DISKRIPSI TOPIK
Topik ini membahas tentang Pengukuran dan Alat ukur pada Riset
Keperawatan yang terdiri dari pengertian, syarat pengukuran, keandalan
pengukuran, sifat pengukuran dan skala pengukuran, serta kesalahan
penelitian.
D. POKOK BAHASAN
c. Keandalan pengukuran
d. Skala Pengukuran
e. Kesalahan Pengukuran
E. MATERI
1. Pengertian
2. Syarat Pengukuran
1. Set item
2. Peraturan tertentu
3. Sesuai Prosedur penelitian
4. Alat sudah teruji dan Valid
5. Isomorfisme yaitu ukuran harus sedekat mungkin dengan benda/ kejadian
yang diukur (terkadang yang dapat diukur hanya indikatornya,
berkeringat)
6. Exhaustive yaitu pengukuran harus meliputi seluruh kemungkinan yang
ada
7. Mutually exclusive yaitu pengukuran tidak boleh tumpang tindih.
3. Sifat pengukuran
1. Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk
mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran
langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi
yang berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh
pengukuran dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan
keadaan lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada
kondisi yang tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi
pergantian pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan,
Misal : Konkrit : BB,TB,frekuensi menyusui,dll; Data personal : usia,
pekerjaan, agama,dll ;Teknologi :kadar gula darah,Hb,tek darah,suara
paru,dll
4. Keandalan Pengukuran
alat ukur yang baik adalah alat yang mampu memberikan informasi yang
tidak menyesatkan.Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan
praktis.
a. Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya .
validitas Terdiri dari tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity
(validitas konstruk),dan criterion-related validity(validitas berdasar kriteria).
b. Koefisien Validitas
Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai
maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah r xy inilah yang digunakan
untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai
harga yang positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu
tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien
validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka
1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk
dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi
terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas
diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes
dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh r xy tersebut. Pada
pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi
diperoleh indikasi validitas yang lain.
Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat
ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan
estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya
dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan
sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur
telah tercapai.
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face
validity(validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena
hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi
alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat
dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan
perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang
hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu
kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang
kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan
tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk
sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur
trait yang tidak memiliki kriteria eksternal
3). Validitas Berdasar Kriteria
Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi
berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif
(predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).
Validitas Prediktif.
Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk
berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh
situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah
dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan
semacamnya.
Validitas Konkuren.
Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu
yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan
koefisien validitas konkuren.
Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita
menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala
tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih
dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest
Anxiety Scale).
5. Skala Pengukuran
Hasil dari suatu pengukuran untuk analisis data dapat dibagi dalam 4 skala :
1. Skala Nominal
Skala nominal merupakan sebatas label yang diberikan terhadap
suatu kategori,dengan variabel, Tingkat pengukuran nominal
dilakukan dengan cara mengklasifikasikan (menggolong-golongkan)
obyek atau kejadian-kejadian ke dalam berbagai kelompok (kategori)
untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan ciri-ciri obyek yang
diamati. Kategori-kategori (kelompok) ini didefinisikan sebelumnya
dan dilambangkan dengan kata-kata, huruf, symbol, atau angka.
Tingkat pengukuran nominal adalah kualitatif, yang mempunyai ciri-
ciri discrete (menyebar) dan tak kontinue. Skala ini hanya berurusan
dengan data eksklusif dan tidak menunjukkan tingkatan apa-apa.
Contoh : Jenis kelamin (laki-laki atau permpuan), status perkawinan
(kawin, tidak kawin), golongan darah (O, A, B, AB) dan lain-lain.
2. Skala Ordinal.
Dalam tingkat pengukuran ordinal obyek-obyeknya bisa
digolongkan dalam kategori tertentu. Angka atau huruf yang
diberikan mengandung tingkatan, sehingga dari kelompok yang
terbentuk dapat dibuat peringkat yang menyatakan hubungan lebih
dari atau kurang dari menurut aturan penataan tertentu.
Bilangan/angka/huruf yang diberikan kepada objek hanya
menyatakan tempat dalam suatu susunan akan tetapi tidak
menyakatan apa-apa mengenai jarak dari satu satu datum ke datum
lainnya atau tidak memberikan nilai absolute pada objek. Simbol
numericnya hanya merupakan urutan (ranking) relative saja, dan
peringkat tersebut tidak mempunyai satuan ukur. Dengan demikian
jarak atau beda nilai-nilainya tidak diukur. Ciri lain dari skala ordinal
juga tidak mengenal nol, sehingga perankingannya pun dimulai dari
satu. Tingkat pengukuran ordinal adalah kualitatif.
Mengkuantifikasikan tingkat pengukuran ordinal adalah dengan cara
menghitung frekuensinya, dan dibuat rangkingnya. Contoh : Sangat
baik = 1, Baik = 2, Cukup = 3, Kurang baik = 4, dan Buruk = 5. Atau
jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk
menghadiri Kampanye Presiden, mulai dari tidak pernah absen
menghadiri = 5, kadang-kadang saja menghadiri = 4, kurang
menghadiri = 3, tidak pernah menghadiri = 2 sampai tidak ingin
menghadiri sama sekali = 1. Atau kedudukan mahasiswa:
mahasiswa semester 1, semester 2, semester 3, semester 4,
semester 5, semester 6 dan semester 7.
3. Skala Interval.
Tingkat pengukuran interval memberikan ciri angka kepada
kelompok obyek yang selain memiliki skala nominal dan ordinal,
akan tetapi juga ditambah dengan jarak yang sama pada urutan
obyeknya. Kategori yang digunakan bisa dibedakan, diurutkan,
mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandingkan. Selain itu
skala interval juga tidak memiliki nilai nol mutlak. Datanya bisa
ditambahkan, dikurangi, digandakan dan dibagi tanpa mempengaruhi
jarak relative skor-skornya. Contoh : skala pada termometer dan
prestasi mahasiswa
4. Skala Ratio
Tingkat pengukuran tertinggi adalah ratio memiliki seluruh sifat,
yakni nominal, ordinal, interval tetapi ditambah dengan satu sifat
lain, yakni memberikan keterangan nol mutlak dari objek yang diukur.
Ciri lain dari skala ratio adalah data bisa dibedakan, diurutkan,
mempunyai jarak tertentu, mengandung arti dan bisa dibandingkan.
Contoh, pendapatan, panjang benda, berat benda.
6.KESALAHAN PENGUKURAN
A. Jenis Kesalahan.
2. Random sampling error yaitu beda hasil dari yang diperoleh melalui
sebuah sample (disebut statistik) dan hasil sesungguhnya dalam
populasi (disebut parameter). Kesalahan ini terjadi karena adanya
variasi acak (Chance variation) dalam elemen-elemen terpilih sebagai
sampel. Walau pengukuran dilakukan dengan cermat, pengukuran
ulang dari besaran yang sama tidak memberi hasil yang tepat sama. Hal
ini disebabkan karena biasanya angka terakhir pengukuran hanya kira-
kira Beberapa pengukuran yang tidak saling bergantungan satu sama
lain akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tentunya pengamat
harus selalu berusaha agar pengukurannya benar-benar tidak saling
bergantungan satu sama lain, dan tidak boleh terpengaruh oleh hasil
pengukuran sebelumnya. Kesalahan tidak tertentu ini pun tidak bisa
dihindari, tetapi jika pengukuran dilakukan banyak kali maka dengan
teori ketakpastian, kesalahan ini dapat dihitung. Makin banyak
pengukuran dilakukan, makin tepatlah hasilnya. Selain itu juga situasi
yang mempengaruhi pengukuran contoh : test IQ disaat lapar, capai,
tidak mood
B. Sumber-Sumber Kesalahan
8. Natural Error
Perubahan kondisi lingkungan pada saat pengukuran dilakukan
9. Instrumental Error
Ketidak validan alat instrument ketika di ujikan
Berikut ini daftar yang terdiri dari kemungkinan sumber-sumber eror pada
waktu mengukur atribut khusus.
F. RINGKASAN
Alat ukur dan pengukuran merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, alat ukur dan pengukuran ini juga merupakan unsur yang
paling penting dari sebuah penelitian. Benar tidaknya hasil penelitian yang
diinginkan sangat tergantung pada alat ukur dan pengukuran yang
digunakan. Untuk itulah perlu diperhatikan cara membuat alat ukur dan
melakukan pengukuran. Alat ukur harus valid dan reliabel sehingga perlu
dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum alat ukur dipergunakan
dalam penelitian.