Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT)

Dosen Pengampu :
MAGHFIROTUL LATHIFAH, S.pd., M.pd.

Disusun Oleh :
Ulviyanti Durrotul Falihah_205000020

FAKULTAS PEDAGOGI DAN PSIKOLOGI


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)”. Pada makalah
ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan referensi bahkan dalam kehidupan
sehari-hari yang kita temui. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
makalah

Surabaya, 15 November 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Istilah Rational-Emotive Behavior Therapy suka diganti dengan istilah bahasa


indonesia yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: Corak
konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan akal sehat
(Rational Thingking), Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting), Serta sekaligus
menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berfikir dapat menghasilkan
perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Pendekatan Rational-
Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan
pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan.
pandanagan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi
untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu,
individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional.

Banyak pandangan dari beberapa aliran mengatakan bahwa, peristiwa dan


pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Padahal bukanlah
pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung
kepada pengertian yang di berikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi
terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan
pengalaman yang dilaluinya (Albert Ellis). Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara
perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah
bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui
belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk
berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-
pikiran irrasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDEF.

Penulis memilih REBT yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan
pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa untuk
berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT terpisah secara
radikal dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini, yakni pendekatan-
pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered dan gestal. REBT lebih
banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tinngkah laku-tindakan
dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak.
REBT sangat didaktif dan sangat direktif serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-
dimensi fikiran dari pada dengan dimensi-dimensi perasaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah REBT?
2. Bagaimana konsep dasar REBT?
3. Bagaimana tahapan konseling REBT?
4. Bagaimana teknik konseling REBT?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah REBT
2. Untuk mengetahui konsep dasar REBT
3. Untuk mengetahui tahapan konseling REBT
4. Untuk mengetahui teknik konseling REBT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah REBT
Albert Ellis lahir pada 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania, dan dibesarkan di New
York. Ia memiliki adik laki-laki dan perempuan yang masing-masing 19 bulan dan empat
tahun lebih muda darinya. Ayahnya seorang wiraniaga sedangkan ibunya seorang ibu
rumah tangga.

Ellis memulai karir menulisnya pada usia 12 tahun, Ellis menulis sejumlah besar
cerita, esai, dan puisi dan banyak ditolak penerbitannya. Pada 1934, terlepas dari ambisi
awalnya untuk menjadi novelis besar di Amerika, Ellis menerima gelar bacholer dibidang
administrasi dari City University of New York. Ellis menyukai terapi dan menulis pada
1942.

Rational Emotive Behavior Therapy adalah konseling yang dikembangkan oleh


Albert Ellis pada tengah tahun 1950an yang menekankan pada pentingnya peran pikiran
pada tingkah laku. Pada awalnya konseling ini disebut dengan Rational Therapy (RT)
merupakan terapi yang komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan
psikoterapi yang berfokus pada masalahmasalah gangguan emosional dan perilaku.
Kemudian Ellis mengubahnya menjadi Rational Emotive Therapy (RET) pada tahun 1961
karena ia percaya dapat lebih efektif dan efesien dalam memberikan efek terapeutik. Pada
tahun 1993, dalam Newsletter yang dikeluarkan oleh The Institute For Rational Emotive
Therapy, Ellis mengumumkan bahwa ia mengganti nama Rational Emotive Therapy
(RET) menjadi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) karena rasionalitas individu
bergantung pada penilaian individu berdasarkan keinginan atau pilihannya atau
berdasarkan emosi dan perasaannya. Ellis memperkenalkan kata behavior (tingkah laku)
pada pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dengan alasan bahwa
tingkah laku sangat terkait dengan emosi dan perasaan.

Pada hakikatnya masalah yang dihadapi klien dalam konseling Rational Emotive
Behavior Therapy itu disebabkan karena ketidaklogisan dalam berpikir. Sehingga dapat
menimbulkan hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan emosional dalam menafsirkan
fakta yang dihadapi.

Menurut keadaan ini ialah klien merasa dicela, diejek dan diacuhkan oleh individu
lain karena ia yakin bahwa lingkungan itu mencelanya. Dengan demikian, tujuan utama
dari konseling REBT ini ialah menunjukan dan menghindarkan klien bahwa cara berpikir
yang tidak logis merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Dengan kata lain
konseling ini bertujuan membebaskan klien dari cara berpikir yang tidak logis dan
menggantinya dengan cara berpikir yang logis.

B. Konsep Dasar REBT

Pendekatan yang digunakan dalam REBT adalah psiko-pendidikan, yang pada


1950). Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di
Yunani kuno yang membedakan tindakan dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus
Aurelius dalam bukunya “The Enchiridion”,menyatakan bahwa manusia tidak begitu
banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia
memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (Komalasari, 2011).

Ellis mengatakan beberapa asumsi dasar REBT yang dapat dikategorisasikan


antara lain:

1. Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinambungan saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain.
2. Gangguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan.
3. Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu juga secara
mengajak mempengaruhi orang lain di sekitarnya.
4. Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, dan tingkal laku. Individu
sering berfikir yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
5. Ketika hal yang tidak menyenangkan terjadi, individu cenderung menciptakan
keyakinan yang irasional tentang kejadian tersebut. Keyakinan irasional menjadi
penyebab ganguan kepribadian individu.
6. Sebagian besar manusia memiliki kecenderungan yang besar untuk membuat dan
mempertahankan gangguan emosionalnya.
7. Ketika individu bertingkah laku yang menyakitkan diri sendiri (self-defeating
behavior).

Menurut Nelson dan Jones pendekatan rational emotive behavior therapy (REBT)
memiliki tiga hipotesis fundamental yang menjadi landasan berpikir dari teori ini, yaitu:
1. Pikiran dan emosi sering berkaitan.
2. Pikiran dan emosi biasanya saling mempengaruhi satu sama lain, keduanya bekerja
sepeti lingkaran yang memiliki hubungan sebab-akibat, dan pada poin tertentu,
pikiran emosi menjadi hal yang sama.
3. Pikiran dan emosi berperan dalam self-talk (perbincangan dalam diri individu yang
kerap kali diuapkan oleh individu sehingga menjadi pikiran dan emosi). Sehingga
pernyataan internal individu sangat berarti dalam menghasilkan dan memodifikasi
emosi individu.

Menurut Ellis, terdapat enam prinsip teori Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT), antara lain:
1. Pikiran adalah penentu proksimal paling penting terhadap emosi individu.
2. Disfungsi berpikir adalah penentu utama stres emosi.
3. Cara terbaik untuk melakukan stres adalah dengan mengubah cara berpikir.
4. Percaya atas berbagai faktor yaitu genetik dan lingkungan yang menjadi penyebab
pikiran yang irasional.
5. Menekankan pada masa sekarang (present) dari pada pengaruh masa lalu.
6. Perubahan tidak terjadi dengan mudah.

Pandangan tentang manusia

Pandangan REBT menyatakan bahwa manusia sebagai individu didominasi oleh


sistem berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dengan sistem psikis individu.
Menurut George dan Cristiani yang dikutip oleh Gantina Komalasari dkk, secara khusus
pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) berasumsi bahwa individu
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Individu memiliki potensi yang unik untuk berpikir rasional dan irasional.
2. Pikiran irasional berasal dari proses belajar yang irasional yang didapat dari orang tua
dan budayanya.
3. Manusia adalah makhluk verbal dan berpikir melalui simbol dan bahasa, dengan
demikian, gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan
pemikiran irasional.
4. Gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi diri (self verbalising) yang
terus menerus dan persepsi serta sikap terhadap kejadian merupakan akar
permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
5. Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya.
6. Pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan
rasional.

Proses berpikir

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) berasumsi bahwa berpikir logis itu
tidak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli dalam berpikir tidak logis. Contoh
berpikir tidak logis yang biasanya banyak menguasai individu adalah :
1. Saya harus sempurna.
2. Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
3. Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak sempurna.

Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisir dalam filosofi Rational Emotive
Therapy (REBT) yang biasanya dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan,
yaitu:
1. Nilai untuk bertahan hidup (Survival)
2. Nilai kesenangan (enjoyment)

Kedua nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
meminimalisir stres emosional dan tingkah laku yang merusak diri serta mengaktualisasi
diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh dan bahagia. Tujuan-tujuan ini
dipandang sebagai pilihan daripada kebutuhan. Hidup yang rasional terdiri dari pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang berkontribusi terhadap pencapaian tujuan-tujuan yang
dipilih individu. Sebaliknya, hidup yang irrasional terdiri dari pikiran, perasaan, dan
tingkah laku yang menghambat pencapaian tersebut.

Ellis membagi pikiran individu dalam tiga tingkatan, yaitu :


1. dingin (Cool), Pikiran dingin adalah pikiran yang bersifat deskriptif dan mengandung
sedikit emosi,
2. hangat (warm), pikiran yang hangat adalah pikiran yang mengarah pada satu
preferensi atau keyakinan rasional, pikiran ini mengandung unsur evaluasi yang
mempengaruhi pembentukan perasaan.
3. panas (hot). pikiran yang panas adalah pikiran yang mengandung unsur evaluasi yang
tinggi dan penuh dengan perasaan.

Manusia dipandang memiliki tiga tujuan fundamental, yaitu: untuk bertahan hidup
(to survive), untuk bebas dari kesakitan (to be relatively free from pain) dan untuk
mencapai kepuasan (to be reasonably or content). Rational Emotive Therapy (REBT) juga
berpendapat bahwa individu adalah hedonistic, yaitu kesenangan dan bertahan hidup
adalah tujuan utama hidup. Hedonisme dapat diartikan sebagai pencarian kenikmatan dan
menghindari kesakitan. Bentuk hedonisme khusus yang membutuhkan perhatian adalah
penghindaran terhadap kesakitan dan ketidaknyamanan. Dalam Rational Emotive
Therapy (REBT) hal ini menghasilkan Low Frustation Tolerance (LFT). Individu yang
memiliki LFT terlihat dari pernyataan-pernyataan verbalnya seperti: ini terlalu berat, saya
pasti tidak mampu, ini menakutkan, saya tidak bisa menjalani ini.
Secara khusus pendekatan terapi rasional emotif behavior berasumsi bahwa
individu memiliki karakteristik sebagai berikut: Individu memiliki potensi yang unik
untuk berfikir rasional dan irasional, pikiran irasional berasal dari proses belajar yang
irasional yang didapat dari orang tua dan budayanya, manusia adalah makhluk verbal dan
berfikir melalui simbol dan bahasa, gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi
diri (self verbalizing) yang terus menerus dan persepsi serta sikap terhadap kejadian
merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri, individu memiliki
potensi untuk mengubah arah hidup personal dan sosialnya, serta pikiran dan perasaan
yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi
dan emosinya menjadi pikirannya. Ketiga, pikiran dan emosi cenderung berbentuk self-
talk atau kalimat-kalimat yang diinternalisasikan dan untuk semua maksud praktis,
kalimat yang selalu dikatakan orang kepada dirinya akan menjadi pikiran emosinya (Ray
Colledge, 2002).
Selanjutnya menurut Ellis menegaskan bahwa berfikir irasional menjadi masalah
bagi individu karena: menghambat individu dalam mencapai tujuan-tujuan, menciptakan
emosi yang ekstrim yang mengakibatkan stres dan menghambat mobilitas dan
mengarahkan pada tingkah laku yang menyakiti diri sendiri. Serta menyalahkan
kenyataan (salah menginterpretasikan kejadian yang terjadi atau tidak didukung oleh
bukti yang kuat). Mengandung cara yang tidak logis dalam mengevaluasi diri, orang lain,
dan lingkungan sekitar (dalam Komalasari, 2011).
Albert Ellis berpendapat “keyakinankeyakinan yang irasional akan menghasilkan
reaksi emosional pada individu. Keyakinan yang irasional akan berakibat pada reaksi
emosional dan perilaku yang salah (Latipun, 2005). Pikiran, emosi dan perilaku jarang
bisa benar-benar dipisahkan. Berpikir dan emosi berinteraksi dengan perilaku individu
biasanya bertindak atas dasar pemikiran dan emosi. Selain itu tindakan mereka
mempengaruhi bagaimana mereka berpikir dan berperasaan.

Teori ABC

Untuk menangani masalah konseli yang mempunyai pemikiran irasional, Ellis


memperkenalkan teori ABC kepribadian yang kemudian ditambahnya dengan D dan E
untuk memasukkan perubahan dan hasil yang diharapkan dari perubahan. Selain itu,
huruf G dapat diletakkan terlebih dahulu untuk memberikan konteks bagi ABC seseorang
:
 G = Goals (tujuan), fundamental dan primer. Goals bermakna tujuan, fundamental,
dan primer. Huruf G ditempatkan di awal untuk memberikan konteks ABC bagi
seseorang. Terbentuklah G-A- B-C-D-E yang saling berkesinambungan satu sama
lain.
 A = Antecedent Event. Antecedent Event merupakan peristiwa yang mendahului yang
berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain.
 B = Beliefs (keyakinan), rasional dan irasional. Belief adalah keyakinan, pandangan,
nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang
dibagi menjadi dua macam yaitu keyakinan rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan tidak rasional (irrasional belief atau iB).
 C = Consequences (konsekuensi), emosional dan perilaku. Emotional consequence
merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu berupa
perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event
(A).
 D = Disputing (melawan) keyakinan irasional Disputing yaitu mendebatkan
keyakinan yang menyebabkan gangguan.
 E = Effective new philosophy of life (filosofi hidup yang baru dan efektif)
Effective adalah pandangan rasional efektif dan baru yang diikuti perubahan
emosional dan perilaku.

Teori ABC adalah teori tentang kepribadian individu dari sudut pandang
pendekatan Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT), kemudian ditambahkan D dan
E untuk mengkomodasi perubahan dan hasil yang diinginkan dari perubahan tersebut.
Selanjutnya ditambahkan G yang diletakkan di awal untuk memberikan konteks pada
kepribadian individu.

Beberapa komponen penting dalam perilaku irrasional dapat dijelaskan dengan


simbol-simbol sebagai berikut:

 A = Activating event atau peristiwa yang menggerakkan individu.


 iB = Irrasional Belief, keyakinan irrasional terhadap A.
 iC = Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran irrasional terhadap emosi,
melalui self-verbalization.
 D = Dispute irrational belief, keyakinan yang saling bertentangan.
 CE = Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena pertentangan dalam
keyakinan irrasional.
 BE = Behavioral Effect, terjadi perubahan perilaku karena keyakinan irrasional.

Peran dan Fungsi Konselor

Peran konselor dalam pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)


adalah :

1. Aktif-Derektif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan penjelasan


terutama pada awal konseling
2. Mengkonrontasi pikiran irasional konseli secara langsung
3. Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir dan
mendidik kembali diri konseli sendiri
4. Secara terus menerus “menyerang” emikiran irasional konseli
5. Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir bukan
emosi
6. Bersifat didaktif.

Adapun keterampilan konseling yang harus dimiliki konselor yang akan


menggunakan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah sebagai berikut:

1. Empati (Empathy)
2. Menghargai (Respect)
3. Ketulusan (genuineness)
4. Kekongkritan (Concreteness)
5. Konfrontasi (confrontation)

C. Tahapan Konseling REBT


Dryden & neenan (2005) mengemukakan bahwa langkah-langkah terapi dapat
dikelompokkan lagi berdasarkan tahapannya, yaitu awal, tengah, dan akhir, yaitu :
1) Tahap Awal (Beginning Stage)
Pada tahap pertama terapi diarahkan untuk membangun keakraban dan
kesepahaman yang menjadi landasan kegiatan terapi berikutnya.Terdapat tiga langkah
dalam tahap ini, langkah pertama adalah memapankan kesepakatan dalam
terapi.Kesepakatan yang dimaksud meliputi kesepakatan berkaitan dengan keterikatan
antara terapis dan konseli (bond) penetapan tujuan (goals) dan tugas yang harus
dilakukan terapis dan konseli langkah kedua adalah terapis mengajarkan konseli
mengenai teori ABC.Cara yang baik dalam mengajarkan teori ABC adalah dengan
metode didaktik dibandingkan dengan metode Socrates.
Pada langkah kedua ini, terapis harus dapat membawa konseli pada tiga
insight utama (three main insight) meliputi: bahwa gangguan pada individu bukan
disebabkan oleh peristiwa tetapi pikiran tentang peristiwa tersebut, individu terus
bermasalah karena terus memelihara pikiran irrasional tersebut, cara mengatasinya
adalah keluar dari pikiran irrasional tersebut menggantikannya dengan pikiran
rasional.
Langkah yang ketiga adalah mendiskusikan keraguan konseli berkenaan
dengan pendekatan REBT. Konseli yang ragu akan pendekatan REBT tentunya perlu
terlebih dahulu diyakinkan dengan membenarkan salah konsep (miskonsepsi)
mengenai REBT apabila konseli masih ragu, maka dorong konseli untuk
melakukannya dalam beberapa sesi, apabila masih ragu juga maka lakukanlah
referral. Penting untuk dicatat bah!a bisa jadi konseli tidak ragu dengan pendekatan
REBT akan tetapi ragu dengan teknik yang digunakan terapis Jika begitu, maka
terapis perlu mencari teknik yang lebih tepat untuk konselinya.

2) Tahap Tengah (Middle Stage)


Tahap kedua merupakan tahap yang banyak menyita waktu dan tenaga.Pada
tahap ini terapis dan konseli bekerja keras mengidentifikasi masalah, dan berupaya
mengatasinya.Terdapat 10 langkah dalam tahap tengah ini.Langkah pertama adalah
berdamai dengan banyaknya masalah yang dialami konseli. Idealnya memang
konselor fokus membahas dan menuntaskan 3 masalah baru kemudian pindah pada
masalah yang lain. Akan tetapi pada beberapa kondisi bisa tidak seperti itu.Untuk itu,
maka konselor perlu mendiskusikannya dengan konseli apakah perlu untuk
menyelesaikan masalah tersebut dahulu atau melanjutkannya. Perlu diingat bah!a
apabila memang perlu dibahas, maka terapis jangan memaksakan kembali ada
masalah yang pertama.
Langkah yang kedua adalah mengidentifikasi inti keyakinan irrasional.Pada
langkah ini terapis melakukan eksplorasi. Langkah yang ketiga adalah membantu
konseli memahami mengapa ia memelihara keyakinannya yang irrasional. Terdapat 3
alasan, pertama mungkin karena ia senang dengan situasi dan kondisi dimana ia terus
memelihara keyakinan irasional. Kedua, mungkin iamenghindari keyakinan
irrasionalnya sehingga melakukan perbuatan yang berlawanan.Ketiga, bisa jadi
pikiran irrasional tersebut tampak pada perbuatan yang merupakan
kompensasi.Langkah keempat adalah mendorong konseli terlibat dalam mengerjakan
tugas dirumah.Tugas yang diberikan tentunya harus menantang tetapi tidak
berlebihan, sesuaikan dengan kemampuan konseli.Tugas yang telah dikerjakan
konseli tentunya perlu untuk direview dalam sesi konseling.Langkah yang kelima
adalah berdamai dengan hambatan dalam perubahan.Mungkin saja konseli tidak
mengerjakan tugas rumahnya sehingga perubahan tidak optimal.
Langkah yang keenam adalah mendorong konseli untuk menjaga dan
meningkatkan capaian terapetiknya.Langkah yang ketujuh adalah membuat
generalisasi perubahan-perubahan psikoterapetik.Setelah konseli mampu membuat
generalisasi maka langkah yang kedelapan adalah menjadikan konseli sehat secara
psikologi. Artinya konseli didorong untuk menggunakan capaian-capaian dalam terapi
pada keadaan/situasi lain dalam hidup konseli. Langkah kesembilan adalah
menjadikan konseli lebih dapat mengaktualisasikan diri Dan langkah yang kesepuluh
(terakhir pada tahap tengah) adalah mendorong konseli untuk menjadi konselor untuk
dirinya sendiri.

3) Tahap Akhir
Pada tahap akhir dalam proses terapi adalah tahap dimana konselor akan
mengakhiri sesi konseling. Tahap ini memiliki dua langkah.Pertama adalah
memberikan gambaran kepada konseli mengenai bagaimana mencegah agar konseli
tidak mengulangi kesalahannya.Dan kedua mengakhiri sesi konseling. Terdapat 5
keadaan prasyarat dimana konselor dapat mengakhiri sesi terapi, meliputi:
a. Sudah menginternalisasikan teknik REBT dan tampak adanya perubahan.
b. Berhasil pengentasan masalah dengan REBT berdampak pada area lain dalam
hidup konseli.
c. Konseli berhasil mengidentifikasi, menantang,dan mengubah keyakinannya
yang irrasional.
d. Membangun kompetesi dan kepercayaan diri menjadi seorang terapis bagi
dirinya sendiri.
e. Setuju mengakhiri sesi konseling.

D. Teknik Konseling REBT


Rational Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat
kognitif, afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. teknik-teknik
Rational Emotive Behavior Therapy sebagai berikut :
a) TEKNIK KOGNITIF
 Dispute Irational Belief
1. Pengertian
Teknik dispute irasional beliefs memberikan gambaran kepada
konselor supaya mendebat dan menentang keyakinan irasional konseli untuk
mencapai perubahan emosi dan perilaku Teknik disputing irrational beliefs
merupakan metode kognitif yang paling umum dari rational emotive behavior,
konselor yang secara aktif memperdebatkan kepercayaan irasional konseli dan
mengajarkan bagaimana menantang kepercayaan irasional yang ada dalam diri
sendiri seperti “harus”, “mutlak”, “wajib”, “seharusnya” sampai konseli tidak
memegang kepercayaan irasional tersebut atau sampai kepercayaan tersebut
berkurang (Corey, 2013: 297).
Menurut sumber lain teknik disputing irrational beliefs merupakan
teknik untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosophical,
persuation, didactic presentation, socratic dialogue, vicarious experiences, dan
berbagai ekspresi verbal lainnya, teknik ini melakukan cognitif dispute dengan
banyak bertanya (Komalasari, 2011: 220). Konselor akan lebih banyak
bertanya kepada konseli, dengan banyaknya pertanyaan tersebut merupakan
salah satu cara untuk mendebat keyakinan irasional konseli. Konselor tidak
hanya asal memberikan pertanyaan, pertanyaan yang diberikan mengarah
kepada konseli agar tersadarkan dari irrational beliefs.
Menurut sumber lain teknik disputing irrational beliefs merupakan cara
untuk mengajarkan kepada individu lain, Ellis merekomendasikan agar konseli
mengajarkan kepada temannya, yaitu ketika individu lain menyampaikan
kepercayaan irasional kepada konseli. Ellis menyarankan agar konseli
mencoba menggunakan keyakinan rasional kepada individu lain dan
membantu belajar cara yang lebih efektif untuk memperdebatkan irasionalnya
sendiri. (Sharf, 2012:347).

2. Tujuan
Teknik ini dapat kategorikan sebagai langkah konfrontasi yang
bertujuan untuk melawan serta mengubah pemikiran dan pandangan konseli
yang tidak rasional. Pemikiran irrasional yang dimaksud adalah pemikiran
irrasional konseli terhadap dirinya sendiri. seperti “aku tidak memiliki
kelebihan, aku tidak dapat diandalkan orang lain bahkan orangtuaku, aku tidak
bisa melakukan ini dan itu”, Disinilah konselor mencoba untuk mengubah
pemikirannya menjadi rasional, memperlihatkan bahwa konseli adalah anak
yang baik, konseli juga mampu mengembangkan potensi pada dirinya dan
mampu menerima kondisi fisiknya agar kehidupannya bisa lebih optimal
(konselor meyakini hal ini sebagaimana hasil wawancara terhadap orangtua,
teman, serta guru konseli), serta meyakinkan konseli untuk mengubah
pemikirannya, karena hanya konseli sendiri yang dapat merubahnya.

3. Tahapan
Menurut Jones (2011: 523) disputing irrational beliefs memiliki empat
bidang kognitif, empat bidang kognitif tersebut diantaranya sebagai berikut :
 Fungtional disputes. Fungtional disputing bermaksud menunjukkan kepada
konseli bahwa keyakinan irasionalnya telah menginterfensi atau
mencampuri pencapaian tujuannya. Pertanyaan-pertanyaan tipikalnya yang
diberikan untuk konseli adalah :
a. Apakah hal itu membantu anda ?
b. Bagaimana terus berpikir (atau bertindak atau merasakan) dengan cara
seperti itu mempengaruhi anda ?
Konselor memberikan pertanyaan–pertanyaan yang berkaitan dengan
fungsional dispute, menentang dan mendebat dengan cara ini
diharapkan dapat menggugah pikiran dan perasaan konseli yang
irasional.
 Empirical disputes. Empirical disputes bermaksud membantu konseli
untuk mengevaluasi komponen-komponen faktual keyakinannya.
Pertanyaan-pertanyaan tipikal yang diberikan untuk konseli adalah :
a. Mana buktinya bahwa anda harus berhasil di semua tugas penting
b. Mana buktinya bahwa itu akurat ?
c. Tertulis di mana itu ?
Pertanyaan yang berkaitan dengan empirical dispute mampu
membantu konselor untuk mengevaluasi kebenaran yang disampaikan
oleh konseli, sehingga konseli akan sadar dengan keyakinan yang
diciptakannya.
 Logical disputes Logical disputes bermaksud menunjukkan lompatan tidak
logis yang dibuat oleh konseli berdasarkan keinginan dan preferensinya
pada tuntutan saat berpikir secara irasional. Pertanyaan-pertanyaan tipikal
yang diberikan untuk konseli adalah :
o Bagaimana logikanya bahwa hanya karena anda ingin hal itu benar
adanya dan dengan begitu pasti akan sangat menyenangkan maka
memang itulah yang seharusnya terjadi ?
o Bagaimana bisa masuk akal bahwa karena anda kadang-kadang
bertindak dengan buruk maka adalah orang yang buruk?
Pertanyaan logical dispute dengan mudah membantu konselor untuk
mencari kebenaran dan logika yang di pikirkan dan yang diyakini oleh
konseli, sehingga konseli akan mencari alasan-alasan untuk
memperkuat pendapatnya.
 Philosopical disputes bermaksud menangani makna dan kepuasan dalam
berbagai kehidupan. Konseli sering kali sangat terfokus pada masalah yang
diidentifikasi sehingga kehilangan perspektif pada bidang-bidang
kehidupan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan tipikal untuk konseli adalah :
 Terlepas dari kenyataan, bahwa dalam hidup ini, keadaan
kadangkadang atau seringkali tidak berjalan seperti yang anda
inginkan, apakah anda masih bisa mendapatkan kepuasaan dari
hidup anda?
Konseli akan diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
Philosopical disputes, pertanyaan tersebut dilakukan oleh konselor
supaya konseli bertindak adil dalam kehidupan yang dijalankannya,
tidak terfokus pada masalah satu bidang saja. Kehidupan yang
dialami oleh konseli masih panjang dan banyak yang harus
dipikirkan.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik dispute


irrational beliefs merupakan metode dari pendekatan rational emotive behavior
yang digunakan oleh konselor untuk mendispute keyakinan irasional konseli,
konselor lebih banyak memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
menentang konseli dan mengajarkan kepada konseli supaya melakukannya
sendiri.

b) Teknik Pemberian Tugas


 Pengertian
Dalam teknik pemberian tugas ini peserta didik diberi tugas-tugas rumah
untuk berlatih membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menentukan pola tertentu yang diharapkan. Dengan tugas rumah, diharapkan
peserta didik dapat menghilangkan ide-ide atau perasaan-perasaan tertentu,
mempraktikan respon-respon tertentu, berkonfrontasi dengan self verbalitation
yang mendahuluinya, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek kognisinya yang keliru, melakukan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan. Selanjutnya tugas yang diberikan, dilaporkan
oleh peserta didik dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Tugas atau
latihan yang diberikan kepada tiap peserta didik berbeda, hal ini didasarkan pada
believe irrasional yang selama ini dipelihara oleh peserta didik.
Teknik homework assigment dapat digunakan sebagai self-helpwork.
Terdapat beberapa aktivitas yang dapat digunakan dalam homeworkassigment
yaitu: membaca, menulis, mendengarkan, mengimajinasikan, berpikir, relaksasi
dan distraction, serta aktivitas.

 Tujuan
Tujuan homework assigment adalah untuk membina dan mengembangkan
sikap bertanggung jawab, percaya pada diri sendiri serta kemampuan untuk
mengevaluasi kemajuan dalam mempraktikan ketrampilan yang baru atau perilaku
baru dalam situasi kehidupan nyata.

 Tahapan
Tahap-tahap teknik homework assignment dalam permasalahan yang
dialami peserta didik dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Secara singkat mendeskripsikan rasional dan ringkasan proses pelaksanaan
teknik homework assignment.
b. Mengemukakan instruksi-instruksi tentang teknik homework assignment.
c. Memberikan pandangan tentang apa yang tercakup dalam teknik homework
assignment.
d. Menggunakan penjelasan untuk menentukan masalah khusus. terkait
penggunaan teknik homework assignment.
e. Melatih peserta didik tentang cara melakukan keterampilan teknik homework
assignment yang dibutuhkan, jawaban secara sukarela, dan juga inisiatif untuk
mencoba latihan.
f. Meminta peserta didik menceritakan gambaran pelaksanaan pekerjaan rumah
yang telah ia laksanakan, sebagai upaya dalam mendiskusikannya.

c) TEKNIK EMOTIF
 Teknik Sosiodrama
1. Pengertian
Winarno menjelaskan definisi tentang sosiodrama yang berasal dari dua
kata yaitu “sosio” yang berarti sosial dan “drama” yang berarti suatu kejadian atau
peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung konflik, pergolakan,
benturan antara dua orang atau lebih, sedangkan bermain peran atau drama berarti
memegang fungsi sebagai yang dimainkannya.
Marintis Yamin, menyatakan metode sosiodrama atau bermain peran
adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu
topik atau situasi siswa dengan melakukan peran masing-masing sesuai dengan
tokoh yang ia lakoni.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosiodrama (bermain peran) adalah suatu
drama atau adegan yang diperankan oleh siswa dengan memberikan kesempatan-
kesempatan dalam memerankan permasalahan-permasalahan yang di ambil dari
kehidupan sehari-hari.

2. Tahapan
Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama secara lebih rinci adalah
sebagai berikut:
a. Persiapan
1. Menentukan dan menceritakan situasi yang akan didramatisasikan.
2. Memilih peran.
3. Mempersiapkan pemeran untuk menentukan peranan masing-masing.

b. Pelaksanaan
1. Siswa melakukan sosiodrama.
2. Guru menghentikan pada saat klimaks atau memuncak.
3. Akhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalannya cerita, atau pemecahan
masalah selanjutnya

c. Evaluasi/ Tindak Lanjut


1. Siswa diberi tugas untuk menilai atau memberi tanggapan terhadap
pelaksana sosiodrama.
2. Siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan hasil sosiodrama.

d) Self Modelling
 Pengertian
Strategi untuk memodifikasi perilaku dengan pengubahan dan
pembentukan perilaku melalui diri sendiri sebagai model. Menurut Hosford dan
Visser yang dimaksud dengan self model adalah Suatu prosedur dimana klien
melihat dirinya sebagai model dengan cara menampilkan perilaku tujuan yang
diharapkan. Klien mempraktekkan perilaku kemudian direkam. Praktek yang
berhasil diberi penguat dan yang salah diperbaiki.
Menurut pandangan Hughes, Ginett, dan Curphy (2009) kaitan dengan
keyakinan diri menjelaskan bahwa keyakinan diri seseorang dibagi dalam dua
jenis yaitu Keyakinan diri positif (positif self efficacy) dan Keyakinan diri negatif
(negatif self efficacy). Yang dimaksud dengan Keyakinan diri positif (positif self
efficacy) adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa ia percaya mempunyai
kuasa untuk menciptakan apa yang ia inginkan atau harapkan. Seseorang dengan
pandangan seperti ini akan mengalami perkembangan dengan baik.
Jika dalam perkembangan manusia secara normal terdapat unsur
keyakinan diri positif (positif self efficacy), maka individu yang menyimpang
dalam perkembangan perilakunya adalah individu yang memiliki keyakinan diri
negatif (negaitif self efficacy). Negative self efficacy adalah keyakinan yang
membuat diri sendiri menjadi lemah atau melemahkan diri sendiri (Pesimistis
dengan kemampuan diri dan selalu memandang orang lain lebih unggul).
Seseorang yang memiliki negative self efficacy sering kali menyerah dalam
menghadapi kesulitan.
 Tahapan
Hosford dan Visser (1974) merinci bahwa ada lima langkah dalam
prosedur self modeling yaitu:
a. Rasional perlakuan
Konselor menjelaskan kepada klien tentang prosedur, tata cara, dan
aturan dalam proses konseling yang meliputi:
1. Konselor memberikan rasional tentang strategi
2. Konselor memberikan gambaran singkat tentang strategi
3. Konselor memeriksa keinginan klien untuk mencoba strategi.

b. Merekam perilaku yang diharapkan


Dalam bagian ini dibutuhkan media untuk digunakan perekaman
seperti recorder, video recorder, kamera, atau alat rekam lain untuk
menyimpan perilaku yang diharapkan dengan proses sebagai berikut:
1. Konselor dan konseli merinci perilaku-perilaku yang diharapkan
2. Konselor melatih klien cara menampilkan perilaku yang diharapkan
3. Klien menampilkan latihan perilaku yang diharapkan
4. Klien mendemonstrasikan perilaku dalam sesi konseling dan kemudian
direkam oleh konselor
5. Klien mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan diluar sesi konseling
dan merekamnya
6. Pengulangan sesi rekaman sampai contoh perilaku yang diharapkan
diperoleh.

c. Melakukan Editing
Tugas konselor adalah mengedit rekaman supaya klien melihat atau
mendengar hanya perilaku tujuan yang diharapkan dan menghapus contoh-
contoh perilaku yang tidak diharapkan.

d. Mendemonstrasikan rekaman yang telah diedit


1. Konselor mengajari klien mengenai apa yang dilihat selama rekaman
diputar
2. Konselor memutar kembali rekaman yang diedit untuk observasi klien
3. Konselor memberikan umpan balik yang positif bagi klien untuk
mendemonstrasikan perilaku yang diharapkan
4. Konselor mendorong mempraktekkan perilaku yang direkam. Perilaku yang
sesuai harapan diberi penguatan dan yang salah diperbaiki.

e. Tugas rumah: observasi diri klien dan praktek


1. Konselor memberikan tugas kepada klien untuk mengobservasi atau
memperhatikan rekaman model dan mempraktekkanya dengan orang lain
2. Konselor juga meminta merekam praktek klien dengan orang lain dan
selanjutnya penampilan perilaku klien dinilai oleh konselor
3. Konselor atau klien mengadakan pertemuan lanjutan sebagai tindakan
lanjutan.

e) Assertive Training
 Pengertian
Asertif berasal dari kata asing “to assert” yang berarti menyatakan dengan
tegas. Asertif dapat diartikan juga sebagai kemampuan untuk menyatakan diri
dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat
tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami, apakah hal tersebut
yang dianggap menenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang
dimiliki dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-
hak, kenyamanan dan integritas perasaan orang lain.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa assertive training adalah
kemampuan untuk menyatakan keyakinan secara tegas, dan berterus terang,
mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara langsung, tanpa rasa cemas,
jujur serta mempertahankan hak-hak pribadi dengan menjaga perasaan dan hak-
hak orang lain.
Adapun tindakan asertif yang merupakan suatu tindakan untuk
mempertahankan hak-hak personal yang dimilikinya adalah upaya untuk
mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk menguasai diri, bersikap
bebas dan menyenangkan, merespon hal-hal yang disukai atau tidak disukai secara
tulus dan wajar.
 Tujuan
Lazarus mengemukakan bahwa tujuan assertive training adalah untuk
mengoreksi perilaku yang tidak layak dengan mengubah respons-respons
emosional yang salah dan mengeliminasi pemikiran irasional. Serta dapat
meningkatkan empat kemampuan interpersonal, yaitu :
a. Menyatakan tidak;
b. Membuat permintaan;
c. Mengekspresikan perasaan baik positif maupun negatif; dan
d. Membuka dan mengakhiri percakapan
Assertive taining juga bertujuan untuk mengatasi kecemasan yang
dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh
lingkungannya, meningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri
sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar
lebih efektif.

 Tahapan
Beberapa ahli (Tosi, Wolpe dkk) mengemukakan beberapa prosedur dasar
assertive training yang dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menegaskan kondisi khusus di mana perilaku tidak asertif terjadi
b. Mengidentifikasi target perilaku dan tujuan
c. Menetapkan perilaku yang tepat dan tidak tepat
d. Membantu klien membedakan perilaku tepat dan tidak tepat
e. Mengeksplorasi ide, sikap dan konsep irasional
f. Mendemonstrasi respons yang tepat
g. Melaksanakan latihan
h. Mempraktikan perilaku asertif
i. Memberikan tugas rumah
j. Memberikan penguat

f) TEKNIK BEHAVIOR
 Self Management
1) Pengertian
Pengelolaan diri (self-management) adalah prosedur dimana individu
mengatrur perilakunya sendiri. Pada teknik ini individu terlibat pada beberapa
atau keseluruhan komponen dasar yaitu: menentukan perilaku sasaran,
memonitor perilaku tersebut, memiliki prosedur yang akan diterapkan,
melaksanakan prosedur tersebut, dan mengevaluasi efektivitas prosedur
tersebut. Pada dasarnya manajemen diri merupakan pengendalian diri
terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong
pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan
perbuatan yang baik dan benar. Manajemen diri adalah sebuah proses
merubah ”totalitas diri” baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan
fisik agar apa yang kita inginkan (sasaran) tercapai. Masalah-masalah yang
dapat ditangani dengan menggunakan teknik self-management di antaranya
adalah:
a. Perilaku yang tidak berkaitan dengan orang lain tetapi menggangu orang
lain dan diri sendiri;
b. Perilaku yang sering muncul tanpa diprediksi waktu kemunculan, sehingga
kontrol diri orang lain menjadi kurang efektif;
c. Perilaku sasaran berbentuk verbal dan berkaitan dengan evaluasi diri dan
kontrol diri
d. Tanggung jawab atas perubahan atau pemeliharaan tingkah laku adalah
tanggung jawab konseli.

2) Tujuan
Tujuan teknik self-management adalah untuk memberdayakan konseli
untuk dapat menguasai dan mengelola perilaku mereka sendiri. Dengan
adanya pengelolaan pikiran, perasaan dan perbuatan akan mendorong pada
pengurangan terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan hal yang baik
dan benar.

3) Tahapan
Tahapan self-management dalam belajar agar dapat mengendalikan
diri secara langsung maka individu dapat menciptakan atau mengubah isyarat
berupa benda, barang, atau hal yang ada disekitar individu tersebut untuk
mempengaruhi perilakunya. Tahap-tahap individu yang memiliki self-
management dalam belajar yang tinggi adalah sebagai berikut:
o Menentukan sasaran (Goal Setting) yaitu menentukan sasaran,
target tingkah laku, prestasi yang hendak dicapai merupakan langkah
pertama dari program self management dalam belajar. Ditetapkannya
tujuan untuk lebih mengarahkan seseorang pada bagaimana tujuan
dapat dicapai. Tujuan utama seorang peserta didik yaitu berhasil
dalam prestasi, baik prestasi akademik maupun non akademik.
o Memonitor diri sendiri (Self Monitoring). Teknik ini merupakan
komponen yang penting dalam metode self-management. Bentuk
aplikasi dari teknik ini bisa dengan cara mencatat atau membuat grafik
dari data yang biasa dilihat oleh individu yang bersangkutan sehingga
bisa berfungsi sebagai feed back sebagai intensi dan juga sebagai
penguat (reinforcer).
o Mengevaluasi diri sendiri (self evaluation). Dalam tahap ini,
individu yang bersangkutan mengevaluasi perkembangan dari rencana
38 kerjanya, apakah targetnya tercapai, apakah batas waktunya
terpenuhi, apakah konsekuensi yang diperoleh setelah tercapainya
target yang sudah ditetapkan itu.
o Proses penguatan diri (self-reinforcement), Penghapusan atau
Hukuman. Teknik menghargai diri sendiri secara positif (positive
reinforcement), pada tahap ini konseli mengatur dirinya sendiri,
memberikan penguatan, menghapus dan memberikan hukuman pada
diri sendiri. Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena
membutuhkan kemauan yang kuat dari konseli untuk melaksanakan
program yang telah dibuat secara kontinyu.

g) Relaksasi
 Pengertian
Relaksasi merupakan upaya sejenak untuk melupakan kecemasan dan
mengistirahatkan pikiran dengan cara menyalurkan kelebihan energi atau
ketegangan (psikis) melalui sesuatu kegiatan yang menyenangkan. Chaplin (1975)
memberi pengertian relaksasi sebagai kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah
kontraksi. Atau relaksasi merupakan suatu keadaan tegang yang rendah dengan
tanpa adanya emosi yang kuat.
Teknik relaksasi memiliki fleksibelitas pengaplikasiaan yang sangat tinggi
meskipun tentunya terdapat beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan. hal
pokok ini juga mngecu kepada jenis teknik relaksasi yang digunakan. Lichstein
(1988), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:
a. Autogenic Training
Autogenic Training, merupakan suatu prosedur relaksasi dengan
membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang menyenagkan pada bagian-
bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan,
pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa
hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena
nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan
imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah,
danau, yang tenang dan sebagainya.
b. Progressive Training
Progressive Training adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih
otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek
yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik.
Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan
kecemasan, jadi dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan
tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.
c. Meditation
Meditation adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi
atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran
pada kata/frase tertentu sebagai fokus perhatiannya ), biasanya dilakukan
dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang bisa membuat dia
berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan
perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus
menyisakan suatu kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya
orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak
bereaksi terhadap lingkungannya.
Selain ketiga jenis di atas relaksasi juga dapat menggunakan media
aroma, suara, cita rasa makanan, minuman, keindahan panorama alam dan air.
Semua itu merupakan teknik relaksasi fisik/tubuh.

 Tahapan
Agar dapat melaksanakan teknik relaksasi dengan optimal dan efektif,
konselor perlu menguasai tahapan pelaksanaan teknik relaksasi dengan baik. Ada
pun langkah-langkah yang ditempuh dalam penerapan teknik relaksasi adalah:
a. Rasional
b. Instruksi tentang Pakaian
c. Menciptakan Lingkungan yang Aman
d. Konselor Memberi Contoh Latihan Relaksasi itu
e. Intruksi-instruksi untuk Relaksasi
f. Penilaian setelah Latihan
g. Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut
h) Reinforcement
 Pengertian
Teori penguatan adalah bentuk pengkondisian operan dan berfokus pada
faktor lingkungan yang berkontribusi untuk membentuk perilaku. Sederhananya,
teori penguatan mengklaim bahwa rangsangan digunakan untuk membentuk
perilaku. Teknik ini digunakan sebagai konsekuensi (penguat) atau dampak
tingkah laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. Menurut (Sobry Sutikno
2010:82) disamping sebagai pendorong bagi peserta didik untuk lebih giat
melakukan suatu kegiatan, Reinforcement (penguatan) juga dapat meningkatkan
frekuensi suatu tingkah laku positif yang ditampilkan oleh peserta didik.

 Tahapan
Adapun langkah-langkah penerapan reinforcement positif adalah sebagai berikut:
 Mengumpulkan informasi tentang permasalahan melalui analisis ABC.
Yaitu Antecedent (pencetus perilaku). Behavior (perilaku yang
dipermasalahkan), Consequence (akibat yang diperoleh dari perilaku
tersebut).
 Membuat kesepakatan
 Memilih perilaku target yang ingin ditingkatkan
 Menetapkan data awal (baseline) perilaku awal
 Menentukan reinforcement yang bermakna
 Menetapkan jadwal pemberian reinforcement
 JPenerapan reinforcement

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

 Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) sebagai salah satu pendekatan dalam
konseling individu dan kelompok, dikembangkan oleh Alber Ellis sejak tahun 1955. Albert
Ellis lahir di Pittsburg, Pensylvania tahun 1913. Sebagai pakar psikologis klinis, ia memulai
karirnya di bidang konseling perkawinan, keluarga dan seks. Rational Emotive Behavior
Therapy lahir dari ketidakpuasan Ellis terhadap praktek konseling tradisional yang dinilai
kurang efisien, khususnya psikoanalitik klasik yang pernah ditekuni. Berdasarkan temuan-
temuan eksperimen dan klinisnya, Ellis memperkenalkan pendekatan baru yang lebih praktis,
yaitu Rational Emotive Behavior Therapy.Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara
perasaan, tingkah laku dan pikiran. pendekatan  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan.
            Menurut Corey (2009: 276) Rational Emotive Behavior Therapy memandang manusia
pada dasarnya adalah memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Manusia
memiliki kecenderungan untuk self-preservation, kebahagiaan, berpikir dan mengucapkan
dengan kata-kata, mencintai, berkumpul dengan yang lain, tumbuh dan aktualisasi diri.
Manusia juga memiliki kecenderungan untuk self-destruction, menghindari buah pikiran,
prokantinasi, memiliki kepercayaan di luar kenyataan, perfeksionis dan mencela diri sendiri,
kurang bertoleransi, menghindari potensi aktualisasi diri.
Menurut Ellis (dalam Sharf, 2012: 339) tujuan umum Rational Emotive Behavior
Therapy adalah membantu konseli dalam meminimalisir gangguang emosi, menurunkan self-
defeating self-behaviors, dan membantu konseli lebih mengaktualisasikan diri sehingga
mereka bisa menuju ke kehidupan yang bahagia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
membantu konseli berpikir lebih bersih dan rasional, memiliki perasaan yang lebih layak, dan
bertindak efisien dan efektif dalam mencapai tujuan hidup yang bahagia.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald, ‘Theory Adn Practice Counseling and Psychotherapy (9th Edition)’, 2009,
519

Mason, Paul, ‘Rebt’, Reporting in Counselling and Psychotherapy, 2010, 129–39


<https://doi.org/10.4324/9780203380383_chapter_10>

Spencer, Sarah, ‘Rational Emotive Behavior Therapy: It’s Effectiveness with Children’,
University of Wisconsin, 2005

Dryden, Windy & Michael Neenan. 2005. The Rational Emotive Behaviour Therapy.
California: Sage Publication.

Mochamad Nursalim. 2013. Strategi & Intervensi Konseling. Jakarta: Indeks.

Nursalim, Mochamad dkk. 2005. Strategi Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Wulandari, fitriana Diah. 2009. Penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self
Modeling Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa. Article.

Anda mungkin juga menyukai