Anda di halaman 1dari 16

A.

DISKRIPSI TOPIK

Topik ini membahas tentang Pengukuran dan Alat ukur pada Riset
Keperawatan yang terdiri dari pengertian, syarat pengukuran, keandalan
pengukuran, sifat pengukuran dan skala pengukuran, serta kesalahan
penelitian.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah pembelajaran topik ini mahasiswa diharapkan mampu memahami


pengukuran dan alat ukur pada Riset Keperawatan .

C. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari pengukuran


penelitian

b. Mahasiswa mampu menjelaskan syarat pengukuran pada


penelitian

c. Mahasiswa mampu menjelaskan keandalan pengukuran

d. Mahasiswa mampu menjelaskan skala pengukuran

e. Mahasiswa mampu menjelaskan kesalahan pengukuran

D. POKOK BAHASAN

a. Pengertian dari pengukuran penelitian

b. Manfaat dari syarat pengukuran penelitian

c. Keandalan pengukuran

d. Skala Pengukuran

e. Kesalahan Pengukuran
E. MATERI

1. Pengertian

Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit


analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Pengukuran adalah
proses atau prosedur untuk mengkuantifikasikan atribut dalam sebuah
kontinum. Pengukuran adalah pembandingan antara objek ukur dengan alat
ukurnya. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas,
biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak
hanya terbatas pada kuantitas fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk
mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan.

2. Syarat Pengukuran

1. Set item
2. Peraturan tertentu
3. Sesuai Prosedur penelitian
4. Alat sudah teruji dan Valid
5. Isomorfisme yaitu ukuran harus sedekat mungkin dengan benda/ kejadian
yang diukur (terkadang yang dapat diukur hanya indikatornya,
berkeringat)
6. Exhaustive yaitu pengukuran harus meliputi seluruh kemungkinan yang
ada
7. Mutually exclusive yaitu pengukuran tidak boleh tumpang tindih.

3. Sifat pengukuran

1. Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk
mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran
langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi
yang berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh
pengukuran dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan
keadaan lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada
kondisi yang tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi
pergantian pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan,
Misal : Konkrit : BB,TB,frekuensi menyusui,dll; Data personal : usia,
pekerjaan, agama,dll ;Teknologi :kadar gula darah,Hb,tek darah,suara
paru,dll

2. Pengukuran Tidak Langsung


Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan apabila
nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan langsung. Nilai hasil ukuran
yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan fungsional tertentu dari
beberapa hasil pengukuran langsung, misal : abstrak : stress, nyeri, status
gizi, kepuasan, kinerja

4. Keandalan Pengukuran

Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan


pengukuran adalah presisi (precision) dan akurasi (accuracy).

1. Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu


dengan lainnya. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul)
maka dikatakan mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil
pengukuran menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah.
Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi probabilitas.
Distribusi yang sempit mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya. Ukuran
presisi yang sering digunakan adalah standar deviasi ( σ). Presisi tinggi
nilai standar deviasinya kecil dan sebaliknya.
2. Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya.
Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang
disebabkan oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak
ada bias kesalahan sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk
menyatakan akurasi.

3. Derajat ketidakpastian ( uncertainty) Derajat ketidakpastian adalah


selang nilai ukuran yang didalamnya diprediksi kesalahan pengukuran
telah tereduksi

5.Validitas alat ukur

alat ukur yang baik adalah alat yang mampu memberikan informasi yang
tidak menyesatkan.Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan
praktis.

a. Pengertian Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya .

Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas


yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat


ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan
pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan
untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran
mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas
tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi
menghasilkan data mengenai variabel A' atau bahkan B, dikatakan sebagai
alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi
validitasnya untuk mengukur variabel A' atau B
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat
akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data
tersebut.

Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran


mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu
dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik,
bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus
menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya
valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang
mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat
cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu
tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran.


Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan
pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid
untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti
dinyatakan dalam "alat ukur ini valid" adalah kurang lengkap. Pernyataan
valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan
(yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang
mana?

validitas Terdiri dari tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity
(validitas konstruk),dan criterion-related validity(validitas berdasar kriteria).

b. Koefisien Validitas

Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai
maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah r xy inilah yang digunakan
untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai
harga yang positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu
tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien
validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka
1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk
dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi
terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas
diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes
dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh r xy tersebut. Pada
pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi
diperoleh indikasi validitas yang lain.

c. Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas

Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada umumnya


digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity(validitas isi), construct
validity(validitas konstruk),dan criterion-related validity(validitas berdasar
kriteria).

1). Validitas Isi

Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian


terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu
alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh
alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan


bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula
memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur
mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan
hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat
dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat
ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan
estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya
dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan
sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur
telah tercapai.

Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face
validity(validitas muka) dan logical validity (validitas logis).

Face Validity (Validitas Muka).

Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena
hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi
alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat
dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas


hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada
umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas
muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat
menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur
pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan
validitasnya yang kuat.

Logical Validity (Validitas Logis).


Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity).
Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan
representasi dari aspek yang hendak diukur.

Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan
perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang
hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu
kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang
kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan
tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk
sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.

Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes


prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau
tabel spesifikasi.

2). Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat


ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya
(Allen & Yen, dalam Azwar 1986).

Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan


dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.

Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis


statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian
validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan
dalam bentuk koefisien validitas tunggal.

Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur
trait yang tidak memiliki kriteria eksternal
3). Validitas Berdasar Kriteria

Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria


eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria
adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur.

Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi


korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan
koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu r xy, dimana x
melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.

Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi
berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif
(predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).

Validitas Prediktif.

Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk
berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh
situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah
dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan
semacamnya.

Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur


kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang
terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan
sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu.
Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya
menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh
atasannya.
Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk
mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan
merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari
sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat
ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang
sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.

Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama


dan mungkin pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada
dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali
tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses
pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi
prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan
kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan
item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih
besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.

Validitas Konkuren.

Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu
yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan
koefisien validitas konkuren.

Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita
menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala
tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih
dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest
Anxiety Scale).

Validitas konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat


ukur tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang
sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan sebagai
prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan validitas
prediktif merupakan keharusan

5. Skala Pengukuran

Hasil dari suatu pengukuran untuk analisis data dapat dibagi dalam 4 skala :

1. Skala Nominal
Skala nominal merupakan sebatas label yang diberikan terhadap
suatu kategori,dengan variabel, Tingkat pengukuran nominal
dilakukan dengan cara mengklasifikasikan (menggolong-golongkan)
obyek atau kejadian-kejadian ke dalam berbagai kelompok (kategori)
untuk menunjukkan kesamaan atau perbedaan ciri-ciri obyek yang
diamati. Kategori-kategori (kelompok) ini didefinisikan sebelumnya
dan dilambangkan dengan kata-kata, huruf, symbol, atau angka.
Tingkat pengukuran nominal adalah kualitatif, yang mempunyai ciri-
ciri discrete (menyebar) dan tak kontinue. Skala ini hanya berurusan
dengan data eksklusif dan tidak menunjukkan tingkatan apa-apa.
Contoh : Jenis kelamin (laki-laki atau permpuan), status perkawinan
(kawin, tidak kawin), golongan darah (O, A, B, AB) dan lain-lain.

2. Skala Ordinal.
Dalam tingkat pengukuran ordinal obyek-obyeknya bisa
digolongkan dalam kategori tertentu. Angka atau huruf yang
diberikan mengandung tingkatan, sehingga dari kelompok yang
terbentuk dapat dibuat peringkat yang menyatakan hubungan lebih
dari atau kurang dari menurut aturan penataan tertentu.
Bilangan/angka/huruf yang diberikan kepada objek hanya
menyatakan tempat dalam suatu susunan akan tetapi tidak
menyakatan apa-apa mengenai jarak dari satu satu datum ke datum
lainnya atau tidak memberikan nilai absolute pada objek. Simbol
numericnya hanya merupakan urutan (ranking) relative saja, dan
peringkat tersebut tidak mempunyai satuan ukur. Dengan demikian
jarak atau beda nilai-nilainya tidak diukur. Ciri lain dari skala ordinal
juga tidak mengenal nol, sehingga perankingannya pun dimulai dari
satu. Tingkat pengukuran ordinal adalah kualitatif.
Mengkuantifikasikan tingkat pengukuran ordinal adalah dengan cara
menghitung frekuensinya, dan dibuat rangkingnya. Contoh : Sangat
baik = 1, Baik = 2, Cukup = 3, Kurang baik = 4, dan Buruk = 5. Atau
jawaban pertanyaan tentang kecenderungan masyarakat untuk
menghadiri Kampanye Presiden, mulai dari tidak pernah absen
menghadiri = 5, kadang-kadang saja menghadiri = 4, kurang
menghadiri = 3, tidak pernah menghadiri = 2 sampai tidak ingin
menghadiri sama sekali = 1. Atau kedudukan mahasiswa:
mahasiswa semester 1, semester 2, semester 3, semester 4,
semester 5, semester 6 dan semester 7.

3. Skala Interval.
Tingkat pengukuran interval memberikan ciri angka kepada
kelompok obyek yang selain memiliki skala nominal dan ordinal,
akan tetapi juga ditambah dengan jarak yang sama pada urutan
obyeknya. Kategori yang digunakan bisa dibedakan, diurutkan,
mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandingkan. Selain itu
skala interval juga tidak memiliki nilai nol mutlak. Datanya bisa
ditambahkan, dikurangi, digandakan dan dibagi tanpa mempengaruhi
jarak relative skor-skornya. Contoh : skala pada termometer dan
prestasi mahasiswa

4. Skala Ratio
Tingkat pengukuran tertinggi adalah ratio memiliki seluruh sifat,
yakni nominal, ordinal, interval tetapi ditambah dengan satu sifat
lain, yakni memberikan keterangan nol mutlak dari objek yang diukur.
Ciri lain dari skala ratio adalah data bisa dibedakan, diurutkan,
mempunyai jarak tertentu, mengandung arti dan bisa dibandingkan.
Contoh, pendapatan, panjang benda, berat benda.

6.KESALAHAN PENGUKURAN

Kesalahan pengukuran adalah kemungkinan-kemungkinan melakukan


kesalahan dalam pengukuran

A. Jenis Kesalahan.

1. Systematic error (non sampling error), yaitu kesalahan yang ditimbulkan


oleh kekurang cermatan dalam desain penelitian yang menyebabkan
kesalahan dalam respons atau oleh kesalahan dalam pelaksanaan
penelitian. Systematic Error terjadi karena instrumen mengukur konsep
lain yg tdk perlu diukur dalam penelitian, contoh : mengukur konsep
nyeri krn ke 4 konsep tdk pas 100% maka harus menggunakan
beberapa instrumen

2. Random sampling error yaitu beda hasil dari yang diperoleh melalui
sebuah sample (disebut statistik) dan hasil sesungguhnya dalam
populasi (disebut parameter). Kesalahan ini terjadi karena adanya
variasi acak (Chance variation) dalam elemen-elemen terpilih sebagai
sampel. Walau pengukuran dilakukan dengan cermat, pengukuran
ulang dari besaran yang sama tidak memberi hasil yang tepat sama. Hal
ini disebabkan karena biasanya angka terakhir pengukuran hanya kira-
kira Beberapa pengukuran yang tidak saling bergantungan satu sama
lain akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tentunya pengamat
harus selalu berusaha agar pengukurannya benar-benar tidak saling
bergantungan satu sama lain, dan tidak boleh terpengaruh oleh hasil
pengukuran sebelumnya. Kesalahan tidak tertentu ini pun tidak bisa
dihindari, tetapi jika pengukuran dilakukan banyak kali maka dengan
teori ketakpastian, kesalahan ini dapat dihitung. Makin banyak
pengukuran dilakukan, makin tepatlah hasilnya. Selain itu juga situasi
yang mempengaruhi pengukuran contoh : test IQ disaat lapar, capai,
tidak mood

B. Sumber-Sumber Kesalahan

Berdasarkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kesalahan, kesalahan


yang terjadi pada pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai kesalahan
karena alam ( natural errors), kesalahan karena alat ( instrumental errors)
dan kesalahan karena pengukur ( personal errors).

8. Natural Error
Perubahan kondisi lingkungan pada saat pengukuran dilakukan

9. Instrumental Error
Ketidak validan alat instrument ketika di ujikan

10. Personal Error


Keterbatasan pengukur dalam melakukan pengamatan (kemampuan untuk
mendapatkan hasil yang berulang), kurang teliti pengukur pada saat
pengukuran

Kapan saja kemungkinan suatu variabel diukur, terdapat kemungkinan


terjadinya kesalahan (eror). Beberapa faktor yang dapt mempengaruhi hasil
dapat di kontrol, sementara yang lainnya tidak dapat di kontrol, nilai yang
dapat di peroleh daripenggunaan suatu instrumen khusus dalam keadaan
khusus terdiri dari dua bagian nilai benar dan eror. Usaha harus dilakukan
untuk membatasi eror dari skor tersebut.

Berikut ini daftar yang terdiri dari kemungkinan sumber-sumber eror pada
waktu mengukur atribut khusus.

1. Kejelasan instrumen : seringkali paraa peserta akan berespon terhadap


suatu instrumen dengan tidak tepat. Contoh, memberi tanda cek (v) dalam
suatu kotak padahal diperlukan "ya" atau "tidak". Jika instruksi instrumen
tidak jelas, para peserta tidak berespons secara tepat dan informasi yang
diterima tidak akurat. Demikian pula, jika butir-butir soal itu sendiri tidak
mudah dimengerti, respon-respon mungkin tidak menunjukkan persepsi
peserta dan informasi yang dihasilkan memberikan nilai yang terbatas.
2. Varisai-variasi dalam administrasi : jika beberapa peserta diizinkan untuk
berespon terhadap suatu instrumen pada waktu luang sementara yang
lainnya dalam suatu tertekan informasi yang diterima tidak dapat
dibandingkan. Jika bebrapa peserta dibantu dalam menjawab dalam suatu
instrumen sementara yang lainnya tidak, maka informasi yang diterima
mungkin berbeda.
3. Variasi-variasi situasi : jika insrtumen diterapkan pada kondisi lingkungan
yang berbeda-beda, lingkungan yang menyenangkan versus lingkungan
yan g tidak menyengangkan, atau kondisi-kondisi yang mengancam
versus kondisi yang tidak menyenangkan, respon-respon mungkin
bervariasi menurut situasi.
4. Respon menyrebabkan bias : seringkali peserta akan memberikan suatu
jawaban yang diinginkan oleh masyarakat. Sebagai contoh, pertanyaan
tentang praktek seksual individu, pandangan-pandangan terhadap agama,
atau politik bisa menimbulkan respon-respon yang tidak benar tetapi dipilih
karena mereka dapat diterima oelh mayoritas individu dalam masyarakat.
Masalah-masalah lain adalah adalah kecenderungan beberapa individu
yang secara konsisten berespon dalam cara yang ekstrim. Pada skla 1
sampai dengan 5, beberapa orang akan secara konsisten berespon pada
bagian akhir dari skala, apapun topiknya. Beberapa peserta akan
mempunyai suatu kecenderungan untuk berespon secara positif dan
pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan padanya, bagaimanapun
topiknya..
5. Faktor-faktor pribadi yang sementara : mood peserta, keadaan pikiran,
dan tingkat stres pada waktu menjawab instrumen, bisa mempengaruhi
baik jawaban-jawaban atau harapan-harapannya untuk berpartisipasi
dalam proyek.
6. Sampling respons : isi instrumen, yakni butir-butir sampling dapat
mempengaruhi nilai peserta. Tergantung pada butir-butir (item) yang
dipilih, seorang perawat dapat melakukan penampilan dengan baik
tentang kuesioner pengetahuan nyeri atau dengan penampilan buruk pada
kuesioner yang sama.
7. Format instrumen : susunan butir-butir pertanyaan pada kuesioner dan
macam pertanyaan yang ditanayakan (pertanyaan terbuka atau tertutup)
dapat mempengaruhi respon-respon yang diberikan.

F. RINGKASAN

Alat ukur dan pengukuran merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, alat ukur dan pengukuran ini juga merupakan unsur yang
paling penting dari sebuah penelitian. Benar tidaknya hasil penelitian yang
diinginkan sangat tergantung pada alat ukur dan pengukuran yang
digunakan. Untuk itulah perlu diperhatikan cara membuat alat ukur dan
melakukan pengukuran. Alat ukur harus valid dan reliabel sehingga perlu
dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum alat ukur dipergunakan
dalam penelitian.

Anda mungkin juga menyukai