Anda di halaman 1dari 19

KONSELING ANALISIS KLASIK (Freud)

A. Pandangan Tentang Manusia


1. Manusia tidak memegang nasibnya sendiri: tingkah laku manusia ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan biologis dan instink-instinknya.
2. Tingkah laku manusia dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau.
3. Tingkah laku individu ditentukan oleh faktor-faktor interpersonal dan intrapsikis --- psikis
determinisme.

B. Kasus
1. Setiap tahap perkembangan individu rawan terhadap suasana frustasi, konflik, dan rasa
tertekan.
2. Mekanisme Pertahanan Diri (MPI)
Cara ego menghadapi masalah melalui penolakan, pemalsuan ataupun
memanipulasi kenyataan --- beroperasi secara tidak sadar:
a. Identifikasi: menyatukan ciri-ciri orang lain ke dalam kepribadian sendiri
b. Displacement: mengalihkan perhatian dari satu objek ke objek yang lain: Kompensasi dan
Sublimasi
c. Represi : menolak atau menekan dorongan-dorongan yang muncul dengan cara tidak
mengakui adanya dorongan itu
d. Proyeksi: melemparkan keadaan diri kepada orang lain atau seubjek lain
e. Reaksi-Formasi: mengganti dorongan yang muncul dengan hal-hal sebaliknya
f. Fiksasi: terpaku pada satu tahap perkembangan karena takut memasuki tahap
perkembangan berikutnya.
g. Regresi: kembali ke tahap perkembangan sebelumnya.

3. Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)
TLSS disebabkan oleh kekacauan dalam berfungsinya individu:
a. Dinamika yang tidak efektif antara id, ego, dan superego (IDES).
b. Proses belajar yang tidak benar pada masa kanak-kanak.
4. Neurosis
Keadaan neurosis dapat dikembalikan kepada proses perkembangan awal, bagaimana
individu mengaktualisasikan mekanisme pertahanan diri untuk mengatasi ketegangan
dirinya. Keadaan neurosis amat menguras energi sehingga individu tidak mampu lagi
menghadapi kenyataan.

D. Tujuan
1. Membawa ke kesadaran (ksad) dorongan-dorongan yang ditekan ke ketidaksadaran (ktsad)
yang mengakibatkan kecemasan.
2. Memberikan kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang selama ini ia gagal
mengatasinya.

E. Teknik
1. Membangun suasana bebas tekanan. Dalam suasana bebas itu klien menelusuri apa yang tepat
dan tidak tepat pada dirinya (tingkah lakunya) dan mengarahkan diri untuk membangun
tingkah laku baru.
2. Teknik Dasar
a. Asosiasi Bebas (asbas) : memberikan kesempatan seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya
kepada klien untuk mengemukakan/ mengungkap-kan apa yang terasa, terpikirkan, teringat,
dan ada pada dirinya.
b. Transferensi (trans) : mengarahkan perasaan-perasaan klien (yang tertekan) kepada Konselor
dengan mengandaikan Konselor itu adalah subjek yang menyebabkan perasaan tertekan itu.
c. Interpretasi : membawa klien memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran
yang objektif --- memperkuat fungsi ego.

KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL

A. PENGANTAR KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
Pendekatan analisis transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan
semenjak tahun 1950. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang
dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi
dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang
terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat
menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
Analisis transaksional berpendapat bahwa dalam kepribadian seseorang terdapat
unsur-unsur yang saling berkaitan. Pendekatan ini juga menekankan fungsi dan pendekatan
ego.

B. PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya
manusia mempunyai keinginan atau dorongan dorongan untuk memperoleh sentuhan atau
stroke. Sentuhan ini ada yang bersifat jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal
dan fisik. Yang menjadi keperibadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh
sentuhan melalaui transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari naskah hidup
seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.

C. TUJUAN DAN PROSES KONSELING
Adapun tujuan dari konseling ini ialah:
1. Mendekontaminasikan ego state yang terganggu
2. Membantu mengunakan ketiga ego state yang terganggu
3. Membantu menggunakan ego state adult secara optimal
4. Mendorong berkembangnya life position SOKO dan lifi script baru dan produktif.

Berikut ini akan dibahas hal-hal yang harus diperhatikan konselor dalam melakukan
konseling dengan menggunakan analisis transaksional.
1. Analisis struktur
Menjelaskan kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan
menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar ego state yang
mana yang lebih dominan dalam dirinya.
2. Analisis transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat
mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan
tersebut sudah tepat atau belum.
3. Analisis permainan
Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan,
setelah itu dilihat apakah kline mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko
yang tingkatnya lebih rendah.
4. Analisis naskah hidup
Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti posisi
hidup yang tidak sehat.

D. TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Teknik konseling yang digunakan adalah:
1. Permission
Memperbolehkan klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang tuanya
2. Protection
Melindungi klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap peraturan orang
tuanya.
3. Potency
Mendorong klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan orang tuanya.
4. Operation
a). Interrogation
Mengkonfrontasikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya
berkembang respon adult dalam dirinya.
b). Specification
Mengkhususkan hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang ego statenya.
c). Confrontation
Menunjukkan kesenjangan atau ketidak beresan pada diri klien
d). Explanation
Transaksi adult-adult yang terjadi antara konselor dengan klien untuk menejlaskan mengapa
hal ini terjadi (konselor mengajar klien)
e). Illustration
Memberikan contoh pengajaran kepada klien agar ego statenya digunakan secara tepat.
f). Confirmation
Mendorong klien untuk bekerja lebih keras lagi.
g). Interpretation
Membantu klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya
h). Crystallization
Menjelaskan kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games untuk
mendapatkan stroke yang diperlukannya.

E. KEKUATAN DAN KELEMAHAN KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
Beberapa kekuatan konseling analisis transaksional menurut Muhammad Surya
(2003:46) yaitu :
1. Terminology yang sederhana dapat dipelajari dengan mudah diterapkan dengan segera pada
perilaku yang kompleks
2. Klien diharapkan dan didorong untuk moncoba dalam hubungan di luar ruang konseling untuk
mengubah tingkah laku yang salah
3. Perilaku klien disini dan sekarang, merupakan cara untuk membawa perbaikan klien.
4. Penekanan pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial

KONSELING EGO (Adler, J ung, Fromm)

A. Pandangan Tentang Manusia
1. Manusia tidak sekedar terikat pada dorongan instinktifnya, melainkan dipengaruhi oleh
lingkungannya.
2. Mengutamakan fungsi ego yang merupakan energi psikologikal individu, meskipun masih
mengakui adanya id, ego dan superego.

B. Kasus
1. Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka
kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran --- kontrol beralih dari
ego ke id.

2. Tingkah Laku Salah Suai (TLSS)
a. Individu kurang mampu merespon dengan cara yang layak
b. Pola tingkah laku yang dimiliki tidak lagi cocok dengan tuntutan lingkungan (situasi)
c. Rusaknya fungsi ego.

3. Individu abnormal adalah individu yang tingkah lakunya tidak berubah dalam menghadapi
tuntutan diri sendiri ataupun lingkungan yang berubah.

C. Tujuan
1. Keseluruhan pribadi harus diarahkan untuk berubah, kalau klien mau dibantu.

2. Konselor membantu klien memperbaiki satu dua fungsi ego yang rusak sehingga
menimbulkan kesulitan bagi klien

3. Tujuan utama konseling ialah membantu klien membangun identitas ego, memperluas dan
memperkuat berfungsinya sistem ego pada diri klien.


D. Teknik
1. Lebih memusatkan pada ciri-ciri individu yang normal dan sadar, daripada mengungkapkan
motif-motif tidak disadari yang melatarbelakangi tingkah laku klien.

2. Lebih terpusat pada:
a. Ranah kognitif daripada konatif.
b. Tingkah laku sekarang daripada yang sudah berlalu
c. Hubungan klien dengan situasi nyata yang menyebabkan kesulitan.

3. Membantu klien memahami bagaimana tingkah lakunya selama ini tidak fungsional dalam
menghadapi situasi dan bagaimana ia membangun tingkah laku baru untuk mengubah situasi
yang dihadapinya.

4. Konselor:
a. Hangat dan spontan
b. Professional
c. Bekerja dengan individu normal yang mengalami masalah khusus, dalam waktu yang relatif
singkat (sekitar 5-6 sesi).

5. Teknik: teknik yang dipakai tidak kaku, melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk
menjadi dirinya sendiri:
a. Pengawalan: membina hubungan antara klien dan konselor.

b. Pengontrolan proses:
1) Memusatkan kegiatan pada tugas membangun ego strength klien
2) Mengontrol keseimbangan antara ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif
(emosi) ---tetapi proses konseling tetap menekankan dimensi kognitif.
3) Mengontrol ambiguitas dalam proses konseling, untuk:
a) Mengkontraskan perasaan
b) Menampilkan keunikan pribadi klien
c) Membangun transferensi melalui proyeksi

c. Transferensi (trans), tidak seperti pada psikoanalisis klasik, dalam ego konseling transferensi
dimaksudkan sebagai perasaan klien yang timbul terhadap konselor.

d. Counter transference (konstrans), upaya konselor untuk mencegah munculnya perasaan
terhadap klien dan mempengaruhi proses konseling.

e. Diagnosis dan interpretasi, konselor bertanggungjawab merumuskan dan mendiagnosis
masalah, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami masalah-masalahnya
itu.

f. Apabila klien sudah mulai menyadari masalahnya, proses konseling diarahkan ke
pembentukan tingkah laku baru:
1) Konselor mengajarkan cara-cara baru
2) Klien dilatih
3) Mempergunakan tugas rumah yang harus dikerjakan klien.
Semua itu untuk memperkuat ego yang dapat berfungsi lebih tepat.

KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL (Adler)

A. Pandangan Tentang Manusia
1. Manusia tidak semata-mata bertujuan memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas
juga termotivasi untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan pemenuhan kebutuhan untuk
mencapai susuatu.
2. Tingkah laku individu ditentukan oleh: lingkungan, pembawaan, dan individu itu sendiri.
3. Tingkah laku tidak ditentukan oleh kejadian yang diluar individu, melainkan oleh bagaimana
individu mempersepsi dan meng-interpretasikan kejadian itu:
a. Persepsi dan interpretasi itu membentuk fiksi yang menjadi tujuan bagi tingkah laku
individu --- fictional goal (fg).
b. Life goal (lg): fictional goal menjadi arah dari tingkah laku individu untuk mengatasi
kelemahannya dalam menghadapi dunianya. --- fictional goal menjadi life goal.
c. Life style (ls): life goal yang menjadi arah tingkah laku itu lebih jauh akan membentuk life
style.
d. Social interest (si): manusia dilahirkan sebagai makhluk social dan adapun yang dilakukannya
selalu dalam hubungannya dengan kelompok social.

B. Kasus
1. Sebab utama Tingkah Laku Salah Suai (TLSS) adalah perasaan feeling of inferiority yang
amat sangat, yang ditimbulkan oleh: a. Cacat mental atau fisik,b. Penganiayaan oleh
orangtua, dan c. Penelantaran. Apabila ketiga hal tersebut dibesar-besarkan maka feeling of
inferiority akan semakin berkembang.
2. Tingkah Laku Salah Suai (TLSS) adalah hasil dari pengaruh lingkungan,
yang pada umumnya berawal dari tingkah laku orang tua sewaktu anak masih kecil, demikian
juga anak-anak yang ditelantarkan.
3. Apabila pada diri anak berkembang situasi tegang karena memuncaknya perasaan feeling of
inferiority, maka tingkah laku abnormal akan berkembang:
a. Upaya mengejar superioritas yang berlebihan:
1) terlalu keras sehingga menjadi kaku dan
2) perfeksionistik yang tidak wajar.
b. Social Interest terganggu:
1) hubungan social tidak menyenangkan dan
2) selfish, mengisolasi diri.

C. Tujuan
1. Membantu klien mengubah konsep tentang diri sendiri:
a. Menstrukstur dan menyadari life style klien
b. Mengurangi penilaian negatif tentang diri sendiri dan perasaan inferiornya.

2. Mengoreksi persepsi klien tentang lingkungannya dan mengembangkan tujuan-tujuan baru
yang hendak dicapai melalui tingkah laku baru klien, kemudian membangun kembali Social
Interest-nya.

D. Teknik
1. Membangun hubungan yang baik antara klien dengan konselor, jangan sampai klien takut ---
social interest:
a. Konselor mampu berkomunikasi dengan baik
b. Objektif
c. Mampu mendengarkan dengan baik.

2. Tiga tahap dalam proses konseling:
a. Mengembangkan pemahaman tentang life goal dan life style klien
b. Menginterpretasikan tingkah laku klien sehingga klien menyadari bagaimana tujuan-tujuan
(yang termuat di dalam tingkah lakunya itu) menimbulkan gangguan atau kesulitan.
c. Apabila klien sudah menyadarinya, dikembangkanlah social interest klien.

3. Teknik Konseling
a. Analisi Life Style
1) Memahami cacat fisik dan mental, penganiayaan dan/ atau penelantaran yang pernah dialami.
2) Memahami tingkah laku klien (berkenaan dengan point 1)
3) Memahami pola asuh orangtua dimana klien dibesarkan.
4) Interpretasi yang tajam --- (hubungan antara point 1, 2 dan 3)

b. Interpretasi early recollections (er)
Konsleor mendiskusikan dengan klien ingatan/ kenangan klien dimasa lalu, pada masa
sebelum umur 10 tahun. Berbagai kejadian dan perasaan terhadap kejadian-kejadian itu
diungkapkan. Hasilnya akan memberikan gambaran tentang bagaimana klien memandang diri
sendiri, orang lain, dan life style-nya sendiri.

c. Interpretasi
Setelah klien menyadari berbagai hal tentang dirinya, kemudian diarahkan klien menyadari
kesalahan-kesalahan yang mendasar dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya dikembangkan
pemahaman-pemahaman baru untuk meng-hadapi hidup. Untuk itu klien perlu didorong,
dibangkitkan keberaniannya untuk menghadapi kehidupan-nya dengan cara-cara baru yang
lebih efektif dan membahagiakan.

Konseling self

Carl Rogers adalah pencetusnya. Riwayat hidup: masa kecil diasuh dengan hangat namun
kurang kesempatan dalam bermain. Masa kanak-kanak kesepian.
1.Hakekat Manusia
Menerima klien tanpa syarat (apa adanya).
Rogers menekankan pandangan bahwa tingkah laku manusia hanya dapat dipahami dari
bagaimana dia mamandang realita secara subjektif. Pendekatan ini disebut humanistik, karena
sangat menghargai individu sebagai organisme yang potensial. Setiap orang memiliki potensi
untuk berkembang mencapai aktualisasi diri. Rogers juga mengemukakan 19 rumusan
pandangan mengenai hakekat pribadi (self). Alwisol (2006: 317)

2. Tujuan Konseling
Pada dasarnya klien sendiri menentukan tujuan konseling, konselor hanya membantu klien
menjadi lebih matang dan kembali melakukan aktualisasi diri dengan menghilangkan
hambatan-hambatannya. Namun secara lebih khusus membebaskan klien dari kungkungan
tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan
terganggu dalam aktualisasi dirinya.

3. Proses dan Teknik Konseling
1)Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon
negatif.
2)Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti saya.
3)Klien didorang untuk melihat pengalaman-pengalamannya dari sudut yang lebih realistik.
4)Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
5)Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya. Prayitno (1998:64)

4. Karakteristik konselor
(a)Kongruen
(b)Menerima positif tanpa syarat (unconditioning positif regard), dan
(c)Empatik. Alwisol (2006:333)
Konsep dasar Konseling Realitas

A. Hakekat manusia menurut pendekatan konseling realitas

Manusia dalam pandangan konseling realitas memiliki kemampuan untuk menentukan
dan mengarahkan dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan
mendasarkan diri pada keputusan-keputusan yang dibuatnya, manusia memilih perilaku untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat hidup bertanggung jawab, berhasil, dan
memuaskan daripada bergantung pada situasi dan lingkungannya. Inilah yang mendasari
Glasser mengubah teori konseling realitas dari control theory (teori kontrol) yang fokus pada
pengendalian efek eksernal, menjadi choice theory (teori pilihan) yang memberikan
kebebasan pada individu untuk mempertahankan hubungan yang sehat dan mengarahkan
kepada kehidupan yang produktif.

Teori pilihan menjelaskan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan adalah pilihan kita. Apa
yang kita lakukan adalah kita yang memilihnya/memutuskannya untuk melakukan hal
tersebut. Setiap perilaku kita merupakan upaya terbaik untuk mencapai apa yang diinginkan
untuk memuaskan kebutuhan kita. Karena sesungguhnya perilaku kita bertujuan dan
dirancang untuk menutup kesenjangan antara apa yang kita inginkan dan apa yang kita
persepsi kita dapati.

Perilaku kita berasal dari dalam diri kita dan dengan demikian maka kita memilih arah hidup
kita. Bahkan termasuk perilaku yang sangat malasuai pun adalah sebuah pilihan. Pandangan
ini adalah suatu penolakan yang mendasar terhadap model medis. Hal ini juga menunjukkan
bahwa individu dapat memilih untuk mengubah suatu perilaku bermasalah. Agar perubahan
terjadi maka harus terpenuhi dua syarat. Pertama, individu harus menyadari bahwa
perilakunya saat ini tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, dan kedua ia harus
yakin bahwa ia mampu memilih perilaku lain yang lebih efektif untuk memuaskan kebutuhan
dasarnya.

Perilaku kita secara utuh terdiri atas empat komponen bertindak, berpikir, merasakan,
fisiologi. Tetapi kita tidak mungkin dapat mengontrol secara langsung keempat komponen
tersebut. Kita hanya mempunyai kontrol langsung pada tindakan dan pikiran, namun perasaan
dan fisiologis akan selalu mengikuti. Misalkan ketika kita berpikir tentang kebahagiaan,
maka spontan perasaan kita pun akan merasa bahagia

Keterlibatan (involvement)

Glasser menkankan pentingnya konselor untuk mengkomunikasikan perhatian kepada
konseli. Perhatian tersebut diwujudkan dalam bentuk kehangatan hubungan, penerimaan,
penghayatan, dan pemahaman terhadap konseli. Salah satu cara terbaik untuk menunjukkan
perhatian konselor terhadap konseli ialah tingkah laku konselor yang mau mendengarkan
ungkapan konseli tersebut sepenuh hati. Disamping itu, untuk mempercepat komunikasi
antara konselor dan konseli ialah penggunaan topik netral pada awal pertemuan, khususnya
yaang berkaitan dengan kelebihan konseli.

Pemusatan pada tingkah laku saat sekarang, bukan pada perasaan (focus on present
behavior rather than on feeling)

Pemusatan pada tingkah laku saat sekarang bertujuan untuk membantu konseli agar sadar
terhadap apa yang dilakukan yang menjadikannya mengalami perasaan atau masalaah seperti
yang dirasakan atau dialami saat sekarang. Glasser menyadari bahwa tingkah laku manusia
itu terdiri atas apa yang ia lakukan, pikirkan, rasakan, dan alami secara fisiologis.
Keempatnya berkaitan, namun Glasser lebih menekankan pada apa yang dilakukan dan
dipikirkan individu daripada apa yang dirasakan dan dialami secara fisiologis. Hal ini terjadi
karena sukar bagi kita untuk mengubah perasaan dan pengalaman fisiologis seseorang tanpa
mengubah apa yang dilakukan dan dipikirkan terlebih dahulu.

Pertimbangan nilai (Value J udgement)

Konseli perlu dibantu menilai kualitas apa yang dilakukannya dan menentukan apakah
tingkah laku tersebut bertanggung jawab atau tidak. Maksudnya, setelah konseli menyadari
tingkah lakunya yang menyebabkan ia mengalami masalah seperti yang dihadapinya
sekarang, kemudian ia hendaknya dibantu oleh konselor untuk menilai apakah yang
dilakukan itu dapat mencapai tujuan hidupnya dan memenuhi kebutuhan dasarnya. Tanpa
adanya kesadaran konseli mengenai ketidakefektifan tingkah lakunya dalam mencapai tujuan
hidupnya maka tidak mungkin ada perubahan pada diri konseli tersebut.

Perencanaan tingkah laku bertanggung jawab (Planning responsible behavior)

Konselor bersama-sama dengan konseli membuat rencana tindakan efektif yang akan
mengubah tingkah laku yang tidak bertanggung jawab ke arah tingkah laku yang bertanggung
jawab sehingga konseli tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana tindakan
yang efektif berupa rencana yang sederhana, dapat dicapai, terukur, segera, dan terkendalikan
oleh konseli.

Pembuatan komitmen (Commitment)

Glasser yakin bahwa suatu rencana akan bermanfaat jika konseli membuat suatu komitmen
khusus untuk melaksanakan rencana yang telah disusunnya atau dibuatnya. Komitmen
tersebut dapat dibuat secara lisan dan/atau secara tertulis.

Tidak menerima alasan-alasan kegagalan (No excuses)

Karena tidak semua rencana dapat berhasil, maka konselor tidak perlu mengeksplorasi
alasan-alasan mengapa konseli gagal dalam melakukan rencana yang dibuatnya. Alih-alih,
konselor memusatkan perhatian pada pengembangan rencana baru yang lebih cocok pada
konseli untuk mencapai tujuan.

Peniadaan hukuman (eliminate punishment)

Konselor yang berorientasi konseling realitas tidak akan memberikan hukuman pada konseli
yang gagal melaksanakan rencananya sebab hukuman tidak akan mengubah tingkah laku
melainkan akan memperkuat identitas gagal konseli. Sebagai ganti hukuman, Glasser
menekankan pentingnya konselor memberikan kesempatan bagi konseli untuk mengalami
konsekuensi alamiah atau akibat logis dari kegagalannya. Untuk itu, konselor mendorong
konseli untuk bertanggung jawab atas rencananya sendiri.

Pantang menyerah (Never give up)

Konselor yang menggunakan konseling realitas tidak pernah berputus asa. Ia adalah konselor
yang ulet dan terus-menerus berupaya mencari cara atau rencana yang lebih baik dan lebih
efektif dalam membantu konselinya mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam hal ini,
konselor tetap berkeyakinan bahwa konseli memiliki kemampuan untuk berubah, apapun
keadaannya. Intinya konselor yang bertanggung jawab adalah konselor yang pantang
menyerah dalam memberikan bantuan kepada konselinya. Bila satu cara gagal, cari cara
berikutnya yang lebih efektif. Mungkin cara tersebut pun masih gagal, coba cari cara yang
lain lagi atau evaluasi cara-cara yang gagal tersebut untuk menemukan penyelesaiannya.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, maka disusunlah tahap-tahap atau urut-urutan kegiatan
yang akan dilakukan konselor dalam membantu konseli memecahkan masalah yang
dihadapinya. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

Penciptaan hubungan baik

Pada tahap ini konselor membina hubungan psikologis bagi terciptanya suasana rapport
dengan cara mengkomunikasikan perhatian, penerimaan, penghayatan dan pemahaman
terhadap konseli. Hal ini semua dilakukan secara tulus oleh konselor sehingga ketulusan
tersebut teramati oleh konseli.
Hal penting dalam penciptaan hubungan baik yang perlu dilakukan konselor adalah
pembicaraan mengenai segala sesuatu, khususnya hal-hal yang diminati konseli atau
keberhasilan-keberhasilan yang dicapainya. Pembicaraan demikian akan menyenangkan
konseli dan merupakan cara yang baik untuk membantu konseli segera terlibat dalam
hubungan konseling.

Identifikasi keinginan saat ini

Pada tahap ini, konselor membantu konseli menjelajah keinginan, kebutuhan, dan
persepsinya dalam hidupnya. Apa yang diinginkannya dari keluarganya, sekolahnya,
masyarakatanya, teman-temannya, dan belajarnya. Keinginan tersebut sebagai tujuan yang
akan dicapainya dalam upaya pemuasan kebutuhan dasarnya. Disamping itu, keinginan
tersebut berfungsi sebagai kriteria untuk menentukan pencapaian tujuan konseling.

Identifikasi dan evaluasi tingkah laku saat ini

Pada tahap ini, konselor membantu konseli mengenali tingkah lakunya saat sekarangapa
yang dilakukan dan dipikirkan akhir-akhir ini berkaitan dengan masalah yang dihadapinya
dengan cara yang tidak mengukum. Setelah konseli menyadari apa yang dilakukan akhir-
akhir ini kemudian konselor membantu konseli tersebut untuk menilai apakah tingkah
lakunya itu efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. Hal ini penting
karena perubahan akan terjadi jika konseli menyadari bahwa perilakunya saat ini tidak efektif
untuk memenuhi kebeutuhan dasarnya dan ia yakin bahwa ia mampu memilih perilaku lain
yang lebih efektif untuk memuaskan kebutuhan dasar tersebut.

Perencanaan tingkah laku yang bertanggung jawab

Berdasarkan penilaian konseli terhadap tingkah lakunya, kemudian konselor membantu
konseli tersebut mengidentifikasi dan memilih alternatif tindakan/rencana yang bertanggung
jawab untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Disamping itu, konselor juga membantu
konseli tersebut memperjelas pelaksanaan rencana/tindakan yang telah dipilihnya. Pada tahap
ini, konselor membantu konseli membuat komitmen atas rencana tindakan yang telah
dipilihnya dengan cara membuat perjanjian secara lisan dengan dan/atau tertulis dalam wujud
kontrak.

Terminasi dan Tindak-Lanjut

Hubungan konseling memiliki batasan-batasan, oleh karena itu jika komitmen telah terpenuhi
berarti proses bantuan telah berakhir. Namun, seorang konselor harus terus memantau
perkembangan konseli yang dibantunya. Apakah konseli tersebut telah melaksanakan rencana
yang telah disepakati. Jika kesepakatan tersebut telah dilaksanakan, adakan evaluasi terhadap
hasilnya. Jika tidak dilaksanakan, tinjau rencana tersebut. Berdasarkan penilaian hasil dan
peninjauan rencana tadi kemudian ditetapkan rencana baru atau memperbaiki rencana yang
sudah disepakati agar konseli dapat mencapai perubahan yang diinginkan dalam kerangka
pemuasan kebutuhan dasarnya.

Sistem WDEP

Wubbolding sebagai seorang jurubicara terkemuka konseling realitas mengemukakan
prosedur konseling realitas dengan sistem WDEP, yang terdiri empat tahap, yakni:

W wants (keinginan, kebutuhan, dan persepsi konseli)

Pada tahap Wants, konselor mengidentifikasi apa yang diinginkan konseli dalam kehidupan
dengan mengajukan pertanyaan seperti Apa yang kamu inginkan? (dari belajar, keluarga,
teman-teman, dan lain-lain).

D doing (apa yang dilakukan konseli dan arah yang dipilih dalam hidupnya)

Pada tahap Doing ini, konselor membantu konseli mengidentifikasi apa yang dilakukannya
dalam mencapai tujuan yang diharapkan dengan mengajukan pertanyaan antara lain Apa
yang kamu lakukan? dan mengidentifikasi arah hidupnya dengan mengajukan pertanyaan
Jika kamu terus menerus melakukan apa yang kamu lakukan sekarang, akan ke mana kira-
kira arah hidupmu?

E evaluation (melakukan evaluasi terhadap apa yang dilakukan akhir-akhir ini)

Pada tahap Evaluation ini, konselor membantu konseli melakukan penilaian diri untuk
menentukan keefektivan apa yang dilakukan bagi pencapaian kebutuhannya. Untuk itu,
konselor dapat menggunkan pertanyaan antara lain Apakah yang kamu lakukan akhir-akhir
ini dapat membantumu memenuhi keinginanmu?

P planning (membuat rencana perubahan perilaku)

Pada tahap Planning ini, konselor membantu konseli merencanakan pengubahan tingkah laku
yang lebih bertanggung jawab bagi pencapaian kebutuhannya. Perencanaan dibuat
berdasarkan hasil evaluasi perilaku pada tahap sebelumnya. Dalam tahap tersebut, konselor
dapat mengajukan pertanyaan misalnya, Apa yang akan kamu lakukan agar dapat memenuhi
keinginanmu? Agar rencana tersebut efektif maka perencanan tindakan yang dibuat berupa
rencana yang sederhana, dapat dicapai, terukur, segera, dan terkendalikan oleh konseli.

Teknik-Teknik Konseling

Konselor yang berorientasi konseling realitas cenderung eklektik dalam menggunakan
teknik-teknik konseling. Namun, ada beberapa teknik yang acapkali digunakan konselor
tersebut untuk membantu konseli dalam proses konseling. Teknik-teknik tersebut adalah:
(1) melakukan permainan peran (role playing) dengan konseli,
(2) menggunakan humor, untuk menghadirkan suasana yang segar dan rileks,
(3) mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
(4) tidak menerima alasan-alasan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab,
(5) berperan sebagai model dan guru,
(6) menentukan struktur dan batasan-batasan pertemuan konseling,
(7) melibatkan diri dalam perjuangan konseli mencari hidup yang lebih efektif,
(8) mengkonfrontasikan tingkah laku konseli yang tidak realistis, misalkan dengan kejutan
verbal berupa sindiran atau ejekan,
(9) memberikan pekerjaan rumah untuk dilaksanakan konseli pada waktu antara pertemuan
satu dengan lainnya,
(10), meminta konseli membaca artikel/bacaan tertentu yang relevan dengan masalah yang
dihadapinya,
(11) membuat kesepakatan sebagai kontrak antara konselor dan konseli,
(12) memberikan tekanan tentang pentingnya tanggung jawab konseli dalam membuat pilihan
perilakunya dalam mencapai keinginannya,
(13) debat konstruktif,
(14) dukungan terhadap pelaksanaan rencana konseli, dan
(15) pengungkapan diri konselor dalam proses konseling.

Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

Pendekatan REBT merupakan salah satu pendekatan yang mengintegrasikan aspek
behavioral, kognitif, serta afeksi, yang berorientasi pada membangun kognisi dan perilaku
konseli yang menekankan pada berfikir, menilai, memutuskan, menganalisis, dan bertindak.

Konsep dasar REBT adalah, bahwa seseorang berkontribusi terhadap munculnya problem
psikologis, baik yang ditunjukkan dalam gejala-gejala yang spesifik hingga pada interpretasi
terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. Setiap manusia yang normal memiliki pikiran,
perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Bahwa antara kognisi,
emosi, dan perilaku memiliki hubungan yang signifikan dan bersifat resiprokal. Pola berpikir
dan tindakan manusia sangat dipengaruhi oleh emosi, karena emosi merupakan hasil
pemikiran manusia. Ketika manusia beremosi, mereka juga berpikir dan bertindak. Ketika
mereka bertindak, mereka juga berpikir dan beremosi. Ketika mereka berpikir, mereka juga
beremosi dan bertindak.

Menurut REBT, menyalahkan, baik diri sendiri maupun orang lain, merupakan inti dari
hambatan-hambatan emosional yang dialami seseorang. Untuk menghilangkan hambatan-
hambatan emosional tersebut seseorang harus menghentikan menyalahkan diri sendiri dan
menyalahkan orang lain, karena merupakan pikiran yang irasional. Sesungguhnya hambatan-
hambatan emosional terjadi karena adanya pengulangan-pengulangan pikiran irasional dalam
diri seseorang. Seseorang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, dan ini merupakan pikiran rasional yang akan membuat
seseorang menjadi efektif, produktif, dan konstruktif.

Teori A-B-C

Teori ABC merupakan bagian penting dari REBT, yang menjelaskan mengenai hubungan
antara sebuah peristiwa, keyakinan terhadap peristiwa tersebut, dan konsekuensi yang timbul
atas keyakinan tersebut.

/A/ Activating event, adalah peristiwa yang dialami individu berupa fakta, peristiwa, atau
sikap seseorang.

/B/ - Beliefs, adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri seseorang terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan ini dapat berupa keyakinan yang rasional (rational belief /rB/)
atau keyakinan yang tidak rasional (irrational belief /iB/). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berfikir yang masuk akal, tepat, dan bijaksana, sehingga menjadi produktif
dan konstruktif. Sebaliknya, keyakinan irasional adalah cara berfikir yang salah, tidak logis,
atau emosional, yang berakibat tidak produktif dan destruktif.

/C/ - Consequences, adalah konsekuensi emosional atau hambatan-hambatan emosional
sebagai akibat dari keyakinan yang irasional. Dapat berupa kognitif, perasaan, serta perilaku.

Secara sederhana konsep teori ABC adalah, bahwa hambatan-hambatan emosional yang
dialami seseorang (Consequences) bukan sebagai akibat langsung dari peristiwa yang
dialaminya (Activating event), melainkan disebabkan oleh keyakinan-keyakinan terhadap
peristiwa-peristiwa yang dialaminya tersebut (Beliefs).

Sebagai contoh, seseorang yang mengalami hambatan emosional karena kasus perceraian. Ia
merasa perceraian itu terjadi akibat kesalahan-kesalahannya, sehingga ia merasa malu,
menjadi orang yang tidak berharga dan patut menderita karena tidak mampu
mempertahankan kehidupan rumahtangganya. Perasaan malu, tidak berharga, dan patut
menderita (Concequences) bukan merupakan akibat langsung dari peristiwa perceraian
(Activating event), tetapi sebagai akibat dari keyakinannya bahwa perceraian itu terjadi
karena kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, sehingga ia menyalahkan dirinya sendiri
(Beliefs).

Hakekat manusia dan perilaku individu bermasalah

Menurut padangan teori REBT, bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi untuk berfikir
rasional dan irasional. Manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan diri, berbahagia,
berfikir dan berpendapat, bekerja sama dengan orang lain. Namun pada sisi lain, manusia
juga memiliki potensi untuk menghancurkan atau merusak diri sendiri, mengingkari pikiran-
pikirannya, intoleran (tidak toleran), menolak realitas. Dan, manusia pun mermiliki
kecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan
mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.

Ketika seseorang berfikir dan berperilaku rasional, maka ia akan hidup efektif dan bahagia.
Sebaliknya, jika seseorang berfikir dan berperilaku irasional, maka ia akan menjadi tidak
efektif dan tidak bahagia. Hambatan psikologis terjadi sebagai akibat dari cara berfikir yang
irasional dan tidak logis. Jadi, perilaku bermasalah adalah perilaku yang didasarkan pada cara
berfikir yang irasional, yang tidak dapat dibuktikan. Perilaku irasional ini akan berakibat pada
munculnya kecemasan, kekhawatiran, dan prasangka, sehingga akan menghalangi individu
untuk berkembang secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.

Seseorang tidak mampu berfikir secara rasional dikarenakan ia tidak berfikir jelas tentang
keadaan saat ini dan yang akan datang, antara realitas dan imajinasi. Tidak mandiri selalu
tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain. Berfikir irasional diawali dengan
belajar secara tidak logis yang diperoleh dari pengalamannya dalam keluarga, orang tua, dan
budaya tempat individu dibesarkan. Berfikir irasional akan tercermin dari verbalisasi yang
dipergunakan. Verbalisasi yang tidak logis mencerminkan cara berfikir yang salah,
sebaliknya, verbalisasi yang tepat mencerminkan cara berfikir yang tepat.

Tujuan konseling dan peran konselor dalam REBT

Konseling REBT bertujuan memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berfikir,
keyakinan, dan pandangan-pandangan konseli yang irasional dan tidak logis menjadi rasional
dan logis. Menghilangkan hambatan-hambatan psikologis yang merusak diri sendiri, seperti
rasa takut, bersalah, berdosa, cemas, marah, atau khawatir. Sehingga konseli dapat
mengembangkan diri dan mengaktualisasikan dirinya secara optimal melalui perilaku
kognitif dan afektif yang positif dan konstruktif.

Oleh karena itu, dalam konseling dengan teknik REBT, konselor membantu konseli untuk
mengenali insight yang menjadi penyebab perilaku irasionalnya. REBT membantu konseli
mendapatkan tiga jenis insight.

Insight #1, konseli memahami bahwa perilaku disfungsionalnya terjadi tidak hanya karena
penyebab di masa lalu, tetapi bahwa penyebab tersebut masih ada dalam pikiran konseli
sampai saat ini.

Insight #2, konseli memahami bahwa apa yang menggangunya saat ini karena keyakinan
irasional yang terus dipertahankannya.

Insight #3, konseli memahami bahwa tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan
psikologis yang dialaminya dengan cara mengamati, mendeteksi, dan melawan keyakinannya
yang irasional dengan keyakinan yang rasional.

Setelah konseli mendapatkan tiga insight tersebut, kemudian konselor menunjukkan kepada
konseli bahwa verbalisasi-verbalisasi diri konseli telah dan masih merupakan sumber utama
dari gangguan-gangguan emosional yang dialaminya. Konselor mendorong konseli untuk
menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar, sehingga memberikannya
"intellectual insight", yaitu pengetahuan bahwa ia bertindak buruk dan keinginan untuk
memperbaiki perilakunya. Apabila proses ini berhasil, konseli akan memperoleh "emotional
insight", yaitu tekad untuk bekerja keras merubah atau reconditions terhadap perilakunya.

Dalam teknik REBT, Konselor tidak hanya membantu konseli mengatasi hambatan
emosionalnya secara spesifik (yang disampaikan ke konselor), tetapi juga hambatan
emosional secara umum. Proses konseling bertujuan untuk membebaskan pikiran-pikiran
irasional konseli , karena pada dasarnya semua manusia adalah makhluk rasional, dan oleh
karena sumber ketidakbahagiaan (gangguan emosional) adalah pikiran yang irasional, maka
konseli dapat mencapai kebahagiaan dengan belajar berfikir rasional, sehingga proses
konseling sebagian besar merupakan proses belajar-mengajar dan membutuhkan waktu yang
panjang.

Bagian penting dari Pendekatan konseling REBT adalah teori kepribadian A-B-C. Teori ini
mengacu pada tiga komponen pengalaman di mana seseorang dapat memastikan apakah
sistem keyakinannya terdistorsi.

A - Activating event, adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang.
B - Belief, keyakinan seseorang tentang kebenaran peristiwa tersebut.
C - Consequence, merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat dari keyakinan
seseorang terhadap suatu peristiwa.

Pada konseling REBT, teori A-B-C dikembangkan lagi dengan penambahan D dan E,
sehingga menjadi model A-B-C-D-E.

D - Disputing, argumen terhadap keyakinan irasional
E - Effect, keadaan psikologis konseli setelah proses konseling

/A/ ACTIVATING EVENT

/A/ adalah peristiwa yang bersumber pada orang lain atau bersumber pada diri sendiri.
Individu terkadang melakukan sangkaan terhadap suatu peristiwa dengan pikiran irasional
(irrational belief /iB/), padahal bisa saja seseorang berfikir rasional (rational belief /rB/).
Pada konseling REBT, konselor mendorong konseli untuk berasumsi bahwa /iB/ adalah
benar, meskipun kenyataannya dengan asumsi tersebut konseli menderita. Ini dimaksudkan
untuk mengidentifikasi penyebab konseli memiliki /iB/, kemudian mendorong konseli untuk
merasa ada masalah dengan pikirannya /iB/ tersebut sehingga pemaknaan kembali terhadap
/A/ dapat dilakukan.

/B/ BELIEF

/B/ merupakan keyakinan atau sistem kepercayaan, yakni komponen kognitif sebagai reaksi
seseorang terhadap peristiwa. Keyakinan seseorang ini dapat berupa keyakinan yang rasional
(rational belief /rB/) dan keyakinan yang tidak rasional (irrational belief /iB/, yang terbentuk
secara alamiah berdasarkan evaluasi individu terhadap peristiwa.

/C/ CONSEQUENCE

/C/ adalah konsekuensi dari keyakinan irasional. Konsekuensi ini dapat meliputi aspek
kognitif, perasaan, serta perilaku. Keyakinan irasional inilah yang menyebabkan hambatan-
hambatan psikologis pada individu. Konsekuensi emosional ini bukan sebagai akibat
langsung dari /A/, tetapi berasal dari keyakinan irasional individu terhadap peristiwa /A/ yang
terus dipertahankan.

/D/ DISPUTING

/D/ merupakan konfrontasi secara langsung terhadap keyakinan irasional konseli. Konselor
berusaha menarik perhatian irasional konseli dan mengkonfrontir secara kritis dengan nilai-
nilai dirinya yang paling dasar, kemudian mendorong konseli untuk mengubah pikiran
irasional tersebut dengan berfikir secara rasional, dan melakukan penilaian yang lebih
realistis dan adaptif dari situasi masalah yang dihadapinya.

/E/ EFFECT

/E/ adalah efek yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor melalui
/D/. Jika pelaksanaan konseling REBT berjalan efektif, gejala-gejala kecemasan yang dialami
konseli akan hilang. Konseli akan melihat situasi yang berbeda terhadap masalah yang
dihadapinya. Konseli menjadi lebih realistis, berfikir rasional dan logis, fleksibel, toleran, dan
mampu menerima, mengarahkan, dan menghargai dirinya sendiri. Kondisi inilah yang akan
mendorong konseli untuk memperbaiki diri dan merubah cara berfikir, persepsi, sikap, dan
keyakinan konseli yang irasional dengan cara berfikir, persepsi, sikap, dan keyakinan yang
rasional, sehingga konseli dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self-actualization
secara optimal melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

Pendekatan Gestalt
A. Konsep Dasar
Psikoterapi Gestalt menitikberatkan pada semua yang timbul pada saat ini. Pendekatan ini
tidak memperhatikan masa lampau dan juga tidak memperhatikan yang akan datang. Jadi
pendekatan Gestalt lebih menekankan pada proses yang ada selama terapi berlangsung.Dalam
buku Geralt Corey menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan
tanggung jawab pribadi, urusan yang tak terselesaikan, penghindaran,dan menyadari saat
sekarang.
Bagi Perls, tidak ada yang ada kecuali sekarang. Karena masa lalu telah pergi dan masa
depan belum terjadi,maka saat sekaranglah yang terpenting. Guna membantu klien untk
membuat kontak dengan saat sekarang, terapis lebih suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan
apa dan bagaimana ketimbang mengapa, karena pertanyaan mengapa dapat mengarah
pada pemikiran yang tak berkesudahan tentang masa lampau yang hanya akan
membangkitkan penolakan terhadap saat sekarang.
Dalam buku Geralt Corey (1995), dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan
yang tak terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti
dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan fantasi tertentu.
Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap tinggal dan dibawa kepada
kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan
orang lain. Dengan ini, di harapkan klien akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan
mencoba menyuruhnya kembali kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk
mengungkapkan apa yang diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan
dulu bisa dihadapi saat ini.
B. Tujuan Pendekatan Gestalt
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi berbagai
macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna
bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan
hidupnya.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan
atau realitas.
Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul
dapat diatasi dengan baik.
C. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Individu bermasalah, karena
terjadinya pertentangan antara kekuatan top dog dan under dog. Top dog adalah posisi
kuat yang menuntut, mangancam sedangkan under dog adalah keadaan membela diri, tidak
berdaya dan pasif. Individu bermasalah karena ketidakmampuan seseorang dalam
mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya karena disebabkan mengalami
kesenjangan antara masa sekarang dan masa yang akan datang.
D. Teknik dalam Pendekatan Gestalt
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan
yang saling bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai
majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak berkuasa).
Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain dialog dengan
memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat merasakan keduanya dan dapat
melihat sudut pandang dari keduanya.
Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang
ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan
bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering
kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor
bisa meminta klien memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya atau pembalikan dari kepribadiannya.
Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau
menerimanya.
Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan yang ia sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk
tetap atau menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.
E. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Gestalt
Menurut ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt
adalah:
1. Kelebihan
Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau
yang relevan ke saat sekarang.
Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-
pesan tubuh.
Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak
berubah.
Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan
penafsiran-penafsiran sendiri.
Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung
menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah klien.
2. Kelemahan
Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh
Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-
faktor kognitif.
Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan
tanggung jawab kita kepada orang lain.
Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt
akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap
tersembunyi.
Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar
tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.

KONSELING PANCAWASKITA

A. PENDEKATAN KONSELING PANCAWASKITA
Pendekatan eklektik dalam pelaksanaan proses konseling diselenggarakan melalui
berbagai teknik (teknik umum dan teknik khusus) yang dipilih secara eklektik yang
diturunkan dari berbagai pendekatan yang telah kita pelajari sebelumnya.
Teknik umum diantaranya meliputi peneriman terhadap klien, sikap jarak duduk, kontak
mata, 3 M, kontak psikologis, penstrukturan, ajakan untuk berbicara, dorongan minimal,
pertanyan terbuka, refleksi isi dan perasaan, keruntutan, penyimpulan, penafsiran,
konfrontasi, ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain. Penuguhan hasrat, penfrustasian
klien, strategi tidak memaafkan klien, suasana diam, tranferensi dan kontra-transferensi,
teknik eksperimensial, interpertasi pengalaman masa lampau, asosiasi bebas, sentuhan
jasmanih, penilaian, penyusunan laporan.
Sedangkan Teknik khusus meliputi pemberian informasi, pemberian contoh, pemberian
contoh pribadi, perumusan tujuan, latihan penenangan sederhana dan penuh, kesadaran tubuh,
disensitisasi dan sensitisasi, kursi kosong, permainan peran dan permaian dialog, latihan
keluguan, latihan seksual, latihan transaksional, analisis gaya hidup, kontrak dan pemberian
nasehat.
Teknik-teknik tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan
masalah dan perkembangannya sejak awal sampai dengan akhir proses konseling.
Penggunaan teknik-teknik tersebut pada umumnya dalam konseling perorangan. Namum
banyak diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam konseling kelompok.


Rujukan:

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita: Kerangka Konseling Eklektik. Padang: UNP Press.
Taufik. 2009. Model-model konseling. Padang: Jurusan BK FIP UNP
Muhammad Surya. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy
Corey, Gerald.1995.Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung: PT. Eresco
Gudnanto.2012.Pendekatan Konseling.UMK.FKIP
Subandi, M.A.Psikoterapi.Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM:Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai