Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konselor menurut Hartono dan Boy Soedarmadji memberikan pengertian yakni konselor
merupakan tenaga profesional yang memberikan pelayanan dalam bidang konseling.
Sementara, menurut Jones konselor diartikan sebagai kegiatan yang mengumpulkan fakta
dan pengalaman para siswa. Konselor akan memfokuskan terhadap masalah tertentu yang
dialami bersangkutan. Akhirnya konselor akan memberi masukan untuk memecahkan
masalah tersebut.
Seorang konselor membantu kliennya untuk melakukan konseling, terutama dalam
masalah berat. Apabila ternyata masalah yang dialami klien berat dan mendalam, maka
konselor akan memberikan rujukan klien untuk pergi ke psikiater atau psikolog. Jadi,
sangat mungkin terjadi kerjasama antara konselor, psikolog, dan psikiater dalam upaya
penyembuhan klien.
Berkaitan dengan konsep fungsi dan peran konselor, Wrenn (1973) mencatat, bahwa
beberapa individu dan kelompok (pakar) mempunyai suatu penanaman di dalam
menentukan peran dari konselor itu, tanpa memperhatikan adegan pekerjaan, akan tetapi
fungsi-fungsi itu adalah matra yang ekslusif dari konselor yang professional (Mamat
Supriatna).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran dan fungsi konselor?
2. Bagaimana kepakaran konselor dalam berbagai bidang?
3. Bagaimana masalah-masalah yang dihadapi konselor?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


Adapun mengenai tujuan pembahasan dari makalah ini adalah agar bisa memberikan
penjelasan dan wawasan mengenai materi peran dan fungsi konselor kepada masyarakat
umum dan mahasiswa, khususnya mahasiswa psikologi. Kemudian, diharapkan makalah
ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia melalui
bidang Psikologi. Lebih lanjut, makalah ini juga bisa menjadi rujukan bagi peneliti
ataupun bagi para penuntut ilmu, memperkaya literatur dunia, serta berguna bagi bangsa
dan negara.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran dan Fungsi Konselor


Menurut Baruth dan Robinson, peran adalah apa yang diharapkan dari posisi yang
dijalani seorang konselor dan persepsi dari orang lain terhadap posisi konselor tersebut.
Sedangkan peran konselor menurut Baruth dan Robinson adalah peran yang inheren ada
dan disandang oleh seseorang yang berfungsi sebagai konselor.
Sedangkan dalam pandangan Rogers, koselor lebih banyak berperan sebagai partner klien
dalam memecahkan masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak
memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan,
perasaan, dan persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh
klien.
Peran konselor adalah membantu klien agar mampu meneguhkan kesadaran serta
komitmen dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan mampu membangun
hubungan dengan klien serta memikirkan rencana tindakan untuk perubahan dan
pertumbuhan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Berbeda dengan peran yang didefinisikan sebagai harapan-harapan (expectations) dan
pengarahan-pengarahan perilaku yang dikaitkan dengan suatu posisi, fungsi diartikan
sebagai aktivitas yang ditunjukkan untuk suatu peran. Dengan kata lain, peran berkaitan
dengan suatu posisi; sementara itu rincian perbuatan dalam menjalankan posisi berarti
fungsi.
Menurut Tohirin menyebutkan bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
khususnya di sekolah atau madrasah memiliki 9 fungsi yakni Fungsi pencegahan
(preventif), Fungsi pemahaman, Fungsi pengentasan, Fungsi pemeliharaan, Fungsi
penyaluran, Fungsi penyesuaian, Fungsi pengembangan, Fungsi perbaikan, dan Fungsi
advokasi.
1. Fungsi pencegahan
Mencegah timbulnya permasalahan yang akan terjadi pada diri meraka sehingga
mereka tidak mempunyai masalah yang bisa menghambat diri mereka.
2. Fungsi pemahaman
Memahami apa yang ingin dilakukan oleh klien, memahami potensi mereka dan
membantu mengembangkanya.
3. Fungsi Pengentasan
Mampu menjadi seorang "dokter" bagi kliennya yang bisa menyembuhkan penyakit
dalam aspek psikologis dalam diri konseli.
4. Fungsi Pemeliharaan
Hal ini dapat dilakukan melalui pengaturan, kegiatan dan program.
5. Fungsi Penyaluran
Siswa memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan
bakat dan minat mereka.
6. Fungsi Penyesuaian
Berarti penyesuaian siswa dengan lingkungan sekitarnya.
7. Fungsi Pengembangan
Ini sama seperti dengan fungsi penyaluran, bedanya fungsi pengembangan ini lebih
terarah pada suatu tujuan tertentu.
8. Fungsi Perbaikan
Membantu siswa menyelesaikan masalah
9. Fungsi advokasi
layanan konseling yang membantu konseli untuk memperoleh kembali hak-hak
dirinya yang tidak diperhatikan dan atau mendapatkan perlakuan yang salah sesuai
dengan tuntutan karakter, cerdas dan terpuji.

B. Kepakaran Konselor
Peran konselor menurut Baruth dan Robinson III, sebagaimana dikutip oleh Jeanette
Murad Lesmana, menyatakan bahwa konselor mempunyai lima peran generik yaitu
sebagai konselor, konsultan, agen pengubah, agen prevensi primer dan sebagai menajer.
1. Sebagai Konselor
Sebagai seorang konselor, harus memiliki kepakaran dalam mencapai sasaran
intrapersonal dan interpersonal, mengatasi defisit pribadi dan kesulitan
perkembangan, membuat keputusan dan memikirkan rencana tindakan untuk
perubahan dan pertumbuhan, meningkatkan kesehatan dan sesejahteraan.
2. Sebagai Konsultan
Kepakaran konselor sebagai seorang konsultan haruslah mampu bekerja sama dengan
orang-orang lain yang mempengaruhi kesehatan mental klien.

3. Sebagai Agen Pengubahan


Konselor yang berperan sebagai agen pengubahan harus dapat memberikan dampak
atau pengaruh positif atas lingkungan untuk meningkatkan berfungsinya klien

4. Sebagai Agen Prevensi Primer


Agen prevensi primer haruslah memiliki kepakaran dalam mencegah kesulitan dalam
perkembangan dan coping sebelum terjadi penekanan pada strategi pendidikan dan
pelatihan sebagai sarana untuk memperoleh keterampilan coping yang meningkatkan
fungsi interpersonal.

5. Sebagai Manajer
Seorang konselor yang berperan sebagai manajer harus memiliki kepakaran untuk
dapat mengelola pelayanan multifaset yang diharapkan dapat memenuhi berbagai
macam ekspektasi peran seperti yang sudah dideskripsikan sebelumnya.

C. Masalah-masalah yang Dihadapi Konselor


Cavanagh mengatakan bahwa ada tujuh masalah yang umum dalam suatu hubungan
konseling: kebosanan, hostilitas, berbagai kesalahan konselor manipulasi, penderitaan,
hubungan yang membantu vs tidak membantu, dan mengakhiri konseling.
1. Kebosanan
Kebosanan merupakan masalah yang dihadapi oleh konselor yang telah menangani
kasus yang sama berulang kali, walaupun berasal dari orang yang berbeda. Bahkan
konselor dapat memprediksi dengan hampir tepat apa yang akan dikatakan klien yang
mengalami kasus tersebut pada suatu waktu.
Masalah ini kemungkinan besar akan membuat konselor secara tidak sadar akan
menganggap enteng keluhan klien dan berakhir tidak focus pada apa yang dinyatakan
klien. Jika hal ini terjadi, konselor dapat mengubah teknik konseling atau mengulangi
apa yang dikatakan klien.

2. Hostilitas
Beberapa klien mungkin memiliki hostilitas terpendam yang harus diurai sebelumnya.
Konselor yang harus mengurangi apa yang melatarbelakangi suatu hostilitas yang
terjadi. Seperti, ketakukan dalam menyampaikan perasaannya sehingga klien berusa
untuk menyembunyikannya. Oleh karena itu, seorang konselor harus berusaha
membangun kepercayaan klien agar klien merasa nyaman dalam menyampaikan apa
yang dirasakan.

3. Kesalahan Konselor
Tingkah laku manusia yang diamati oleh konselor merupakan suatu aspek yang
sangat kompleks dan terkadang tidak dapat dipahami dengan tepat. Sehingga
menjadikan konselor mudah untuk melakukan kesalahan dalam konseling. Apabila
seorang konselor telah melakukan kesalah baik itu dalam penyampaian saran atau
pengertian terhadap klien, maka konselor harus bisa meminta maaf dan
memperbaikinya dengan jujur.

4. Manipulasi
Dalam proses konseling, terkadang ditemui klien yang memanipulasi konselor. Hal
ini dilakukan klien baik secara sengaja maupun tidak sengaja dengan maksud untuk
memenuhi kebutuhan perasaannya ataupun untuk menghindari ancaman yang dating
dari konselor. Jika klien melakukan manipulasi, penting bagi konselor untuk
mengetahuinya dan tidak mengungkapnya secara gamblang agar klien tidak menjadi
defensif.

5. Penderitaan (Suffering/Psychological/Bleeding)
Seorang klien pasti memiliki penderitaan yang membuatnya datang kepada konselor,
dan konselor harus dapat membuat klien menceritakan segala penderitaan yang dia
rasakan agar dapat ditemukan solusinya.
Konselor sering kali mengalami kebimbangan dalam menyikapi penderitaan ini.
Selain harus menentramkan perasaan klien yang menderita karena harus berhadapan
dengan kenyataan yang menyakitkan baginya, seorang konselor juga harus
menentramkan emosi yang tidak stabil karena melihat penderitaan kliennya.
Sehingga, bila konselor mengalami penderitaan, ada baiknya bila disampaikan kepada
klien. Tetapi dengan catatan harus dengan cara yang tidak memprovokasi simpati atau
perasaan bersalah terhadap klien. Hal ini dilakukan untuk dapat membangkitkan
empati yang sesungguhnya terhadap penderitaan yang dirasakan klien.

6. Hubungan yang membantu vs yang tidak membantu


Ada 2 tipe hubungan yang tidak membantu dalam konseling:
a. Distansi emosional (emotionally detached)
Konselor yang distan secara emosional tidak dapat mengerti klien sepenuhnya. Ia
tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan persepsi klien
sehingga bisa benar-benar berempati.
b. Kelekatan emosional (emotionally attached)
Lekat emosional berarti bahwa konselor dan/atau klien bergantung pada satu sama
lain untuk pemuasan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi
dalamhubungan semacam ini merupakan kebutuhan untuk merasa aman, untuk
menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi, dan dibutuhkan.

Hubungan yang membantu adalah:

Keterlibatan emosional (emotionally involved), Satu-satunya hubungan yang sehat


antara konselor dan klien adalah hubungan dimana ada keterlibatan emosional, bukan
distansi dan bukan pula kelekatan. Sehingga diantara klien dan konselor cukup saling
mengenal untuk dapat saling percaya dan saling berempati.

7. Mengakhiri Konseling
Berapa pun sesi konseling yang terjadi, pada suatu waktu akan berakhir dalam salah
satu dari tiga cara ini, yaitu bila sasaran konseling telah tercapai, klien secara
prematur ingin menghentikan konseling, konselor ingin menghentikan konseling
meskipun klien ingin melanjutkan. Melakukan terminasi dapat membawa masalah
bagi konselor dan klien.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran konselor adalah membantu klien agar mampu meneguhkan kesadaran serta
komitmen dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dan mampu membangun
hubungan dengan klien serta memikirkan rencana tindakan untuk perubahan dan
pertumbuhan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Menurut Tohirin menyebutkan bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
khususnya di sekolah atau madrasah memiliki 9 fungsi yakni Fungsi pencegahan
(preventif), Fungsi pemahaman, Fungsi pengentasan, Fungsi pemeliharaan, Fungsi
penyaluran, Fungsi penyesuaian, Fungsi pengembangan, Fungsi perbaikan, dan Fungsi
advokasi.
Seorang konselor haruslah memiliki kepakaran dalam berbagai peran. Menurut Baruth
dan Robinson III, sebagaimana dikutip oleh Jeanette Murad Lesmana, menyatakan bahwa
konselor mempunyai lima peran generik yaitu sebagai konselor, konsultan, agen
pengubah, agen prevensi primer dan sebagai menajer
Cavanagh mengatakan bahwa ada tujuh masalah yang umum dalam suatu hubungan
konseling: kebosanan, hostilitas, berbagai kesalahan konselor manipulasi, penderitaan,
hubungan yang membantu vs tidak membantu, dan mengakhiri konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Herawati, E. (2018). Identifikasi Keterampilan Konselor Menurut Beberapa Kasus Dalam


Al-Qur’an. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Ar-
Rainy: Banda Aceh.

Nuratana. (2018). Upaya Konselor Dalam Memberikan Bimbingan Terhadap Lanjut Usia.
Skripsi. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Ar-Rainy:
Banda Aceh.

Supriatna, M. dan Marsela RD. (2019). Konsep Diri: Definisi dan Faktor. Journal of
Innovative Counseling: Theory, Practice, and Research 3 (02), 65-69

Anda mungkin juga menyukai