Anda di halaman 1dari 13

Review Materi Buku

“Practical Counselling and Helping Skill”


Chapter 2,3 dan 4 Karya Richard Nelson-Jones

{MAKALAH}

Mata Kuliah: Psikologi Konseling


Dosen Pengampu: Dr. Nani Nuranisah Djamal. M.Pd, M.Psikolog

Oleh:
Nishrina Ainurrohman
1176000117
6D

BANDUNG
2019 M/1441 H
CHAPTER 2
(CREATE COMMUNICATION SKILLS AND FEELINGS)

WHAT IS LIFESKILL?
Dalam proses konseling sering kali klien membutuhkan bantuan yang permanen dan
kompleks sebagai sarana bantuan di masa depannya. Seorang konselor perlu memiliki
keterampilan tertentu dalam menghadapi kliennya. Setidaknya ada dua kategori utama
keterampilan yang perlu dikuasai di dunia konseling, yaitu keterampilan tindakan
komunikasi/ tindakan (melibatkan perilaku eksternal) dan keterampilan pikiran (melibatkan
perilaku internal). Perasaan dan reaksi fisik bukan bagian dari suatu keterampilan. Melainkan
sifat naluriah yang dimiliki oleh manusia. Namun, baik konselor maupun klien mampu
mempengaruhi perasaan dan reaksi fisiknya dengan cara berkomunikasi/bertindak dan cara
mereka berpikir.
CREATING COMMUNICATION AND ACTION SKILL
Terdapat lima hal yang perlu dipahami dalam melatih keterampilan komunikasi/tindakan,
diantaranya:
1. Verbal Communication Skills
- Bahasa (Language)
Bahasa mengandung berbagai elemen bahasa asing. Adapun bahasa yang biasa
digunakan dalam kehidupan berkomunikasi dalam situasi tertentu seperti bahasa
formal dan informal.
- Konten
Konten dapat berfokus pada area topic, masalah atau tugas yang sedang dilakukan
seperti belajar keterampilan konseling. Selain itu, konten mengacu pada fokus
pembicaraan, apakah tentang diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Konten juga
dapat mengacu pada dimensi pembicaraan evaluatif.
- Amount of Speech (Kuantitas Bicara)
Seseorang yang pemalu akan kesulitan ketika tiba giliran mereka untuk berbicara.
Beberapa klien mungkin sedikit berbicara, yang lain merasa hangat dan ada juga
yang terbata-bata.
- Ownership of Speech
Kepemilikan bicara seperti kata “Anda” yang berfokus pada orang lain dan bisa
menghakimi, dan kata “Saya” yang merujuk kepada seseorang sebagai pengirim.
2. Vocal Communication Skills
- Volume, berkenaan dengan keras dan lembutnya suara. Seorang trainee konselor
harus berbicara dengan volume yang dapat di dengar baik oleh klien, sehingga
klien merasa nyaman dan menerima pembicaraannya.
- Artikulasi, yaitu kejelasan dalam berbicara. Seorang trainee konselor dan klien
yang mampu mengucapkan kata-kata dengan baik dan jelas akan mudah
dipahami.
- Pitch, yaitu berkenaan dengan tinggi atau dalamnya suara.
- Emphasis, seorang trainee konselor menggunakan tekanan pada suaranya ketika
merespon perasaan klien dan ketika perbedaan nuansa konseling.
- Rate, biasanya berkenaan dengan kuantitas kata yang dihasilkan per menit.
Speech of Rate bukan hanya seberapa cepat kata yang diucapkan, tetapi frekuensi
dan durasi jeda yang dihasilkan selama berbicara.
3. Bodily Communication skills
- Ekspresi Wajah. Ekman, Friesen dan Ellsworth (1972) menemukan ada tujuh
ekspresi emosi wajah yang utama, diantaranya; bahagia, terkejut, takut, sedih,
marah, tertarik dan jijik.
- Gaze (Tatapan) atau melihat orang lain di bagian wajahnya, keduanya adalah cara
menunjukan ketertarikan dan cara mengumpulkan informasi ekspresi wajah.
- Kontak mata
- Gestures, yaitu gerakan fisik yang mengilustrasikan kata sebelum, saat atau
setelah diucapkan.
- Posture, mampu mengkomunikasikan seberapa cemas seseorang, misalnya ketika
duduk dengan tangan dan kaki disilangkan dengan rapat memberi kesan
emosional perasaan gelisah atau tegang.
- Physical Closeness. Perubadan zona kedekatan fisik berkaitan dengan hubungan
yang alamiah. The Intimate Zone (antara 6-8 inci) mudah disentuh dan
menyentuh, seperti suami isteri, kekasih, teman dekat dan keluarga. The Personal
Zone (antara 18-48 inci), seperti teman-teman dan pertemuan sosial lainnya. The
Social Zone (antara 4-12 kaki) rasa nyaman ketika seseorang tidak ingin tahu satu
sama lain. The Public Zone (lebih dari 12 kaki), berjarak untuk menunjukan
perkumpulan publik.
- Pakaian (Clothes), pakaian mempengaruhi seberapa besar dan bagian mana yang
menunjukan keterbukaan seseorang.
- Grooming, perawatan diri juga memberikan informasi yang penting tentang
seberapa baik seseorang mengurus dirinya sendiri, seperti bersih atau kotor, rapi
atau berantakan.
4. Touch, sentuhan merupakan kategori istimewa dari komunikasi tubuh. Pesan dikirim
dengan sentuhan seperti bagian tubuh mana yang digunakan, bagian tubuh mana yang
disentuh, seberapa kuat atau lembut sentuhan itu.
5. Taking Action Communication, terdiri dari pesan yang dikirim tanpa melihat satu
sama lain, seperti memfollow-up klien yang tidak menjumpai pertemuan/perjanjian.
FEELINGS AND PHYSICAL REACTION (PERASAAN DAN REAKSI FISIK)
Perilaku manusia adalah apa yang mereka rasakan. Reaksi fisik mewakili perasaan, dalam
artian keduanya tidak dapat dibedakan. Misalnya reaksi rubuh ketika diserang perasaan
cemas seperti detak jantung yang ceoat, pernafasan yang dangkal, berkeringat, tegang otot,
mual-mual, termasuk kesulitan tidur. Sehingga orang sangat dipengaruhi oleh reaksi fisik
mereka. Seorang konselor tentang harus memahami perasaan dirinya sendiri dan klien
mereka. Perasaan dan reaksi fisik merupakan dua hal yang penting, termasuk memahami
perasaan, mengekspresikan perasaan dan juga mengelola perasaan. Disisi lain, kemampuan
konseling dasar yang harus dimiliki ketika menghadapi klien diantaranya
komunikasi/tindakan, pikiran dan proses mental untuk mempengaruhi bagaimana perasaan
mereka dan reaksi fisik yang ditimbulkan.
MINDMAP CHAPTER 2
CHAPTER 3
(CREATE MIND SKILL)

THE SITUATION_THOUGHTS-CONSEQUENCES (STC) FRAMEWORK


Kerangka kerja STC yang sederhana memberikan langkah pertama dalam memahami
hubungan antara apa yang terjadi pada seseorang dan bagaimana mereka bereaksi.
S : Situasi
T : Pikiran seseorang yang berkaitan dengan situasi, termasuk visualisasinya,
C : Perasaan, reaksi fisik, komunikasi dan tindakan yang merupakan konsekuensi dari S
dan T
WHAT ARE MIND SKILLS
Bagaimana seseorang mengatur pikiran mereka sehinngga mampu mempengaruhi cara
berkomunikasinya? Pertama, mereka memahami kemampuan berfikir dengan penuh
kesadaran atau berfikir tentang pemikiran yang dapat dikembangkan. Kedua, mereka bisa
menjadi jauh lebih efisien dalam berfikir apabila menyadari kemampuan tersebut bisa dilatih
dan dikontrol. Ketiga, tekun berlatih menggunakan keterampilan pikiran mereka untuk
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ulasan mengenai enam proses mental pusat atau keterampilan pikiran:
1. Creating Rules Skills
Setiap orang memiliki aturan yang memandunya dalam menjalani aktivitas dan
pekerjaannya. Aturan tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan, seperti keluarga,
agama, gender, budaya dan lain-lain. Untuk menentukan aturan, perlu terlebih dahulu
menekankan perbedaan antara menuntut (demanding) dan memilih (preferring) aturan
yang akan diambil. Berikut contohnya:
- Demanding : saya harus disukai oleh semua orang
- Preferring : saya lebih suka disukai banyak orang, tetapi lebih penting jujur pada
diri sendiri
2. Creating Perceptions Skills
Berikut tahapan untuk menguji persepsi:
a) Situation : keadaan yang sedang atau akan dihadapi oleh
subjek.
b) Initial unrealistic perception : persepsi awal yang bersifat
menjatuhkan diri sendiri dan tidak nyata.
c) Reality-testing the initial perception: menguji persepsi awal dengan persepsi yang
lebih realitis dan membangun.
d) Revised realistic perception : persepsi realitis yang telah direvisi.
Dalam dunia konseling, perlu berhati-hati untuk melatih persepsi. Penting untuk tidak
langsung mengambil kesimpulan ketika mengidentifikasikan dan mengklarifikasi
masalah. Dibawah ini adalah beberapa kesalahan persepsi khusus atau kelemahan
keterampilan yang harus dihindari:
- Arbitary Inference : membuat kesimpulan semaunya tanpa bukti
pendukung yang memadai, seperti “saya adalah pelatih yang mengerikan”.
- Selective Abstraction : fokus pada hal di luar konteks dan mengabaikan
informasi yang menonjol, seperti seseorang yang merasa terancam ketika melihat
respon lawan bicaranya memiringkan kepalanya agar dapat mendengar dengan
baik.
- Magnification and minimization: mengevaluasi kejadian secara berlebihan
daripada yang sebenarnya terjadi, contoh magnification yaitu seorang pelatih yang
berfikir “jika saya terlihat gugup ketika melakukan konseling, itu akan menjadi
bencana”. Contoh minimalization adalah seseorang yang menganggap ibunya
yang sakit keras sebagai flu biasa.
- Black and white thinking : mempersepsikan dua hal negative dan positif secara
ekstrem, contohnya “saya ini sangat cooperative atau tidak cooperative”.
- Over-generalization : menyangkut pautkan kesimpulan satu insiden
dengan insiden lain yang tidak berhubungan, seperti pikiran “klien-klien saya
tidak pernah fokus pada inti masalahnya”.
- Personalization : mengaitkan peristiwa ektsernal dengan diri sendiri
tanpa ada bukti yang memadai, contohnya “saya telah melakukan sesuatu yang
menyinggung perasaannya”.
3. Creating Self-Talk Skills
Berikut tahapan menciptakan keterampilan self-talk:
a) Situation ; Didi adalah seorang trainee yang akan bertemu dengan klien
pertamanya dengan pengawasan.
b) Negative Self-talk ; “tolong, saya akan menghadapi interview yang sangat penting
dengan klien yang nyata. Saya ketakutan jika klien tidak memperhatikan saya,
saya cemas dan kurang terampil. Bagaimana jika klien memiliki permasalahan
diluar kemampuan saya?Bagaimana jika supervisor melihat segala kesalahan yang
saya buat?”
c) Coping Self-talk ; “tolong, saya akan menghadapi interview yang sangat penting
dengan klien yang nyata. Sekarang, saya harus tenang dan tarik nafas dan
keluarkan secara perlahan. Saya yakin bisa melaluinya dengan baik. Saya sudah
latihan dengan baik dan mendapatkan umpan balik yang bagus dari supervisor.
Apapun yang terjadi akan saya terima dan jalani”.
4. Creating visual images skills
Berikut tahapan menciptakan keterampilan gambar visual:
a) Situation ; Didi adalah seorang trainee yang akan bertemu
dengan klien pertamanya dengan pengawasan.
b) Negative Self-talk and Visual Images : “Saya membayangkan diri saya
diserang kecemasan, tegang, berbicara terlalu cepat dan tidak memperhatikan
klien. Saya membayangkan seorang klien dengan masalah yang berat dan saya
tidak mampu mengatasinya. Saya membayangkan diri saya diperhatikan oleh
supervisor karena gugup dan kinerja yang buruk”
c) Coping self-talk and Visual Images : “Saya membayangkan diri saya
diserang kecemasan. Tegang, berbicara terlalu cepat dan tidak memperhatikan
klien. Tetapi saya harus tenang ekarang, tarik nafas secara perlahan dan
bayangkan saya sedang berada di pantai yang indah dengan desiran ombak yang
menenangkan hati. Sekarang saya harus tenang berjalan menuju ruang interview,
menyiapkan ruangan yang nyaman sebelum klien datang, dan melakukan
percakapan kecil kepada klien. Apabila supervisor mengumpan balik kesalahan
yang saya lakukan, saya akan mengevaluasinya agar menjadi lebih baik lagi”.
5. Creating explanation Skills
Explanation of cause adalah alasan seseorang menyalahkan dirinya terhadap apa yang
sedang terjadi. penjelasan ini bisa dipengaruhi oleh bagaimana mereka berfikir
mengenai masa lalu, sekarang dan masa depannya. Berikut cara membuat penjelasan
yang membahayakan dan penjelasan yang membantu:
a) Harmful Explanation : Dodo menyalahkan orang tuanya karena tidak bahagia
seperti keluarga yang dodo inginkan. Dia menyimpulkan bahwa kesulitan
pribadinya disebabkan oleh kekurangan orang lain.
b) Helpful Explanation : Dodo menyadari bahwa orang tuanya tidak
selalu dapat menunjukan kasih sayang mereka seperti yang diinginkannya.
Meskipun ia merindukan kasih sayang itu, Dodo mencoba untuk memaksimalkan
hidupnya. Dodo akhirnya menyadari bahwa pada akhirnya tergantung pada
kemampuan dan upayanya sendiri apakah ia menjadi seseorang yang terampil atau
tidak.
6. Creating Expectations Skills
Terkait dengan harapan tentang tingkat kompetensi seseorang adalah harapan tentang
kemampuan seseorang untuk menghadapi situasi dan orang-orang yang sulit.
Ketidakpercayaan peserta pelatihan terhadap kemampuan mereka untuk mengatasi
kesulitan, krisis, dan insiden kritis dapat memengaruhi secara negatif bagaimana
mereka menanganinya, jika dan kapan terjadi. Ironisnya, pada saat-saat ketika mereka
harus paling realistis dan rasional, otak emosional mereka dapat mengambil alih dan
perasaan yang kuat dapat mengatasi alasan.
Berikut cara membuat harapan yang membahayakan dan harapan yang membantu:
a) Situation : Dudu seorang trainee yang akan menginterview
kliennya Pat, sebagai bagian latihan konseling yang diawasi.
b) Harmful Expectations : “saya tidak cukup kompeten menginterview seseorang
dan saya takut mengacaukan interview ini”.
c) Helpful Expectations : “Baiklah, aku merasa gugup menghadapi interview ini.
saya bisa menerimanya perasaan ini. Bagaimanapun, saya harus melihat realitas
situasi ini. Saya telah belajar keterampilan konseling dan seharusnya tidak terlalu
berharap banyak dari awal”.
7. Other Mind Skills
Ada 2 area pikiran tambahan yang akan diulas singkat dibawah ini:
a. Creating Realistic Goals Skills : Menentukan tujuan baik jangka pendek,
jangka menengah atau jangka panjang dan di berbagai bidang,
b. Creating Realistic Decision-making Skills : Pengambilan keputusan harus
realistis, yakni dengan cara menghadapi dan mengambil keputusan, dan
menerapkan lalu mengevaluasinya.

SITUATION-THOUGHTS-CONSEQUENCES REVISITED
Sekarang setelah sejumlah keterampilan pikiran yang berbeda telah dipresentasikan, sekarang
saatnya untuk meninjau kembali kerangka kerja STC. T, atau pemikiran dalam kerangka
kerja, sekarang dapat dilihat dengan dua cara. Pertama, ada cara orisinal di mana T
menunjukkan pikiran yang ditimbulkan oleh suatu situasi. Kedua, adalah cara yang lebih
analitis di mana T menunjukkan baik pikiran maupun keterampilan pikiran yang mereka
miliki mewakili. Sehingga akan menghasikan konsekuensi yang telah direvisi oleh pikiran
secara otomatis, seperti contoh dalam creating self-talk skills, Didi terus mengatakan kepada
dirinya sendiri bahwa dia tidak bisa melakukannya dengan baik dan kurang berkemampuan.
Namun, disisi lain Didi tetap tenang dan mengendalikan dirinya sebagai bagian dari latihan
self-talk.
MINDMAP CHAPTER 3
CHAPTER 4
(THE LIFESKILLS COUNSELLING MODEL)

STAGES AND PHASES OF THE LIFESKILLS COUNSELLING MODEL


1. Stage 1 Relating
Main Task: Form A Collaborative Working Relationship
a) Phase 1: Pre-Counselling Contact
Berkomunikasi dengan memberikan informasi untuk klien sebelum sesi pertama.
b) Phase 2: Starting The Initial Session
Memulai pertemuan, menyapa dan duduk, membuat kata-kata pembuka, dan
mendorong klien untuk memberi tahu alasan kedatangannya.
c) Phase 3: Facilitating Client Disclosure
Memberi ruang kepada klien untuk mengungkapkan dirinya dan permasalahan
dari perspektif klien.

2. Stage 2 Understanding
Main Task: Assess and agree on a shared analysis of the client’s problem(s)
a) Phase 1: Reconnaissance
Meninjau lebih luas untuk mengindentifikasikan masalah utama klien dan
mengumpulkan informasi untuk memahami klien dengan baik.
b) Phase 2: Detecting and Deciding
Mengumpulkan bukti spesifik untuk menguji gagasan tentang kemungkinan
kemampuan yang buruk dan meninjau semua informasi yang ada untuk
mengembangkan keterampilan yang perlu ditingkatkan.
c) Phase 3: Agreeing on a shared analysis of the client’s problem(s)
Kembali ke analisis awal masalah klien, termasuk menentukan keterampilan
pikiran dan keterampilan komunikasi/tindakang untuk ditingkatkan.

3. Stage 3 Changing
Main Task: Achieve client change and the maintance of change
a) Phase 1: Intervening
Membantu klien untuk mengelola masalah saat ini dengan meningkatkan
keterampilan berpikir yang relevan dan keterampilan komunikasi/tindakan untuk
sekarang dan di masa yang akan datang.
b) Phase 2: Ending
Membantu klien untuk mengkonsolidasikan keterampilan mereka untuk
digunakan setelahnya dan untuk merencanakan bagaimana mempertahankannya
ketika konseling berakhir.
c) Phase 3: Client Self-helping
Klien, sebagian besar atas kemauan mereka sendiri, tetap menggunakan
keterampilan mereka, memantau kemajuan mereka, mengoreksi penyimpangan
dan, jika mungkin, mengintegrasikan keterampilan mereka yang lebih baik ke
dalam kehidupan sehari-hari mereka.
APPLYING THE MODEL
Untuk kebaikan klien, konselor perlu menerapkan skill konseling yang fleksibel.
1. Short-term counselling
Model konseling lifeskill relatif bersifat jangka pendek, katakanlah satu atau dua sesi.
Namun, bisa juga bersifat jangka menengah, 10 sampai 20 sesi, atau jangka panjang,
lebih dari 20 sesi. Disesuaikan dengan orientasi tugas yang diputuskannya, misalnya
dalam konseling jangka pendek lebih sesuai diterapkan kepada klien yang sedang
mengalami perasaan cemas akan menghadapi ujian, berbicara di depan umum,
interview pekerjaan dan lain-lain.
2. Medium-Term and long-term counselling
Konseling dapat berjalan lebih lama apabila klien mengalami kesulitan
mengidentifikasi lifeskill-nya. Konselor mungkin harus mengerahkan kemampuannya
dengan lebih optimal, dan membantu klien melatih kemampuannya.
3. Counselling for existential concerns
Konseling lifeskills dapat membantu klien menangani masalah eksistensial yang
langsung dihadapi. Seperti kasus orang yang menderita kanker stadium akhir. Orang-
orang semacam itu mungkin memerlukan bantuan setidaknya dalam empat bidang:
berkonfrontasi dan berdamai dengan kecemasan akan kematian, berurusan dengan
masalah yang timbul akibat kanker.
4. Adapting to the model
Seorang konselor pemula membutuhkan banyak waktu untuk melalui tantangan yang
ditimbulkan oleh klien. Konselor lifeskill harus memiliki keterampilan fleksibel atau
pemikiran yang efektif dalam menangani setiap permasalahan klien, dan hal tersebut
perlu dilatih.
5. Concluding comment
Konselur berwenang untuk membantu klien dalam meningkatkan keterampilan
mereka mendengar keluh kesah batin mereka dan berhubungan lebih asli tidak untuk
dibohongi. Karena sebagian besar klien memandang konselor sebagai sosok yang
terampil dan bisa menyelesaikan masalah mereka.
MINDMAP CHAPTER 4

Anda mungkin juga menyukai