Oleh
IKIP SILIWANGI
2023
A. Tokoh Rational Emotive
1. Antecedent event (A): peristiwa pendahulu yang berupa fakta, perilaku, atau
sikap orang lain
2. Belief (B): keyakinan, pandangan, nilai terhadap suatu peristiwa rasional
(rB) & irrasional (iB)
3. Emotional consequence (C): reaksi individu terhadap emosi
D. Tujuan Konseling
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku dan pola fikir yang irasional
dan tidak logis menjadi rasional dan lebih logis agar konseli dapat
mengembangkan dirinya.
2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of
Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan
Self Acceptance Konseli.
E. Peran Konselor
1. Pentahapan:
a). Menunjukkan kepada konseli bahwa keyakinan tentang “harus” dan
“sebaiknya” yang ada dalam diri mereka itu adalah suatu yang
irasional.
b). Menunjukkan bahwa pendoktrinasian diri secara berulang yang
dilakukan konseli adalah suatu yang tidak logis dan tidak realistis.
Konselor mengajak konseli bertanggungjawab penuh untuk
mengubah kondisi mereka.
c). Membantu konseli memodifikasi pemikiran dan mengabaikan
gagasan yang irasional. Artinya, membantu kita memahami
lingkaran setan proses menyalahkan diri dan mengubah penyalahan
diri dan mengubah penyalahan diri itu.
d). Mengembangkan filosofis hidup yang rasional sehingga di masa
depan mereka mampu menghindari diri agar tidak menjadi korban
keyakinan tidak rasional yang lain.
F. Hubungan Antar Konselor dan Konseli
Hubungan Konselor-Konseli
1. Hubungan yang erat: menerima semua konseli dan mengajari mereka
untuk tanpa syarat menerima orang lain dan diri mereka
sendiri.Konselor menunjukkan penerimaan penuh dengan tidak
mengevaluasi diri konseli.
2. Konselor menerima konseli sebagai makhluk yang tidak sempurna
yang bisa ditolong dengan menunjukkan bahwa Konselor peduli tanpa
membuat konseli merasa diarahkan dengan menggunakan beragam
teknik semisal, mengajar, biblioterapi, dan modifikasi tingkah laku.
Konselor membangun hubungan dengan konseli dengan cara
menunjukkan pada konseli bahwa Konselor memiliki keyakinan yang
besar akan kemampuan konseli dalam mengubah diri mereka sendiri
dan mengatakan bahwa Konselor mempunyai cara untuk membantu
mereka melakukannya.
3. Konselor terbuka dalam menyingkapi keyakinan dan nilai konseli:
berbagai kekurangan kepada konseli sebagai cara mempertanyakan
gagasan tidak realistis konseli bahwa Konselor merupakan orang yang
“lengkap”. Konselor menunjukkan bahwa hubungan pemindahan
didasarkan pada keyakinan tidak rasional bahwa konseli harus disukai
dan dicintai oleh Konselor, atau figur orang tua
G. Teknik Konseling
1. Metode Kognitif
1) Menentang keyakinan tidak rasional dan mengajarkan konseli cara
mengatasi tantangan ketidakrasionalannya, sampai mampu
menghilangkan dan melunturkan kata “harus” dalam diri konseli.
Pertanyaan yang perlu dipelajari konseli misalnya, “mengapa orang
harus memperlakukan saya secara adil?” atau pertanyaan, “jika saya
tidak mendapatkan pekerjaan seperti yang saya inginkan, akan sangat
mengecewakan, walaupun saya bisa bertahan”.
2) Mengerjakan pekerjaan rumah. Konseli membuat daftar masalah
mereka, mencari keyakinan absolutisme mereka, dan
mempertentangkan keyakinan-keyakinan tersebut. Dengan cara
perlahan dan dibagi ke dalam beberapa sesi, konseli belajar mengatasi
kecemasan dan mempertanyakan pemikiran tidak rasional yang
mendasar. Mereka diminta untuk membaca buku Ellis yang berjudul
“Bagaimana Membuat Anda Sendiri Bahagia dan Tidak Terpengaruh
Terhadap Gangguan”. Mereka juga mendengar dan mengevaluasi
rekaman sesi terapi mereka sendiri. Semua itu dilakukan untuk merevisi
pemikiran, perasaan, dan tingkah laku konseli.
3) Mengubah bahasa “harus” dan “sebaiknya” untuk meminimalisir
kesalahan diri. Misalnya, daripada mengatakan “akan sangat kacau
bila...” konseli belajar untuk mengatakan “akan kurang baik kiranya...”.
pergantian itu akan membawa konseli kepada penerapan pernyataan diri
yang baru, yang membantu mereka berpikir dan bertindak secara
berbeda. Sebagai konsekuensinya, mereka juga mulai merasakan
perbedaannya.
4) Humoralia. Gangguan emosi sering disebabkan karena terlalu seriusnya
seseorang menganggap sesuatu sehingga kehilangan perspektif humor
terhadap peristiwa hidup. Humor menunjukkan absurdias beberapa
gagasan yang dihadapi konseli, dan humor bisa sangat berharga untuk
membantu konseli lebih santai dan tidak menganggap terlalu serius.
Misalnya, dengan menyanyikan lagu humor, konseli diminta untuk
menyanyikannya di saat mereka mereka merasa tertekan dan cemas.
2. Teknik Emotif
1) Dengan menggunakan beragam prosedur emotif, penerimaan tanpa
syarat, permainan peran emotif rasional, permodelan, pembayangan
emotif-rasional, dan latihan mencegah rasa malu, dan pemberian tugas
yang selektif, membantu konseli mengubah sejumlah pemikiran,
emosi, dan tingkah laku mereka. Perbandingan emotif-rasional. Teknik
ini merupakan bentuk praktek mental yang dirancang untuk
menciptakan pola emosi baru. Konseli membayangkan diri mereka
berpikir, merasakan, dan bertingkah laku persis seperti cara berpikir,
merasakan, dan bertingkah laku yang mereka kehendaki dalam
kehidupan nyata. Kepada mereka ditunjukkan bagaimana cara
membayangkan salah satu hal terburuk yang mungkin terjadi pada
mereka, bagaimana merasakan perasaan yang mungkin terjadi pada
mereka, bagaimana merasakan perasaan tersebut secara intensif, dan
kemudia mengubahnya menjadi perasaan negatif yang sehat. Hal itu
dilakukan beberapa minggu supaya mencapai titik dimana konseli
tidak lagi akan merasa marah apabila terjadi peristiwa negatif.
2) Bermain peran. Konseli dihadapkan dengan kondisi sposisal yang
direkayasa, yang secara nyata membebani mereka. Konseli bisa
melatih beberaoa tingkah laku yang diperlukan dalam situasi tertentu.
3) Latihan menanggulangi rasa malu. Latihan ini ditunjukan untuk
meningkatkan penerimaan diri dan tanggung jawab dewasa serta
membantu konseli memandang bahwa sebagian besar perasaan mereka
tentang rasa malu berhubungan dengan cara mereka mengenali
kenyataan. Caranya dengan menugaskan konseli melakukan tindakan
yang ditakuti karena memikirkan perasaan orang terhadap apa yang
dilakukannya. Latihan terus dilakukan sampai konseli menyadari
bahwa tidak ada gunanya menggubris reaksi atau pemikiran orang lain
yang akan menghambatnya untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki.
4) Menggunakan kekuatan dan tenaga. Konseli disarankan untuk
menggunakan kekuatan dan energi sebagai cara untuk membantu
konseli berpindah dari berwawasan intelektual menjadi berwawasan
emosional. Kepada konseli juga ditunjukkan cara bagaimana
melakukan dialog memaksa dengan diri mereka sendiri dimana mereka
bisa mengekspresikan keyakinan tidak benar dan kemudian dengan
kekuatan penuh mempertanyakannya. Terkadang Konselor akan
melakukan permainan peran terbalik dengan secara keras berpegang
teguh pada filosofi penyalahan diri. Selanjutnya, konseli diminta untuk
membujuknya meninggalkan gagasan disfungsional tersebut. Desakan
dan kekuatan merupakan bagian dasar latihan pencegahan rasa malu.
3. Teknik Behavior
1) Dalam teknik ini Konselor menggunakan prosedur behavior:
pengkondisian, prinsip manajemen diri, penyembuhan sistematis,
teknik rileksasi, dan permodelan.
2) Memberikan tugas yang dilaksanakan secara sistematis dan dicatat serta
dianalisis dalam sebuah formulir.
3) Konseli dipacu untuk menyembuhkan diri secara perlahan misalnya,
konseli yang takut naik elevator mungkin akan bisa mengurangi rasa
ketakutannya dengan cara naik turun elevator 20 atau 30 kali sehari.
Willis (2010: 78) menjelaskan bahwa layana konseling RET terdiri atas
layanan individual dan kelompok. Sedangkan teknik-teknik yang digunakan
lebih banyaj dari aliran behavioral Therapy. Berikut beberapa teknik konseling
RET yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri
(berdasarkan emotive experiental) yang terdiri atas:
6) Desensitisasi sistematik.
7) Relaxation
9) Diskusi
Berdasarkan analisis data diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kasus peserta
didik yang memiliki konsep diri negatif ditemukan pada subyek kasus I dan II yang
merupakan peserta didik kelas XI IPS3 SMA. Karakteristik dari subyek kasus I
adalah pendiam dikelas, jika ditanya hanya Karakteristik dari subyek kasus I adalah
pendiam dikelas, jika ditanya hanya disekolah, dan senang mengerjakan kegiatan
sendiri, tidak percaya diri berhadapan dengan orang dan susah menyampaikan
pendapat dalam kelompok. Faktor-faktor penyebab peserta didik ini memiliki
konsep diri negatif adalah subyek kasus diejek oleh teman sekelasnya karena
berbadan gemuk dan cara bicaranya. Subyek kasus tidak bisa mengungkapkan
perasaannya pada temannya yang mengejek kekurangan dirinya sehingga menarik
diri dari semua temannya. Bantuan yang diberikan kepada subyek kasus, dianalisis
menggunakan enam langkah yaitu: identifikasi kasus, diagnosis, prognosis,
treatment, evaluasi dan tindak lanjut. Serta menggunakan 4 teknik dari konseling
rasional emotif terapi dan behavioral seperti teknik didaktik, latihan
asertif/ketegasan, pengondisian operan dengan metode penguatan positif, dan
teknik pemberian tugas.