Anda di halaman 1dari 19

RET

(Rational Emotif
Therapy)
Psikologi Konseling & Psikoterapi
5A

Dosen Pengampu :
Ibu Dr. Hera Wahyuni, M.Psi, Psikolog
Kelompok 4

Muhammad Nur Wakhid Busstommi RP. Agnes M Rahil Nasywa Azura A


210541100008 220541100065 220541100131
Rational Emotif Therapy (RET)
RET dikembangkan oleh Albert Ellis pada pertengahan
tahun 1950an. Ellis berpendapat bahwa orang menjadi tidak
bahagia dan mengembangkan kebiasaan merugikan diri
sendiri karena keyakinan yang tidak realistis atau salah.

RET dilandaskan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan


dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur
maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Ketika berpikir
dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia,
dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional
individu itu menjadi tidak efektif.
RET menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber untuk
aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-
ketentuan pribadi dan masyarakat.

Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk memenuhi


keinginan, tuntutan, hasrat, dan kebutuhan dalam hidupnya. Jika
tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia akan
menyalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.

RET menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak


secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab
perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu
situasi yang spesifik
Konsep Dasar RET
Konsep dasar yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2010:75-76)
adalah sebagai berikut:

1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional.


2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional. Dengan
pemikiran rasional manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
3. Pemikiran irasional bersumber pada disposisi lewat pengalaman masa
kecil dan pengaruh budaya.
4. Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan.
5. Berfikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbl-simbol bahasa.
6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization, yaitu mengatakan
sesuatu yang terus menerus pada dirinya.
7. Pemikiran tak logis/irasional dapat di kembalikan kepada pemikiran
logis dengan reorganisasi persepsi.
Teori Kepribadian
Adapun landasan dari penggunaan teknik ini seperti yang dikemukakan oleh
Ellis (1955) yaitu, teori kepribadian yang dikenal dengan teori A-B-C-D-E
yang merupakan suatu kesatuan proses yang terjadi dalam diri individu
dan tidak terpisah-pisah.

Antecedent event, yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
A pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain

Belief, yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
B Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional dan keyakinan yang tidak
rasional.

Emotional consequence, merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu
C dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi, yang dibentuk oleh irrasional belief dalam
hubungannya dengan (A).
Desputing merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk menentang pikiran yang cenderung
D mengalahkan diri sendiri dan mengalahkan nilai-nilai irasional yang tidak bisa dibuktikan.

E Hasil akhir dariproses A-B-C-D berupa Effect, yaitu perilaku kognitif dan emotif.
Perilaku Bermasalah
Ellis (dalam Latipun, 2010: 74-76) mengemukakan indikator keyakinan
irasional yang berlaku secara universal. Beberapa indikator-indikator
orang yang berkeyakinan irasional tersebut sebagai berikut:

1. Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai


dan diterima orang lain.
2. Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten dalam mencapai semua
keinginan kita.
3. Pandangan bahwa kita diperlakukan secara tidak adil oleh pihak lain.
4. Pandangan bahwa kita selalu membutuhkan sesuatu dari orang lain
sebagai sandaran. dll
Tujuan
Konseling
Menurut Willis (2010: 76) RET
bertujuan memperbaiki dan
mengubah sikap, persepsi, cara
berfikir, keyakinan serta pandangan
klien yang irasional menjadi rational,
sehingga ia dapat mengembangkan
diri dan mencapai realisasi yang
optimal.
Teknik Konseling RET
• Assertive adaptive. Yaitu • Social modeling. Yaitu
melatih dan membiasakan membentuk perilaku baru
klien terus menerus melalui model sosial dengan
menyesuaikan diri dengan cara imitasi dan observasi.
perilaku tertentu yang • Teknik reinforcement.
diinginkan. • Desensitisasi sistematik
• Sosiodrama. Yaitu semacam • Relaxation
sandiwara pendek tentang • Self control
masalah kehidupan sosial. • Diskusi
• Self modeling. Yaitu teknik • Homework assignment.
dimana konselor menjadi
model, dan klien akan berjanji
mengikuti
Peran & Fungsi Konselor
1. Aktif-direktif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan
penjelaskan terutama pada awal konseling
2. Mengkonfrontasi pikiran irasional konseli secara langsung
3. Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir
dan mendidik kembali diri konseli sendiri
4. Secara terus menerus “menyerang” pemikiran irasional konseli
5. Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan
berpikir bukan emosi
6. Bersifat didaktif (George & Cristiani, 1990, p. 86).
Kelebihan
a. Membantu klien untuk siap menghadapi kenyataan. Pendekatan ini
cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien, menyadarkan
klien terhadap pikiran/nilai yang irasional yang membuatnya
bermasalah.
b. Lebih rasional dalam membantu klien.
c. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan
kemajuan dari cara berfikir, sehingga dapat menyadarkan klien akan
kekuatan dan kelemahan diri serta menyikapinya secara tepat.
Kekurangan
a. Konselor lebih otoritatif, sehingga klien terkesan dipaksa untuk
melakukan apa yang selama ini ia merasa tidak sanggup untuk
dilakukannya.
b. Terapi ini terbatas pada individu dewasa, tidak dapat diterapkan pada
anak dan remaja.
c. Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha
untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
d. Konselor terang-terangan dalam menyerang irasional klien.
e. Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan
emosi, dan tidak mau membuat perubahan apa-apa lagi dalam hidup
mereka
KASUS
Andi adalah seorang mahasiswa di suatu perguruan tinggi. Dia merupakan mahasiswa
yang pintar, aktif, dan rajin. IPK Andi selalu bagus, ia selalu aktif di kelas, dan berprestasi.
Suatu ketika, Andi berkenalan dengan seorang mahasiswi di kampusnya hingga mereka
pun menjalin hubungan yang spesial. Seiring berjalannya hubungan mereka, Andi merasa
dirinya semakin termotivasi menjadi lebih baik lagi karena hubungan mereka. Andi
semakin semangat belajar, IPK-nya meningkat, dan semakin produktif, dimana hal ini Andi
yakini sebagai dampak dari hubungannya dengan kekasihnya.

Pada suatu ketika, kekasih Andi tiba-tiba memutuskan hubungan dengan Andi secara sepihak. Andi
begitu stress dan frustrasi karena berakhirnya hubungan mereka. Andi menjadi sering tidak masuk
kuliah dan tidak mengerjakan tugas, Andi semakin merasa dirinya kurang termotivasi untuk hidup. Dia
beranggapan bahwa yang membuatnya mampu menjadi seorang yang berprestasi sebelumnya adalah
karena kekasihnya. Perlahan prestasinya menurun, Andi selalu terlihat murung di kelas, beberapa kali
terlambat ke kelas bahkan tidak masuk tanpa alasan, dia merasa tidak ada lagi seseorang yang
membuatnya untuk menjadi seseorang yang kompeten lagi seperti sebelumnya. Andi merasa dunia
telah bertindak kejam pada dirinya karena telah menghilangkan satu-satunya sumber motivasinya
untuk mengejar cita-cita. Andi merasa begitu putus asa hingga akhirnya dia disarankan oleh dosen
pembimbingnya untuk menemui psikolog agar dapat berkonsultasi.
Tahapan-Tahapan RET
01 Membangun rapport yang baik dengan klien.

02 Menanyakan pada klien terkait masalah/keluhan utama yang klien hadapi dengan
mempersilahkan klien menceritakan semuanya.

03 Melakukan sesuai teknik dan tahapan konseling yaitu konselor menunjukkan perilaku attending,
empati, refleksi, memberikan pertanyaan terbuka maupun tertutup, paraphrasing, menyimpulkan
sementara.

Terapis berusaha menunjukkan dan menjelaskan bahwa apa yang klien pikirkan terkait keberhasilannya yang
04 disebabkan oleh satu-satunya orang yaitu kekasihnya dahulu adalah hal yang salah atau tidak logis,
membantu klien memahami kenapa dirinya dapat memiliki pikiran tersebut, kemudian menunjukkan pada
klien hubungan pikirannya yang irasional itu dengan ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang
dialaminya terutama pada akademik dan kesehariannya.
Menunjukkan pada klien bahwa jika ia terus menerus memiliki pikiran irasional itu maka
05 ketidakbahagiaan dan gangguan akan terus klien alami.
06 Terapis mengarahkan klien dengan disputing keyakinan klien yang irasional
dengan tujuan mengubah cara berpikir klien yang salah dan membuang
pikiran-pikiran itu.

Melalui disputation, terapis berusaha meyakinkan klien bahwa masih banyak yang
07 menjadi sumber motivasi baginya, seperti orang tua, keluarga, dan teman-temannya.

08 Terapis menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi yang nyata
dimana hal ini disebut teknik Assertive Adaptive. Misalkan, dimana biasanya klien bangun
dibangunkan oleh telp dari kekasihnya dahulu, maka saat ini klien harus bangun dengan alarm yang
sudah ia pasang; Kemudian apabila klien semangat pergi ke kampus karena akan bertemu dengan
wanita itu, klien harus berusaha mengubah pikiran tersebut menjadi semangat ke kampus untuk
memulai hari yang baru dan bertemu teman-temannya.

Mengarahkan klien agar lebih “mendebatkan” terkait pikiran irasionalnya, dimana pada tahap ini terapis
09 akan melakukan leading agar klien mampu mengembangkan filsafat yang efektif dimana hal ini dapat
mengubah pikiran irasional menjadi rasional. Pikiran rasional akan membawa klien menjadi lebih
produktif, meminimalkan perasaan benci pada diri sendiri dan orang lain, serta memunculkan rasa puas
dan senang. Sehingga klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal seperti sedia kala
tanpa ada rasa benci pada orang lain dan ketergantungan pada seseorang lagi.
Referensi
Alang, HS (2019). Proses Pelaksanaan Terapi Rasional
Emotif. Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan
Islam , 6 (2).

Sihombing, S. (2015, September 2). Rasional Emotif Therapy.


Diakses pada 28 Oktober melalui
https://srianasihombing.wordpress.com/2015/09/02/rasional-
emotif-therapy/

Binham. (2012, April 8). Konseling Rasional Emotif Terapi


(RET). Diakses pada 28 Oktober melalui
https://binham.wordpress.com/2012/04/08/konseling-rasional-
emotif-terapi-ret/
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai