Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSELING RATIONAL EMOTIF

BEHAVIORAL THERAPY (REBT)

Dirancang untuk memenuhi tugas mata kuliah Model-Model Konseling.

Dosen Pengampu:

Siti Aminah Al-falathi, M.Pd.

Disusun oleh: Kelompok 8

Risty Kirani Putri 202101500298


Annisa Raudatul Ilmi 202101500321

Putri Puspitasari 202101500335

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
model-model konseling yang berjudul “KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR
THERAPY (REBT)”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah model-model konseling tentang
konseling REBT dan manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 30 April 2023

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Tujuan ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Pengertian Konseling REBT ....................................................................... 4

2.2 Hakikat Manusia Konseling REBT ............................................................ 6

2.3 Kepribadian Konseling REBT .................................................................... 7

2.4 Perkembangan Kepribadian Konseling REBT .......................................... 7

2.5 Tujuan Konseling REBT............................................................................. 9

2.6 Peran Konselor dalam Konseling REBT .................................................... 9

2.7 Peran Konseli dalam Konseling REBT....................................................... 9

2.8 Teknik Konseling REBT...........................................................................10

2.9 Kasus Konseling REBT ...........................................................................11

BAB III PENUTUP ..............................................................................................13

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tidak sedikit orang yang mengalami ketakutan berlebih (phobia), kecemasan


dan segala perilaku yang tidak adaptif terhadap suatu hal. Sebut saja mereka yang
memiliki ketakutan berlebih terhadap ketinggian, phobia terhadap hewan-hewan
tertentu bahkan terhadap benda mati sekalipun. Pendekatan integratif yang
sekarang dikenal sebagai terapi kognitif-perilaku memiliki dua cabang utama. Salah
satunya diambil dari penelitian yang difokuskan pada pengobatan di bidang-
bidang psikopatologi tertentu yang ditunjukan untuk menghilangkan gangguan
psikologis tertentu seperti gangguan panik dengan agorafobia, gangguan mayor
depresi, atau bulimia nervosa.
Yang lainnya menggabungkan berbagai teknik perilaku dan kognitif untuk
membentuk metode pengobatan holistik yang berlaku untuk masalah klien dengan
rentang yang luas, dari defisit keagresifan untuk gangguan kepribadian borderline,
dari kemampuan belajar yang buruk untuk ketergantungan zat, dan dari disfungsi
keluarga kronis skizofrenia yang parah. Bentuk yang lebih luas dari terapi kognitif-
perilaku membahas masalah yang terkait dengan pendekatan konseling tradisional
dan yang telah menjadi sasaran bentuk psikoterapi yang paling intensif. Dimana
salah satu teknik terapi kognitif-perilaku yang sering digunakan salah satunya
adalah Rational Emotive Behavor Therapy (REBT).
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan
behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku
dan pikiran. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa
individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat
melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk
belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak
individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui
teori ABCDE.
Ketika dikembangkan untuk pertama kalinya pada 1955, Albert Ellis
menyebut pendekatannya dengan rational therapy (RT) (terapi rasional). Pada

1
1961, ia mengubah namanya menjadi rational emotive therapy (RET) (terapi
rasional emotif). Pada 1993, Ellis mengubah lagi nama-nya menjadi rational
emotive behavior therapy (REBT) (terapi perilaku rasional emotif). Yang dimaksud
Ellis dengan “rasional” adalah kognisi yang efektif dalam membantu diri daripada
kognisi yang sekedar valid secara empiris maupun logis. Ia berharap bahwa dirinya
telah menggunakan kata kognitif sejak awal karena banyak orang membatasi secara
sempit kata rasional yang mengandung maksud intelektual atau logis-empris.
Rasionalitas orang menyadarkan diri pada memutuskan dengan cara yang masuk
akal mana keinginan atau preferensi yang akan diikuti dan, oleh sebab itu,
didasarkan pada pikiran, emosi, dan perasaan.
Ellis memperkenalkan “perilaku” ke dalam nama pendekatannya demi akurasi.
Dari awal, pendekatan itu sangat menekankan perilaku bersama kognisi dan emosi.
Ellis menulis: “Jadi, untuk mengoreksi kesalahan saya sebelumnya, dan untuk
meluruskannya, sejak saat ini saya akan menyebutnya sebagaimana sifatnya yang
sebenarnya—rational emotive behavior therapy (REBT)”.
Penulis memilih jenis psikoterapi yang dikembangkan Albert Ellis ini sebagai
bahan pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa membuat penulis
berpikir tetntang sejumlah masalah dasar yang mendasari psikoterapi.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan konseling REBT ?

2. Bagaimana hakikat manusia dalam konseling REBT ?

3. Bagaimana konsep kepribadian dalam konseling REBT ?

4. Bagaimana konsep perkembangan kepribadian dalam konseling REBT ?

5. Apa tujuan teknik konseling REBT ?

6. Bagaimana peran konselor dan konseli dalam konseling REBT ?

7. Apa kasus yang ada dalam konseling REBT ?

8. Bagaimana penerapan teknik konseling REBT ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengetian konseling REBT

2. Untuk mengetahui hakikat manusia dalam konseling REBT

3. Untuk mengetahui konsep kepribadian dalam konseling REBT

4. Untuk mengetahui konsep perkembangan kepribadian dalam


konseling REBT

5. Untuk mengetahui tujuan teknik konseling REBT

6. Untuk mengetahui peran konselor dan konseli dalam konseling REBT

7. Untuk mengetahui kasus yang ada dalam konseling REBT

8. Untuk mengetahui penerapan teknik konseling REBT

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Teori Rasional Emotif Behaviour Terapi (REBT) bahwa manusia dilahirkan


dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional dan
jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri,
berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan kearah menghancurkan diri, menghindari
pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak
berkesudahan, takhyul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta
menghindari pertubuhan dan aktualisasi diri.
Rational Emotive Behavior Therapy adalah suatu pendekatan yang
dikembangkan oleh Albert Ellis sekitar pertengahan tahun 1950-an. Awalnya
pendekatan ini menekankan terapi rasional, yaitu unsur kognitif dari perilaku
manusia, tetapi asumsi ini sangat bertentangan dengan asumsi yang popular pada
pertengahan tahun 1950-an. Kemudian pendekatannya itu diperluas dengan
memasukkan unsur perilaku disamping unsur kognitif. Modifikasi selanjutnya
Rational Emotive Behavior Therapy ini mencakup teknik-teknik konseling perilaku
seperti relaksasi, metode khayal, latihan menyerang perasaan malu.

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki
kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah
laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang
disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut
merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi
yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal,
dan irasional.

4
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang
biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara
irasional akan tercermin dari katakata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis
menunjukkan cara berpikir yang salah dan katakata yang tepat menunjukkan cara
berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan
dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal
sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Maka dari itu pendekatan realitas merupakan suatu bentuk pendekatan


modifikasi tingkah laku, yang mana modifikasi tingkah laku ini difokuskan pada
perasaan dan tingkah laku saat ini serta mengarahkan klien keluar dari masalahnya
dan fokus pada tujuan hidupnya dimasa depan. REBT sangat didaktik dan direktif
serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang dengan
dimensi-dimensi perasaan.

Menurut Ellis mengatakan beberapa asumsi dasar REBT yang dapat di


kategorisasikan antara lain:
a. Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinambungan saling
berinteraksi.
b. Gangguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan.
c. Manusia di pengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar.
d. Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, dan tingkah laku.
e. Ketika hal yang tidak menyenangkan terjadi, individu cenderung menciptakan
keyakinan yang irasional.
f. Keyakinan irasional menjadikan penyebab gangguan kepribadian individu.
g. Sebagaian besar manusia memiliki kecenderungan yang besar.
h. Ketika individu beringkah laku yang menyakiti diri sendiri.

5
2.2 Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam konseling analisis REBT mengatakan bahwa


manusia merupakan mahkluk yang memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang
ketiganya berlangsung secara simultan. Dalam memahami hakikat Manusia, REBT
memiliki sejumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam
hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan itu. Asumsi tentang hakikat
manusia menurut REBT adalah berikut.Pada dasarnya individu adalah unik, yang
memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan
berperilaku rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan berperilaku rasional dan
irrasional dia tidak efektif. Reaksi “emosional” seseorang besar disebabkan oleh
eveluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari oleh individu.

Hambatan psikologi atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang
tidak logis dan irrasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh
prasangka, sangat personal dan irrasional. Berfikir irrasional diawali dengan belajar
secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan. Dalam
proses pertumbuhannya, akan terus berfikir dan merasakan dengan pasti tentang
dirinya dan tentang yang lain. “ini adalah baik” dan yang “itu adalah jelek”.
Pandangan ini terus membentuk cara pandangannya selanjutnya.

Berfikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan.


Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpiki yang salah dan verbalisasi
yang tepat menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat
menunjukkan cara berfikirnya yang tepat. Dalam kaitannya dengan hal ini tujuan
konseling adalah (1) menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri telah menjadi
sumber hambatan emosional (2) membenarkan bahwa verbalisasi diri adalah tidak
logis dan irrasional dan (3) membenarkan atau meluruskan cara berpikir dengan
verbalisasi diri yang lebih logis dan efisien dan tidak berhubungan dengan emosi
negative dan perilaku penolakan diri (self-defeating). Perasaan dan berpikir negative
dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berfikir yang rasional dan logis yang
dapat diterima menurut akan sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang
rasional.

6
Kita secara alami mempelajari keyakinan irasional dari orang lain yang
signifikan selama masa kanak-kanak. Kita menciptakan dogma irrasional dan
takhayul dalam diri kita sendiri. Selanjutnya kita secara aktif memperkuat keyakinan
pengalahan diri melalui proses autosuggestion dan pengulangan diri dan dengan
bertingkah laku seolah-olah hal tersebut berguna. Namun, adalah pemikiran
irrasional yang terdoktrin lebih awal yang berulang-ulanglah yang menghidupkan
sikap pemikiran disfungsional dan operatif dalam diri kita dan bukan karena
pengulangan yang dibuat oleh orang tua kita.

Ellis menegaskan bahwa orang tidak membutuhkan harus diterima atau


dicintai, meskipun kedua hal tersebut sangat dikehendaki. Terapis mengajari klien
bagaimana merasakan lepas dari tekanan apabila mereka berada pada situasi tidak
diterima atau tidak dicintai oleh orang lain. Walaupun REBT mendorong orang untuk
memiliki perasaan sedih saat tidak diterima, namun REBT juga berupaya membantu
klien menemukan cara mengatasi perasaan depresi yang tidak sehat, kecemasan,
sakit hati, kehilangan harga diri, dan kebencian

Ellis menegaskan bahwa menyalahkan adalah inti dari sebagian besar


gangguan emosional. Oleh karenanya, untuk memulihkan diri dari neurosis atau
kelainan kepribadian ini, kita sebaiknya berhenti menyalahkan diri sendiri dan orang
lain. Sebaliknya, sangat penting bagi kita untuk belajar menerima diri sendiri beserta
kekurangan kita. Ellis menarik hipotesis bahwa kita memiliki kecenderungan yang
kuat untuk meningkatkan hasrat dan pilihan kita kedalam dogma “sebaiknya”,
“harus”, “seharusnya”, tuntutan, dan perintah. Ketika kita marah, adalah ide yang
bagus untuk melihat dogma tersembunyi kita “harus” dan yang mutlak “sebaiknya”.
Tuntutan semacam itu menciptakan perasaan yang mengganggu dan tingkah laku
disfungsional.

2.3 Kepribadian

Hakikat kepribadian menurut pendekatan REBT adalah tingkah laku.


Pandangan pendekatan rasional emotif, kepribadian dikaji dari konsep kunci teori
Ellis mencakup tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Activating
event (A), Belief (B), dan Emotional Consequence (C). Selain itu ditambah pula

7
dengan Disputing (D) dan Effect (E). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal
dengan konsep atau teori ABC.

2.4 Perkembangan Kepribadian

Pendekatan REBT menurut pandangan Ellis memiliki beberapa konsep


kepribadian, yaitu konsep A-B-C.

1. A (Antecedent Event)
yaitu peristiwa yang terjadi kepada individu seperti kecelakaan, fakta, sikap
orang lain, perilaku orang lain, dan berita.
2. B (Belief)
Yaitu keyakinan-keyakinan terutama yang irrasional dan merusak diri
sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita. Kepercayaan,
keyakinan, pandangan, serta nilai yang ada dalam diri individu. Belief sendiri
dibagi menjadi Irrasional Belief atau iB dan Rational Belief atau rB. Ellis
dalam Lubis mengatakan bahwa individu akan mempunyai respon yang tidak
sama dalam menhadapi situasi yang sama. Keadaan ini dipengaruhi oleh
keyakinan (B) yang dipegang oleh setiap individu, keyakinan sendiri
mencakup keyakinan rasional (rB) maupun keyakinan irasional (iB).
3. C (Emotional Consequence)

G Goal Tujuan yang ingin dicapai oleh individu

A Antecedent Event Kejadian yang dialami atau


menimpa individu
rB Rational Belief Keyakinan yang rasioanal
iB Irational Belief Keyakinan yang irasional
C Consequences Konsekuensi yang didapatkan dari B baik berupa
emosi maupun perilaku.

8
D Disputing Melawan keyakinan irasional agar berubah
menjadi rasional.

E Effective New Filosofi hidup baru yang efektif dan rasional.


Philosophy
of Life.

Yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi


negatif yang berisi emosional yang muncul akibat dari keyakinan yang ada
pada diri individu tersebut seperti panik, dendam dan amarah karena depresi
yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.

Ellis menambahkan d dan e untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus
melawan (dispute:d) keyakinan-keyakinan irrasiona itu agar klien nya bisa
menik,mati dampak-dampak (effect:e) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan
yang rasional.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa untuk menjadikan


seseorang berfikir rasional, maka kepercayaan atau belief nya juga harus rasional.
Sepertihalnya konseli, agar pikirannya rasional, maka kepercayaan kepada dirinya
harus juga rasional. Sehingga dampak dari kepercayaan tersebut akan memengaruhi
perilaku, pikiran, serta emosinya menjadi lebih rasional. seseorang dalam upaya
memenuhi kebutuhannya lebih tidak bertanggung jawab sehingga individu tersebut
lebih ke arah kegagalan identitas.

2.5 Tujuan

Layanan konseling merupakan layanan bantuan yang diberikan untuk klien


dalam mengatasi permasalahan atau kesulitan yang dialami klien. Upaya tersebut
dalam setiap pelayanan memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dari suatu
perubahan yang dilakukan oleh klien.
Menurut Ellis, tujuan konseling REBT dibagi menjadi 2 yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Untuk tujuan umum konseling REBT yang pertama
memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan, dan
9
pandangan-pandangan irasional dan ilogis menjadi rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasinya seoptimal mungkin
melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif. Yang kedua menghilangkan
gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti: rasa benci, rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, was-was, dan marah sebagai konsekuensi
keyakinan yang keliru dengan jalan mengajar dan melatih klien untuk menghadapi
kenyataankenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, serta
nilai-nilai kemampuan diri sendiri. Untuk tujuan khusus konseling REBT,
konseling dilaksanakan dalam rangka mencapai pribadi sehat sebagai berikut :
a. Self Interest
Yaitu memberikan kemungkinan kepada konseli untuk mereorganisasikan
persepsinya sendiri terhadap dirinya sehingga menumbuhkan diri
sekaligus minat sosial individu.
b. Self Direction
Yaitu mendorong konseli untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam arti
bahwa konseli harus menghadapi kenyataan hidupnya dengan
tanggungjawab sendiri bukan bergantung atau minta bantuan orang lain.
c. Tolerance
Tujuannya untuk mendorong dan membangkitkan rasa toleransi konseli
terhadap oranglain, meskipun ia merasa bersalah.
d. Acceptance of uncertainly
Yaitu memberikan pemahaman yang rasional kepada konseli untuk
menghadapi kenyataan hidup seccara logis dan tidak emosional.
e. Flexible
Yaitu mendorong konseli agar luwes dalam bertindak seara intelektual,
terbuka terhadap suatu masalah sehingga dapat diperoleh cara-cara
pemecahannya yang mendatangkan kepuasan kepada konseli sendiri.
f. Commitment
Yaitu membangkitkan sikap objektivitas dan komitmen konseli untuk
menjaga keseimbangan dan lingkungannya.
g. Scientific Thinking
Yaitu berfikir rasional dan objektif, bukan hanya terhadap orang lain
melainkan juga terhadap diri sendiri.
h. Risk Thinking
10
Yaitu mendorong dan membangkitkan sikap keberanian dalam diri konseli
untuk mengubah nasibnya melalui kehidupan nyata, meskipun belum tentu
berhasil.
i. Self Acceptance
Penerimaan diri terhadap kemampuan dan keyakinan diri sendiri dengan
senang secara eksistensial adalah sikap positif dan merupakan sasaran bagi
REBT.

2.6 Peran Konselor

Dalam REBT, konselor berperan sebagai Guru (untuk mengajar konseli


mengubah pola pikir yang irrasional ke arah pemikiran rasional), Ahli Bahasa (untuk
membantu konseli menggunakan bahawa dengan baik pada saat diperlukan
menyimbolkan pikiran-pikiran yang logis), Modeling (konselor sebagai contoh bagi
konseli terutama bagaimana mengoperasionalisasikan pola berfikir rasional),
Penasehat (peran ini diperlukan bagi konselor berorientasi kognitif, terutama
menunjukkanpemikiran konseli yang logis), Counter-Proogandist (diperlukan untuk
menantang self defeating konseli). Dalam hal ini, konselor bertugas mendorong,
memberikan persuasi, dan pada saat-saat terntentu menugaskan konseli untuk
mengambil alih peran konselor sebagai Counter-Proogandist dan konseli sendiri
yang melawan self defeating dalam dirinya sendiri.

2.7 Peran Konseli

Peran konseli dalam REBT hampir sama seperti seorang “siswa”. Proses
konseling dapat dipandang sebagai proses “reedukatif” yang mana konseli belajar
cara-cara mengaplikasikan pemikiran logis untuk memecahkan masalahnya.
Pengalaman yang harus dimiliki konseli adalah pengalaman masa kini dan disini
dan kemampuan konseli untuk mengubah pola berfikir dan emosinya yang keliru.
Pengalaman sentral yang harus dimiliki konseli adalah bagaimana ia menemukan
kesadaran diri dan pemahaman (insight).

11
2.8 Teknik-teknik Konseling REBT
1. Dalam menyelenggarakan konseling konselor lebih bernuansa otoritatif
dengan menggunakan teknik-teknik yang bersifat langsung, persuasif,
sugestif, aktif, dan logis seperti pemberian nasehat, terapi kepustakaan,
pelaksanaan prinsip-prinsip belajar, konfrontasi langsung. Hal ini untuk
mendorong klien beranjak dari pola pikir tidak rasional ke rasional.
2. Tiga pola dasar : kognitif, emotif, behavioristik.
a. Konseling kognitif : memperlihatkan kepda klien bahwa ia haruslah
meninggalkan sikapnya yang perfeksionistik apabila ia ingin lebih
Bahagia dan terlepas dari kecemasannya. Di sini konselor sepertinya
melaksanakan proses mengajar. Perlengkapan yang perlu : pamphlet,
buku, rekaman kaset atau video, film.
b. Konseling emotif-evokatif : mengubah sistem nilai klien. Berbagai
teknik digunakan untuk menyadarkan klien antara yang benar dan
salah, seperti : memberikan contoh, bermain peranan ; teknik
unconditional acceptance dan humor, serta exhalation (pelepasan
beban) agar klien melepaskan pikirannya yang tidak rasional dan
menggantinya dengan yang rasional.
c. Konseling behavioral : mengembangkan pola pikir dan bertingkah
laku yang baru segera setelah klien menyadari kesalahan-
kesalahannya. Teknik yang dipakai bersifat eklektik, dengan
pertimbangan :
1) Ekonomis dari segi waktu untuk klien dan konselor
2) Kesegeraan hasil yang di capai
3) Efektifitas teknik yang dipakai untuk bermacam ragam klien
4) Kedalaman dan ketahanan (berlangsung lama) dari hasil yang
dicapai.

2.9 Kasus Konseling REBT


1. Permasalahan emosional hamper selalu terkait dengan perhatian individu
yang terlalu besar terhadap apa yang dikatakan orang lain terhadap dirinya.
2. Individu yang mengalami perasaan tidak enak (sebagai akibat kejadian A), ia
dapat :
12
a. Rasional : berbuat realistik agar kejadian itu tidak berulang
b. Tidak rasional : meyakinkan diri sendiri akan adanya sejumlah belief
yang sebenarnya tidak rasional (iB) dan ia tidak beranjak dari situasi
yang dialaminya; dengan demikian terjadilah masalah.
3. iB mencengkram individu :
a. ia membiarkan situasi yang tidak menyenangkan itu berlangsung,
meskipun ia tidak menyukainya
b. iB itu tidaklah memalukan atau terlalu jelek, meskipun tidak
mengenakkan ataupun berguna
c. ia memainkan "peranan Tuhan" dengan menyatakan: "Kalau saya
mau, tentu bisa: dan kalau saya tidak mau.ya tidak akan terjadi"
d. ia berkehendak mengontrol dunia, dan orang yang tidak dapat
melakukannya dianggap sebagai orang bodoh atau tidak berguna
4. iB sering mendapat penguatan sepanjang perkembangan individu (oleh
orangtua, sekolah, anggota masyarakat dan lembaga-lembaga). Perasaan
tidak berdaya anak/individu menjadi pangkal berkembangnya iB.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan


terapeutik yang efektif dalam membantu individu mengatasi masalah emosional dan
perilaku. Metode ini didasarkan pada keyakinan bahwa pikiran dan interpretasi
individu terhadap suatu situasi memengaruhi emosi dan perilaku. Konseling REBT
mengajarkan klien untuk mengidentifikasi dan mengubah pikiran irasional yang
menyebabkan masalah emosional. Ini dilakukan melalui proses kognitif dan
penggunaan argumen logis untuk menggantikan pikiran irasional dengan pikiran
rasional.

Prinsip utama dari konseling REBT adalah bahwa bukan situasi yang
menyebabkan emosi negatif, tetapi persepsi dan intepretasi individu terhadap situasi
tersebut. Dengan mengubah cara individu berpikir, mereka dapat mengubah respons
emosional mereka terhadap situasi yang sama. Konseling REBT menekankan
penerimaan diri, penerimaan orang lain, dan penerimaan dunia secara umum. Ini
berarti mengakui bahwa tidak ada yang sempurna dan menerima kenyataan bahwa
orang lain dan dunia mungkin tidak selalu memenuhi harapan kita.

Mempelajari REBT juga membantu individu dalam mengembangkan


keterampilan pengelolaan stres, meningkatkan harga diri, dan mencapai perubahan
positif dalam perilaku mereka. Metode ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks,
termasuk individu, kelompok, maupun dalam terapi keluar

14
DAFTAR PUSTAKA

Boeree, George C. (2010). Personallity Theories : Melacak Kepribadian


Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta : Prismasophie.

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi.
Bandung : Refika Aditama.

Ellis. 1991. The Revised ABC’s of Rational-Emotif Therapy ”Journal of Rational-


Emotive and Cognitive Behavior Therapy, 9;139-172

Ellis, R. (1994). The Study of Second Language Acquisition. Oxford: Oxford


University Press. PPPK._. Bimbingan Konseling. Modul Belajar
Mandiri._

Ellis. 1995. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). In R.J. Corsini &
D. Wedding (Eds.), Current Psychotherapies, 5th. Pp. 162-196.
Itasca, Illinois; F.E Peacock. Publishers, Inc.

Miftahudin, A. (2019). KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR


THERAPY (REBT) UNTUK MENGATASI INFERIORITY PADA
SEORANG ANGGOTA KOMUNITAS KELUARGA MAHASISWA
BLITAR DI SURABAYA. Skripsi. Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

15

Anda mungkin juga menyukai