 m2 tanpa atau dengan gangguan ginjal (setyohadi, 2012).

B. ANATOMI FISIOLOGI GINJAL


Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis
cairan tubuh, berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis
dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam-basa, eksresi
sisa metabolisme dan sistem pengaturan hormonal dan metabolism (Jones,
2014). Ginjal terletak dalam rongga abdomen retroperitoneal kiri dan kanan
kolumna vertebralis yang dikelililingi oleh lemak dan jaringan ikat di belakang
peritoneum, batas atas ginjal kiri setinggi iga ke-sebelas dan ginjal kanan
setinggi iga ke-duabelas, sedangkan batas bawah setinggi vertebralis lumbalis
ketiga (Syaifudin, 2010).
Ginjal ditutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila kapsul
dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua, dengan
potongan melintang vertical dari ginjal melalui margo lateralis ke margo
medialis akan terlihat hilus yang meluas keruangan sentral yang disebut sinus
renalis yaitu bagian atas dari pelvis renalis.
Ginjal terdiri atas :
1. Medula
Merupakan bagian dalam yang terdiri dari substansi medularis yaitu
pyramid renalis berjumalah delapan sampai enam belas.
2. Korteks
Merupakan bagian luar ginjal, mempunyai substansi kortekalis berwarna
coklat merah, konsistensi lunak, dan bergranula, substansi tepat dibawah
fibrosa, melengkung sepanjang basis pyramid yang berdekatan dengan sinus
renalis, bagian dalam di antara pyramid dinamakan kolumna renalis.
3. Nefron
Nefron merupakan satuan fungsional dari ginjal yang terdiri dari :
a) Glomerulus
Anyaman kapiler yang terletak dalam kapsula bowman, berfungsi
menerima darah dari arteriole aferen dan meneruskan ke sistem vena
melalui arterior eferen.
b) Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang berhubungan dengan kapsula bowman denngan
panjang 15 mm dan diameter 55 mm, bertugas merabsorpsi natrium.
1. Ansa henle
Berbentuk lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke
segmen tebal, panjang mencapi 12 mm, klorida akan secara aktif
diserap oleh asendens henle dan natrium merespon dnegan pergerakan
pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik tubuh.
2. Tubulus distal konvulta
Menghubungkan nefron yang jauh dari kapsula bowman, merupakan
suatu tubulus ginjal yang berfungsi menghubungkan nefron dari
glomerulus korteks menuju ansa hele.
3. Duktus koligentis medulla.
Saluran yang mengatur halus esksresi natrium urine, mereabsopsopsi
dan menyekresi kalium (Tank & Gest, 2009).
C. KLASIFIKASI CKD
1. Stage 1
Ditandai dengan defisit filtrasi dimana filtrasi normal (GFR 90
ml/min/1,73m2) yang berhubungan dengan tanda gejala gangguan gagal
ginjal, gangguan ini sering disebabkan karena persistent albuminuria (rasio
kreatinin 17mg/g pada laki-laki dan 25 mg/g pada wanita).
2. Stage 2
Terjadinya penurunan ringan pada fungsi ginjal (GFR 60-89 ml/min/1,73
m2) yang terjadi berhubungan dengan gagal ginjal.
3. Stage 3
Penurunan fungsi ginjal sedang ( GFR 30-59 ml/min/1,73 m2)
4. Stage 4
Penurunan fungsi ginjal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)
5. Stage 5
GFR kurang dari 15 ml/min/1,73 m2 dan memerlukan terapi dialysis atau
tindakan medis lain seperti transplantasi (Morton, 2013).

D. ETIOLOGI
1. Diabetess Melituss
2. Hypertensi
3. Glomerulonephritis
4. Primary (Immunoglobulin A nephropathy, postinfectious
glomerulonephritis)
5. Secondary (HIV nephropaty, lupus, cryglobulinemia,amyloidosis)
6. Interstitial nephritis (alergi)
7. Microangiopatic vascular disease (athereombolic disease)
8. Congenital disease
9. Genetic disease
10. Tumor
11. Penolakan transplant
12. Hepatorenal syndrome (Morton, 2013)
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Anemia
2. Edema
3. Defisiensi hormone eritropoetin
4. Mual, muntah,
5. Stomatitis uremia
6. Pankreatitis
7. Gatal (Terutama pada klien dgn dialiss rutin karena: toksik uremia yang
kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor & alergi bahan-bahan
dalam proses HD), kulit kering bersisik & kulit mudah memar(Setyohadi,
2012).

F. PATOFISIOLOGI
Terjadinya fibrosis, kehilangan sel-sel ginjal yang berperan penting, dan
terjadinya infiltrasi sel oleh monosit dan makrofag menyebabkan
keabnormalan proses hemodinamika glomelurus, hypoxia, proteinuria dan
substansi vasoaktif seperti angiotensin II. Saat terjadi proses hemodinamika
terjadi theory intact nephron yaitu dimana nephrons pada ginjal terdiri lebih
dari 1 juta unit yang menjalankan fungsi masing-masing sehingga saat
gangguan terjadi pada suatu nephron tertentu neprons papa proximal terdekat
akan mengkonpensasi aliran darah, tekanan darah, tekanan hidrostatik pada
kapiler glomelular, hal kompensasi yang paling parah adalah terjadinya respon
hyperfiltrasi yang terakselereasi hilangnya nephrons karena hyperfiltrasi
menyebabkan injuri pada endotel, stimulasi profribotik cytokine terganggu,
infiltrasi monosit dan makrofags (Morton, 2013).
Kemungkinan yang terjadi setelah proses kompensasi yang terus-menerus
adalah hypoxia dan angiotensin II, hilangnya kapiler peritubular menyebabkan
kurangnya perfusi kapiler tubulus, yang menyebbakan hypoxia dan mengarah
proinflammatori dan profibrotic sitokins menyebabkan fibrosis dan injuri sel.
Angiotensin II terstimulasi dari adanya faktor penumbuh seperti sitokin dan
fibrosis juga efek hemodinamika yang terjadi pada glomerulus.
Tekanan tinggi pada glomerular menyebabkan proteinuria diproduksi yang
mengandung banyak sitokin dimana jika terus menerus terjadi menyebabkan
fibrosis dan luka pada tubulus (tubulointerstitium). Proteinuria dalah penanda
yang sangat kuat dalam perkembangan CKD karena mengindikasikan
pathophysiology CKD (black & hawks, 2010).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urine
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urin tidak
ada (anuria)
b) Color : Abnormally cloudy urine disebabkan pus, bacteria, fat, colloidal
particles, phosphates, atau urates.
c) Specific gravity : < 1.015 (fixed at 1.010 reflects severe renal damage).
d) Osmolality : < 350 mOsm/mengindikasikan of tubular damage,
e) Creatinine clearance : (kurang dari 80 mL/min in early failure; less than
10 mL/min in ESRD).
f) Sodium : > 40 mEq/L
g) Protein : High-grade proteinuria (34+)
2. Blood
a) BUN/Cr: naik, level kreatinine of 12 mg/dL
b) CBC: Hb turun karena anemia, usually < 78 g/dL.
c) RBCs: turun karena erythropoietin deficiency, dan azotemia.
d) ABGs: pH turun. Metabolic acidosis (< 7.2)
e) Serum sodium: kurang
f) Potassium: naik
g) Magnesium, phosphorus: Elevasi
h) Calcium/phosphorus: turun
i) Proteins (especially albumin): turun
j) Serum osmolality: > 285 mOsm/kg
3. KUB x-rays : Demonstrasi ukuran ginjal
4. Retrograde pyelogram : Outlines abnormalitas renal pelvis & ureter
5. Renal arteriogram : Asses sirkulasi renal.
6. Voiding cystourethrogram : memperlihatkan bladder size, reflux into
ureters, retention.
7. Renal ultrasound : menentukan ukuran ginjal, masa
8. Renal biopsy : mengecek jaringan sel.
9. Renal endoscopy, nephroscopy : menghilangkan tumor
10. ECG : bisa abnormal, merefleksikan electrolyte and acid-base imbalances.
11. X-ray of feet, skull, spinal column, and hands

H. PENATALAKSANAAN
1. PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT
a) Gangguan Kesadaran
Terapi Non Farmakologi
1) Life saving, bebaskan jalan nafas, berikan oksigen
2) Pantau tekanan darah, jantung, komponen darah
3) Jaga fungsi otak optimal
4) Pasang kateter
5) Perhatikan nutrisi
6) Pertahankan sirkulasi darah secara optimal
7) Turunkan tekanan intracranial
8) Perhatikan keseimbangan cairan elektrolit
9) Perhatikan suhu tubuh

Terapi Farmakologi
1)Tindakan operasi
2)Antibiotika dosis tinggi
3)Turunkan tensi
4)Diazepam
5)Bolus glucose
6)Adrenalin, epineprin
b) Syok
1) Nilai keadaan ABCDE (Airway, breathing, Circulation,Disability &
exposure)
2) Lakukan look, listen, feel jika tidak lebih dari 10 detik segera
lakukan basic life support.
3) Dapatkan akses vascular
4) Loading cairan cepat e.g hipovolaemik 2-3 liter cairan kristaloid
dalam 20-30 menit
5) Observasi vital signs
6) Resusistasi cairan sesuai kebutuhan
7) Cairan yang mengandung sel darah merah (packed red cell)
8) Cairan yang mengandung molekul besar disebut koloid berfungsi
meningkatkan volume plasma, misalnya larutan albumin, hetastarch,
dextran
9) Cairan yang mengandung elektrolit disebut kristaloid digunakan
untuk meningkatkan cairan ekstraseluler.

2. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Managemen terapi (pemeriksaan klinisa & penunjang)
b. Hemodialisis
c. Transplantasi ginjal
d. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
e. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfuse, obat-obat local &
sistemik, anti hipertensi.

3. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Melakukan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan dengan
prioritas keperawatan :
a. Mempertahankan homeostasis
b. Mencegah komplikasi
c. Menningkatkan informasi berhubungan denga proses penyakir,
prognosis dan kebutuhan treatmen pasien
d. Mendukung penyesuaian perubahan lifestyle

I. KOMPLIKASI
1. Hipertensi
2. Hiperkalemia
3. Anemia
4. Asidosis metabolic
5. Osteodistropi ginjal
6. Sepsis
7. Neuropati perifer
8. Hiperuremia

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Assessment
a. Primary assessment
1) Airway
Pasien akan mengalami kesulitan komunikasi karena terdapat sputum,
dahak.
2) Breathing
a. Nilai AGGs dalam batas tidak normal
b. Saturasi oksigen menurun (SpO2 < 92%)
c. Suara nafas tidak jelas
d. RR tidak normal
e. Nafas dangkal
f. Hasil chest X-ray abnormal
3) Circulation
a. Nyeri dada
b. Palpitasu
c. Hypertensi
d. Jugular vena distensi ada
e. Edema kaki, tangan & lengan
f. Pucat, bronze-gray, kulit kuning.
g. Pendarahan dalam
h. Hemoglobin tidak adekuat
i. Urin output tidak optimal
j. Penurunan kesadaran s/d koma.
4) Disability
a. fatigue, insomnia, chest pain.
b. Penurunan kesadaran s/d koma.
c. Penurunan atau pergantian status mental.
5) Exposure
a. Ketakutan & kecemasan
b. Nyeri
c. Edema
d. Kelemahan umum
b. Secondary assessment
1) Sample
a. Sign and symptom
Anemia, Edema , Defisiensi hormone eritropoetin, Mual, muntah, ,
Stomatitis uremia, Pankreatitis & Gatal
b. Allergy
Alergi terhadap makanan, obat-obatan dan substans yang
menstimulasi workload kerja ginjal dan meningkatkan tekanan
darah serta proses infiltrasi glomerulus.
c. Medication
Collaborative :
1. Persiapan Dialisis
2. Pemberian IV line solutions
3. Pemberian prazosin (Minipress), captopril (Capoten), clonidine
(Catapres), hydralazine (Apresoline). Erythropoietin
preparations (Epogen, EPO, Procrit); Iron preparations: folic
acid (Folvite), cyanocobalamin (Rubesol-1000); Cimetidine
(Tagamet), ranitidine (Zantac); antacids;
Hemostatics/fibrinolysis inhibitors, e.g., aminocaproic acid
(Amicar); Stool softeners (e.g., Colace); bulk laxative (e.g.,
Metamucil).
4. Pemberian transfuse darah : RBCs (PRCs) sesuai indikasi
d. Past Illness
DM & hypertensi.
e. Last meal
1. Ketidakmampuan menelan & mengunyah
2. Albumin <3,5 g/dl
3. Level protein < 6 gr/dl
4. Intake minum & cairan dibatasi
f. Environment
Safety
1. Ketidaknyamanan
2. Edema
3. Kehilangan kesimbangan
4. Resiko jatuh tinggi
5. Resiko penyakit yang lebih parah terjadi
Interaksi sosial
1. Penurunan komunikasi karena penurunan kesadaran
2. Penurunan peran
Teaching and learning
a. Ketidaktahuan penyakit & prognosis
b. Discharge planning
Tertiary survey
1. pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan urin lengkap ,analisa gas darah
2. USG, Rontgen.
2. Pengkajian Head to toe
a) Head : pucat, sianosis
b) Neck : luka, JVP
c) Chest : akses HR,RR, kedalaman nafas, suara nafas, suara jantung ,
tambahan suara irregular.
d) Abdomen : nyeri tekan, asites
e) Pelvis : ketidakabnormalan pelvis, bentuk.
f) Extremities : edema

K. DIAGNOSA , OUTCOME, AND INTERVENTION (NIC/NOC)


A. Resiko penurunan cardiac output
Definisi : ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
Berhubungan dengan : ketidakseimbangan cairan yang mempengaruhi
volume sirkulasi dan workload myocardial.
Nursing Out Come (Noc)
1. Efektifitas pola jantung
2. Capillery refil < 2 detik
3. Tidak ada distensi vena
4. Asites tidak ada
5. TD 120/80 mmhg
6. N : 80-100 kali/menit
7. Status kognitif baik tidak mengalami penurunan kesadaran.
Intervensi NIC
1. Monitor vital sign
R/ mengkomparasikan tekanan darah dengan masalah vaskuler.
2. Auskultasi jantung dan dengarkan suara jantung
R/ kemungkinan adanya suara tambahan S4 :atriumhypermethropy,
S3 : ventricle hypermetrophy, ketidaknormalan fungsi
berhubungan dengan kegagalan ginjal merabsoprsi.
3. Posisikan klien senyaman mungkin, modifikasilingkungan jika
diperlukan
R/menurunkan stimulasi tanda dan gejala, meningkatkan relaksasi
4. Edukasi keluarga prognosis penyakit dan tanda-tandanya, edukasi
tentang penurunan curah jantung dan resikonya
R/ meningkatkan pemahaman.
5. Kolaborasi : pemberian obat-obatan dan awasi terhadap tanda
kegawatan seperti henti jantung.
R/ benar prosedur
B. Pola nafas tidak efektif
Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang
adekuat.
Nursing Out Come (Noc)
1. Menunjukan pola nafas yang efektif dan optimal, RR normal 20
kali/menit.
2. Ekspansi dada simetris
3. Klien rileks dan mengaplikasikan kemudahan untuk bernafas
4. Menunjukan pernafasan optimal saat terpasang ventilator mekanis
Intervensi (NIC)
1) Observasi keadaan umum klien dan pola nafas klien, catat
respiratory rate, kedalaman dan upaya pernapasan klien.
R/ mengetahui kondisi dasar dan menentukan intervensi
2) Pantau adanya pucat/sianosis dan ekpansi bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator.
R/ mengindikasikan pola nafas tidak efektif memompa oksigen.
3) Pantau pernafasan meliputi asukultasi suara nafas, pantau
kegelisahan, catat perubahan SaO2, Co2 dan analisa gas darah.
R/ perkembangan faktor-faktor pernafasan akan mengambarkan
secara akurat efektif atau tidaknya proses nafas yang terjadi.
4) Anjurkan lakukan teknik nafas dalam
R/ relaksasi dan pernafasan efektif akan meningkatkan keadaan
umum klien.
5) Ajarkan teknik batuk efektif
R/ benar prosedur akan membantu klien menempatkan dirinya pada
usaha penyembuhan yang optimal.
6) Edukasi pasien dan keluarga tentang pola nafas efektif dan teknik
relaksasi untuk memperbaiki pola pernafasan.
R/ benar pengetahuan akan meningkatkan kesadaran klien dan
keluarga serta meningkatkan komunikasi efektif.
7) Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai dengan program
R/ benar prosedur pemberian program terapi
C. gangguan pertukaran gas
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi dioksida di
membrane kapiler-alveolar.
Nursing Out Come
1. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
2. Status pertukaran gas normal, saturasi oksigen 100%
3. Dyspnea saat istirahat
4. RR : 20 kali/menit, kedalaman nafas efektif,
5. Ekspansi paru simetris
6. Tidak mengalami nafas dangkal atau ortopnea
Intervensi NIC
1. Observasi dan pantau saturasi oksigen, pantau hasil gas darah,dan
pantau kesadaran.
R/ mengetahui kondisi dasar dan menentukan intervensi yang
tepat.
2. Auskultasi suara nafas, tandai area penurunan atau hilangnya
ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
R/ menentukan apakan ada penurunan pertukaran gas atau tidak.
3. Ajarkan teknik bernafas ,relaksasi dan batuk efektif.
R/ membantu jalannya pertukaran gas efektif
4. Ajarkan menggunakan inhaler yang dianjurkan sesuai kebutuhan
R/ ketepatan benar prosedur.
5. Edukasi keluarga tentang alat bantu yang diperlukan missal nasal
canule, oksigen, spirometer, informasikan kepada klien dan
keluarga bahwa merokok itu dilarang.
R/ benar pengetahuan akan meningkatkan kesadaran pasien dan
meningkatkan komunikasi efektif serta tingkat kooperasi.
6. Kolaborasi pemberian obat dan alat managemen jalan nafas seperti
bronkodilator, terapi aerosol, nebulasi ultrasonic dll.
R/ benar prosedur.
D. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial
dan digambarkan dengan istilah awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat denagn akir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dengan
durasu kurang dari 6 bulan.
NOC
1. Nyeri teratasi dnegan karakteristik skala nyeri 0-3
2. Klien mengaplikasikan nafas dalam dan relaksasi
3. Ekspresi tenang dan tidak gelisah
4. Tidak membatasi gerak
5. Vital signs normal
TD : 120/80 mmHg
N : 70-80 x/menit
RR : 18-24 kali/menit
T : 36-370C
Intervensi (NIC)
1. Observasi keadaan umum dan kaji skala nyeri meliputi P, Q,R,S,T
R/ data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2. Anjurkan klien untuk tenang, kenali awitan dan penyebab nyeri
R/ mengetahui penyebab akan meningkatkan koping mekanisme
3. Anjurkan klien rileksasi dan lakukan nafas dalam
R/ sebagai teknik non infasif yang menurut teori gate control akan
meredakan nyeri secara efektif.
4. Lakukan teknik distraksi seperti guided imagery, progressif muscle
relaxation dan massase
R/ teknik pereda nyeri efektif
5. Edukasi cara mengatasi nyeri dan faktor penyebab nyeri
R/ benar pengetahuan akan meningkatkan kesadaran pasien dan
meningkatkan komunikasi efektif serta tingkat kooperasi.
6. Kolaborasi pemberian analgesic
R/ benar prosedur

E. Intoleransi aktifitas
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyeleseikan aktifitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau ingin dilakukan.
Nursing Outcome : Level toleransi meningkat
Kriteria hasil :
1. Klien meningkatkan aktfitas fisik
2. Klien dan keluarga mengeti dalam peningkatan mobilitas
3. Klien memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan aktiftas
Intervensi NIC
a. Observasi kondisi keadaan umum, kaji level ADL, monitor vital signs
sebelum dan sesudah latihan ADL.
R/ mengetahui kondisi dasar, menentukan intervensi selanjutnya.
b. Bantu klien saat melakukan ADL jika diperlukan, dekatkan alat dan
anjurkan meningkatkan ADL secara berkala.
R/ Meningkatkan ADL klien dan memandirikan klien.
c. Ajarkan bagaimana klien untuk merubah posisi, berikan posisi yang
nyaman dan latih kemampuan ambulasi.
R/ menekuk lutuh, mengangkat bokong akan memberikan ambulasi
yang signifikan saat miring kanan/kiri, sesuai prinsip mekanika hal ini
akan membantu meringankan pergerakan.
d. Edukasi tentang penggunaan alat bantu dan manfaat meningkatkan
ADL.
R/ klien dan keluarga dengan pengetahuan yang benar akan
meningkatkan kesadaran terhadap kondisi klien dan meningkatkan
komunikasi efektif dan tingkat kooperatif.
e. Kolaborasi physioterapi untuk melatih klien sesuai indikasi
R/ benar prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Black J.M & Hawks. (2010). Medical Surgical nursing. USA : Evolve sounder
elsiever.

Jones. J, & Fix. B. 2014. Erlangga Medikal Series (EMS) : Seri Panduan Klinis
Kritis. Surabaya : Penerbit Erlangga.

Morton. P. G & Fontaine. D.K (2013). Critical care nursing (10th ed). USA :
Wolter Kluwer lippsincot wiliams & Wilkins.

Syaifuddin. (2010). Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan (2nd


ed). Jakarta : Salemba Medika.

Setyohadi P.M, Soeroto A.Y, Et all . (2012). EIMED PAPDI : Kegawatdaruratan


penyakit dalam. Jakarta : Interna publishing.

Williams, L & Wilkins. (2013). Medical Surgical Nursing made increadibly easy (
3th ed). USA : Wolters Klowers health.

Wilkinson.J.M & Ahern.N.R (2013). Buku saku diagnosis keperawatan.


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC & krieria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Tank.P.W, Gest.T.R (2009). Lipincot William & Wilkins atlas of anatomy (1st
ed).USA: Lipincot Williams & Wikins.

Anda mungkin juga menyukai