Anda di halaman 1dari 17

OLEH

I NYOMAN TRIPAYANA
Menurut Gudnanto (Pendekatan Konseling,
2012). Dalam pendekatan teori Gestalt ini,
peran konselor adalah:
1. Memfokuskan pada perasaan klien, kesadaran
pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan
terhadap kesadaran.
2.  Menantang klien sehingga mereka mau
memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan
berhubungan dengan pesan-pesan tubuh
mereka.
3. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh klien,
sebagai petunjuk non verbal.
4. Secara halus berkonfrontasi dengan klien guna
untuk menolong mereka menjadi sadar akan
akibat dari bahasa mereka.
Konselor membantu klien untuk menganalisis
dan memahami apa yang ada / terjadi sekarang
ini dan bagaimana berbuat sekarang ini,
konselor bukan hanya menanalisis saja, tetapi
lebih ditekankan untuk mengintregasi perhatian
dan kesadaran klien.
Yang dimaksud dengan perhatian disini adalah
mendengarkan apa yang diangan – angankan
atau apa yang tidak disenangi sedangkan apa
yang dimaksud dengan kesadaran adalah apa
yang sedang dialaminya menyentuh pribadinya
dan dunianya
Hubungan antara konselor dan klien adalah
sejajar yaitu hubungan antara klien dan
konselor itu adanya /melibatkan dialog dan
hubungan antara keduanya. Pengalaman –
pengalaman kesadaran dan persepsi konselor
merupakan inti dari proses konseling.
Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan
persepsi-persepsi terapis menjadi latar
belakang, sementara kesadaran dan reaksi-
reaksi klien membentuk bagian muka proses
terapi.
Tahap pertama,
-konselor mengembangkan pertemuan
konseling, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada klien.
-  Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap
klien berbeda, karena masing-masing klien
mempunyai keunikan sebagai individu serta
memiliki kebutuhan yang bergantung kepada
masalah  yang harus dipecahkan.
Tahap  kedua,
konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan klien untuk mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai
dengan kondisi klien.
Ada dua hal yang dilakukan konselor :
1. Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini
klien diberi kesempatan untuk
menyampaikan dan menyadari 
ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya.
2. Mengembangkan rapport agar pada klien
timbul rasa percaya diri untuk mengatasi
masalahnya.
Tahap  ketiga
konselor mendorong klien utk menyatakan
perasaan-perasaannya pada saat ini, bukan
menceritakan pengalaman masa lalu atau
harapan-harapan masa datang. Klien diberi
kesempatan untuk mengalami kembali segala
perasaan dan perbuatan pada masa lalu,
dalam situasi di sini dan saat ini.
Konselor berusaha menemukan celah - celah
kepribadian atau aspek-aspek kepribadian
yang hilang,  dari sini  dapat ditentukan apa
yang harus dilakukan.
Tahap  keempat,
Klien telah memperoleh pemahaman dan
penyadaran tentang dirinya, tindakannya, dan
perasaannya, maka sampai pada fase akhir.
Klien menunjukkan ciri-ciri yg menunjukkan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang
unik dan manusiawi.
Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya,
selalu menyadari dirinya, sadar dan bertanggung
jawab atas sifat otonominya, perbuatannya,
perasaan- perasaannya, pikiran-pikirannya.
Klien secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk “melepaskan” diri dari
konselor, dan siap untuk mengembangangkan
potensi.
a. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor
bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa
mengubah klien, konselor menekankan agar klien
mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak
membangun kembali (mengulang) masalalu atau
motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan
sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya
dengan keadaan sekarang
c. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan
kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-
masalahnya.
a.   Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien
dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan yaitu,
kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan
berlaku sebagai majikan) dan under dog (korban,
bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak
berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong,
yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan
memerankan top dog maupun under dog
sehingga klien dapat merasakan keduanya dan
dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
b.  Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah
teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang
ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan
kecemasan, dan menjalin hubungan dengan
bagian-bagian diri yang telah ditekan atau
diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku
sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi
konselor bisa meminta klien memainkan peran
yang bertentangan dengan perasaan-perasaan
yang dikeluhkannya atau pembalikan dari
kepribadiannya.
c.  Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain perasaan-
perasaan yang dirinya sendiri tidak mau
melihat atau menerimanya.
d.  Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien
menunjuk pada perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenangkan yang ia sangat
ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien
untuk tetap atau  menahan perasaan yang ia
ingin hindari itu.

Anda mungkin juga menyukai