Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Mutya Risty Mulyani 010117A059
2. Sismianita Astuti 010117A100
3. Verra Brilian Savira 010117A110
4. Wardah Hamidah 010117A113
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
i
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
Kelompok 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan dan penganiayaan merupakan dua istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan suatu keadaan yang sama berupa bentuk tindakan yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain yang menyebabkan luka baik fisik
maupun psikis. Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan sebuah
perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert) dan baik yang bersifat
menyerang (offensive) atau yang bersifat bertahan (deffense) yang disertai
penggunaan kekuatan kepada orang lain. Kekerasan dapat dipandang dari tiga
sudut pandang:
1. Sudut pandang psikologis: Kekerasan sebagai suatu ledakan kekuatan dalam
wujud yang tidak masuk akal.
2. Sudut pandang etnis, Kekerasan adalah suatu serangan terhadap harta dan
kebebasan orang lain.
3. Sudut pandang politis, Kekerasan adalah penggunan kekuatan untuk merebut
kekuasaan atau penyalahgunaan kekuasaan secara tidak sah. Hasil dari kekerasan
itu adalah terjadinya cedera fisik ataupun psikis, atau menyebabkan kematian pada
korban. Kekerasan yang demikian merupakan suatu tindakan yang bertentangan
dengan hukum dan masuk dalam kategori kejahatan
B. Rumusan masalah
1. Apa itu Penganiayaan dan kekerasan pada komunitas?
2. Apa saja macam-macam bentuk kekerasan dalam komunitas?
3. Apa saja dampak kekerasan pada komunitas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Penganiayaan dan kekerasan pada
komunitas
2. Untuk mengetahui Macam-macam bentuk kekerasan dalam komunitas
3. Untuk mengetahui Dampak kekerasan pada komunitas
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
8. Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu
kekerasan terhadap anak.
9. Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.
3
adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan
atau tujuan tertentu.
4
E. SOLUSI MENCEGAH TERJADINYA KEKERASAN PADA ANAK
Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya
pengawasan dari orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan
terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini
berbeda dengan memanjakan anak.
2. Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan
moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut
tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
3. Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak
agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua
bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan nasihat apa yang perlu
dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali kekerasan pada anak terutama
pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
4. Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan
orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
5. Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa
seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang
kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus orang tua
yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri.
5
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
1) Individu
a) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
b) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
c) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
d) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
e) Pelayanan referensi perawatan jiwa
f) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
2) Keluarga
a) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
b) Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
c) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut
(follow up)
d) Pelayanan sosial untuk keluarga
3) Komunitas
a) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
b) Mengurangi media yang berisi kekerasan
c) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
6
a) Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada
keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
b) Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
c) Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan
perlindungan
d) Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
2) Keluarga
a) Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
b) Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group).
Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
c) Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan
pelayanan pada korban.
3) Komunitas
a) Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada
korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
b) Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon,
melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak
hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
c) Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi
dan anak
d) Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah
setempat.
e) Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
f) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
7
a) Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
b) Konseling profesional bagi keluarga
c) Self-help-group (kelompok peduli)
3) Komunitas
a) “Foster home”, tempat perlindungan
b) Peran serta pemerintah
c) “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
d) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus
dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan
keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu
mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua
bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa
“anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar.
8
emaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumahtang
ga. Yang ditandai dengan hubungan antar anggota keluarga yang diwarnai
dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangata
9
H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KDRT
Faktor individual (korban/perempuan) : kepercayaan/agama, umur,
statuskependudukan, urutan anak dalam keluarga, pekerjaan diluar
rumah, pendidikanrendah, riwayat kekerasan saat masih anak-anak. b.
Faktor individual (pelaku/ laki-laki) : perbedaan umur, pendidikan
rendah, pekerjaan,riwayat mengalami kekerasan saat masih anak-anak,
penggunaan obat-obatan ataualkohol , kebiasaan berjudi, gangguan
mental, penyakit kronis, mempunyai hubungandiluar nikah dengan
wanita lain.1.
Faktor sosial budaya : Menurut Helse et all, (2015) budaya patrilineal
yangmenempatkan peran laki-laki sebagai pengontrol kekayaan,
warisan keluarga(termasuk nama keluarga) dan pembuat keputusan
dalam keluarga serta konflik perkawinan merupakan predictor yang
kuat untuk terjadinya kekerasan. .
Faktor sosio ekonomi : salah satu faktor utama terjadinya tindakan
kekerasan adalahkemiskinan. Faktor lain yang berhubungan adalah
pengangguran, urbanisasi, pengisolasian, diskriminasi, gender dalam
lapangan pekerjaan.d.
Faktor religi : pemahaman ajaran agama yang keliru : suami salah
persepsi dalam agama “memukul istri” adalah hal yang wajar untuk
mendidik istrinya dan persepsi seperti itu terjadilah kekerasan dalam
rumah tanggae.
Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas yang tinggif.
Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan
menghargai, serta tidakmenghargai peran wanitag.
Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada
keluargah.
Frustasi : teori frustasi - agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai
suatu cara untukmengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi
frustasi. Teori ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa
sesorang yang frustasi sering menjadi terlibat dalamtindakan agresif.
10
Orang frustasi sering menyerang sumber frustasinya ataumemindahkan
frustasinya ke orang lain. Misalnya : belum siap kawin, suami
belummemiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi
kebutuhan rumah tangga.
Pendidikan yang rendah Bagi pasangan suami-istri yaitu karna tidak
ada nya pengetahuan bagi kedua nyadalam hal bagaimana cara
mengimbangi pasangan dan mengatasi keuangan yangdimiliki
pasangan dalam menyelaraskan sifat-sifat yang tidak cocok
diantarakeduanya.m.
Cemburu yang berlebihanJika tidak adanya rasa kepercayaan antara
satu dan lain maka akan timbul rasacemburu dan curiga dalam kadar
yang sangat berlebihan. Sifat cemburu yang terlalutinggi ini bisa
memicu terjadi nya kekerasan dalam rumah tangga.
11
anak prasekolah yang dipisahkan secara sosial dari teman sebayanya, b
ahkan tidak berkesempatan untuk berhubungan dengan kegiatan atau
minat temansebayanya juga, maka mereka cenderung memiliki
beberapa masalah yang terkaitdengan orang dewasa.
Dampak terhadap Anak Sekolah
Anak-anak mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya,
termasukdidalamnya prilaku anti sosial dan depresi, anak mengalami
mimpi buruk, ketakutan,nafsu makan menurun, lamban dalam belajar,
anak akan mengalami luka, cacat fisik,cacat mental, bahkan kematian,
menunjukkan perubahan perilaku dan
kemampuan belajar, memiliki gangguan belajar dan sulit berkonsentras
i, selalu curiga denganorang lain
12
J. PENCEGAHAN
Pencegahan primer : dengan cara memberikan penguatan pada
individu dan keluargadengan membangun koping yang efektif dalam
menghadapi stress dan menyelesaikanmasalah tanpa menggunakan
kekerasan.
Pencegahan sekunder : dengan cara mengidentifikasi keluarga dengan
resikokekerasan, penelataran, atau eksploitasi terhadap anggota
keluarga, serta melakukandeteksi dini terhadap keluarga yang mulai
menggunakan kekerasan.
Pencegahan tersier : dilakukan dengan cara menghentikan tindak
kekerasan yangterjadi bekerja sama dengan badan hukum yang
berwenang untuk menangani kasuskekerasan.
Menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara
mendidik danmemperlakukan anak-anaknya secara humanis.
Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk
secepatnyamelaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup
memberikan pertolongan, jikasewaktu-waktu terjadi kekerasan dalam
rumah tangga.
Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang
mengundangterjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut
kepada akibatyang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga.
Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin
kehidupan yangharmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat
terhindar dari perilakukekerasan dalam rumah tangga.
Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis
kelamin, kondisi,dan potensinya.
Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang
terkena kekerasandalam rumah tangga, tanpa sedikitpun melemparkan
kesalahan terhadap korbankekerasan dalam rumah tangga.
13
Perlu nya keimanan yang kuat dan aklaq yang baik juga berpegang
teguh pada agamanya masing-masing, sehingg kekerasan dalam rumah
tangga tidak terjadi
Harus ada nya komunikasi yang baik antar suami dan juga istri agar
tercipta sebuahrumah tangga yang rukun, harmonis.
Seorang istri mampu mengkoordinir berapa pun keuangan yang ada
dalam keluarga,sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan keluaga yangminim, sehingga kekurangan enkonomi yang
minim dapat teratasi
K. TIPE KEKERASAN
Kekerasa fisik : perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau
luka beratseperti menampar, menendang, mencakar, dan lain sebagainya.
Kekerasan psikis : perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percayadiri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak
berdaya. Seperti : berkatakasar, menghina, dan lain sebagainya.
Kekerasan seksual : setiap perbuatan yang memaksa hubungan seksual
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan yang menetap dalam
lingkup rumahtangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual dengan keluarga (yang tidak serumah).
c. Penelantaran rumah tangga : yaitu seseorang yang menelantarkan org
dalam lingkuprumah tangganya
L. TIPE PENGANIAYAAN
Isolasi sosial Biasanya anggota yang mengalami kekerasan cenderung
menutupi apa yang terjadi didalam keluarga karena pelaku mengancam
anggota keluarga seperti mengancammemukul jika anggota keluarga
memberi tahu kejadian tersebut.
Kekuasaan dan kontrolPelaku kekerasan biasanya mempunyai
kekuasaan yang lebih tinggi dari anggota-anggota keluarga sehingga
14
pelaku hampir selalu berada dalam posisi yang berkuasadan memiliki
kendali terhadap korban.
Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan50% - 90% pria yang
memukul pasangannya dalam rumah tangga memiliki
riwayat penyalahgunaan zat.
M. BENTUK PENGANIAYAAN DAN KEKERASAN PADA REMAJA
Terry E. Lawson (dalam Huraerah, 2007), psikiater internasional yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse,
yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.
15
4. Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti
istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual
abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersil dan atau tujuan tertentu
16
17
2. Respon Biologis
Depresi merupakan salah satu respons yang paling sering terjadi
akibat penganiayaan. Depresi berdsarkan gangguan yang bersifat biologis
sebagai pengaruh dari stres kronis terhadap neurotransmiter dan sistem
neuroendokrin. Sebagian besar jenis penganiayaan merupakan bentuk
ekstrem dari stres yang kronis. Respons tubuh terhadap stres bersifat
kompleks, sistem reaksi yang terintegrasi memengaruhi tubuh dan jiwa.
3. Respon Psikologis
Respon psikologis terdiri atas harga diri rendah, rasa bersalah,
malu, dan marah yang diuraikan sebagai berikut :
a. Harga diri rendah
Penganiayaan mempengaruhi efek harga diri korban. Harga diri
rendah bisa sebagai akibat langsung dari penganiayaan fisik atau
seksual atau sebagai penyerta penganiayaan psikologis. Salah satu
teknik yang digunakan penganiaya untuk mengendalikan dan membuat
korban merasa tidak berdaya adalah dengan membuat mereka merasa
tidak berharga dengan secara terus menerus menghina korban. Pada
umumnya, penganiaya wanita sering kali mengatakan bahwa
korbannya bodoh, jelek, bukan istri atau ibu yang baik, dan tidak
mempunyai kemampuan. Faktor lain yang mengkontribusi pada harga
diri rendah yang dialami wanita korban penganiayaan adalah perasaan
berbeda dari orang lain, kebutuhan untuk mempertahankan rasa
percaya, kurang rasa percaya dan menyalahkan dirinya sendiri.
Perasaan harga diri rendah merupakan salah satu faktor yang membuat
wanita korban penganiayaan ragu-ragu mengungkapkan tentang
penganiayaan yang dialaminya, karena merasa tidak mampu melakukan
apapun terhadap penganiaya.
b. Rasa bersalah dan malu
Riwayat penganiayaansangat erat hubungannya dengan rasa
bersalah dan malu yang luar biasa. Perasaan bersalah ini yang membuat
korban meyakini bahwa mereka yang salah dan penyebab terjadinya
18
tindak kekerasan. Perasaan terhina dan malu mencegah korban untuk
meminta bantuan dari tenaga kesehatan dan melaporkan tentang
penganiayaan tersebut kepada yang berwenang. Pengalaman disiksa
dan dihina begitu kuat sehingga sering sekali korban takut
mengungkapkannya. Banyak yang merasa takut bahwa orang lain tidak
serius akan membantunya atau bahkan menyalahkan dirinya karena
tetap bertahan tinggal bersama penganiaya (Hendricks-Mattews, 1993).
c. Marah
Rasa tersinggung dan mudah marah yang kronis, perasaan marah
yang tidak terkendalikan, dan kesulitan untuk mengekspresikan
kemarahan sering dialami oleh korban penganiayaan. Kemarahan
ditunjukkan kepada penganiaya atau pada orang lain yang menurut
seharusnya membela korban dan dapat mencegah terjadinya
penganiayaan. Perasaan marah yang ditutupi dengan perilaku patuh dan
berupaya selalu sempurna, biasa dimanifestasikan oleh wanita korban
inses. Wanita yang cenderung tidak secara terbuka mengungkapkan
kemarahannya, mungkin karena ia merasa takut terhadap hukuman
(Hendricks-Mattews, 1993).
4. Respon Perilaku
Wanita yang pernah mengalami penganiayaan, terutama
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, seringkali menjadi
peminum alkohol atau menyalahgunakan zat lainnya. Menurut Miller &
Downs (1995), wanita peminum alkohol dan obat lain, dua setengah kali
lebih banyak yang melaporkan bahwa mereka pernah dianiaya secara
seksual ketika kanak-kanak dibandingkan yang tidak menggunakan
alkohol.
5. Respon Interpersonal
Sebagai akibat penganiayaan yang sering dilakukan oleh keluarga
dekat bahkan orangtua yang seharusnya menyayangi dan melindungi
mereka, anak-anak korban penganiayaan akan tumbuh sebagai orang
dewasa yang sulit menjalin hubungan rasa percaya dan intim. Yang paling
19
sering dialami adalah masalah dalam hubungan seksual, yaitu perasaan
takut menjalin hubungan seksual yang intim, terutama jika sudah
berkeluarga, yang ditandai dengan perasaan menolak dan tidak dapat
menikmati hubungan intim tersebut.
Berdasarkan laporan dari korban penganiayaan, khususnya
penganiayaan seksual pada masa kanak-kanak, ternayata cenderung untuk
mengalami pemerkosaan pada kehidupan sesudah dewasa yang mungkin
disebabkan oleh kerapuhan diri untuk menghadapi situasi yang berbahaya.
20
mengembangkan contol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya. Contoh : penyebab kontrol diri lemah adalah
orang yang selalu memendam masalah dalam dirinya atau tidak
terbuka.
2. Faktor eksternal
a. Keluarga : perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi
antar anggota keluarga, perselisihan atar anggota keluarga
b. Pergaulan
c. Pengaruh lingkungan yang kurang baik
21
merasa bersalah, merasa terhina, mengingkari, syok, tidak percaya atau
merasa takut mati, bahkan merasa ingin membalas dendam. Perasaan yang
dialami korban tindak kekerasandapat bersifat ekspresif dengan
membicarakan perasaan yang dialaminya, atau sebaliknya berupaya untuk
mengendalikan perasaannya dengan tetap tampak tenang. Ketenangan ini
tidak berarti bahwa korban tersebut tidak menderita dan merasa takut, tetapi
hanya cara mengatasi traumanya saja yang berbeda.
2. Adaptasi tahap jangka panjang atau reorganisasi
Reorganisasi adalah proses penyesuaian atau adaptasi selama
beberapa bulan setelah terjadi tindak kekerasan. Stuart & Sundeen (1995)
dan Johnson (1996) menyatakan bahwa korban tindak kekerasan
mengalami masalah psikologis yang berkepanjangan. Pemulihan
keseimbangan fisik, psikologis, sosial, spiritual dan seksual terjadi berbulan
atau bertahun kemudian. Korban tindak kekerasan kembali pada kehidupan
rutin seperti sebelum terjadi tindak kekerasan. Pada awalnya, bersifat
sementara kemudian disusul dengan masa resolusi, yaitu perasaan terhadap
diri sendiri, terhadap perilaku tindak kekerasan, dan perasaan kehilangan
secara bertahap menyatu.
Pada tahap reorganisasi, halpenting yang dialami adalah :
a. Mendapatkan kembali rasa aman
b. Mengatasi perasaan takut
c. Mengatasi perasaan kehilangan, seperti kehilangan harga diri dan
rasa percaya
d. Menyatukan kejadian dalam diri secara menyeluruh.
Trauma akibat tindak kekerasan yang tidak terselesaikan dapat juga
terjadi apabila tidak ada atau sangat sedikit intervensi yang mendukung
korban pada masa akut (disorganisasi), tindak kekerasan terjadi
berulangkali, sebelum terjadi tindak kekerasan terjadi berulangkali, sebelum
terjadi tindak kekerasan korban tersebut sedang menghadapi stresor
kehidupan, dan tidak mempunyai dukungan sosial. Trauma tindak kekerasan
yang tidak teratasi dapat terlihat pada:
22
a. Individu yang mengalami gejala fobia, seperti rasa taku sendirian
atau keluar rumah
b. Menarik diri dari kegiatan sosial, harga dirir rendah, dan perasaan
bersalah
c. Hanya dengan sedikit pemicu dapat menimbulkan gejala trauma
tindak kekerasan
d. Menghindari kontak dengan orang yang identik dengan pelaku
tindak kekerasan
e. Menarik diri, pendiam atau mudah marah terhadap keluarga dan
teman
R. KEKERASAN SEKSUAL PADA LANSIA
Kekerasan pada lansia adalah Pengniayaan terhadap lansia mengakibatkan
cedera fisik atau penelantaran emosional meliputi menentang keinginan
lansia, mengintimidasi, atau membuat keputusan yang kejam. Penganiayaan
terhadap lansia umumnya dilakukan oleh anak-anak mereka.Tindakan yang
disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam bentuk malnutrisi,
fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain yang disebabkan
adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pengawasan, pelayanan
medis,rehabilitasi dan perlindungan yang dibutuhkan
S. FAKTOR PRESIPITASI (STRESSOR PENCETUS)
Identitas seksual tidak dapat dipisahkan dari konsep diri atau citra tubuh
seseorang. Oleh karena itu, apabila terjadi perubahan pada tubuh atau emosi
seseorang, respons seksual juga berubah. Ancaman yang spesifik meliputi :
a. Penyakit fisik dan cedera
b. Gangguan jiwa
c. Pengobatan
d. HIV, sindrom imunopdefisiensi didapat (AIDS)
e. Proses penuaan
23
T. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Townsend (1996), ada beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang faktor predisposisi, yaitu teori biologi, teori psikologi, dan teori
sosiokultural, yaitu :
a. Teori Biologi
Teori biologi terdiri atas tiga pandangan, yaitu pengaruh neurofisiologis,
biokimia, genetik, dan gangguan otak.
a) Pengaruh Neurofisiologis
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik secara
jelas terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b) Pengaruh Biokimia
Berbagai neurotransmitter sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif.
c) Pengaruh Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan keterkaitan dengan genetik.
d) Gangguan Otak
Penelitian membuktikan bahwa sindrom otak organik berhubungan
dengan berbagai gangguan serebral merupakan faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologi
a) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka tehadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
24
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
insting. Insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan
insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
b) Teori Pembelajaran
Anak-anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
yakni orang tua, kemudian mereka mulai meniru pola perilaku guru,
teman dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-
kanak atau yang mempunyai orang tua yang mendisiplinkan mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung berperilaku keras setelah
dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Selain pengaruh biologis dan psikologis, faktor budaya dan
struktural sosial juga berpengaruh terhadap perilaku agresif. Ada
kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan
sebagai cara menyelesaikan masalah.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut WHO(dalam Bagong. S, dkk, 2017), kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan,ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang ataumasyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma,kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Macam-macam
kekerasan : kekerasa terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga,
kekerasan, kekerasan pada remaja, dan kekerasan seksual pada lansia.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan untuk lebih
menaruh perhatian terhadap persoalan sosial. Hendaknya kita dapat
mencegah dan mengendalikan perilaku penganiayaan dan kekerasan
terhadap komunitas sehingga tidak menimbulkan masalah sosial yang
terjadi akibat penganiayaan dan kekerasan tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/17071334/MAKALAH_KEKERASAN_TERHADAP
_ANAK
https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2015/04/06/makalah-tugas-kekerasan-
dalam-rumah-tangga-aep-nurul-hidayah_rkm126201/comment-page-1/.
https://www.academia.edu/36066740/Kekerasan_terhadap_Lansia
27