Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen pembimbing : Ns. Diyanah Sholihan Rinjani Putri, M.Kep

Disusun Oleh:
NADYA MAULIA
NIM : S17089

PROGRAM STUDI SARJANA DAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau  bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2018).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2019). Isolasi soaial adalah pengalaman
kesendirian seorang individu yang diterima sebagai  perlakuan dari orang
lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2017).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam ( Twondsend, 2016). suatu keadaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Budi Anna Kelliat, 2017).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin,
2013 dikutip Budi Kelliat, 2014). Faktor  perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial.
(Budi Anna Kelliat, 2011).

2
2. Etiologi Isolasi Sosial
Menurut Purba, dkk. (2018), beberapa faktor yang dapat menyebabkan
isolasi sosial adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat
penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan
sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2018) tahap-tahap perkembangan
individu dalam  berhubungan terdiri dari:
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan  biologis maupun psikologisnya.
Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi
yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk
berhubungan dengan orang lain pada masa  berikutnya.

3
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak
mulai membina hubungan dengan temantemannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih
sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya
komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus
anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang
tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang
harus diterapkan  pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan
orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini
hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada
remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta
mempertahankan hubungan interdependen antara teman

4
sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan
menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun.
Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
f) Masa Dewasa Akhir
g) Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan
hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
2) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan/hostilitas
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan
anak
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

5
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan
pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota
keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan
secara terbuka dengan musyawarah.
e) Ekspresi emosi yang tinggi
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan
saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya
meningkat)
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor  pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-
norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak  produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga
yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila
salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot  persentasenya 8%. Kelainan
pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan
oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1) Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya  penurunan stabilitas keluarga seperti

6
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
2) Stressor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.  
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah
akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu
kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah
ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin
mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah
laku psikotik.
d) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan
gejala-gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang
dapat merubah stuktur sel-sel otak.
3) Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun
biologis.
4) Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan

7
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan
karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id
maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini
berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu
dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis
individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2018) strategi koping digunakan
pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping
yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah
sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi,
isolasi, represi dan regrasi.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Purba, dkk. (2018) tanda dan gejala isolasi sosial yang
dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang
lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

8
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

4. Patofisiologi
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya
perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-
suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah pencerapan tanpa
adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar
dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan
pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori
eksternal yang meliputi lima  perasaan (pengelihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang  paling umum
adalah halusinasi pendengaran (Keliat, 2016)

5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui struktur otak, jenis alat yang dapat digunakan
yaitu Elektroencephalogram (EEG), CT scan, Single Photon Emission
Tomography (SPECT), Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI), Positif Emission
Tomography PET,  Tomography Terkomputerisasi (CT) telah
memperlihatkan abnormalitas dalam simetrisitas, kepadatan jaringan,
atrofi dan pelebaran ventrikel cerebral lateral di dalam otak penderita
skizofrenia (Stuart, 2012)

6. Pengobatan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine

9
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya
ingat norma sosial dan politik diri terganggu, berdaya  berat
dalam fungsi-fungsi mental: waham, halusinasi. Gangguan
perasaan dan  perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai
efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik
/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya
untuk  pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2019).  
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan  parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2019).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,  bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP),

10
glaukoma sudut sempit, psikosis  berat psikoneurosis (Andrey,
2019).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi  pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social,  berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan  pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,
dkk. 2018)
c. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2018), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan  bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
1) Activity Daily Living (ADL) Adalah tingkah laku yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang
meliputi:
a) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.

11
b) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu
semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan
dengan BAB dan BAK.
c) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi,
dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi.
d) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti  pakaian.
e) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
f) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-
lain.
g) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien
mengerti dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri,
seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
h) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku
pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan
gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal
ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur)
tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
a) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien,

12
misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya
dan sebagainya.
b) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien
untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti
tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya
jika ada kesulitan dan sebagainya.
c) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan
saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
d) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok
(lebih dari dua orang).
e) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan
rumah sakit.
f) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan
petugas maupun orang lain.
g) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien
yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori
lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

13
14
B. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
(Prabowo, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Deskripsi Tanda mayor Tanda minor
Keperawatan
Isolasi Sosial Ketidakmampu Subjektif Subjektif
(D.0121) an untuk 1. Merasa ingin 1. Merasa berbeda
membina sendirian dengan orang lain
hubungan yang 2. Merasa asyik
2. Merasa tidak
erat, hangat, dengan pikiran
aman di tempat
terbuka dan sendiri
umum
interdependen 3. Merasa tidak
dengan orang mempunyai tujuan
lain. Objektif yang jelas
1. Menarik diri
2. Tidak Objektif
berminat/menol 1. Afek datar
ak berinteraksi 2. Afek sedih
dengan orang 3. Riwayat ditolak
lain atau 4. Menunjukkan
lingkungan permusuhan
5. Tidak mampu
memenuhi harapan
orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak
berarti

15
8. Tidak ada kontak
mata
9. Perkembangan
terlambat
10. Tidak bergairah/
lesu

16
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Isolasi Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi (I.13498)
Sosial keperawatan selama 3x24 jam isolasi a. Observasi
(D.0121 sosial klien dapat teratasi dengan - Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
) kriteria hasil : - Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
Keterlibatan Sosial (L.13116) b. Terapeutik
a. Minat interaksi meningkat - Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
b. Verbalisasi tujuan yang jelas - Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
meningkat - Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
c. Minat terhadap aktivitas - Motivasi berinteraksi di luar lingkungan (mis. jalan-jalan, ke toko
meningkat buku)
d. Verbalisasi isolasi menurun - Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
e. Verbalisasi ketidakmampuan di orang lain
tempat umum menurun - Diskusikan perencanaan kegiatan di masa depan
f. Perilaku menarik diri menurun - Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri
g. Verbalisasi perasaan berbeda c. Edukasi
dengan orang lain menurun - Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
h. Verbalisasi preokupasi dengan - Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
pikiran sendiri menurun - Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
i. Afek murung/sedih menurun - Anjurkan penggunaan alat bantu (mis. kacamata, alat bantu dengar)
j. Perilaku bermusuhan menurun - Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
k. Kontak mata membaik - Latih mengekspresikan marah dengan tepat

18
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna . (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial


Menarik Diri. Jakarta : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Kusumawati dan Hartono. (2013) . Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika

Nita Fitria. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan


Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Rasmun. (2014). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Stuart dan Sundeen . (2015) . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

19

Anda mungkin juga menyukai