Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Tumor pada sistem saraf pusat terdiri atas tumor otak, saraf kranial,
cranial meninges, spinal cord dan spinal meninges. Tumor otak merupakan
pertumbuhan jaringan abnormal dengan sel yang terus tumbuh dan
bermultiplikasi secara tidak terkontol. Tumor otak termasuk neoplasma
yang berasal dari parenkim otak, meningen, dan dari glandula pituitari atau
struktur tulang intrakranial yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
jaringan otak. Tumor otak dapat bersifat jinak (benigna) maupun ganas
(maligna). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer yang berasal dari jaringan otak itu sendiri, maupun tumor
sekunder (matastase) yakni tumor yang berasal dari organ-organ lain seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain (McFaline-Figueroa
dan Lee, 2018).
Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol menyebabkan penekanan dan
kerusakan pada sel-sel lainnya dan mengganggu fungsi kerja otak bagian
tersebut. Tekanan pada sel otak sekitar disebabkan oleh tekanan berlawanan
oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf.
Akibatnya tumor akan merusak jaringan otak (Yueniwati, 2017).
B. Penyebab dan faktor predisposisi
Tumor otak ada yang berasal dari jaringan otak sendiri (tumor otak
primer), ada juga yang berasal dari tumor pada organ lain yang menyebar
ke otak (tumor otak sekunder). Tumor otak primer terjadi akibat perubahan
genetik pada sel di jaringan otak, yang menyebabkan sel tersebut tumbuh
tanpa terkendali. Penyebab perubahan genetik ini sendiri belum diketahui
dengan pasti.

Meski begitu, ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan


risiko seseorang mengalami tumor otak, antara lain:

 Paparan radiasi
Orang yang sering terkena radiasi memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami tumor otak, terutama radiasi dari alat radioterapi untuk
pengobatan kanker.
 Usia
Tergantung jenis tumor otak. Ada beberapa jenis tumor otak, seperti
medulloblastoma atau germ cell tumor, yang lebih sering diderita oleh
anak-anak.
 Keturunan
Risiko terkena tumor otak lebih tinggi pada orang-orang yang anggota
keluarganya pernah mengalami tumor otak.
 Kelainan genetik
Beberapa kelainan genetik bisa meningkatkan risiko munculnya tumor
otak, antara lain penyakit neurofibromatosis tipe 1 dan 2, sindrom
Turcot, sindrom von Hippel-Lindau, sindrom Gorlin, sindrom Li-
Fraumeni, dan tuberous sclerosis.

Sedangkan tumor otak sekunder, terjadi akibat adanya sel kanker dari
bagian tubuh lain yang menyebar (metastasis) ke jaringan otak.
C. Menifestasi klinik (tanda dan gejala) tumor otak
Gejala tumor otak sangat beragam dan tergantung pada lokasi,
ukuran, dan tingkat pertumbuhan tumor itu sendiri. Tumor yang tumbuh
secara lambat pada awalnya dapat tidak menimbulkan gejala. Gejala baru
dirasakan setelah tumor menekan otak dan mengganggu kerja bagian otak
tertentu.

Berikut adalah beberapa gejala gangguan saraf yang dapat


menandakan tumor otak:

 Kehilangan fungsi koordinasi, seperti kesulitan berjalan dan


mengendalikan gerakan, kesulitan berbicara, dan mata berkedip terus
menerus.
 Gangguan fungsi panca indera, seperti gangguan penglihatan dan
kehilangan fungsi
 Otot wajah mengalami kelumpuhan.
 Disfagia.
 Tubuh terasa lemas atau mengalami mati rasa.
 Mengalami gangguan ingatan, seperti amnesia.

Segera temui dokter jika mengalami gejala-gejala gangguan saraf,


terutama gejala yang menetap dan berkelanjutan. Selain menimbulkan
gangguan saraf, tumor otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan di
dalam kepala. Kondisi ini dapat berbahaya jika tidak segera ditangani.
Beberapa gejala yang bisa menjadi tanda meningkatnya tekanan di dalam
rongga otak adalah:

 Sakit kepala hebat


 Muntah
 Penurunan kesadaran
 kejang
Gejala umum yang biasa dialami oleh seseorang dengan tumor otak
antara lain terjadinya perubahan mental yang ringan (psikomotor asthenia).
Perubahan tersebut berupa emosi, labil, mudah tersinggung, pelupa,
mengalami perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas. Selain itu, bisa ditemukan gejala ansietas dan depresi. Gejala
tersebut berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus. Sebesar 30%
diperkirakan gejala awal tumor otak adalah sakit kepala. Sifat sakit kepala
bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut. Umumnya
bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Adanya
nyeri kepala sering kali disertai dengan terjadinya muntah pada 30% kasus.
Gejala lainnya yaitu rasa mengantuk yang merupakan salah satu gejala
sentral, hal ini dapat bertambah parah hingga menyebabkan pingsan dan
bisa berakhir koma. Gejala tumor otak yang spesifik yaitu:

Glioma
Lobus Cerebello
Lobus Frontal Lobus Temporal Lobus Parietal Batang Serebelum
Oksipital Pontin Angle
Otak
1. Perubahan 1. Hemianopsia, 1. Gangguan 1. Homonymou 1. Nervus VIII Neuropati 1. Gangguan
kepribadian seperti yaitu sensorik dan s yaitu acustic cranial berjalan dan
depresi dan penyempitan motorik yang hemianopsia neurinoma dengan gejala
masalah psikis bidang kontralateral yang 2. Gejala awal gejala- peningkatan
2. Jika jaras motorik penglihatan 2. Homonymou kontralateral berupa gejala TIK seperti
ditekan oleh tumor 2. Gejala s 2. Gangguan gangguan seperti mual,
hemiparese kontra neuropshyciatric hemianopsia penglihatan fungsi diplopia, muntah dan
lateral dapat seperti amnesia, 3. Lesi pada yang pendengaran facial nyeri kepala
menimbulkan hypergraphia lobus berkembang weakness 2. Nyeri
kejang fokal. dan Déjà vu dominan menjadi dan kepala khas
Gejala ini biasanya 3. Lesi pada lobus dapat object dysarthria di daerah
ditemukan pada dominan dapat menimbulkan agnosia oksipital
stadium lanjut menimbulkan gejala yang
3. Jika menekan gejala afasia disfasia menjalar ke
permukaan media 4. Lesi yang leher dan
dapat tidak spasme dari
menyebabkan dominan otot-otot
inkontinensia dapat servikal
4. Pada lobus menimbulkan
dominan dapat geographic
menimbulkan agnosia dan
gejala afasia dressing
apraxia
D. Patofisiologi
Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia, fisik maupun
biologik memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari
hari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampat terlihat kanker secara
klinis. Fase ini terbagi menjadi tiga fase yaitu (Yueniwati, 2017):
a. Fase inisiasi
Karsinogen kimia seperti golongan alkilating dapat langsung
menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, yang
disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya
golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang
dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi
bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif.
Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/RNA) atau protein
dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan
Glutation juga dapat diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini
dikatalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan
karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. RNA yang
berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi.
Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan
yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik.
Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik.
Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang
menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh,
perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap
gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi
lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya.
Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen
sampai berbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit saja. Sel
berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi
atau dapat terjadi kematian sel atau reparasi DNA yang rusak oleh enzim
sel menjadi sel yang normal kembali. Karsinogen kima dapat
didetoksifikasi/dinon-aktifkan kemudian dapat langsung diekskresikan.
Tetapi dari proses penon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang
karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA, dapat terjadi replikasi DNA
melalui satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA menjadi
permanen dan hal ini disebut fiksasi lesi. Waktu yang dibutuhkan dari
pertama kali saat sel diserang karsinogen sampai terjadinya fiksasi lesi
(terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Pada jaringan
yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka
yang dalam proses penyembuhan) atau jaringan yang berproliferasi
terus-menerus (misalnya sum-sum tulang, epitel saluran pencernaan)
tanpa terangsang dari luar pun dapat terjadi replikasi DNA. Pada
peradangan belum diketahui apakah akibat terjadinya peradangan
membantu pertumbuhan sel atau menyebabkan melemahnya daya tahan
tubuh. Sel yang terinisiasi dapat mengalami kematian, bila tidak, maka
sel dapat masuk ke fase promosi/ pada akhir fase inisiasi belum terlihat
perubahan histologis dan biokimiawi dan hanya terlihat nekrosis sel
dengan meningkatnya proliferasi sel.
b. Fase promosi
Sel yang terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh
zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi
perubahan ke arah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi. Jika
promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini
akan berproliferasi. Jadi, promotor adalah zat proliferatif. Fase promosi
adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel
preneoplasma oleh stimulus zat lain (pormotr). Berdasarkan percobaan,
fase ini berlangsung selama bertahun-tahun (≥10 tahun) dan terjadi
secara reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom.
Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan,
sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih
tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan
kloningnya lebih besar. Kebanyakan sel-sel prenepolasma beregresi
menjadi sel berdiferensiasi normal, tetapi sebagian kecil mengalami
perkembangan progresif menjadi sel-sel neoplasma yang irreversibel.
Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi
yang abnormal.
c. Fase progresi
Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan. Pada awal fase ini,
sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif
menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada populasi
sel-sel terjadi ekspansi secara spontan dan irreversibel. Sel-sel menjadi
kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada
esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel
selapis thorak yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam
keadaan displasia hingga berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon,
polip adalah bentuk metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan
displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi
yang spontan ke tingkat lebih awal yang frekuensinya makin menurun
dengan bertambahnya progresifitas lesi tersebut. Batas yang pasti pada
perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada
akhir fase ini, gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan.

Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif.


Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor (Devi, 2014),
diantaranya:
a. Gangguan fokal
Terjadi akibat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau
infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Disfungsi paling besar terjadi pada tumor dengan pertumbuhan paling
cepat, seperti gliomablastoma multiforme. Akibatnya terjadi perubahan
suplai darah yang menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai
darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
serebrovaskular primer. Epilepsi sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron dihubungkan dngan kompresi, invasi, dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang
juga menejan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal, seperti bicara terganggu, berdesis dan afasia.

b. Peningkatan TIK
Terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya yaitu: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekita tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial dan meningkatkan TIK. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan
hidrosefalus.
Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospial, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan TIK yang tidak segera
ditangani mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Herniasi ulkus
muncul jika girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui
insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
menesefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan saraf kranial III.
Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti pernapasan dapat terjadi dengan cepat. Perubahan
fisiologis lainnya yaitu bradikardi progresif, hipertensi sistemik
(pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernapasan.
E. Pathway Keperawatan

Etiologi

Pertumbuhan sel otak abnormal

Tumor otak

Mengganggu fungsi spesifik


bagian otak tempat tumor Massa dalam otak bertambah

Obstruksi sirkulasi cairan


Timbul manifestasi klinik/gejala Penekanan jaringan otak serebrospinal dari ventrikel
lokal sesuai fokal tumor terhadap sirkulasi darah & O2 lateral ke sub araknodi

Tumor di cerebellum, Penurunan suplai O2 ke Hidrosefalus


hipotalamus, fossaposterior jaringan otak akibat obstruksi
sirkulasi otak

Hipoksia serebral Kerusakan pembuluh


darah otak

Kompensasi Perubahan perfusi Akumulasi CO2 di Perpindahan cairan


takipnea jaringan cerebral serebral (CO2 intravaskuler ke
reseptor jaringan serebral
Pola nafas tidak Kompensasi (butuh waktu berhari-hari
efektif sampai berbulan-bulan) dengan cara: ↑ volume
1. ↓ volume darag intrakranial intrakranial
2. ↓ volume cairan serebsospinal
Penurunan 3. ↓ kandungan cairan intra sel ↑ TIK Hipervolemia
Kapasitas Adaptif 4. Mengurangi sel-sel parenkim
Intrakranial

Kompensasi kurang cepat Nyeri (kepala)

Kompensasi batang otak Statis vena serebral Bergesernya ginus medialis labis temporal
ke inferion melalui insisura tentorial
Iritasi pusat vagal di Obstruksi sistem serebral
medulla oblongata Obstruksi drainage vena Herniasi serebral
retina
Muntah proyektil
Menekan mesensefalon
Papil edema
Risiko gangguan
keseimbangan cairan Kompresi saraf optikus (N.III/IV) Kompresi Hilangnya
dan elektrolit medulla kesadaran
oblongata
Gangguan penglihatan

Perubahan persepsi
Defisit nutrisi
F. Penatalaksanaan
Henti Penurunan nervus
a. Farmakologi okulomotorius (NIII)
napas
b. Non Farmakologi
1. Pembedahan
2. Radiotherapy
Kasus malignant glioma dilanjutkan dengan interstitial
radiotherapy/ brachytherapy dengan radioaktif Irridium192 atau
Iodine-125 langsung ke tumor.
3. Chemotherapy
Temozolomide dilakukan pada kasus Anaplastic
Oliogodendroglioma (grade III)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa yaitu:
a. Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula
darah, dan elektrolit lengkap
b. Radiologi
CT Scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal
penegakan diagnosis dan sangat baik untuk menentukan klasifikasi, lesi
erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dengan kontras dapat melihat
gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentoral, namun memiliki keterbatasan dalam menentukan
klasifikasi.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Foto polos
e. Biopsi stereotatik
f. Angiografi serebral
g. Ekoensefalogram
Dapat memberikan informasi mengenai pergeseran kandungan
intraserebral
h. EEG (elektroensefalogram)
Dapat memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron
i. Arterigrafi atau ventricolugram
Untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna
H. Pengkajian focus
a. Identitas pasien
Identitas pasien terdiri dari, usia (sering terjadi pada orang dewasa), jenis
kelamin (sering terjadi pada laki-laki), jenis pekerjaan dan alamat rumah
(letak geografis).
b. Keluhan utama
Klien tumor otak biasanya sering mengeluhkan nyeri kepala, mual
muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat massa pada kranial
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit tumor sebelumnya yang berpotensi untuk metastase,
cedera kepala dan lainnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa
f. Pengkajian Keperawatan:
1) Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang pekerjaan yang berhubungan dengan munculnya gejala
Selulitis dan hambatan istirahat/tidur sebelum dan setelah sakit serta
mobilisasi di tempat tidur
2) Sirkulasi
Kaji peningkatan frekuensi pernapasan (RR), adanya syok dan
edema
3) Eliminasi
Kaji adanya perubahan pola BAK dan BAB
4) Makanan dan cairan
Kaji adanya mual, muntah, anoreksia, dan kebutuhan cairan serta
nutrisi
5) Aman dan nyaman
Kaji kondisi yang menyebabkan tidak nyaman
g. Pemeriksaan Fisik:
1) Sistem Kardiovaskular
Pasien Tumor otak dapat mengalami bradikadi dan hipertensi
2) Sistem Respirasi
Frekuensi napas dapat meningkat (takipneu) dan dapat menurun
(dipsneu), potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
3) Sistem Gastrointestinal
Pola makan dapat terganggu, nafsu makan berkurang, dan mual
muntah. Kemungkinan frekuensi BAB menjadi berkurang dari
keadaan sebelumnya. Mukosa bibir kering dapat terjadi sebagai
tanda kurangnya cairan dan nutrisi
4) Sistem Persarafan
Kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan atau
kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
5) Sistem Muskuloskeletal
Klien tumor otak dapat mengalami hiperekstensi, kelemahan sendi
6) Sistem Integumen
Suhu tubuh bisa berubah, pada tahap awal pasien mengeluh demam,
edema, kemerahan dan nyeri tekan pada area kepala.
7) Sistem Urinaria
Kaji pola eliminasi urin warna urin, bau urin dan volume urin output
serta kemampuan BAK
8) Sistem Indra
Klien Tumor otak dapat mengalami penurunan lapang pandang,
penglihatan kabur, tinitus, penurunan pendengaran dan halusinasi
9) Sistem Hormonal
Amenorea, rambut rontok dan DM
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan
b. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan
c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan lesi
Sakibat tumor
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (neoplasma).
e. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.
g. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
J. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan perawatan pola nafas menjadi lebih Manajemen Jalan Napas (I.01011)
b/d kelemahan otot efektif dengan kriteria hasil: - Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
pernapasan - Klien menunjukkan kepatenan jalan nafas (tidak - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
merasa tercekik, irama dan RR dalam batas normal, - Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi, wheezing,
tidak ada suara nafas abnormal) ronkhi kering)
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas - Monitor sputum (jumlah, watna, aroma)
- Tidak ada pernapasan cuping hidung - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-til dan chin-lift
- Kedalaman napas membaik (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada (bila perlu)
- Lakukan suction < 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum suction endotrakeal
- Anjurkan asupan cairan 2000m;/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2. Gangguan ventilasi Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, pasien Dukungan Ventilasi (I.01002)
spontan b/d kelelahan mampu bernafas secara adekuat dengan kriteria hasil: - Observasi adanya kelelahan otot bantu napas
otot pernapasan - Volume tidal dalam batas normal (±500 ml) - Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR, kedalaman
- Tidak gelisah nafas, penggunaan otot bantu nafas tambahan, saturasi oksigen)
- HR dalam batas normal (60-80x/menit) - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- PCO2 dalam batas normal (38-42 mmHg) - Berikan posisi semi fowler atau fowler
- PO2 dalam batas normal (75-100 mmHg) - Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
- Gunakan bag-valve mask (bila perlu)
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
- Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Kolaborasi pemberian bronkodilator (bila perlu)
Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012)
- Monitor posisi selang ETT, terutama setelah mengubah posisi
- Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
- Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan,
drainase, perdarahan)
- Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift
- Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
- Cegah ETT terlipat (kinking)
- Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali
ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan
- Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi
mekanik) 1,5 kali volume tidal
- Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan
(bukan secara berkala/rutin)
- Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
- Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24
jam
- Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi, kasa,
pelembap bibir)
- Lakukan perawatan stoma trakeostomi
- Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas buatan
- Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang
tidak dapat dilakukan penghisapan
3. Penurunan kapasitas Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, Managemen Peningkatan TIK (I.06194)
adaptif intrakranial b/d kapasitas intrakranial dapat meningkat dengan kriteria - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex: lesi, gangguan
lesi akibat tumor hasil: metabolisme, edema serebral)
- Fungsi kognitif membaik - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (ex: TD meningkat,
- Tidak ada sakit kepala tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas irreguler, kesadaran
- Tidak ada gelisah, agitasi, muntah menurun)
- Tidak ada postur deserebrasi (ekstensi) - Monitor MAP, CVP, gelombang ICP
- Tidak ada papilefema - Monitor status pernapasan
- TD, HR dan RR dalam batas normal - Monitor intake dan output cairan
- Respon pupil positif - Monitor cairan serebro-spinalis (ex: warna, konsistensi)
- Refleks neurologis membaik - Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
- TIK membaik (mendekati batas normal) tenang
- Berikan posisi semi Fowler
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari pemberian cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh normal
- Kolaborasi pemberian sedasi, anti konvulsan, diuretik osmosis dan
pelunak tinja (bila perlu)
4. Nyeri akut b/d agen Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 1. Observasi
jam, diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria  lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
pencedera fisiologi hasil: intensitas nyeri
(neoplasma). - Keluhan nyeri menurun  Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun
 Identifikasi respon nyeri non verbal
- Tekanan darah normal
- Kemampuan menutaska aktivitas meningkat
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

5. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24  Observasi


jam maka mobilitas fisik dapat meningkat dengan 1. Idetifikasi kemampuan pasien dalam mobilisasi
fisik b.d gangguan kriteria hasil:
neuromuskuler - Pergerakan ekstremitas meningkat
- Gerakan teratas menurun  Terapeutik
- Kelemahan fisik menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.pagar
- Aktivitas meningkat tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu

3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam


meningkatkan pergerakan
 Edukasi
1. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
2. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur,
tidur miring kanan/kiri).
DAFTAR PUSTAKAX

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc.


Diagnosis Keperwatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.

McFaline-Figueroa, J. R. dan E. Q. Lee. 2018. Brain tumors. The American


Journal of Medicine. 131(8):874–882.

Mckean-cowdin, R., P. Razavi, dan S. Preston-martin. 2017. Brain Tumors.


International Encyclopedia of Public Health. 2017. Halaman 263–271.

PPNI , Tim pokja SDKI DPP(2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,


Jakarta:dewan pengurus pusat persatuan perawat indonesia

Yueniwati, Y. 2017. Pencitraan Pada Tumor Otak: Modalitas Dan


Interpretasinya. Edisi Edisi Pert. Malang: UB Media.

Anda mungkin juga menyukai