Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sunden, 1995).
Menurut Keliat (2006) Resiko perilaku kekerasan adalah suatu
keadaan dimana saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah
melakukan perilaku kekerasan dan belum mempunyai kemampuan mencegah
atau mengontrol perilaku kekerasan tersebut.
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik dalam diri
sendiri maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Direja, 2011).
Adaptif Maladaptif
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif, dan
agresif/perilaku kekerasan.
a. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu.
b. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
c. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panik).
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa
marah bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun
internal (depresi dan penyakit fisik).
D. Faktor Presipitasi
Ancaman terhadap biologis, psikologis dan sosial budaya yang terjadi pada
saat ini, seperti :
1. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik.
2. Ancaman terhadap konsep diri ; frustasi, harga diri rendah, kegagalan
3. Ancaman terhadap psikologi : kehilangan perhatian dan kasih sayang
4. Ancaman sosial ; Kehilangan orang/benda yang berarti
E. Mekanis Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme
pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sudden, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti artinya saat
mengalami suatu dorongan, penyaluran ke arah lain. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
objek lain meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain, mengenal kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
kerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu dan mencumbunya
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci
kepada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil, membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bisa
diekspresikan dengan berlebih-lebihan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman-teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan
pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
yang marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya, mulai bermain perang-
perangan dengan teman-temannya. (Muhith, Abdul, 2015).
F. Manifestasi Klinik
Menurut Keliat (2006) adalah:
1. Klien mengatakan benci / kesal dengan seseorang
2. Suka membentak
3. Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang kesal atau kesal
4. Mata merah dan wajah agak merah
5. Nada suara tinggi dan keras
6. Bicara menguasai
7. Pandangan tajam
8. Suka merampas barang milik orang lain
9. Ekspresi marah saat memnicarakan orang
G. Penatalaksanaan
Adapun penalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai
berikut :
1. Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan
dengan badan, biasanya dilakukan dengan :
1) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada
otak.
a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b. Obat anti depresi, amitriptyline
c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia, phneobarbital
2) Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid
ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
3) Somatoterapi yang lain
a. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
b. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga
pasien menjadi koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian
dibangunkan dengan suntikan gluk
2. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap
suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui
wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya :
relaksasi, bermain dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau
kelompok, tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental
penderita, mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih
baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
3. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi
lingkungan pasien, sehingga bisa membantu dalam proses
penyembuhannya. Teknis ini terutama diberikan atau diterapkan kepada
lingkungan penderita, khususnya keluarga.
Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan
situasi baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan
mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang lebih
baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang
dilakukan.
H. Psikopatologi
(Depkes, 2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan merah
merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecamasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal dapat barupa perilak kekerasan sedangkan secara
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresiakan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata- kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan member
perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi.
I. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain
2.
J. Diagnosa keperawatan
1. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
K. Intervensi Keperawatan
1. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
TujuanUmum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Intervensi
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Intervensi
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Intervensi
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
.
dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat.
Jakarta: EGC
Dalmi, Ernawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
FIK, Universitas Indonesia
Keliat, Budi Anna dkk.2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Kominitas CMHN (Basic
Course). Jakarta : EGC
Suliswati dkk.2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC