Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“TEORI RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) DAN


KONSELING INDIVIDUAL”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling
Diampu oleh Prof. Dr. Hj. Ulfiah. M.Si dan Dr. Fridayanti PS. M.Psi

Disusun Oleh:
R. Rindoe Devianty Atmaja Kusumah (22230130042)
Adetia Siti Nurmaluloh (2230130029)
Aisyah Puteri Supriani (2230130030)
Labibah Inti Amaliah (2230130039)

BKI C (Non Reguler)

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan sebaik
mungkin. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sangup untuk
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada
baginda kita tercintai yaitu Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan kerabat
beliau hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini bertujuan untuk Mengetahui
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy. Terimakasih kami ucapkan
kepada Dosen kami Prof. Dr. Hj. Ulfiah, M.Si. dan Dr. Fridayanti M.Si. dan
teman-teman yang telah membantu kami.
Kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kata sempurna, maka
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki kesalahan diwaktu
mendatang. Akhir kata kami ucapkan Terima kasih.
Bandung, 24 September 2023
BAB I

PENDAHULUAN
Tidak sedikit orang yang mengalami ketakutan berlebih (phobia),
kecemasan dan segala perilaku yang tidak adaptif terhadap suatu hal. Sebut saja
mereka yang memiliki ketakutan berlebih terhadap ketinggian, phobia terhadap
hewan-hewan tertentu bahkan terhadap benda mati sekalipun. Pendekatan
integratif yang sekarang dikenal sebagai terapi kognitif-perilaku memiliki dua
cabang utama. Salah satunya diambil dari penelitian yang difokuskan pada
pengobatan di bidang-bidang psikopatologi tertentu yang ditunjukan untuk
menghilangkan gangguan psikologis tertentu seperti gangguan panik dengan
agorafobia, gangguan mayor depresi, atau bulimia nervosa. Yang lainnya
menggabungkan berbagai teknik perilaku dan kognitif untuk membentuk metode
pengobatan holistik yang berlaku untuk masalah klien dengan rentang yang luas,
dari defisit keagresifan untuk gangguan kepribadian borderline, dari kemampuan
belajar yang buruk untuk ketergantungan zat, dan dari disfungsi keluarga kronis
skizofrenia yang parah. Bentuk yang lebih luas dari terapi kognitif-perilaku
membahas masalah yang terkait dengan pendekatan konseling tradisional dan
yang telah menjadi sasaran bentuk psikoterapi yang paling intensif. Dimana salah
satu teknik terapi kognitif-perilaku yang sering digunakan salah satunya adalah
Rational Emotive Behavor Therapy (REBT).

Istilah Rational-Emotive Behavior Therapy sukar diganti dengan istilah


bahasa Indonesia yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan
mengatakan: Corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara
berfikir dan akal sehat (Rational Thingking), Berperasaan (emotion), dan
berperilaku (acting), Serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang
mendalam dalam cara berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam
cara berperasaan dan berperilaku. Pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada
keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping
itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir
rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-
pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.

Ketika dikembangkan untuk pertama kalinya pada 1955, Albert Ellis


menyebut pendekatannya dengan rational therapy (RT) (terapi rasional). Pada
1961, ia mengubah namanya menjadi rational emotive therapy (RET) (terapi
rasional emotif). Pada 1993, Ellis mengubah lagi nama-nya menjadi rational
emotive behavior therapy (REBT) (terapi perilaku rasional emotif). Yang
dimaksud Ellis dengan “rasional” adalah kognisi yang efektif dalam membantu
diri daripada kognisi yang sekedar valid secara empiris maupun logis. Ia berharap
bahwa dirinya telah menggunakan kata kognitif sejak awal karena banyak orang
membatasi secara sempit kata rasional yang mengandung maksud intelektual atau
logis-empris. Rasionalitas orang menyadarkan diri pada memutuskan dengan cara
yang masuk akal mana keinginan atau preferensi yang akan diikuti dan, oleh
sebab itu, didasarkan pada pikiran, emosi, dan perasaan (Corey, 2005).

Ellis memperkenalkan “perilaku” ke dalam nama pendekatannya demi


akurasi. Dari awal, pendekatan itu sangat menekankan perilaku bersama kognisi
dan emosi. Ellis menulis: “Jadi, untuk mengoreksi kesalahan saya sebelumnya,
dan untuk meluruskannya, sejak saat ini saya akan menyebutnya sebagaimana
sifatnya yang sebenarnya—rational emotive behavior therapy (REBT)” (dalam
Corey, 2005).

Penulis memilih jenis psikoterapi yang dikembangkan Albert Ellis ini


sebagai bahan pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa membuat
penulis berpikir tetntang sejumlah masalah dasar yang mendasari psikoterapi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertin Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)


adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan
antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran. Pendekatan Rational
Emotive Behavioral Therapy (REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis
melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang
manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir
irrasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping
itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk
berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu
untuk mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional
melalui teori GABCDE.1

Pengertian rational emotive diperkenalkan pertama kalinya oleh


seorang klinisi yang bernama Albert Ellis pada tahun 1995. Pada
awalnya Ellis merupakan seorang psikoanalisis, tetapi kemudian ia
merasakan bahwa psikoanalisis tidak efisien. 2 Sebagaimana diketahui
aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha
memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang
sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya.
Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan
individu dalam satu kesatuan yang berarti; manusia bebas, berpikir,
bernafsu, dan berkehendak.3
Rational Emotive Beavior Therapy (REBT) adalah sebuah
aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur
maupun berfikir irasional yang jahat. Manusia memiliki

1
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT
Indeks, 2016), p.201
2
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam
Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011),p.175
3
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alabeta, 2014) h.75.
kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri,4 berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga
memiliki kecenderungan-kecenderungan kearah menghancurkan diri,
menghindari pemikiran, berlambat- lambat, menyesali kesalahan-
kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi,
perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan
aktualisasi diri. untuk menghancurkan diri,4
Menurut George & Cristiani seperti yang dikutip oleh Hartono
& Boy Soedarmadji, menyatakan bahwa pendekatan Rational
Emotive Therapy (RET) ini menekankan pada proses berpikir konseli
yang dihubungkan dengan perilaku serta kesulitan psikologis dan
emosional. Pendekatan RET lebih diorientasikan pada kognisi,
perilaku dan aksi yang lebih mengutamakan berpikir, menilai,
menentukan, menganalisis dan melakukan sesuatu. Menurut
pandangan pendekatan RET permasalahan yang dimiliki seseorang
bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada
sistem keyakinan, bagaimana dia menilai dan bagaimana dia
menginterpretasi apa yang terjadi padanya. Dapat disimpulkan bahwa
jika emosi terganggu, maka pikiran juga akan terganggu sehingga
mucullah pemikiran yang irasional.5

1. Landasan Filosofis REBC (Rational Emotive Behavior Counselling)


Landasan filosofis dari pendekatan REBC adalah
existensialism, sebagaimana dikemukakan oleh Ellis sendiri yaitu
“We also use existensial approach. Our basicphilosophy is
exsistentialism”. Karena Ellis seorang penganut eksistensialism, ia
berpendapat bahwa sebaiknya individu itu menerima dirinya dalam
wujud apa adanya (his existence) bukan penampilannya
(performance) atau perbuatannya sehingga dalam menghadapi

4
Gerald Corey, Terapi dan Praktik Konseling Psikoterapi….,h.238
5
Hartono & Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 131
konseli Ellis bersikap menerima dan menghargainya sebagaimana
adanya sebagaimana ungkapannya yaitu, “We try to get the
individual to have unconditional positive regard for himself to be a
nonblamer, to refuse to evaluate himself negatively even when his
performance is obiviously poor as it frequently is”.
Disamping itu, Ellis juga termasuk penganut Humanistik yang
dibuktikan dengan pernyataannya bahwa teori REBC-nya tersebut
menggunakan pendekatan psikoterapi humanistik yang revolusioner.
Dia mengemukakan bahwa esensi humanism itu meliputi dua aspek,
yaitu aspek psikologis dan etis. Aspek psikologis bermaksud
mempelajari manusia atau individu sebagai suatu kesatuan (whole),
dengan tujuan untuk membantu individu agar mencapai kehidupan
yang lebih bahagia, lebih mampu untuk mewujudkan diri (self-
actualizing), dan hidupnya lebih kreatif. Adapun aspek etis berarti
pemantapan seperangkat aturan atau tata nilai bagi manusia untuk
hidup sesuai dengan hakikat minat manusiawinya (human interest),
bukan interest alam yang tidak berjiwa, interes binatang, atau interes
dari yang diasumsikan sebagai hokum alam atau Tuhan.
REBC sebagai salah satu pendekatan kognitif yang berpola
pada prosedur penyembuhan psikologi humanistic, memiliki
beberapa alasan yaitu:
a. Terapi kognitif lebih berhubungan dengan aspek beliefs,
attitudes, dan values daripada dengan stimulus dan respon,
sebagaimana yang dilakukan oleh banyak psikoterapis yang
lainnya.
b. Terapi kognitif secara terus terang menempatkan manusia
sebagai sentral alam raya, dan memberinya kebebasan untuk
memilih, bebas untuk mewujudkan dirinya (existential freedom).
Manusia dapat memperluas kebebasan perilakunya dan
mengubah kepribadiannya dengan cara:
1) Memahami secara teliti tentang hal-hal yang tidak perlu
menegangkan dirinya sendiri.
2) Menghilangkan dan mengubah kekakuan filsafat hidupnya.
3) Aktif menentang kebiasaan pengrusakan dirinya (self-
defeating).
c. Terapi kognitif membantu manusia agar dapat menyesuaikan
dirinya dengan kenyataan social, dna menjadikan dirinya
kedalam suatu perubahan kehidupan yang radikal.
d. Terapi kognitf bersifat redukatif dan filosofis yang mendalam,
dan berhubungan dengan tipe yang lebih elegan dlaam
pemecahan penyusunan kembali kepribadian, daripada tipe yang
kurang elegan dalam pemecahan gejala-gejala untuk berbagai
masalah manusia.
e. Pendekatan perceptual-cognitive-philosopic dalam terapi
membantu individu agar memilikikeseimbangan yang sehat dan
teratur antara sifat individualistiknya, kecenderungan self-
seekingnya, dengan kerja sama bersama kelompok sosialnya.
f. Terapi kognitif secara maksimum menggunakan metodologi
ilmiah humanistic yang didasarkan atas pencarian kesenangan
(hedonistic). REBC berasumsi bahwa kesenangan, kegemaran,
kreatifitas, dan kebebasan adalah baik atau efisien bagi
kehidupan manusia, sedangkan kesedihan, hilangnya
kegairahan, tidak kreatif dan ketidakberdayaan adalah jeles atau
tidak efisien bagi kehidupan manusia.
g. Terapi kognitif membantu individu agar memiliki keseimbangan
yang sehat antara short-range dan long-range hedonism. Pada
hakikatnya semua psikoterapi bersifat hedonistic, yaitu sama-
sama berusaha untuk mendorong individu agar mampu
memperkecil kesedihannya yang tidak perlu, dan
memperbanyak atau memenuhi dirinya dengan rasa senang.
h. Terapi kognitif menggunakan metoda reeducational dan
educational yang bermacam-macam. REBC mengajar individu
agar memahami dirinya dan ornag lain, dan mereaksinya secara
berbeda serta mnegubah pola kepribadian dasarnya melalui
pemberian terapi kepada konseli dengan penuh penerimaan yang
empatik, lingkungan yang menyenangkan, dan menciptakan
hubungan yang baik secara individual maupun kelompok.
i. Terapi kognitif merupakan cara penyembuhan yang sangat
efektif untuk mereduksi (meredakan) rasa sedih, dan hal ini
merupakan pengecualian dari humanistic.
j. Terapi kognitif cenderung menerima kelemahan sifat manusia
yang dapat berbuat salah, dan berusaha untuk memahami serta
toleran terhadap kejujurannya.6

Landasan filosofi Rational Emotive Therapy (REBT)


tentang manusia tergambar dalam quotation dari Epicetus
yang dikutip oleh Ellis:

“Men are disturbed not by things, but by the views which they
take of them (manusia terganggu bukan karena sesuatu, tetapi
karena pandangan terhadap sesuatu)”7
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) berasumsi bahwa
berpikir logis itu tidak mudah, kebanyakan individu cenderung ahli
dalam berpikir tidak logis. Contoh berpikir tidak logis yang
biasanya banyak menguasai individu adalah:

a. Saya harus sempurna.


b. Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali!
c. Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak
sempurna.8

Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisir dalam


filosofi Rational Emotive Therapy (REBT) yang biasanya
dipegang oleh individu namun tidak sering diverbalkan, yaitu:
a. Nilai untuk bertahan hidup (Survival)
b. Nilai kesenangan (Enjoyment)

6
Yusuf Syamsu, Konseling Individual…h. 209-210
7
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.203
8
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.204
Kedua nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup
lebih panjang, meminimalisir stress emosional dan tingkah laku yang
merusak diri serta mengaktualisasi diri sehingga individu dapat
hidup dengan penuh dan bahagia. Tujuan-tujuan ini dipandang
sebagai pilihan dari pada kebutuhan. Hidup yang rasional terdiri dari
pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang berkontribusi terhadap
pencapaian tujuan-tujuan yang dipilih individu. Sebaliknya, hidup
yang irrasional terdiri dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
menghambat pencapaian tersebut.9

2. Pandangan Tentang Manusia

Pandangan REBT menyatakan bahwa manusia sebagai


individu didominasi oleh sistem berpikir dan sistem perasaan yang
berkaitan dengan sistem psikis indivu. Menurut George dan
Cristiani yang dikutip oleh Gantina Komalasari dkk, secara
khusus pendekatan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT)
berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai
berikut:10
a. Individu memiliki potensi yang unik untuk berpikir rasional
dan irasional.
b. Pikiran irasional berasal dari proses belajar yang irasional
yang didapat dari orang tua dan budayanya.
c. Manusia adalah makhluk verbal dan berpikir melalui simbol
dan bahasa, dengan demikian, gangguan yang dialami
individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan pemikiran
irasional.
d. Gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi diri
(self verbalising) yang terus menerus dan persepsi serta sikap
terhadap kejadian merupakan akar permasalahan, bukan
karena kejadian itu sendiri.

9
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.204
10
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.202
e. Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup
personal dan sosialnya.
f. Pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat
diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi dan
pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional.
Manusia dipandang memiliki tiga tujuan fundamental,
yaitu: untuk bertahan hidup (to survive), untuk bebas dari
kesakitan (to be relatively free from pain) dan untuk mencapai
kepuasan (to be reasonably or content). Rational Emotive
Therapy (REBT) juga berpendapat bahwa individu adalah
hedonistic, yaitu kesenangan dan bertahan hidup adalah tujuan
utama hidup. Hedonisme dapat diartikan sebagai pencarian
kenikmatan dan menghindari kesakitan. Bentuk hedonisme
khusus yang membutuhkan perhatian adalah penghindraan
terhadap kesakitan dan ketidaknyamanan. Dalam Rational
Emotive Therapy (REBT) hal ini menghasilkan Low Frustation
Tolerance (LFT). Individu yang memiliki LFT terlihat dari
pernyataan-pernyataan verbalnya seperti: ini terlalu berat, saya
pasti tidak mampu, ini menakutkan, saya tidak bisa menjalani
ini.11

B. Konsep Dasar
Ellis mengatakan beberapa asumsi dasar REBT yang dapat
dikategorisasikan antara lain:
1. Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinambungan saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
2. Ganguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan.
3. Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan individu
juga secara mengajak mempengaruhi orang lain di sekitarrnya.
4. Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, dan tingkal
laku. Individu sering berfikir yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.

11
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.204-205
5. Ketika hal yang tidak menyenangkan terjadi, individu cenderung
menciptakan keyakinan yang irasional tentang kejadian tersebut.
Keyakinan irasional menjadi penyebab ganguan kepribadian individu.
6. Sebagian besar manusia memiliki kecendrungan yang besar untuk
membuat dan mempertahankan ganguan emosionalnya.
7. Ketika individu bertingkahlaku yang menyakitkan diri sendiri (self-
defeating behavior).
Menurut Nelson dan Jones pendekatan rational emotive behavior
therapy (REBT) memiliki tiga hipotesis fundamental yang menjadi landasan
berpikir dari teori ini, yaitu:
1. Pikiran dan emosi sering berkaitan.
2. Pikiran dan emosi biasanya saling mempengaruhi satu samalain,
keduanya bekerja sepeti llingkaran yang memilii hubungan sebab-akibat,
dan pada poin tertentu, pikiran emosi menjadi hal yang sama.
3. Pikiran dan emosi berperan dalam self-talk (perbincangan dalam diri
individu yang kerap kali diuapkan oleh individu sehingga menjadi
pikiran dan emosi). Sehingga pernyataan internal individu sangat berarti
dalam menghasilkan dan memodifikasi emosi individu.
Menurut Ellis, terdapat enam prinsip teori Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT), antara lain:
1. Pikiran adalah penentu proksimal paling penting terhadap emosi
individu.
2. Disfungsi berpikir adalah penentu utama setres emosi.
3. Cara terbaik untuk melakukan setres adalah dengan mengubah cara
berpikir.
4. Percaya atas berbagai faktor yaitu genetik dan lingkungn yang menjadi
penyebab pikiran yang irasional.
5. Menekankan pada masa sekarang (present) dari pada pengaruh masa lalu.
6. Perubahan tidak terjadi dengan mudah.12

C. Proses Berpikir
12
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.207-208
Ellis membagi pikiran individu dalam tiga tingkatan, yaitu : dingin
(cool), hangat (warm), dan panas (hot). Pikiran dingin adalah pikiran yang
bersifat deskriptif dan mengandung sedikit emosi, sedangkan pikiran yang
hangat adalah pikiran yang mengarah pada satu preferensi atau keyakinan
rasional, pikiran ini mengandung unsur evaluasi yang mempengaruhi
pembentukan perasaan. Adapun pikiran yang panas adalah pikiran yang
mengandung unsur evaluasi yang tinggi.13

D. Teori Kepribadian ABC


Untuk menangani masalah konseli yang mempunyai pemikiran
irasional, Ellis memperkenalkan teori ABC kepribadian yang kemudian
ditambahnya dengan D dan E untuk memasukkan perubahan dan hasil yang
diharapkan dari perubahan. Selain itu, huruf G dapat diletakkan terlebih
dahulu untuk memberikan konteks bagi ABC seseorang: G Goals (tujuan),
fundamental dan primer;

1. Adversities (kesulitan/kemalangan) atau activating events (kejadian yang


mengaktifkan) dalam kehidupan seseorang;
2. Beliefs (keyakinan), rasional dan irasional;
3. Consequences (konsekuensi), emosional dan perilaku;
4. Disputing (melawan) keyakinan irasional
5. Effective new philosophy of life (filosofi hidup yang baru dan
efektif).14

Teori ABC adalah teori tentang kepribadian individu dari sudut


pandang pendekatan Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT),
kemudian ditambahkan D dan E untuk mengkomodasi perubahan dan hasil
yang diinginkan dari perubahan tersebut. Selanjutnya ditambahkan G yang
diletakkan di awal untuk memberikan konteks pada kepribadian individu:

13
Gantina Komalasari, dkk, Teori Dan Teknik Konseling….h.209
14
Richard Nelson Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, Penerjemah: Helly
Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.501
Beberapa komponen penting dalam perilaku irrasional dapat dijelaskan
dengan simbol-simbol sebagai berikut:

A Activating event atau peristiwa yang menggerakkan individu.

IB Irrasional Belief, keyakinan irrasional terhadap A.

RB Rational Belief, keyakinan yang rasional atau layak.

IC Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran irrasional


terhadap emosi, melalui self-verbalization.

RC Rational of Reasonable Consequences, konsekuensi-konsekuensi


rasional atau layak yang dianggap berasal dari RB.

D Dispute irrational belief, keyakinan yang saling bertentangan.

CE Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena pertentangan


dalam keyakinan irrasional.

BE Behavioral Effect, terjadi perubahan perilaku karena keyakinan


irrasional.15

Ellis berpendapat bahwa perkembangan kepribadian individu sangat


dipengaruhi oleh factor keturunan dan factor lingkungan. Kedua factor
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Factor Keturunan (Heredity)
Ellis berpendapat bahwa setiap individu dilahirkan dengan
membawa sifat-sifat atau pembawaan (predisposisi) untuk dapat berpikir
rasional, memelihara diri (self preservative), dan mewujudkan dirinya (self
actualization). Tapi disamping itu Ellis juga berpendapat bahwa individu
memiliki predisposisi untuk berpikir tidak rasional, penolakan diri (self
defeating) atau individu dilahirkan dengan membawa kecenderungan
untuk memiliki gangguan.
2. Factor Lingkungan (Environment)
Albert Ellis mengemukakan bahwa gangguan kepribadian manusia
berupa neurotic, emotional disturbed, atau mentality ill. Neurotic atau

15
Sofyan S. Willis, Konseling Individual : Teori dan Praktek…, h.77.
gangguan emosional ynag dialami individu tidak bersumber dari peristiwa-
peristiwa yang telah dialaminya atau situasi lingkungan, tapi bersumber
dari sikap dan cara-cara berpikir yang tidak rasional atau tidak logis
terhadap peristiwa atau situasi tersebut.16

E. Peran dan Fungsi Konselor

Peran konselor dalam pendekatan Rational Emotive Behavioral


Therapy (REBT) adalah :

1. Aktif-Derektif, yaitu mengambil peran lebih banyak untuk memberikan


penjelasan terutama pada awal konseling.
2. Mengkonrontasi pikiran irasional konseli secara langsung.
3. Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berpikir
dan mendidik kembali diri konseli sendiri.
4. Secara terus menerus “menyerang” emikiran irasional konseli.
5. Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berpikir
bukan emosi
6. Bersifat didaktif.17

Adapun keterampilan konseling yang harus dimiliki konselor yang


akan menggunakan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) adalah
sebagai berikut:
1. Empati (Empathy)
2. Menghargai (Respect)
3. Ketulusan (genuineness)
4. Kekongkritan (Concreteness)
5. Konfrontasi (confrontation)18

F. Konseling Rasional Emosi Tingkah Laku


1. Pengertian Konseling

16
Yusuf Syamsu, Konseling Individual…h. 214-215
17
Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling.… h.214
18
Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling.… h.214-215
Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa
latin,yaitu”conselium” yang berarti” dengan” atau “bersama” yang
dirangkai dengan “menerima“ atau “memahami”. Sedangkan bahasa
Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “menyampaikan”.19 Dalam definisi yang lebih luas,
Rogers (dikuti dari Lesmana, 2005) mengartikan konseling sebagai
hubungan membantu dimana fungsi mental pihak lain (Kien), agar dapat
menghadapi persoalan/konflik yang dihadapi dengan lebih baik. Roger
(1971) mengartikan, “bantuan” dalam konseling adalah dngan
menyediakan kondisi, sarana,dan keterampilan yang membuat klien
dapat membantu dirinya sendiri dalam memenuhi rasa aman, cinta, harga
diri, membuat keputusan, dan aktualisasi diri. Memberikan bantuan juga
mencangkup kesediian konselor untuk mendengarkan perjalanan hidup
klien baik masa lalunya, harapan-harapan, keinginan yang
tidakterpenuhi, kegagalan yang diamali, trauma, dan konflik yang
dialami klien.20

Konseling individual adalah suatu proses yang terjadi dalam


hubungan seseorang dengan seseorang yaitu individu yang mengalami
masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seseorang petugas
profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk
membantu agar klien memecahkan kesulitannya.21

Konseling merupakan salah satu metode dari bimbingan,


sehingga penegrtian bimbigan lebih luas daripada penegrtian konseling
(penyuluhan). Oleh karena itu konseling merupakan guidance, tetapi
tidak semua bentuk guidance merupakan kegiatan konseling.22
Konseling individual adalah upaya membantu individu melalui proses
19
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,(Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2009) h.99
20
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam
Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup, 2011) h.2
21
Willis S. Sofyan, Konseling Individual Teori dan Praktek (Bandung, CV Alfabeta,
2007) h.18

22
Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia
2010) h. 17
interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli
mampu memahami diri dan lingkungannya mampu membuat keputusan
dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga
konseing merasa bahagia dan efektif prilakunya.23
Konseling mengindikasikan hubungan professional antara
konselor terlatih dengan klein. Hubunganini biasanya bersifat individu
ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang.
Konseling didesain untuk menolong klein untuk memahami dan
menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk
membantu mencapai tujuan penentuan diri (Self-determination) mereka
melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna
bagi mereka, melalui pemecahan masalah emosional atau karakter
interpersonal.24
Jadi uraian-uraian diatas dijelaskan bahwa counseling merupakan
salah satu teknik pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu
dengan memberikan bantuan secara individual (face to face
relationship).
Secara umum proses konseling individual dibagi atas tiga tahap
yaitu tahap awal konseling, tahap pertengahan (tahap kerja) dan tahap
akhir konseling.
a. Tahap awal konseling

Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu dengan konselor


hingga berjalan proses konseling dan menemukan definisi masalah
klien. Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses
konseling tahap awal yaitu sebagai berikut.

1) Membangun hubungan konseling dengan melibatkan klien yang


mengalami masalah.
2) Memperjelas dan mendefinisikan masalah.

23
Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan, (Bandung: PT. Refika Aditama 2009) h.10
24
John Mcleode, Pengantar Konseling Teori dan
Studi Kasus,(Jakarta: Kencana,2010) h.5
3) Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi
masalah.
4) Menegosiasikan kontrak.

b. Tahap pertengahan (Tahap Kerja)

Berdasarkan kejelasan masalah klien yang disepakati pada tahap


awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada inti masalah yang
dihadapi klien, dan bantuan apa yang harus diberikan berdasarkan
penilain kembali apa-apa yang telah diuraikan klien tentang
masalahnya. Adapun tujuan pada tahap pertengahan ini sebagai
berikut :

1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian klien


dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut.
2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara.
3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
c. Tahap akhir konseling

Tujuan tahap akhir ini adalah memutuskan perubahan sikap dan


prilaku yang tidak bermasalah. Klien dapat melakukan keputusan
tersebut karena klien sejak awal berkomunikasi dengan konselor dalam
memutuskan perubahan tersebut. Adapun tujuan dari tahap akhir ini
adalah :

1) Terjadinya transfer of learning pada diriklien;


2) Melaksanakan perubahan prilaku klien agar mampu mengatasi
masalahnya;
3) Megakhiri hubungan konseling
Konseling adalah semua bentuk hubungan antara dua orang,
dimana yang dseseorang yaitu klien yang dibentuk lebih mampu
menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya.25

25
Syamsul Yusuf Dan Juntika Nurhisan Landasan Bimbingan dan Konseling,(Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya,2006) h 7
2. Tahap-Tahap Konseling

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) membantu konseli


mengenali dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang
irasional. Dalam proses konseling dengan pendekatan REBT terdapat
beberapa tahap yang dilakukan yaitu sebagai berikut.26
a. Tahap 1
Proses di mana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa
mereka tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli
memahami bagaimana dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada
tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk
mengubah hal tersebut.
b. Tahap 2
Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran
dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap
ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentuan tujuan-tujuan
rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan
menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang diri,
orang lain dan sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-
teknik konseling Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk
membantu konseli mengembangkan pikiran rasional.
c. Tahap 3
Pada tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus
menerus mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan
filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada
masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional. Terdapat dua tugas
utama konselor pada tahap ini yaitu, yang pertama interpersonal
adalah membangun hubungan terapeutik, membangun rapport, dan
suasana yang kolaboratif. Yang kedua yaitu organizational adalah
bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi, mengadakan

26
Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling.… h.215-216
proses asesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan membangun
tujuan konseling.27
Dalam sumber lain ditemukan bahwa proses konseling REBC
memiliki asumsi umum yaitu bahwa pikiran dan emosi itu bersifat
tumpeng tindih (overlap). Oleh karena itu emosi yang terganggu dapat
dikembangkan atau disembuhkan dengan mengubah pikiran yang tidak
rasional menjadi rasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan
dari proses konseling REBC adalah untuk mengurangi atau menghilangkan
keyakinan, pendpaat atau persepsinya yang salah terhadap dirinya sendiri,
mau menerima kenyataan, toleran, dan punya filsafat hidup rasional.
Dalam hal ini Petterson mengemukakan the process of counseling
according to Ellis is the curing the reason. Proses konseling mempunyai
karakteristik tertentu dalam hubungan bantuannya yaitu:
a. Aktif-directif, artinya dalam hubungan konseling atau terapeutik,
konselor lebih aktif dalam membantu mengarahkan konseli untuk
menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b. Kognitif-rasional, yaitu bahwa yang dibentuk harus berfokus pada
aspek kognitif konseli dan berintukan pemecahan masalah yang
rasional.
c. Emotf-eksperiensial, yakni bahwa hubungan itu harus melihat aspek
emosi konseli dengan mempelajari sumber-sumber gangguannya,
sekaligus memperbaiki keyakinannya yang melandasi gangguan
tersebut.
d. Behavioristic, artinya bahwa hubungan itu harus menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku pada diri konseli.28

3. Tujuan Konseling
Tujuan dari konseling REB ini bukan untuk menghilangkan emosi
konseli akan tetapi merupakan sebuah upaya untuk membantu individu
agar terlepas dari gangguan-gangguan emosional yang merusak dirinya.

27
Gantina Komalasari, dkk, Teori dan Teknik Konseling…. h.215-216

28
Syamsu Yusuf, Konseling Individual…h 219
Karena gangguan-gangguan tersebut berasal dari pikiran-pikiran atau
sikap-sikap yang irasional, maka tujuan yang akan dicapai adalah agar
konseli dapat memperbaiki atau mengubah pikiran dan sikap yang tidak
rasional atau logis sehingga dapat mengembangkan self-actualization dan
memperoleh kebahagiaan hidupnya.
Mengenai tujuan ini, secara terperinci Ellis dalam bukunya
Humanistic Psychotherapy mengemukakan beberapa tujuan REBC dalam
rangka kesehatan mental sebagai berikut.
a. Self-interest
Individu yang sehat emosinya menaruh perhatian terhadap
dirinya secara tepat, dan tidak mengorbankan dirinya untuk orang lain.
Kebaikan dan pandangannya terhadap orang lain sebagian besar
diperoleh dari idenya, bahwa dia sendiri ingin menikmati dari
pembatasan dan gangguan, serta dia merasa senang menghargai hak
orang lain, seperti menghargai haknya sendiri tanpa mengurangi
sedikitpun.
b. Self-direction
Individu yang sehat mentalnya bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri, mampu bekerja dan memecahkan masalahnhya
secara mandiri, mau dan menyenangi bekerjasama untuk menolong
orang lain, serta dia tidak membutuhkan bantuan untuk mencapai
keberhasilan atau kesehatannya yang lebih baik.
c. Tolerance
Inidividu sepenuhnya memberikan toleransi kepada orang lain
yang berbuat salah atau berperilaku yang tidak disukai atau dibenci
dan tidak mencelanta sebagai manusia sehubungan dengan
perilakunya yang tidak menyenangkan itu. Dia jua menerima
kenyataan bahwa semua manusia itu bisa berbuat salah, tidak pernah
terdapat dalam kenyataan seorangpun manusia yang sempurna.
d. Acceptance of Uncertainy
Individu yang matang emosinya akan menerima kenyataan
bahwa manusia hidup dalam dunia kemungkinan, tidak ada kepastian
yang absolute (mutlak). Dia juga bersifat realistic bahwa kehdupan ini
tidak semunya mengerikan atau menakutkan karena didalamnya juga
terdapat hal-hal menarik yang menyenangkan.
e. Flexibility
Dia bersifat fleksibel dalam segi intelektual, dalam artian mau
membuka diti untuk mengubah pendapatnya dan jalan pikirannya
setiap saat bila ternyata tidak tepat (tidak rasional).
f. Scientific Thinking
Dia bersifat cukup objektif, rasiona, dan ilmiah. Ia juga mampu
menggunakan hokum-hukum logika dan metoda ilmiah dlam
memandang berbagai peristiwa dan orang-orang dari luar dirinya
maupun terhadap dirinya sendiri.
g. Commitment
Dia menyerap segala sesuatu di luar dirinya, baik orang, benda,
amupun ide-ide, serta dapat memilih sedikitnya satu minat kreatif
yang sangat penting bagi dirinya sebagai bagian dari kehidupannya
yang lebih baik.
h. Risk Taking
Individu yang sehat berani mengambil berbagai resiko. Dia
mencoba untuk mngerjakan sesuatu yang dianggap pantas dan
disenangi dalam hidupnya walaupun mungkin hal itu mengalami
kegagalan. Ia memilikikeinginan untuk mencoba segala sesuatu dan
berani menanggung resikonya.
i. Self Aceptance
Dia merasa senang dalam hidupnya dan menerima dirinya
karena dia hidup dan ada (eksis). Dia memiliki kemampuan untuk
menikmati dirinya, dapat menciptakan kebahagiaan dan kesenangan,
serta dapat meghilangkan perasaan-perasaan yang tidak
menyenangkan.29
4. Tipe-tipe Konseli

29
Syamsu Yusuf. Konseling Individual…h. 217-218
Ellis mengemukakan pada awalnya REBC telah digunakan untuk
menyembuhkan masalah-masalah pra pernikahan, pernikahan, frigiditas,
impotensi, homoseksualitas, psikopat, dan schizophrenia borderline. Tapi
pada umumnya pendekatan REBC ini digunakan untuk menyembuhkan
konseli yang mengalami neurotic. Konslei yang dianggap sulit oleh Ellis
untuk disembuhkan adalah individu ynag mengalami sakit juwa (psikotik)
meskipun demikian ia merasa yakin bahwa mereka yang mengalami sakit
jiwa itu dapat dibantu, walupun jarang yang bisa disembukhan dengan
sebaik-baiknya.
Meskipun awalnya REBC ini digunakan oleh orang-orang yang
betul-betul mengalami gangguan (neurotic), tapi kemudian dalam
perkembangannya diperluas jangkauannya. Menurut Ellis, REBC juga
dapat digunakan untuk membantu banyak individu yang mengalami cemas
dan rasa permusuhannya dalam rangka mewujudkan perkembangan
potensinya.
Ellis mengemukakan juga bahwa REBC dapat digunakan oleh para
konselor di sekolah, sebab pekerjaan pendiidk tidak jauh berbeda dengan
pekerjaan medis. Dia merasa yakin bahwa para konselor sekolah dapat
menggunakan REBC untuk membantu para siswa yang normal, anak-anak
yang mengalami gangguan, dan guru-guru yang mengalami krisis
emosional.30
5. Peran/ Tugas Konselor
Manusia sebagai makhluk rasional mempuanyai kemampuan untuk
menghindarkan diri atau menghapuskan gangguan emosi atau ketidak
bahagiannya dengan belajar berfikir secara rasional. Sehubungan dengan
hal tersebut maka tugas terapi atau konselor dalam konseling adalah untuk
membantu konseli agar dapat membebaskan dirinya dari sikap-sikap dan
ide-ide yang tidak rasional dan tidak logis, untuk kemudian diganti dengan
ide-ide dan sikap-sikap yang rasional dan logis. Untuk mencapai tujuan
tersebut ada empat langkah konseling yang harus ditempuh oleh konselor,
yaitu:

30
Syamsu Yusuf, Konseling Individual…h. 219
a. Langkah Pertama
Pada langkah ini konselor memiliki tugas untuk:
1) Menunjukan kepada konseli bahwa pikiran yang ada pada dirinya
tidak logis.
2) Membantu konseli agar memahami tentang bagaimana dan
mengapa menjadi begitu.
3) Menunjukan kepada konseli tentang hubungan antara ide-idenya
yang tidak rasional dengan ketidak bahagiaannya atau gangguan
emosinya.
a. Langkah Kedua
Konselor menunjukan kepada konseli bahwa cara berpikirnya
yang tidak rasional itulah yang menyebabkan gangguan emosinya,
bukan pengaruh dari peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
b. Langkah Ketiga
Konselor mengarahkan konseli agar mengubah cara
berpikirnya yaitu melepaskan ide-idenya yang tidak rasional.
Perlakuan ini diberikan karena REBC mengangap bahwa cara berpikir
yang tidak logis itu lebih berurat berakar (menjadi kebiasaan) dalam
diri konseli. Oleh karena itu dia tidak bisa mengubah keiasaannya
dengan diri sendiri.
c. Langkah Keempat
Konselor menggabungkan ide-ide khusus yang tidak logis
dengan ide-ide utama yang juga tidak logis, bersamaan dengan itu
diajarkan pula kepada konseli terkait filsafat hidup yang rasional.
Dengan demikian konseli dapat menghindarkan dirinya sebagai
“mangsa” dari keyakinan atau ide-ide yang tidak rasional.
Hasil dari proses tersebut diharapkan konseli dapat memperoleh
filasafat hidup yang rasional, sehingga dia mampu mengganti sikap dan
kepercayaannya yang tidak rasional dengan ynag rasional serta mampu
menghapus emosi dan tingkah laku pengrusakan dirinya (self-defeating).
Dalam rangka mematahkan ide-ide yang tidak rasional, baik ynag
khusus ataupun secara umum serta upaya untuk mendorong konseli agar
memperoleh pandangan-pandangan yang lebih rasional, maka terapis atau
konselor harus berperan sebagiai berikut:
a. Counter-propagandis, yang secara langsung menentang dan melawan
self-defeating konseli.
b. Pemberi semangat, seseorang yang memberikan keyakinan,
pembujuk, dan kadang-kadang mendesak konseli untuk melakukan
suatu kegiatan (seperti melakukan sesuatu yang dia merasa takut
untuk melakukannya).31
6. Metode Konseling
Ada tiga metode utama yang digunakan dalam proses konseling
REBC yaitu Cognitive, Emotive, dan Behavioral (CEB), ketiga metode ini
digunakan secara elektik. Prosedur penggunaan CEB ini berlandaskan
pada asumsi bahwa pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk
mengubah gangguan emosinya.
a. Metode Kognitif (Cognitive)
REBC menggunakan sejumlah metoda atau teknik terapeutik
kognitif, yaitu:
1) Analisa logis dan filosofis terhadap ide-ide ynag tidak rasional.
2) Pengajaran (instruction).
3) Pertanyaan terhadap kongklusi yang bukan empiris.
4) Menghentikan pikiran yang tidak rasional.
5) Sugesti.
6) Penyimpangan kognitif dati yang tidak rasional ke yang rasional.
Contoh kasus, seorang pemuda datang kepada konselor
mengemukakan masalahnya bahwa dia telah memarahi orang tuanya
karena merasa tidak enak atas kritikannya dan pembatasan untuk
leluasa bergerak kepadanya, tetapi kemudian dia merasa sangat
bersalah karena perasaan permusuhannya tersebut. Untuk menangani
kasus tersebut, maka sebiaknya konselor membantu konseling sebagai
berikut:

31
Syamsu Yusuf, Konseling Individual…h.220
1) Mengajar konseli mengenai ketepatan semantic dan logikanya,
sehingga konseli dapat menghentikan pembicaraan atau omelan
terhadap dirinya bahwa orang tuanya akan selalu berperilaku jelek
kepadanya.
2) Menunjukan kepada konseli tentang bagaimana menggunakan
DIB (disputing irrational beliefs) sampai dia dapat meyakinkan
terhadap dirinya bahwa sesuatu yang buruk itu mungkin terjadi
(kritikan dan pembatasan yang terus menerus dari orang tuanya)
tidak mengarah kepada suatu akibat yang menakutkan.
3) Mengajar konseli tentang berbagai jenis latihan keterampilan
seperti latihan pernyataan yang dapat membantu konseli untuk
mengekspresikan dirinya kepada orang tuanya dengan pernyataan
yang tidak bernada marah.
4) Mengajarkan konseli mengenai penyataan diri yang rasional yang
dapat membatntu konseli untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
dalam berhubungan dengan orang tuanya.
5) Menunjukan kepada konseli mengenai teknik-teknik pengalihan
kognitif, seperti menghentikan pikiran ketika selalu tergoda oleh
persepsi tentang tingkah laku orang tuanya yang tidak tulus.
6) Mengajarkan kepada konseli tentang teknik penunjukan semantic
sehingga konseli dapat mengetahui keuntungan dan kerugian dari
kritikan orang tuanya.
b. Metode Emotif (Emotive)
Teknik yang dapat digunakan dalam metode ini adalah sebagai
berikut:
1) Accepting the client unconditionally, yaitu penerimaan secara
penuh kepada konseli dengan tanpa pamrih.
2) Role playing, teknik ini sering digunakan untuk menunjukan
kepada konseli tentang ide-ide yang tidak rasionalnya dengan
pengaruh terhadap hubungan dengan orang lain.
3) Modeling, teknik ini digunakan untuk membantu konseli berpikir,
merasa, dan bertindak yang berbeda atau berlainan dengan segala
sesuatu yang menjadi sumber penyebab terjadinya gangguan
emosional. Pernyataan tersebut dapat dijelaskan dengan contoh
berikut:
a) Konselor tidak memarahi konseli keyika dia berperilaku jelek
pada saat konseling berlangsung.
b) Konselor mengakui kesalahannya tanpa disertai perasaan dosa
atau bersalah pada saat dia melakukan kesalahan. Kedua
perilaku tersebut diharapkan menjadi model atau contoh bagi
konseli apabila dia mengalami persoalan atau masalah yang
serupa.
4) Passionate exhortation, teknik ini digunakan untuk meyakinkan
konseli agar dapat menghentikan pikirannya ynag tidak rasional,
dan penolakan (Pengrusakan) terhadap dirinya, serta menggantinya
dengan ide-ide penampilan yang lebih efisien.
5) Humor, digunakan oleh konselor untuk mengurangi (mereduksi)
gangguan emosional pada diri konseli.
6) Shame attacking exercises (pengalaman menyerang rasa malu),
dilakukan secara beraturan dalam konseling untuk menunjukan
kepada konseli bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang
memalukan, menhinakan, dan menimbulkan tertawaan dengan
merasa bebas dari hukuman serta tidak merasa malu apabila
perbuatannya itu disaksikan oleh orang lain.
7) Encounterlike emotive exercises, teknik ini sering dugunakan untuk
membantu konseli agar mau memperlihatkan keadaan dirinya
secara jujur, mengakui perasaan-perasaan negatifnya, menjalin
hubungan emosional dengan orang lain, juga mau membuka
dirinya.
c. Metode Behavioral (Behavioral)
1) Desensitization (Penyadaran)
Teknik ini digunakan untuk menghilangkan respon-respon
perasaan yang tidak menyenangkan dengan jalan mengintrodusir
suatu kegiatan yang bertentangan dengan respon yang tidak
menyenangkan tersebut. Seperti konseli yang merasa malu bertemu
atau bergaul dengan orang lain, maka konselor memberikan tugas
secara bertahap untuk ikut terlibat dengan pergaulan bersama orang
lain.
2) Homework Assigment
Teknik ini digunakan dengan cara memberi tugas kepada
konseli untuk memikirkan bahkan melakukan suatu hal yang belum
terpecahkan di ruang konseling.
3) Operant Conditioning
Teknik ini khususnya digunakan dlaam bentuk prosedur
management pribadi yang digunakan secara terus menerus dalam
REBC untuk membantu konseli dalam malakukan suatu kegiatan
dalam rangka mengubah kognitifnya juga mengubah emosi dan
tingkah lakunya.
Contohnya seperti kasus yang telah dikemukakan di atas,
yaitu seorang pemuda yang marah. Kepadanya diberikan tugas
untuk me-reinforcing atau memberikan rewarding kepada dirinya
(seperti dengan membaca, mendengarkan music, atau bergaul
dengan teman-temannya) apabila dapat mengatasi perasaan marah
dan perasaan bersalahnya, juga memberikan tugas untuk
menghukum dirinya ketika dia gagal menolak atau menghilangkan
perasaan-perasaannya yang tidak rasional.
4) Relaxtion
Teknik ini sering digunakan dalam REBC bukan sebagai
usaha kuratif, tetapi sebagai usaha meringankan atau menenangkan
perasaan cemas konseli.32
7. Kriteria Keberhasilan
Usaha bantuan terhadap konseli dalam proses konseling REBC dapat
dianggap berhasil apabila memenuhi kriteria atau indicator berikut.

32
Syamsu Yusuf. Konseling Individual…h.221-223
a. Adanya perubahan dalam diri konseli dari tidak rasional dan tidak
logis menjadi rasional dan logis baik dlaam pikiran, sikap, serta
kepercayaannya terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
b. Hilangnya rasa cemas dan permusuhan dalam diri konseli.
c. Konseli merasa bebas dari gangguan ide-ide yang tidak logis baik
terhadap dirinya, orang lain, maupun terhadap dunia sekitarnya.
d. Adanya perubahan self verbalisasi atau pernyataan terhadap dirinya
dari yang negati ke yang positif, dan perubahan tingkah laku dari yang
tidak efisien menjadi lebih efisien.33
8. Evaluasi
a. Pendekatan REBC merupakan hasil kreatifitas yang mengagumkan
dan menggembirakan bagi perkembangan profesi konseling.
Kejadirannya dapat dijadikan salah satu alternative untuk
memecahkan masalah atau menyembuhkan problema yang dihadapi
oleh konseli.
b. Pendekatan REBC bersifat komprehensif, sebab dalam proses
konselingnya berusaha memadukan unsur-unsur emosi, kognisi, dan
behavior (tingkah laku nyata). Hal ini mengisyaratkan bahwa REBC
mengharapkan adanya perubahan yang terjadi dalam diri individu
tersebut (setelah melakukan proses konseling) tidak hanya bertumpu
pada satu unsur saja, tetapi meliputi ketiga unsur tersebut.
c. Pendekatan REBC fungsinya bersifat fleksibel dalam artian tidak
hanya digunakan untuk membantu individu yang mengalami sakit
jiwa (psikose) dan neurose (yang paling banyak dibantu oleh Ellis),
tetapi juga dapat digunakan untuk membantu individu yang
maladaptive dan maladjustment.
d. Proses konseling bersifat sederhana, tidak rumit, tidak perlu
melakukan test dan mendiagnosa, yang penting adalah terbentuknya
hubungan atau dialog yang dinamis antara konselor dan konseli.
e. Pandangan Ellis tentang kepribadian individu yang dirumuskan dalam
teori ABCDE merupakan suatu metoda penghampir yang sangat

33
Syamsu Yusuf, Konseling Individual…h. 223
bermanfaat untuk mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan
masalah yang dihadapi konseli.34

34
Syamsu Yusuf, Konseling Individual…h.224
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan teori yang dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Albert Ellis menyebut pendekatannya dengan rational therapy (RT)
(terapi rasional). Kemudian pada tahun 1961, ia mengubah namanya menjadi
rational emotive therapy (RET) (terapi rasional emotif). Pada 1993, Ellis
(1993) mengubah lagi namanya menjadi rational emotive behavior therapy
(REBT) (terapi perilaku rasional emotif). Ellis membedakan antara REBT
umum dan REBT preferensial. REBT umum nyaris sama dengan terapi
perilaku kognitif dan bermaksud mengajarkan perilaku rasional atau perilaku
tepat-guna kepada klien. REBT preferensial menekankan pada perubahan
yang nyata secara filosofis. Konsep-konsep dasar REBT adalah tujuan
fundamental dan tujuan primer, emosi, kognisi, dan perilaku, emosi-emosi
yang sehat dan tidak sehat, dua kecenderungan biologis, teori ABC
kepribadian, dankeyakinan rasional dan irasional. Untuk demanding beliefs
dan turunannya terdiri dari demanding belief primer, derivasi demanding
belief primer, demanding belief sekunder, dan derivasi demaning belief
sekunder. Selain itu, juga terdapat ego disturbance dan low frustration
tolerance. Proses pendewasaan seseorang diperoleh dari belajar sosial,dan
memilih kognisi irasional. Seseorang persisten mempertahankan keyakinan
irasional dan derivasinya karena adanya alasan mengontribusikan manusia
agar tetap irasional.
Ada beberapa tujuan dalam terapeutik REBT yaitu, tujuan perubahan
inelegant dan tujuan perubahan elegant. Proses terapi REBT terdiri dari fase
awal, fase pertengahan, dan fase akhir. Dalam REBT, peran utama terapis
adalah sebagai seorang guru yang otoritatif. Intervensi terapeutiknya terdiri
dari mendeteksi keyakinan irasional dan derivatnya,dan membantah
keyakinan rasional dan derivatnya. Terdapat beberapa intervensi dalam
REBT, yaitu intervensi kognitif, emotif, dan perilaku.
Pendekatan Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) dapat
meningkatkan motivasi pada klien. Karena, Rational Emotif Behaviour
Therapy (REBT) merupakan pandangan yang berdasarkan tentang manusia,
yang mana menjelaskan bahwa individu itu memiliki tendensi untuk berfikir
irasional . Pikiran irasional yaitu individu tidak mampu memelihara diri
dengan baik, tidak mampu mengaktualisasikan diri dan cenderung memiliki
emosi – emosi negatif yang ditampilkan dalam bentuk perilaku negatif.
Sedangkan pikiran rasional berkaitan erat dengan hal – hal positif yang
meliputi individu dapat menerima diri sendiri, mampu mengaktualisasikan
diri dengan baik, dan dapat memelihara diri dengan baik. Rational Emotif
Behaviour Therapy (REBT) ini bertujuan untuk menghilangkan gangguan
emosional yang dapat merusak diri individu tersebut seperti cemas, benci,
takut, rasa bermasalah, marah, dan sebagainya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi klien yaitu motivasi. Dengan
adanya motivasi, klien akan belajar lebih keras, ulet, tekun dan memiliki
konsentrasi yang penuh dalam kehidupannya. Pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) untuk meningkatkan motivasi merupakan upaya
dalam memberikan bantuan kepada klien untuk dapat mengoptimalkan dan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh klien tersebut. Hasil dari
beberapa penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang
memiliki motivasi yang rendah, maka dengan penggunaan pendekatan
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dapat menjadikan seseorang
tersebut menjadi memiliki motivasi yang tinggi untuk menjalani
kehidupannya.

B. Saran
Memiliki kemampuan dalam REBT merupakan hal yang penting, dan
dapat mengarahkan hidup kita ke masa depan yang lebih baik. Untuk itu kita
harus mengasah kemampuan (kreativitas) kita secara baik berdasarkan
pengalaman-pengalaman pribadi kita di lingkungan dan memperbanyak
menggunakan literatur yang ada. Agar kita dapat memahami, mengetahui,
dan mampu untuk hal-hal atau masalah dan membantu klien dengan baik di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald (2013) Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Terj. E. Koswara,
Bandung: Refika Aditama.
Erman, Amti dan Prayitno (2009), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Komalasari, Gantina et al (2014), Teori Dan Teknik Konseling, Jakarta: Indeks
Lubis, Namora Lumongga (2011), Memahami Dasar-Dasar Konseling (Dalam Teori
dan Praktik), Jakarta: Kencana.
Mcleode, John (2010), Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Edisi 3,
Jakarta: Kencana.
Nelson-Jones, Richard (2011) , Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, edisi keempat,
Terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Nurihsan, Juntika (2009), Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan, Bandung: PT. Refika Aditama.
Salahudin, Anas (2010), Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia.

Soedarmadji, Boy dan Hartono (2012), Psikologi Konseling, Jakarta: Kencana.


Willis, Sofyan S. (2014), Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alabeta.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika (2012), Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu (2016), Konseling Individual Konsep Dasar dan Pendekatan, Bandung:
PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai