Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL BOOK REVIEW &

CRITICAL JOURNAL REVIEW

“Teknik Khusus Bertahan dengan Perasaan”

NAMA MAHASISWA : NANDA ANDYTA PATTIWAEL


NIM 1203151072
KELAS : BK REG E 2020

DOSEN PENGAMPU : MISWANTO, S.Pd, M.Pd


MATA KULIAH : KONSELING INDIVIDUAL

PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2022
TEORI KONSELING

1. Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi
melalui pengorganisasian komponen sensasi yang memiliki
hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori ini
berposisi terhadap teori strukturalisme. Perintis teori ini adalah Chr.
Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation” (1890).
Teori ini dibangun oleh 3 orang, Max Wertheimer, Wolfgang
Kohler, dan Kurt Koffka. Merela menyimpulkan bahwa seseorang
cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lungkungannya
sebagai kesatuan yang utuh. Konsep dasar dalam teori ini adalah Di
Sini dan Sekarang (Here and Now) dan Urusan yang tidak sesuai
(unfinished business) dan penghindaran (avoidance).

Teori Gestalt memandang bahwa pembelajaran tidak hanya


tentang rangsangan dan respon tetapi lebih pada pemahaman
tentang suatu masalah yang mampu menarik kesimpulan baru yang
berwawasan. Pencetus teori Gestalt termasuk Max Wetheimer,
Wolfgang Kohler dan Kurt Kofka. Dalam teori Gestalt terdapat
beberapa hukum yaitu hukum kedekatan, hukum ketertutupan dan
hukum kesamaan. Diantara prinsip pembelajaran Gestalt adalah
pembelajaran melalui wawasan (pemahaman), pembelajaran
merupakan reorganisasi dari pengalaman, pembelajaran akan lebih
berhasil bila sesuai dengan minat siswa. Sedangkan prinsip
persepsi Gestalt termasuk prinsip kontinuitas dan hubungan figur-
ground.

2. Teknik Khusus Bertahan dengan Perasaan

Teknik khusus bertahan dengan perasaan adalah teknik yang


digunakan agar klien dapat menerima dan enyadari sepenuhnya
tentang yang ia alami. Dengan teknik ini, klien yang selalu ingin
menghindari emosi negatif atau perasaan lainnya dapat terealisasi
dengan baik.
Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang
menakutkan dan menghindari perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap mendorong klien
untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih
dalam ke dalam tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya
itu.
Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan
kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin
dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman
untuk bertahan dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya
itu.
TUJUAN
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar
berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan
yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien
haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat
lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan


potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian
dari potensinya yang dimilikinya. Melalui konseling konselor
membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini
dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih
spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
 Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
memahami kenyataan atau realitas.
 Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
 Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada
pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to
himself)
 Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah
laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah
(unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat
diatasi dengan baik.

Adapun tujuan dari Teknik khusus bertahan dengan


perasaan yakni mendorong klien untuk menyadari sepenuhnya
emosi yang ia alami. Klien dapat menghadapi emosi negative
sekalipun tanpa harus menghindari perasaan tersebut.
MASALAH

Permasalahan yang terjadi pada jurnal ialah mengenai


rendahnya self awareness pada siswa XI SMA Negeri 8 Bandar
Lampung. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang siswa.
Adapun rincian permasalahan yang dialami siswa ialah sebagai
berikut :
1. Siswa berinisial AW merasa tidak percaya diri ketika
berhadapan dengan banyak orang
2. MRA, seorang siswi yang aktif di sekolah tetapi menjadi
tertutup dikarenakan fisiknya dihinda oleh orang sekitar.
3. SSN, sosok pribadi yang berbakat di bidang seni tetapi tidak
merasa percaya diri sehingga ia selalu bergantung kepada
orang lain dan tidak dapat mengambil keputusan sendiri.

Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan


menggunakan studi kasus. Teknik Pengumpulan data menggunakan
wawancara konseling. Remaja biasanya mulai mengalami
kebingungan dengan id entitas diri mereka menurut teori
menyebutnya Sturn and Drunk, Storm and Stress yaitu semacam
masa badai topan. Remaja mulai mencari tahu status sosialnya, jati
dirinya, seperti apa watak mereka dan bagaimana orang lain menilai
diri mereka. Oleh sebab itu, pembentukan kesadaran diri pada
remaja sangat penting karena akan mempengaruhi kepribadian,
tingkah laku, dan pemahaman terhadap diri sendiri

Setiap individu tentu memiliki kesadaran terhadap dirinya


sendiri, tetapi terkadang mereka tidak mengetahui apakah kesadaran
tersebut positif atau negatif. Individu yang memiliki self awareness
positif akan memiliki dorongan mandiri lebih baik dan dapat
mengenal serta memahami dirinya sendiri untuk dapat berprilaku
efektif dalam berbagai situasi. Dalam hal ini individu dapat
menerima dirinya apa adanya dan mampu melakukan intropeksi diri
serta lebih mengenal dirinya. Jika individu tidak memiliki kesadaran
diri untuk mengenal dirinya sendiri, maka individu tersebut tentunya
tidak memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan keputusannya.
Individu yang memiliki kesadaran diri atau self awareness negatif
tidak akan memiliki kestabilan dan keutuhan diri, serta tidak dapat
mengenal dirinya dengan baik

Gambaran permasalahan ketiga subjek dapat diamati sebagai berikut:


1)AW adalah sosok pribadi yang kurang percaya diri. Masalah yang dihadapi
AW adalah merasa tidak percaya diri ketika dihadapi dengan banyak
orang. AW memiliki pengalaman buruk saat menjadi pemimpin upacara, ia
gugup dan salah memberikan aba-aba sehingga ia ditertawakan oleh
peserta upacara. Sejak saat itu AW takut jika harus menjadi pemimpin
upacara atau sekedar maju di depan umum. Berdasarkan data diatas, dapat
dilihat AW termasuk anak yang memiliki kesadaran diri yang rendah
padahal ia memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pe- mimpin atau
berbicara di depan umum.

2)MRA adalah seorang siswa yang memiliki berat badan 90 kg yang


membuatnya sulit untuk melakukan banyak aktivitas di sekolah. Karena
hal ini juga membuat MRA tidak terlalu aktif di sekolah terlebih untuk
kegiatan yang berhubungan dengan fisik. MRA pernah memiliki
pengalaman yang kurang mengenakan soal keadaan fisiknya. Saat
pengambilan nilai olahraga, ia ditertawakan oleh teman-teman sekelasnya
karena ia tidak cepat dalam berlari. Sejak saat itu MRA merasa fisiknya
menjadi penghalang dirinya untuk berkembang padahal disesi wawancara
MRA termasuk anak yang pandai dan bercakap berbahasa inggris.
Berdasarkan data di atas, MRA termasuk anak yang memiliki kesadaran
diri yang rendah.

3)SSN adalah sosok pribadi yang ceria namun pemalu. SSN merasa mamiliki
potensi dalam bidang seni yaitu bernyanyi dan bermain musik. Masalah
yang dihadapi oleh SSN adalah tidak mampu mengambil keputusan sendiri
dan selalu bergantung pada orang lain. SSN sering kali meminta pendapat
kepada orang lain mulai dari hal kecil sampai menyelesaikan masalah yang
besarpun ia tidak bisa menyelesaikan sendiri. Seperti memilih warna baju,
ia cenderung meminta saran kepada temannya warna yang cocok untuk
dipakai olehnya. Berdasarkan data di atas, dapat dilihat SSN termasuk
anak yang memiliki kesadaran diri yang rendah.
LANGKAH-LANGKAH

1) Tahap membangun hubungan yaitu menciptakan situasi hangat


dan permisif, meyakinkan konseli bahwa ia mampu
memecahkan masalahnya dengan kemampuan dirinya dan
dapat menceritakan permasalahannya serta menegosisasi
kontrak (perjanjian waktu). Pada sesi ini, konselor harus dapat
mengembangkan kemampuan attending, empati, toleransi dan
kesabaran. Dengan teknik khusus bertahan dengan perasaan,
konselor berupaya agar konseli merasa nyaman dan aman disaat
proses konseling, hal ini ditunjukkan dengan kemampuan
attending yang mana attending ini merupakan kesan pertama
yang akan ditunjukkan pada klien. Sambutlah klien dengan
hangat seperti membukakan pintu, mempersilakan masuk,
memberikan senyuman dan jika konseli hadir saat menangis
maka berilah tisu yang artinya konselor melakukan hal yang
dibutuhkan konseli. Attending ini merupakan suatu langkah
kecil tetapi jangan sampai terlupakan.
2) Tahap mendefinisikan masalah yaitu memperjelas dan
mendefinisikan masalah, konseli mampu mengungkapkan
perasaannya secara bebas dan terbuka dan konselor menerima
perasaan positif dan negatif yang diungkapkan konseli. Pada
saat konseli mulai berbicara dan menceritakan
permasalahannya, cobalah untuk berempati. Jika konselor tidak
memiliki ketrampilan empati, maka proses konseling tidak
berjalan dengan baik. Saat konseling berlangsung, cermati
perkataan konseli dan jadilah pendengar yang baik tidak
menghakimi dan berasumsi yang tidak baik. Tunjukkan empati
seperti tidak memotong pembicaraan, mendengarkan dengan
baik dan tidak terbawa emosi.
3) Tahap keputusan untuk berbuat yaitu tahap ini konseli sudah
mengetahui tindakan yang akan dilakukan, saat ini konseli
mulai menurunnya kecemasan yang dialami dan mulai
mengaktualisasikan sikap dan tindakan yang ingin diambil
untuk pemecahan masalahnya. Konselor dapat menyimpulkan
apa yang telah disampaikan oleh konseli sebagai penguatan
seperti meyakinkan bahwa tidak apa jika merasakan emosi
negative dan tidak perlu menghindari sebuah kenyataan.
Konselor mengajak konseli untuk selalu menerima kenyataan
bukan menghindarinya (rasional). Pada saat konseli mulai
menerima dan menyadari emosi yang ia alami, maka biarkan
konseli menyimpulkan apa yang telah ia dapatkan setelah
melakukan konseling agar ia mengingat kembali apa yang harus
dilakukan.
KESIMPULAN

Kesadaran diri siswa dapat ditingkatkan dengan kegiatan konseling


gestalt karena dalam konseling gestalt bertujuan untuk memperoleh
kesadaran. Kesadaran itu meliputi pengetahuan ten- tang lingkungan,
pengetahuan tentang pribadi seseorang, menerima seseorang, dan mampu
menjalin hubungan.Menu- rut Corey (2013) “tujuan utama kon- seling
Gestalt adalah membantu klien agar berani menghadapi berbagai ma- cam
tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi.

Melalui konseling gestalt klien memiliki kesanggupan untuk


mengarah- kan dirinya dan melakukan perubahan pribadi yang konstruktif.
Disini kon- selor mengajak klien untuk mencari sendiri jawaban atas
permasalahan yang konseli hadapi. Sehingga konseli akan menyusun
persepsi-persepsi baru untuk bersedia menjadi sebuah proses. Dengan
menggunakan Teknik khusus bertahan dengan perasaan, klien yang
awalnya merasa tidak mengerti tentang dirinya menjadi memiliki self
awareness yang lebih baik.

Presepsi-presepsi lama yang dimiliki klien yang membuatnya


memiliki kesadaran diri rendah dapat diubah dengan membentuk presepsi-
presepsi baru untuk sadar akan diri sendiri. Pelaksanaan konseling gestalt
dalam meningkatkan kesadaran diri siswa dapat dikatakan berhasil. Hal ini
dapat diketahui dari hasil wawancara konseling yaitu sadar akan keadaan
fisiknya, sadar akan kemampuannya, dan tidak bergantung pada orang lain.
Berdasarkan hasil wawancara konseling saat mengikuti kegiatan konseling
dan ha- sil observasi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kesadaran
diri siswa kelas XI SMA Negeri 8 Bandar Lampung setelah dilakukan
konseling ges- talt teknik permainan dialog.
DAFTAR PUSTAKA

Munir, Abdul. (2022). Model-Model Konseling. Medan: UNIMED


PRESS. Nisfhi, dkk. (2018) Penggunaan Konseling Gestalt untuk
Meningkatkan Self Awarness Siswa. FKIP Universitas Lampung.

Tri Nugraha, dkk. (2012) Teori dan Teknik Konseling Pendekatan


Gestalt. Universitas Maria Kudus.

Anda mungkin juga menyukai