Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

CEREBROVASCULAR DISORDER(CVD )

Oleh:
DINDA NURSYIAM ARROHMAH
(0432950920008)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH
TAHUN 2020/2021
1. Definisi.
Cerebrovascular disorders (CVD) merupakan suatu terminologi yang mengacu pada
abnormalitas fungsi sistem saraf pusat yang terjadi ketika suplai darah ke otak terhenti.
Stroke merupakan bentuk CVD primer di Amerika Serikat dan menjadi peneyabab
kematian ke 4 stelah penyakit jantung, kanker dan penyakit sistem pernapasan bawah
kronik (Hinkle & Cheever, 2014).
Strokemerupakan suatu keadaan yang disebabkan adanya interupsi perpusi pada
bagian otak tertentu. National Stroke Association memakai terminologi brain attack untuk
menyatakan urgensi perawatan stroke akut seperti halnya miokard infark akut. Stroke
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan penanganan segera untuk mengurangi
kecacatan permanen (Ignatavicius & Workman, 2016). Sedangkan Lewis, et.al (2011),
mendefinisikan bahwa stroke (brain attack) suatu keadaan yang terjadi ketika otak tidak
mendapatkan aliran darah yang adekuat karena iskemia atau perdarahan yang
menyebabkan kematian sel-sel otak.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CVD, stroke atau brain attack
merupakan suatu gangguan fungsi otak yang terjadi akibat aliran darah ke otak yang
inadekuat akibat iskemia atau pecahnya pembuluh darah otak (hemoragik).
2. Etiologi
a. Penyebab Utama.
Atherosklerosis (pengerasan dan penebalan arteri) merupakan penyebab utama
stroke. Atherosklerosis dapat menyebabkan pembentukan trombus dan emboli.
Atherosklerosis ini diawali oleh infiltrasi lipid yang abnormal pada tunika intima arteri
menjadi penumpukan lemak dan membentuk plak. Penebalan plak lebih cepat terjadi
pada arteri yang mengalami peningkatan turbulensi aliran darah sperti pada daerah
percabangan arteri atau arteri yag berkelok-kelok. Plak yang rapuh karena kalsifikasi
dengan mudah bisa ruptur yang merangsang terjadinya respons inflamasi. Platelet dan
fibrin dilepaskan dan melekat pada permukaan plak dan menyebabkan penyempitan
atau oklusi pada arteri. Plak yang ruptur atau trombus ini juga dapat lepas mengikuti
aliran darah dan penyebabkan penyempitan pada pembuluh arteri bagian distal. Infark
serebral timbul saat terjadi sumbatan pada arteri dan suplai darah ke otak terganggu.
Sebagai akibat dari iskemia akan timbul berbagai gangguan metabolik (ischemic
cascade) seperti produksi ATP yang tidak adekuat, gangguan homeostasis ion,
pelepasan asam amino (misalnya glutamat) pembentukan radikal bebas dan berakhir
dengan kematian sel. Daerah yang disekililing inti iskemia disebut penumbra masih
bersifat reversibel jika aliran darah yang adekuat dapat dipulihkan segera (dalam
waktu 3 jam), maka kaskade iskemia dapat dihentikan dan mengurangi kerusakan otak
dan kehilangan fungsi neurologis.
3. Patofisiologi
Darah disuplai ke otak melalui dua pasang pembuluh darah arteri utama, yaitu
arteri carotis interna (sirkulasi bagian anterior) dan arteri vertebral (sirkulasi bagian
posterior). Percabangan arteri carotis sebagian besar menyuplai darah ke lobus frontal,
parietal, temporal, ganglia basalis, dan sebagian diensefalon (thalamus dan
hipothalamus). Percabangan utama dari arteri carotis, yaitu arteri serebral medial dan
arteri serebral anterior. Arteri vertebral bersatu membentuk atreri basiler, dimana
percabangan ini menyuplai darah ke bagian tengah dan bawah lobus temporal,
oksipital, cerebellum, batang otak dan sebagian dari diensefalon. Cabang utama dari
arteri basiler adalah adalah arteri serebral posterior. Sirkulasi serebral anterior dan
posterior bersatu membentuk sirkulus Willis oleh arteri komunis anterior dan
posterior. Anomali pada area ini umum terjadi sehingga sambungan pe,buluh darah
arteri tidak terjadi.
Otak mendapat suplai darah secara terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan glukosa bagi neuron untuk dapat menjalankan fungsinya. Aliran darah
mesti tetap terjaga 750 – 1000 ml/menit (55 ml/100 gram jaringan otak), atau 20% dari
cardiac output agar otak dapat berfungsi optimal. Jika aliran darah ke otak terhenti
secara total seperti pada kasus cardiac arrest, dalam 30 detik akan terjadi perubahan
metabolisme neurologis, metabolisme terhenti dalam 2 menit dan dalam 5 menit akan
terjadi kematian sel otak.
Dalam keadaan normal, otak terlindung dari perubahan tekanan darah arteri rata-
rata dari tekanan darah sistemik lebih dari 50 – 150 mmHg melalui mekanisme yang
disebut autoregulasi. Mekanisme ini dilakukan dengan merubah diameter pembuluh
darah serebral sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah, sehingga aliran darah
ke otak tetap konstan. Autoregulasi serebral bisa mengalami kegagalan akibat iskemia
serebral dan secara langsung terjadi perubahan aliran darah serebral sebagai akibat
dari perubahan tekanan darah. Penumpukan CO2 akan menyebabakan vasodilatasi
serebral dan peningkatan kadar CO2 dalam darah akan mempengaruhi aliran darah ke
otak (peningkatan CO2 akan meningkatkan kebutuhan aliran darah ke otak dan
demikian sebaliknya). Kadar O2 yang rendah pada arteri (tekanan parsial O2 pada
arteri kurang dari 50 mmHg) atau peningkatankonsentrasi ion hidrogen juga
menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi aliran darah ke otak, termasuk: tekanan
darah sistemik, cardiac output dan viscositas darah. Pada keadaan yang normal,
peningkatan kebutuhan oksigen ke otak dapat dipenuhi dengan perubahan pada
cardiac output, tonus vasomotor untuk mempertahankan distribusi aliran darah ke
kepala. Cardiac output akan berkurang sepertiga sebelum terjadi penurunan aliran
darah serebral. Perubahan viskositas darah akan mempengaruhi aliran darah serebral,
dengan mengurangi viskositas darah, makan aliran darah serebral dapat ditingkatkan.
Sirkulasi kolateral dapat terjadi sebagai upaya kompensasi ketika terjadi aliran
darah serebral. Jaringan otak berpotensi mendapatkan suplai darah dari pembuluh
darah yang lain saat terjadi hambatan pada pembuluh darah utama seperti karena
adanya trombosis. Dengan kata lain, otak membuat ”rute alternatif” supaya aliran
darah tetap sampai pada bagian otak yang mengalami injuri. Kemampuan sirkulasi
pada setiap individu berbeda, tergantung dari luas dan derajat kerusakan jaringan otak
dan kehilangan funsi neurologis ketika stroke terjadi. Sebagai contoh, aliran darah
pada sistem carotis interna dan sistem basilar bersatu pada arteri komunis posterior.
Pada situasi normal, tekanan darah arteri sama dan darah tidak tercampur.
Bagaimanapun, jika terjadi oklusi pada satu pembuluh darah, maka pembuluh darah
lain akan mengalirkan darah kedaerah otak yang mengalami kerusakan untuk
mencegah terjadinya cerebrovascular accident.
Tekanan intra kranial (TIK) juga dipengaruhi oleh aliran darah serebral.
Peningkatan TIK disebabkan oleh adanya kompresi pada jaringan otak dan penurunan
aliran darah serebral. Satu dari empat tujuan dalam perawatan pasien dengan stroke
adalah mengurangi injuri sekunder yang berhubungan dengan peningkatan TIK.
4. Manifestasi Klinik.
Manifestasi neurologis antara stroke iskemik dan hemoragik tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Karena hal yang mendasari disfungsi neurologis adalah
kerusakan pada jaringan otak baik yang disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik.
Manifestasi klinik pada penderita stroke tergantung dari lokasi stroke.Stroke dapat
mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk aktivitas motorik, eliminasi kandung
kemih dan usus, fungsi intelektual, perubahan persepsi spasial, kepribadian, afek atau
emosi, sensasi, menelan, dan komunikasi. Fungsi yang terganggu berhubungan
langsung dengan arteri yang terlibat dan area otak yang disuplainya.

5. Klasifikasi.
Berdasarkan penyebab dan proses patofisiologis penyakit, stroke diklasifikasikan menjadi
stroke iskemik dan dan stroke hemoragik.

Gambar 2.8
Klasifikasi Stroke (Lewis, et.al, 2011 & Zomorodi, 2016)

a. Stroke Iskemik.
Stroke iskemik terjadi saat aliran darah ke otak tidak adekuat akibat oklusi baik parsial
maupun total pada pembuluh darah arteri di otak. Sekitar 80% kejadian stroke
merupakan jenis stroke iskemik ini. Lebih lanjut stroke iskemik dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu stroke trombotik dan stroke embolik. Insiden stroke iskemik ini umumnya
didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA).
1) Transient Ischemic Attack (TIA).
Serangan iskemik transien (transient ischemic attack / TIA) merupakan episode
disfungsi neurologis sementara yang pada otak, sumsum tulang belakang, atau
iskemia retina, tanpa disertai infark otak akut. Gejala klinis umumnya berlangsung
kurang dari 1 jam. Sebelumnya, secara operasional TIA didefinisikan sebagai
kejadian iskemik serebral fokal dengan gejala yang berlangsung kurang dari 24 jam.
Namun, batasan waktu ini dianggap terlalu luas, karena 30% - 50% secara klasik TIA
menunjukkan cedera otak pada MRI.Sebagian besar TIA dapat sembuh sndiri.
Namun, pasien tetap memerlukan perawatan di bagian gawat darurat saat pertama
kali onset gejala TIA, karena TIA bisa bersifat persisten dan memerlukan tidakan
pengobatan untuk mencegah stroke. Secara umum, sepertiga individu yang
mengalami TIA tidak mengalami gangguan lain, sepertiga mengalami gangguan lain
akibat TIA dan sepertiga berlanjut menjadi stroke.
TIA disebabkan oleh microemboli yang menghambat aliran darah sementara.
TIA menjadi tanda peringatan penyakit serebrovaskular progresif. Tanda dan gejala
TIA bergantung pada pembuluh darah yang terlibat dan area otak yang mengalami
iskemik. Jika terjadi pada sistem karotid, mungkin pasien akan kehilangan
penglihatan sementara pada satu mata (amaurosis fugax), hemiparesis sementara,
mati rasa atau kehilangan sensasi, atau ketidakmampuan untuk berbicara secara tiba-
tiba. Tanda-tanda TIA yang melibatkan sistem vertebrobasilar dapat mencakup
tinnitus, vertigo, penglihatan gelap atau kabur, diplopia, ptosis, disartria, disfagia,
ataksia, dan kesemutan atau kelemahan unilateral atau bilateral.
2) Stroke trombotik.
Stroke trombotik terjadi akibat cidera pada dinding pembuluh darah dan
pembentukan bekuan darah. Lumen pembuluh darah menjadi menyempit, dan jika
tersumbat maka infark akan terjadi. Trombosis berkembang dengan mudah pada
pembuluh darah yang menyempit akibat plak aterosklerotik. Stroke trombotik yang
disebabkan oleh trombosis atau penyempitan pembuluh darah ini merupakan stroke
yang paling banyak terjadi, terhitung sekitar 60% stroke. Dua pertiga dari stroke
trombotik berhubungan dengan hipertensi atau diabetes melitus, karena kedua
penyakit ini mempercepat terjadinya aterosklerosis. Pada 30% sampai 50% individu,
stroke trombotik didahului oleh TIA.
Tingkat stroke tergantung pada kecepatan onset, ukuran area yang rusak, dan
adanya sirkulasi kolateral. Sebagian besar penderita stroke iskemik tidak mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama, kecuali bila stroke terjadi pada batang
otak atau disertai dengan kondisi lain seperti kejang, peningkatan tekanan
intrakranial, atau perdarahan. Gejala stroke iskemik mungkin berkembang dalam 72
jam pertama seiring infark dan edema serebral meningkat.
Stroke lacunar mengacu pada stroke akibat oklusi arteri penetrasi kecil dan
membentuk rongga pada jaringan otak yang mengalami infark. Hal ini paling sering
terjadi pada area ganglia basalis, thalamus, kapsul internal, atau pons. Meskipun
kebanyakanstroke lacunar bersifat asimtomatik, namun bila disertai dengan gejala
dapat menyebabkan defisit yang cukup besar. Gejala yang timbul dapat
berupahemiplegia motorik murni, stroke sensorik murni (kehilangan semua fungsi
sensorik kontralateral), kelemahan pada kaki kontralateral dan kelemahan wajah
dengan ataksia pada lengan dan kaki, dan stroke motor dan sensorik terisolasi. Infark
yang terjadi akibat penyempitan pada beberapa pembuluh darah kecil dapat
menyebabkan penurunan fungsi kognitif, yaitu demensia vaskular atau multiinfark.
3) Stroke embolik.
Stroke embolik terjadi saat embolus masuk dan menutup arteri serebral,
mengakibatkan infark dan edema pada daerah yang mengalami gangguan suplai
darah. Embolisme adalah penyebab stroke paling umum kedua, terhitung sekitar 24%
dari semua kejadian stroke. Kebanyakan emboli berasal dari lapisan endokardial
jantung, dengan plak yang ruptur dari endokardium dan memasuki sirkulasi darah.
Embolus bergerak mengikuti sirkulasi darah ke serebral dan menyumbat pada
pembuluh darah yang lebih kecil atau pada percabangan pembuluh darah. Kondisi
jantung yang terkait dengan emboli meliputi fibrilasi atrium, infark miokard,
endokarditis infektif, penyakit jantung rematik, penggunaan prostesa katup, dan
defek septum atrium. Penyebab emboli yang kurang umum meliputi udara dan lemak
yang berasal dari fraktur tulang panjang seperti fraktur femur.
Pasien dengan stroke embolik umumnya memiliki gejala klinis yang lebih berat
dan terjadi secara tiba-tiba. Stroke embolik dapat terjadi pada semua kelompok usia.
Penyakit jantung rematik merupakan salah satu penyebab stroke embolik pada orang
dewasa muda sampai usia paruh baya. Embolus yang timbul dari plak aterosklerotik
lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.
Tanda peringatan kurang umum terjadi pada stroke embolik dibandingkan
dengan stroke trombotik. Stroke embolik sering terjadi dengan cepat dan waktu yang
terbatas untuk membuat sirkulasi kolateral. Pasien umumnya tetap sadar, meskipun ia
mungkin mengeluh sakit kepala. Prognosis tergantung dengan jumlah jaringan otak
yang mengalami iskemik. Efek dari emboli pada awalnya ditandai oleh defisit
neurologis berat, yang dapat bersifat sementara jika bekuan pecah dan
memungkinkan darah mengalir. Emboli yang lebih kecil yang menyumbat pembuluh
yang lebih kecil pada bagian otak otak yang lebih kecil menyebabkan defisit yang
sedikit. Stroke embolik yang berulang sering terjadi, kecuali penyebab utamanya
ditangani secara cepat.

b. Stroke Hemoragik.
Stroke hemoragik terhitung sekitar 15% dari seluruh stroke yang diakibatkan oleh
perdarahan kedalam jaringan otak itu sendiri (intraserebral atau intraparenchymal
hemorrhage) atau ke dalam ruang subaraknoidd atau ventrikel (perdarahan
subarachnoid atau perdarahan intraventrikular).
1) Hemoragik intraserebral.
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak
yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, terhitung sekitar 10% dari semua
kejadian stroke. Prognosis pasien dengan perdarahan intraserebral buruk, dengan
angka kematian 40% sampai 80% dalam 30 hari dan 50% kematian terjadi dalam 48
jam pertama.Hipertensi merupakan penyebab perdarahan intraserebral yang paling
umum. Penyebab lainnya meliputi malformasi vaskular, gangguan koagulasi, obat
antikoagulan dan trombolitik, trauma, tumor otak, dan aneurisma.
Perdarahan umumnya terjadi saat beraktivitas. Onset gejala terjadi secara tiba-
tiba, dengan perkembangan beberapa menit sampai jam akibat pendarahan yang
sedang terjadi. Manifestasi meliputi defisit neurologis, sakit kepala, mual, muntah,
penurunan tingkat kesadaran (pada sekitar 50% pasien), dan hipertensi. Tingkat
gejala bervariasi tergantung pada jumlah, lokasi, dan lama perdarahan. Bekuan darah
didalam tengkorak yang tertutup dapat menyebabkan massa yang menyebabkan
tekanan pada jaringan otak, pergerseran jaringan otak, dan menurunkan aliran darah
serebral, yang menyebabkan iskemia dan infark.
Sekitar 50% dari perdarahan intraserebral terjadi pada putamen dan kapsul
internal, central white matter, thalamus, hemisfer serebelum, dan pons. Diawali
dengan pasien mengalami sakit kepala parah yang disertai mual dan muntah.
Manifestasi klinis pada perdarahan putamen dan kapsul internal berupa kelemahan
satu sisi (termasuk wajah, lengan, dan tungkai), ucapan yang tidak jelas, dan deviasi
mata. Perkembangan gejala yang berhubungan dengan keparahan akibat perdarahan
meliputi hemiplegia, pupil yang terfiksasi dan dilatasi, postur tubuh abnormal,
hingga koma.
Perdarahan pada daerah thalamus menyebabkan hemiplegia lebih sensorik
daripada kehilangan motorik. Pendarahan pada daerah subthalamik otak
menyebabkan gangguan penglihatan dan pergerakan mata. Perdarahan pada
serebelum ditandai dengan sakit kepala berat, muntah, kehilangan kemampuan
berjalan, disfagia, disartria, dan gangguan gerakan mata. Perdarahan di pons adalah
yang paling serius karena fungsi kehidupan dasar seperti respirasi cepat terpengaruh.
Perdarahan pada pons dapat ditandai dengan hemiplegia yang menyebabkan
kelumpuhan, koma, postur tubuh abnormal, pupil yang terfiksasi dan mengecil,
hipertermia, dan kematian.

2) Hemoragik subarakhnoid.
Perdarahan subarakhnoid (SAH) terjadi saat ada pendarahan intrakranial ke
dalam ruang yang berisi cairan serebrospinal antara membran arakhnoid dan pia
mater pada permukaan otak. SAH umumnya disebabkan oleh ruptur aneurisma
serebral (kelemahan atau pelebaran pembuluh darah karena kongenital atau didapat).
Aneurisma dapat berupa aneurisma saccular atau berry, dengan ukuran mulai dari
beberapa milimeter hingga 20 – 30mm, atau aneurisma aterosklerotik fusiformis.
Mayoritas aneurisma berada dalam sirkulus Willis. Penyebab lain dari SAH termasuk
trauma dan penyalahgunaan obat (kokain). Sekitar 40% penderita stroke hemoragik
akibat ruptur aneurisma meninggal selama episode awal dan15% meninggal karena
pendarahan berikutnya. Insiden meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih
tinggi pada perempuan daripada laki-laki.

Pasien mungkin memiliki gejala peringatan awal jika pelebaran arteri


memberikan tekanan pada jaringan otak, atau gejala peringatan ringan dapat terjadi
akibat bocornya aneurisma sebelum terjadi ruptur besar. Secara umum, aneurisma
serebral dipandang sebagai "silent killer", karena individu tidak memiliki tanda
peringatan aneurisma sampai ruptur terjadi.
Penurunan kesadaran dapat terjadi atau tidak terjadi. Tingkat kesadaran
pasien berkisardari sadar hingga koma, tergantung pada tingkat keparahan
pendarahan. Manifestasi lainnya meliputi defisit neurologis fokal (termasuk defisit
saraf kranial), mual, muntah, kejang, dan leher kaku. Meskipun ada perbaikan
dengan manajemen dan teknik pembedahan, banyak pasien dengan SAH berakhir
dengan kematian. Survivor mengalami morbiditas yang signifikan, termasuk
gangguan kognitif.
Komplikasi SAH aneurisma meliputi perdarahan ulang sebelum operasi atau
terapi lainnya dimulai dan vasospasme serebral (penyempitan pembuluh darah), yang
dapat menyebabkan infark serebral. Vasospasme serebral paling mungkin terjadi
karena adanya interaksi antara metabolit darah dan otot polos pembuluh darah.
Selama lisis gumpalan darah subarachnoid, metabolit dilepaskan. Metabolit ini dapat
menyebabkan kerusakan endotel dan vasokonstriksi. Selain itu, pelepasan endothelin
(vasokonstriktor kuat) dapat menginduksi vasospasme serebral setelah SAH. Pasien
dengan SAH yang berisiko mengalami vasospasme memerlukan perawatan di unit
intensif selama 14 hari hingga risiko vasospasme berkurang. Waktu puncak untuk
vasospasme terjadi 6 sampai 10 hari setelah perdarahan awal.
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien Stroke (Lewis, et.al, 2011 & Zomorodi, 2016).
Untuk • Computed Tomography (CT) Scan
Mendiagnosis • CT Angiography (CTA)
Stroke • Magnetic Resonance Imaging (MRI)
(termasuk • Magnetic Resonance Angiography (MRA)
menentukan area • CT/MRI Perfusion and Diffusion Imaging
dan luasnya)
Mengidentifikas • Angiografi serebral.
i Aliran Darah • Angiografi Carotis.
Otak. • Digital Subtraction Angiography
• Transcranial Doppler Ultrasonography
• Carotid Duplex Scanning
Pemeriksaan • Elektrokardiogram
Jantung • Chest X-Ray
• Cardiac Markers (Troponin, Creatine Kinase-MB)
• Echocardiography (Transthoracic, Transesophageal)
Pemeriksaan • Pemeriksaan darah lengkap, termasuk Platelet.
Tambahan. • pemeriksaan sistem pembekuan darah: Prothrombin
Time, activated partial thromboplastin time
• Elektrolit dan gula darah.
• Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
• Pemeriksaan Profil Lipid
• Analisis Cairan Cerebrospinal*
*Lumbal punksi untuk pemeriksaan cairan serebrospinal sebaiknya dihindari bila dicurigai
adanya peningkatan tekanan intra kranial.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi Stroke Kolaboratif (Lewis, et.al, 2011).
Preventif  Kontrol masalah hipertensi.
 kontrol masalah diabetes mellitus.
 Pengobatan penyakit jantung yang baik.
 Berhenti merokok.
 Batasi konsumsi alkohol.
Terapi Obat  Inhibitor Platelet, seperti Aspirin.
 Terapi antikoagulan untuk pasien dengan masalah
atrial fibrilasi.
Terapi  Endarterectomy arteri carotis.
Pembedahan.  Stenting arteri carotis.
 Transluminal angioplasty.
 Extracranial-Intracranial bypass.
 Intervensi pembedahan terhadap risiko perdarahan
pada aneurisma.
Perawatan Akut.   Penatalaksanaan airway.
 Terapi cairan.
 Pengobatan edema serebral.
 Pencegahan injuri sekunder.
Stroke Iskemik  Tissue plasminogen activator (tPA) intravena atau
intraarterial.
 MERCI retriever.
Stroke  Tindakan pembedahan untuk dekompresi bila ada
Hemoragik indikasi.
 Clipping atau coiling aneurisma.

8. Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Teoritis

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

b. Keluhan utama

Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien,
biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak.
Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien
melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.

f. Riwayat psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga

g. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos
coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15

2) Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah

Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan
systole > 140 dan diastole > 80

b) Nadi

Biasanya nadi normal

c) Pernafasan

Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas

d) Suhu

Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik

3) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah


4) Wajah

Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa
menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis
mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.

5) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata tidak oedema.
Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor,
palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI

(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan

6) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping hidung. Pada
pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan
perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan
berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak
atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung

7) Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami masalah bau
mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah
dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin.
Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah
bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan
kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara.

8) Telinga

Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII (akustikus) :
biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher

Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami gangguan
menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)

10) Thorak

a) Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan

Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan

Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)

Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)

b) Jantung

Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : biasanya ictus cordis teraba

Perkusi : biasanya batas jantung normal

Auskultasi: biasanya suara vesikuler

11) Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek
dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.

12) Ekstremitas

a) Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada
pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan
tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk
tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).

b) Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi
bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek
babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek
caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi
atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur
tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0
lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberika
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013 Nilai kekuatan otot
13) Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2. Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5. Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
6. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
9. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10. Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.

h. Test diagnostik

1) Radiologi

a) Angiografi serebri

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti stroke perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma

b) Lumbal pungsi

Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan
yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial

c) CT-Scan

Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik

e) USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)

f) EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

2) Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang
pasien.

b) Test darah koagulasi

Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time, partial thromboplastin (PTT),
International Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya
mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat
pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan
dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat
untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.

c) Test kimia darah

Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula
darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola kebiasaan

Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan minumana
beralkhohol

2) Pola makan

Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada pasien stroke
hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.

3) Pola tidur dan istirahat

Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot

4) Pola aktivitas dan latihan

Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan, kehilangan sensori ,
hemiplegi atau kelumpuhan

5) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus

6) Pola hubungan dan peran

Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara

7) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif

(Batticaca, 2008).
9. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif.
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri
10. Intervensi Keperawatan
No Dx. Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Risiko Perfusi Setelah dilakukan Observasi
Serebral Tidak Pengkajian selama
Efektif. 1x24 jam di dapatkan -identifikasi
kriteria hasil : peningkantan
-tingkat kesadaran tekanan
meningkat. intracranial.
-gelisahmenurun. -
-tekanan darah monitorpeningkatan
membaik TD.
- monitor
penurunan
frekuensi jantung
-monitor
ireguleritas irama
nafas
-monitor
penurunan tingkat
kesadaran.
-monitor
perlambatan atau
ketidak simetrisan
respon pupil.
- monitor kadar
CO2
danpertahankan
dalam rentang yang
diindikasikan
- monitor tekanan
perfusi serebral
-monitorjumlah
kecepatan,dan
karakteristik,draina
secairan
serebrospinal
-monitorefek
stimulus
Terapeutik
- ambil sampel
drainase cairan
serebrospinal.
- kalibrasi
transduser. -
pertahankan
sterilitas system
pemantauan .
- pertahankan posisi
kepala dan leher
netral.
-dokumentasikan
hasil
pemantauan,jika
perlu.
- atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien.
- doumentasi hasil
pemantauan.
Edukasi
-jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan

2 Gangguan Setelah dilakukan Observasi


mobilitas fisik tindakan keperawatan - Identifikasi
selama 1x24 jam, adanya nyeri
diharapkan mobilitas atau keluhan
fisik klien meningkat fisik lainnya
Kriteria hasil : - Identifikasi
- Pergerakan toleransi fisik
ekstremitas - Monitor
meningkat frekuensi
- Kekuatan otot jantung dan
meningkat tekanan darah
- Rentang gerak sebelum
(ROM) menigkat memulai
- Nyeri menurun mobilisasi
- Kecemasan menurun - Monitor kondisi
- Kaku sendi menurun umum selama
- Gerakan tidak melakukan
terkoordinasi mobilisasi
menurun Terapeutik
- Gerakan terbatas - Fasilitasi
menurun aktivitas
- Kelemahan fisik mobilisasi
menurun dengan alat
bantu (mis.
Pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
- Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
- Ajarkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk
ditempat
tidur,duduk
disisi tempat
tidur, pindah
dari tempat tidur
ke kursi)
3 Defisit Setelah dilakukan Observasi
perawatan diri tindakan keperawatan - Identifikasi
selama 1x24 jam, kebisaan akifitas
diharapkan defisit perawatan diri
perawatan diri klien sesuai usia
meningkat - Monitor tingkat
Kriteria hasil : kemandirian
- Kemampuan mandi - Identifikasi
meningkat kebutuhan alat
- Kemampuan bantu kebersihan
mengenakan pakaian diri, berpakaian,
meningkat berhias, dan
- Kemampun mkan makan
menigkat Terapeutik
- Kemampan ke toilet - Sediakan
(bab/bak) meningkat lingkungan yang
- Verbalisasi keinginan terapeutik
melakukan perawtan - Siapkan
diri meningkat keperluan
- Minat melakukan pribadi
perawatan diri - Dampingi dalam
meningkat melakukan
- Mempertahankan perawatan diri
kebersihan diri sampai mandiri
meningkat - Fasilitasi untuk
- Mempertahankan menerima
kebersih mulut keadaan
meningkat ketergntungan
- Fasilitasi
kemandirian,
bantu jika tidak
mampu
melakukan
prawatan diri
- Jadwalkan
rutinitas
perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai
kemampuan
11. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan

keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

12. Evaluasi

Adapun hasil yang ingin dicapai yaitu mencapai masa penyembuhan

tepat waktu, mempertahankan tingkat kesadaran, tidak mengalami kejang,

melaporkan nyeri berkurang, mencapai kembali atau mempertahankan posisi

fungsional optimal kekuatan, serta tampak rileks dan melaporkan ansietas

berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2017). Heart Disease and Stroke Statistic 2017 At a
Glance.https://www.heart.org/idc/groups/ahamah-
public/@wcm/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_491265.pdf. Di akses 25
Mei 2017.
Benjamin, Emelia. J., et.al (2017). AHA Statistical Update: Heart Disease and Stroke Statistics
—2017 Update A Report From the American Heart Association. DOI:
10.1161/CIR.0000000000000485. http://circ.ahajournals.org.
DeWit, Susan C., Candice K. Kumagai. (2013). Medical-Surgical Nursing. Concept & Practice.
Second Edition. St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Heuther, Sue E., Kathryn L. McCance. (2017). Understanding Pathophysiology. Sixth Edition.
St. Louis, Missouri: Elsevier.
Hemphill III, J. Claude., et.al. (2015). AHA/ASA Guideline:Guidelines for the Management of
Spontaneous Intracerebral Hemorrhage A Guideline for Healthcare Professionals
From the American Heart Association/American Stroke Association. DOI:
10.1161/STR.0000000000000069. http://stroke.ahajournals.org.
Hinkle, Janice L., Kerry H. Cheever. (2014). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-
Surgical Nursing. 13th Edition. Volume 2. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Ignatavicius, Donna D., M. Linda Workman. (2016). Medical-Surgical Nursing. Patient-
Centered Collaborative Care. Eighth Edition. Volume 2. St. Louis, Missouri: Elsevier.
Kernan, Walter N., et.al. (2014). AHA/ASAGuideline:Guidelines for the Prevention of Stroke in
Patients With Stroke and Transient Ischemic Attack. DOI:
10.1161/STR.0000000000000024. http://stroke.ahajournals.org.
Lewis, Sharon L., et.al. (2011). Medical Surgical Nursing. Assessment and Management of
Clinical Problems. Eighth Edition. Volume 2. St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
MedlinePlus (U.S. National Libarary of Medicine). (2017). Stroke-Discharge.
https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000132.htm. Diakses 02 Juni 2017.
Misbach, Jusuf. et.al. (2011). Guideline Stroke Tahun 2011.ISBN 978-979-244277. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
Satyanegara, et.al. (2014). Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi V. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Stroke Association. (2017). State Of The Nation Stroke Statistics January 2017. Together We
Can Conquer
Stroke.https://www.stroke.org.uk/sites/default/files/state_of_the_nation_2017_final_1.p
df. Di akses 25 Mei 2017.
World Heart Federation. (2017). The Global Burden of Stroke. http://www.world-heart-
federation.org/cardiovascular-health/stroke/. Di akses 25 Mei 2017.
Winstein, Carolee J., et.al (2016). Guidelines for Adult Stroke Rehabilitation and Recovery A
Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. DOI: 10.1161/STR.0000000000000098.
http://stroke.ahajournals.org.
Zomorodi, Meg. (2016). Nursing Management: Stroke. https://nursekey.com/nursing-
management-stroke/. Di akses 28 Mei 2017.
The American Center For Spine & Neurosurgery (2017). Aneurysm Clipping and
Coiling.http://www.acsneuro.com/surgeries/brain_detail/aneurysm_clipping_coiling. Di
akses 01 Juni 2017.
The Internet Stroke Center (2011). Brain Anatomy.
http://www.strokecenter.org/professionals/brain-anatomy/anatomy-of-the-brain/Di
akses 29 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai