Anda di halaman 1dari 25

KONSEP KETUHANAN AGAMA HINDU DAN BUDHA

Agama Hindu berasal dari agama Brahmana yaitu agama para per tapa pada abad
VIII SM. Mereka meyakini bahwa tuhan mereka adalah Brahma yang menciptakan
alam semesta. Kemudian para pertapa yang menjadi media perantara antara
mereka dengan tuhan mereka, yaitu Brah ma disebut Brahmana. Agama Hindu
terlahir dari tradisi Bangsa Arya yang datang dari Eropa atau Turkistan, dengan
membawa tradisi dan adat kebudayaan me-reka yang didukung oleh para Brahmana
maka terlahirlah agama Hindu. Agama Hindu termasuk agama penyembah alam,
yaitu melegal-kan penyembahan kepada pohon-pohonan, bebatuan, gunung, laut,
su-ngai, binatang dan lain-lainnya. Mereka mengkeramatkan Gunung Maha-meru,
Sungai Gangga, Sapi, Ular dan lain-lainnya Dalam perkembangannya, mereka
menyebut bahwa pada setiap unsur di alam ada dewa yang menjaga dan
mengurusinya. Maka mereka pun meyakini ratusan, bahkan ribuan dewa-dewi di
alam ini. Diantaranya ada Dewa Surya yang diyakini sebagai dewa matahari, Dewa
Agni yang dipercaya sebagai dewa api, Dewa Indra yaitu dewa petir yang menda-
tangkan hujan dan lain-lainnya. Bahkan mereka meyakini adanya dewi kejahatan,
yaitu Dewi atau Bethari Durga. Sekali pun dewa-dewi mereka banyak, namun bila
mereka sedang memuja salah satu dewa dari sekian banyak dewa-dewi yang
mereka yaki ni, mereka menyebutnya sebagai dewa yang paling tinggi dengan
melupa kan dewa-dewi yang lainnya. Begitu pula ketika memuja dewa yang lain- nya
lagi, mereka menyebutnya sebagai dewa tertingginya. Mereka juga beranggapan
bahwa dewa-dewi terkadang turun ke dunia menjelma menjadi beberapa jenis
binatang, sehingga mereka meng keramatkan sapi, ular dan lain-lainnya yang
dianggap sebagai penjelmaan dari dewa-dewi mereka. Dalam perkembangannya,
mereka kemudian menyepakati pengga bungan tuhan-tuhan mereka itu menjadi
satu, yaitu Iswara atau Trimurti. Mereka meyakini bahwa Iswara adalah dewa dan
tuhan tertinggi. Iswara memiliki tiga rupa, sehingga disebut dengan Trimurti. Bila
dalam keada-an mencipta alam ia berupa Brahma, bila dalam keadaan memelihara
alam dia berupa Wisnu, namun bila dalam keadaan menghancurkan atau merusak
alam dia berujud Syiwa. Lalu mereka meyakini bahwa Brahma, Wisnu maupun
Syiwa adalah sama dalam hal keutamaannya. Namun dalam prakteknya timbul
perbedaan. Para penganut Hindu terpecah menjadi beberapa golongan atau aliran.
Yaitu ada aliran yang mengutamakan penyembahan kepada Brahma, ada aliran
yang menguta-makan penyembahan kepada Wisnu, dan ada aliran yang
mengutamakan penyembahan kepada Syiwa. Agama Hindu di Indonesia termasuk
aliran yang mengutamakan penyembahan kepada Syiwa. Agama Hindu, selain
menyembah kepada alam, binatang dan de-wa-dewi, mereka juga menyembah
kepada Kasta atau status sosial. Da-lam agama Hindu, manusia dikelompokkan
menjadi lima kasta, yaitu :
1. Kasta Brahmana ( golongan pendeta / agamawan ).
2. Kasta Ksatria ( golongan bangsawan ).
3. Kasta Waisya ( golongan petani dan pedagang ).
4. Kasta Sudra ( golongan buruh / pekerja kasar ).
5. Kasta Paria ( golongan yang tidak memiliki martabat dan kasta ).
Pembagian ini adalah sebagai dampak kemenangan Bangsa Arya atas Bangsa
Dravida yang kemudian menjadikan bangsa Dravida menjadi bu-dak atau orang-
orang berkasta rendah. Bahkan kasta Sudra dan Paria dila rang keras membaca
kitab Veda. Bila sampai kedapatan mereka memba-canya, maka mereka akan
dihukum berat, yaitu bila matanya melihat Ve-da maka harus dicukil, bila lidahnya
membaca Veda maka harus dipo-tong, bila telinganya mendengar Veda maka harus
dicor dengan tembaga atau sejenisnya. Agama Hindu Bali atau Gama Bali atau
Gama Tirta yaitu agama Hindu yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Agama
Hindu Bali ini ti-dak lagi menerapkan sistem Kasta. Dalam pemujaannya kepada
dewa-de-wi mereka ada sedikit perbedaan dengan Agama Hindu di India. Di Bali,
mereka lebih mengagungkan Dewa Ciwa sebagai sebagai dewa tertinggi-nya yang
memiliki berupa bentuk, seperti : Mahadewa Paramaswara, Is-wara Sang Hyang
Sarwa, Sang Hyang Tirta, Bathara Guru ( Mahakala ), dan Bairawa. Agama Hindu
Bali mengkeramatkan Gunung Agung yang diyakini sebagai tempat tinggal Ciwa.
Gambaran nyata tentang kekacauan aqidah penganut agama Hin-du bisa kita lihat
pada cerita Wayang Kulit yang menggambarkan pemuja an terhadap dewa-dewi
agama Hindu. Walaupun sekedar dongeng yang divisulisasikan dengan wayang,
namun dapat terbaca jelas bagaimana ca-ra penganut agama Hindu memuja dan
memperlakukan tuhan-tuhan mere ka. Karena dongeng dalam Ramayana atau pun
Mahabarata diilhami oleh keyakinan mereka dalam beraqidah. Sedangkan Agama
Budha adalah ajaran filsafat kehidupan yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
Agama Budha pada awal-awal tumbuh-nya tidak memiliki konsep tentang
ketuhanan, karena hanya berbicara ten tang ajaran kehidupan. Bahkan Sidharta
melarang para pengikutnya mem bicarakan seputar ketuhanan. Dalam beberapa
ceramahnya, Sidharta ma- lah mencela orang-orang yang bertuhan. Sehingga
agama Budha semasa Sidharta dan setelah Sidharta terpecah menjadi dua, yaitu
Budha aliran Selatan yaitu yang tidak berbicara tentang ketuhanan, yakni agama Bu-
dha yang banyak dianut di daerah Myanmar, Thailand dan Srilanka., dan kitab
sucinya berbahasa Baliah. Dan Budha aliran Utara yang kemudian terpengaruh oleh
agama Hindu dan animisme sehingga berbicara pula ten tang ketuhanan. Ini adalah
agama Budha yang tersebar di daerah China, Jepang, Nepal dan Indonesia yang
kitab sucinya berbahasa Sansekerta. Dalam perkembangannya terjadi pengaruh
ajaran Hindu ke dalam ajaran Budha aliran Utara, yaitu dengan disembahnya pula
dewa-dewi yang diyakini oleh agama Hindu. Hanya saja dewa tertinggi dalam
agama Budha disebut dengan Sang Hyang Adi Budha. Selebihnya, tidak ada per
bedaan antara agama Hindu dengan Budha dalam dewa-dewinya. Hanya saja
dalam agama Budha setiap orang suci mereka yang telah mencapai derajat
kebudhaan, mereka kultuskan, bahkan kemudian mereka menyem bahnya.
Sehingga pada masa sekarang tidak aneh bila penganut agama pun menyembah
Sidharta Gautama dan orang-orang suci mereka lainnya. Agama Budha ternyata
kurang berkembang di tanah kelahirannya yaitu India, karena dominasi agama
Hindu di sana. Tetapi di daratan Cina agama Budha disambut oleh penduduk
setempat yang memang animisme sehingga terjadilah percampuran antara agama
Budha dengan keyakinan masyarakat China, sampai akhirnya lahirlah dewa-dewi
baru yang berbe-da dengan dewa-dewinya di India. Di antaranya mereka memuja
Dewi Kwan Im dan budha-budha lainnya. Kalau kita ingin melihat bagaimana cara
orang-orang Budha me-muja dan memperlakukan tuhan-tuhan mereka, kita bisa
melihat pada ce- rita-cerita fiktif yang diilhami oleh aqidah mereka yang banyak
digemari oleh penganut Budha, seperti kisah Sun Go Kong dan lain-lainnya.
Demikian sekilas tentang agama Hindu dan Budha dalam konsep tentang
ketuhanannya. Ada pun agama Kong Hu Chu tidak jauh berbeda dengan agama-
agama ini, dan asalnya juga sekedar ajaran filsafat yang dalam perkembangannya
ikut pula berbicara seputar ketuhanan dengan dewa-dewinya yang mirip dengan
dewa-dewi Budha di China.
Diposkan oleh riki di 15:40:00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Mengenal Islam
Reaksi:
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
MOhon Commentx ,,,,, apabila tidak memiliki email atau web ...anda bisa memilih beri
komentar sebagai Anonymous
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Hyuk follow back -an di twitter buat nambah pertemanan gan...
rikiseptiawan19

Get Twitter Buttons
Selamat Datang
Terimakasih karena telah mengunjungi blog saya ....semoga bermanfaat dan berguna bagi yang melihat
dan membaca ,,,,,thank's .....Datang Lagi yaaaa ...
google translite
Powered by Translate
DAFTAR ISI
Ekonomi Syari'ah (22)
healthy tips (45)
Ilmu Al-Qur'an (12)
Jenis Penyakit dan Obatnya (32)
Kejadian Bersejarah (6)
Kisah-Kisah Nabi (25)
Mengenal Islam (169)
My favorite team (8)
Nabi-Nabi Dalam Islam (12)
Pahlawan nasional Indonesia (24)
Pengetahuan (43)
Sejarah Kerajaan di indonesia (34)
Shalat (8)
spanyol (7)
JAM
Calendar
Search Engine Video 3GP
Type Artist Name - Song Title

Free Search Engine Video 3GP
Cuaca

Aktivitas

pengunjung

Feedjit
FLAG

Ikuti di Buzz
Blog Archive
2011 (15)
2010 (455)
o September (4)
o Agustus (78)
o Juli (373)
Jul 29 (16)
Jul 28 (21)
Jul 25 (12)
Jul 24 (16)
Jul 23 (18)
Jul 22 (19)
Jul 21 (45)
Jul 20 (35)
Jul 19 (24)
Jul 18 (15)
Jul 17 (50)
P H A N T H E I S M E
P H Y T A G O R E A N I S M E
ANTROPHOMORPHISME
KEUNGGULAN AGAMA ISLAM
PENGHINAAN QODARIYYAH DAN JABARIYYAH
TERHADAP ALLA...
AL-QURAN DAN AL-HADITS BERBICARA TENTANG
SAINS DA...
PESONA ISLAM NAN MEMIKAT
Cara Mengkonversi Islam dan Menjadi seorang Muslim...
TUHAN-TUHAN GADUNGAN
MANUNGGALING KAWULA GUSTI
KONSEP KETUHANAN AGAMA YAHUDI
KONSEP KETUHANAN AGAMA NASHRANI
KONSEP KETUHANAN AGAMA HINDU DAN BUDHA
PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI BAG I
PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI BAG II
MEWASPADAI TAKYIF
PENCIPTAAN MALAIKAT DAN JIN
PENCIPTAAN MANUSIA
AWAL PENCIPTAAN
Sriwijaya
Sejarah Manusia
Gambaran umum Tata Surya (digambarkan tidak sesuai...
Planet
Pendidikan
Sejarah Internet
Kerajaan Kutai
Kotaku Samarinda
MEWASPADAI MEREBAKNYA ALIRAN SESAT
KETIKA DEMOKRASI DIPERTUHANKAN
BERHALA KAUM ATHEIS
PEMBANGKANGAN IBLIS
DENDAM IBLIS TERHADAP MANUSIA
ADAM DAN HAWA DIUSIR DARI SYURGA
ALLOH Between I and We
Atrium Myxoma
Actinomycosis
Adhesi
Atresia Bilier
Acne Rosacea
Argyria
Anosmia
Atrophic pada Lidah
Amaurosis fugax
Insulin Lispro
Insulin Detemir
Insulin Glargine
Acarbose
Triflusal
Voglibose
Ciri-ciri Orang Sehat Lahir Batin
Jul 16 (7)
Jul 15 (27)
Jul 14 (24)
Jul 13 (22)
Jul 12 (5)
Jul 11 (4)
Jul 10 (2)
Jul 09 (3)
Jul 08 (2)
Jul 07 (3)
Jul 06 (3)
chat


Share this FB and Tweet
Twitter Updates
My Facebook
Riki Septiawan

Buat Lencana Anda
Mengenai Saya

riki
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
Lihat profil lengkapku
Pengikut
Di akses tanggal 1 juli 2012 jam 10.23 pusda berugaq
STUDI KAJIAN AGAMA-AGAMA
Di dalam sejarah, di luar surga, manusia kecewa. Tapi seperti harapan,
kecewa juga lahir dari rongga yang bisa menelannya kembali. mungkin rongga itu
sebenarnya rasa syukur yang luas tapi tak selalu jelas.
(Goenawan Mohamad)
Rabu, 14 Desember 2011
AJARAN TENTANG KETUHANAN DAN SEMBAHYANG HINDU
DHARMA

AJARAN TENTANG KETUHANAN DAN SEMBAHYANG HINDU
DHARMA
Oleh:
Syamsul Bahri dan Rifki Firdaus
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut orang Bali sejarah kebudayaan dan kemasyaratan Hindu di Bali
dimulai dengan kedatangan orang-orang Majapahit di Bali. Zaman sebelumnya dipandang
sebagai zaman jahiliah. Kedatangaan orang-orang Majapaht menciptakan jaman baru. Akan
tetapi sebenarnya jauh berabad-abad sebelum zaman Majapahit di Bali Selatan sudah ada
suatu kerajaan dengan tradisi Hindu Bali mungkin pada tahapan pertama zaman Mataram
Kuno (antara tahun 600 dan 1000).1[1] Pada akhir abad ke-10 atau awal abad ke-11 di Bali
memerintah seorang raja, Dharmodayana, yang permaisurinya yang merupakan keturunan
seorang mpu Sindok, Mahendrata, yang melahirkan Erlangga. Dengan demikian pada waktu
itu di Bali selalu di hubungkan dengan Jawa. Kemudian Erlangga memerintah atas jawa dan
Bali sekaligus. Setelah dia wafat hubungan Bali dan Jawa menjadi kendor.
Kemudian berlajut pada zaman Belanda hingga akhir penjajahan Jepang.
Setelah kemerdekaan, agama Hindu mendapat tempat di Kementrian yang pada akhirnya
Agama dibentuk suatu Dewan Agama Hindu Bali yang sesudah kongres disebut Parisada.
Dharma Hindu Bali (1959), dan yang pada tahun 1964 diganti dengan parisada Hindu
Dharma, hingga sekarang.2[2]
Orang Bali yakin , bahwa alam semesta diatur dan dibagi-bagi menurut suatu
sistem tertentu. Oleh karena itu seluruh hidup harus disesuaikaan dengan tata tertib kosmos

1[1] Harun hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, Jakarta:Gunung Mulia 1989. Hal.105
2[2] Harun hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, Hal.107-108
itu. Tiap perbuatan harus sesuai dengan tempatnya. Pengelompokan alam semesta
membaginya atas dua bagian yang saling bertentangan tetapi juga saling mengisi. Pembagian
ini diungkapkan sebagaai sebutan istilah: Kaja3[3] dan Kelod4[4].
Agama Hindu Dharma di Bali merupakan suatu integrasi antara animisme
yang berada di Bali dengan Hinduisme yang berasal dari India. Dewa-dewa yang di puja ada
tiga yaitu; Brahma, Wisnu, dan Siwa. Didalam agama Hindu Bali dewa yang tertinggi adalah
dewa Siwa karena tugasnya sebagai dewa perusak membawa akses terhadap keberadaan
tanah dan penduduk pulau Bali dan sikap merka memberikan Korban (yadnya).5[5]

BAB II
PEMBAHASAN
AJARAN HINDU DHARMA TENTANG KETUHANAN DAN
SEEMBAHYANG
1. Ajaran Tentang KeTuhanan
Tuhan Yang Maha Esa Menurut Hindu Dharma
Menurut Hindu Dharma, Tuhan hanya satu. Umat Hindu di Indonesia memberi
Dia gelar Sang Hyang Widhi Wasa Widhi berarti takdir dan Wasa artinya Yang Maha
Kuasa. Widhi Wasa berarti Yang Maha Kuasa, yang mentakdirkan segala yang ada.6[6]

3[3] Kaja: berarti kearah gunung atau ilahi, yang sorgawi,yang menguntungkan, yang menyehatkan
dan sebagainya.
4[4] Kelod: berarti kearah laut atau jahat, yang mengerikan, dan sebagainya.
5[5] Drs. M. Bahri Ghazali, M.A Studi Agama-agama Dunia(bagian Agama non Semistik). Jakarta:CV
Pedoman Ilmu Jaya 1994. Hal. 37
6[6] Pdt. D.D. Harsa Swarbodhi M.A.Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi
falsafat-Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Medan:Yayasan Perguruanbudaya & I.B.C. 1980.
Hal. 51
Dia juga disebut Bhatara Ciwa Pelindung Yang Tertinggi. Banyak gelar lagi
yang dipersembahkan oleh umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai Sang Hyang
Parameswara raja Termulia, Parama Wicesa, Maha Kuasa, jagat Karana pencita Alam dan
lain-lainnya.
Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti), dalam aksara Ia disimbolkan
dengan huruf A. Sebagai pemelihara dan pelindung (Sthiti) ia disebut Wisnu dalam aksara
disimbolkan huruf U. Sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada suber
asalnya (Pralina) Ia bergelar Ciwa; sering juga disebut sebagai Icwara, sibolnya dalam aksara
adalah huruf M.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pustaka suci Weda: EKAM EVA
ADWITYAM BRAHMAN , artinya: hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya Adwityam
Hyang Widhi itu itu EKO NARAYANAD NA DWITYOSTI KACIT artinya: hanya satu
Tuhan sama sekali tidak ada duanya.
Gelar Tuhan disebut dengan berbagai nama disebabkan sifat-sifat Sang Hyang
Widhi Yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas. Sedangkan
kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas. Rsi-rsi agama
Hindu hanya mampu memberi sebutan dengan berbagai nama serta berbagai fungsinya. Yang
paling utama ialah TRI SAKTI, yakni:
1. BRAHMA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pencipta,
dalam bahasa sansekerta disebut UTPATTI.
2. WISNU adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelindung,
pemelihara dengan segala kasih-sayangnya. Pelindung dalam bahasa sansekerta
disebut STHITI.
3. SIWA adalah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia
serta isinya dan mengembalikan dalam penyadaran ke asal.
TRI SAKTI ini mencipta, memelihara dan melebur semesta alam. Mereka menguasai ketiga
hukum: lahir, hidup, dan mati serta seluruh makhluk, termasuk manusia. untuk dapat
meresapkan kemahakuasaan Hyang Widhi ini, agama Hindu memberikan simbol pada
kekuatannya dalam ucapan aksara suci OM.7[7] Perkataan OM adalah aksara suci untuk
mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya, yaitu:
Aksara A untuk menyimbolkan BRAHMA , Hyang Widhi dalam
prabhawanya Maha Pencipta.
Aksara U untuk menyimbolkan WISNU, Hyang Widhi prabhawanya Maha
Melindungi.
Aksara M untuk menyimbolkan SIWA, Hyang Widhi dalam prabhawanya
Maha Pelebur.
Suara A, U dan M ditunggalkan menjadi AUM atau OM.
Dalam Agama Hindu, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa atau
Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi kekuatan
suci guna kesempurnaan hidup makhluk. Dewa itu bukan Sang Hyang Widhi Wasa, Ia
hanyalah sinarnya.
Kata Dewa berasal dari bahasa sansekerta DIV, artinya Sinar (kata ini
menjadi Day dan Divine dalam bahasa inggris). Tegasnya, Dewa berarti bersinar, sedangkan
kata Bhatara adalah prabhawa (manifestasi) kekuatan dari Sang Hyang Widhi untuk memberi
perlindungan terhadap ciptaannya.
Kata Bhatara berasal dari bahasa sansekerta BHATR yang berarti
pelindung, antara Dewa dan Bhatara sering pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya
Dewa Wisnu disebut juga Bhatara Wisnu karena beliau melindungi makhluk semesta.8[8]
Tripramana

7[7] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-Etika-
Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 52
8[8] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-Etika-
Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal.52
Agama Hindu mengajarkan teori TRIPRAMANA yakni: tiga cara untuk mengetahui benar-
benar adanya Tuhan Yang Maha Esa,9[9] yaitu dengan cara:
1. PRATYAKSA PRAMANA ialah dengan cara melihat langsung, mengenal Tuhan
Yang Maha Esa hanya orang-orang sangat suci yang mungkin mengetahui Sang
Hyang Widhi dengan cara melihat langsung, yaitu dengan cara Pratyaksa pramana.
2. ANUMANA PRAMANA ialah dengan cara analisa yang mudah-mudah saja. Umat
Hindu percaya bahwa terdapatnya seluruh alam semesta tentu ada yang menciptakan,
yanki Sang Hyang Widhi. Apabila manusia mati tentu ada tempatnya bagi atman yang
lepas dari badan. Inipun tentu adalah Sang Hyang Widhi.
3. AGAMA PRAMANA ialah denga cara mempercayai isi pustaka suci Agama Hindu.
Umpamanya kitab suci Upanisad menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah
telinga dari semua telinga; pikiran dari semua pikiran; ucapan dari segala ucapan;
nafas dari segala nafas; mata dari segala mata, dan lain sebagainya.
Adanya Sang Hyang Widhi
Maka dari itu, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa merupakan maha
Sempurna dan tidak terbatas, karena itu manusia tidak dapat melihatnya. Walaupun manusia
tidak dapat melihat Sang Hyang Widhi bukanlah Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai
halnya bintang-bintang di langit, tidak kelihatan pada siang hari tidak berarti bahwa bintang-
bintang itu tidak ada atau ada hanya pada waktu malam saja. Justru karena mata manusia
tidak mampu menembus sinar matahari, maka dari itulah sebabnya tidak dapat melihat
bintang-bintang di langit. Akan tetapi bintang-bintang itu tetap ada. Demikian pula lantaran
manusia tidak dapat menembus kegelapan jiwanya. Maka tidak dapat pula melihat Sang
Hyang Widhi, akan tetapi Sang Hyang Widhi pada hakikatnya tetap ada. Umat beragama
yang benar-benar melaksanakan kehidupan suci sesuai dengan petunjuk dan ajaran pustaka
suci, niscaya akan melihat Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dengan terang. Tuhan
Yang Maha Esa akan tampil dalam hati-sanubari para umat beragama dan jiwa yang suci lagi
murni.

9[9] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi
falsafat-Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 53-54
Tidak Berbentuk
Dalam pustaka suci Weda, disebutkan bahwa Sang Hyang Widhi tidak
berbentuk, tidak bertangan maupun berkaki, tidak berpancaindra, tetapi beliau dapat
mengetahui segala sesuatu yang ada pada makhluk. Lagi pada Hyang Widhi tidak pernah
lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang juga bertambah. Tegasnya Sang Hyang
Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemuliaannya dapat mengambil wujud sesuai dengan
keadaan untuk menegakan Dharma. Perwujudan ini dinamakan AWATARA.
Awatara
Istilah Awatara adalah perwujudan Sang Hyang Widhi ke dunia dengan
mengambil suatu bentuk yang dengan perbuatan atau ajaran-ajaran sucinya, beri tuntutan
untuk membebaskan manusia dari penderitaan dan angkara murka disebabkan kegelapan
awidya.10[10]
Pustaka suci Bhagavadgita, Bab IV sloka 7 berbunyi:
Manakala Dharma (kebenaran) mulai hilang
Dan Adharma (kejahatan) mulai merajalela,
Saat itu, wahai keturunan Brata (arjuna),
Aku sendiri turun menjelma.
Ternyata apabila dunia dalam penderitaan dan dikuasai Adharma, maka Sang
Hyang Widhi turun ke dunia untuk menegakan Dharma. Dalam hal ini, Sang Hyang
Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dalam maifestasinya sebagai Wisnu, telah menjelma ke dunia
ini sebagai Awatara sebanyak Sembilan kali untuk menjelmakan dan menegakan Dharma.

10[10] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-
Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 54
Dalam kitab suci Purana, ada disebutkan DHASA AWATARA (Sepuluh Awatara)11[11]
sebagai berikut:
1. MATYSA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi berbentuk ikan besar, telah
menyelamatkan manusia dari banjir yang maha besar.
2. KURMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai kura-kura raksasa telah
menupu dunia ini agar terhindar dari bahaya terbenam.
3. WARAHA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi sebagai seekor badak agung
yang telah menyelamatkan dunia dan mengait dunia dari bahaya terbenam.
4. NARASIMBA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi dalam bentuk manusia
berkepala samba (singa) telah menyelamatkan dunia dengan mebasmi kekejaman
Raja Hirnyakasipu yang terkenal dengan lalim dan selalu menindas Dharma.
5. WAMANA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai orang
kerdil yang berpengengetahuan tinggi dan mulia, telah menyelamatkan dunia dengan
mengalahkan Maharaja Bali yang selalu menginjak-injak Dharma dan kedaulatan
negara.
6. PARASHURAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia bentuk
Ramaparashu, yakni Rama yang bersenjata kapak telah menyelamatkan dunia dengan
membasmi segenap kesatrya yang menyeleweng dari ajaran Dharma.
7. RAMA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagi Sri Rama,
putra raja Dasharatha, telah menyelamatkan duina dengan membasmi Sang Rawana,
raja kelaliman dan keangkaramurkaan di negeri Alengka.
8. KRESNA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Sri
Kresna , raja Dwarawati yang terkenal, telah membasmi raja Kangsa dan jarasada
tokoh kelaliman.
9. BUDDHA AWATARA: Awatara Sang Hyang Widhi turun ke dunia sebagai Buddha
Gautama, putra raja Sudhodana yang lahir di kapilavastu, telah menyebarkan Dharma
dan memberikan tuntunan kepada manusia untuk mencapai Nirwana.
10. KALKI AWATARA: penjelmaan terakhir Sang Hyang Widhi akan membasmi segala
penghianat dan penyeleweng agama. KALKI akan turun ke dunia pada zaman Kali Yuda,
yakni zaman memuncaknya pertentangan. Menurut keyakinan umat Hindu, Awatara Kalki itu
sekarang amsih belum lahir, namun pasti akan lahir untuk melenyapkan pertentangan-
pertentangan keyakinan itu.
RsiAcarya/Sulinggih

11[11] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-
Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 55-56
Disamping Awatara, dalam agama Hindu terdapat pula istilah Rsi dan
Acarya. Rsi adalah orang suci yang atas usahanya melakukan tapa yoga, semadi, memiliki
kesucian dan dapat menghubungkan dirinya kepada Sang Hyang Widhi dan sudah mencapai
moksa, sehingga dapat melihat hal-hal yang lampau (atita), yang sekarang (wartamana) dan
yang akan datang (anagata).12[12]
Para rsi berkewajiban memelihara, menuntun umat manusia dengan ajaran-
ajaran Weda. Awatara berbeda dengan Rsi, sebab yang satu turun dari atas sedangka yang
lainnya dari bawah naik ke atas. Acarya berbeda pula dengan Rsi, sebab Rsi sudah
melepaskan dir dari ikatan keduniawian, sedangkan Acarya masih belum dapat melepaskan
diri dari ikatan keduniawian, ia harus melakukan upacara keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Ajaran Tentang Seembahyang
Berkenaan dengan ajaran mengenai ritual Hindu yang di ajarkan dalam naskah
Kusumadewa sesungguhnya tidak terlepas dengan beberapa mantra dan doa suci yang
dilafaskan oleh pemanku disatu tempat yang suci sesuai dengan rangkaian dan enis upacara
yang dijelaskan didalamnya.13[13]
Beberapa hal utama sebagai periapan rituan Hindu yang diajarkan dalam
naskah Kusumadewa yakni pentingnya membersihkan sarana atau alat yang digunakan untuk
melakukan perseembahyangan. Adapun alat tersebut antara lain:14[14]
1. Membersihkan Cablong

12[12] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-
Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 57
13[13] Drs. I Ketut Subangiasta, M.Si,D.Phil. Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam susastra
Hindu.Surabaya:Paraamita 2006. Hal. 38
14[14] I Ketut Subangiasta. Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam susastra Hindu Hal. 38-39
2. Menata tikar
3. Memetik daun
4. Memasang caniga
5. Membersihkan juntandeg
6. Mengisi juntanddeg air uci
7. Meenempatan dupa pada bangunan suci
8. Mengahturkan dupa
9. Dll.
Sebagai akhir dari semua rangkayan ritual dalam upacara piodalan adalah membagikan air
suci atau thirta yang diawali dengan memercikan pada bagian kepala sebanyak tiga kali , air
suci ddi minum tiga kali, serta air suci digunakan untuk membersihkan muka sebagai
kesucian dan anugrah Ida sang Hyang Widhi Wasa juga dibasuhkn tiga kali padda bagian
muka. Terakhir adalah nunas sekar disertai ucapan Ong Kasumaduhadi jaya nama swaha
yang maknanya anugrah dari sang Hyang widhi wasa.15[15]
Waktu berdetik-detik, bermenit-menit berhari-hari, bertahun-tahun, terus
berputas di kita semua. Para Rsi kita menyadari bahwa pase-fase waktu tersebut
mempengaruhi kekuatan-kekuatan dan energi yang berbeda. Kekuatan-kekuatan itu
digambarkan sebagai dewa dan dewi. Mengucapkan doa atau arti pada jam-jam tersebut
secara teratur sangat penting karena kekuataan dewa dan dewi pada saat itu sangat senssitif
pada jam-jam tersebut. Demikian pula pada jam-jam untuk kita beraktifitas kehidupan
keagaamaan dan spiritual.16[16]
Memahami filosofi seembahyang

15[15] I Ketut Subangiasta. Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual dalam susastra HinduHal. 40-41
16[16] Pt. Kisanlal Sharma. Alih: I Wayan Punia, mengapa? Tradisi Dan Upacara Hindu.
Surabaya:Paramita 2007 hal. 4-5
Perseembahyangan daalam agama Hindu yang dianut di Bali merupakan cara-cara melakukan
hubungan Atma dengan parama-atma, antara manusia dengan Sang Hyang Widhi serta semua
manifestassinya.17[17]
Arti dan makna seembahyang
Kata seembahyang berasal dri bahasa Jawa Kuno. Sembah dalam bahasa jawa kuno berarti
menyayangi, menghormati, memohon, menyerahkan diri dan menyatukan diri. Sedangkan
kata Hyang artinya suci.18[18] Jadi kata seembahyang berarti menyembah yang suci untuk
mnyerahkan diri pada yang hakekatnya lebih tinggi. Dalam bahasa yang biasa yang mereka
gunakan adalah yajna/ yadnya.
Istilah yajna berasal dari akar kata sangsekerta yaj berarti menyembah,
berdoa, berkorban, beramal dan bekerja sunguh-sungguh.19[19] Pada dasarnya yajna
bertujuan uuntuk membalas hutang budi kepada Tuhan yang Maha Esa.
Panca yajna ialah lima hal yang dipersembahkan atau pengabdian20[20]
1. Brahman yajna: berbakti pada Tuhan YME
2. Devaa yajna: berbakti pada Dewata
3. Pitri yajna: berbakti pada nenek moyang
4. Nri yajna: sedekah pada yang miskin
5. Bhuta yajna: memberikan makanan pada binatang

17[17] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-
Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dharma. Hal. 151
18[18] Drs. I Ketut Wiana, M. Ag. Seembahyang Menurut Hindu. Surabaya:Paramita 2006. Hal. 5
19[19] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma
Analogi falsafat-Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 151
20[20] Harsa Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi falsafat-
Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Hal. 153
Yang boleh di sembah21[21]
o Ida sang Hyang Widhi wasa
o Para dewa-dewa
o Para Rsi
o Leluhur
o Manusia
o Bhuta
o Arti dan fungsi sarana sembahyang22[22]
Melakukan perseembahyangan umumnya umat Hindu Bali menggunakan berbagai sarana
untuk memantapkan hatinya dalam melakukan perseembahyangan. Sarana itu ada berupa
bunga, buah, daun, api, dan juga thirta.
Sarana
Arti
Fungsi
1. Bunga
Lambang ketulus ikhlasan pikiran yang suci23[23]
Simbol Tuhan Siwa, sarana perseembahyangan.
1. Canang
Lambang penghormatan,24[24] Makna hidup
Benda benar bernilai tinggi
1. Kawagen
Keharuman
Mengharumkan Nama Tuhan25[25]

21[21] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 44
22[22] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 55
23[23] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 55
24[24] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 57
1. Api
Sumber kehidupan dewanya Brahma meneranggi dan dharmanya membakar.26[26]
Sebagai pperantara yang dipuj dengan pemmuja.
1. Tirtha
Air suci27[27]
Membersiihkan ddiri ddarri kotoran maupun pencemarann pikiran
1. Bija
Beras, abu suci
Mengembangkan benih kehidupan suci28[28]
1. Mantra
Syair succi dari kitab Weda Sruuti sabda Tuhan29[29]
Melindungi pikiran dari hal yang buruk.
Manfaat seembahyang bagi kehidupan
Menentramkan jiwa30[30]
Dengan melakukan seembahyang kita didik untuk memiliki sifat ihklas. Ihklas
pada akikat nya merupakan kebuTuhan jiwa manusia. Karna apapun yang ada pada diri kita

25[25] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 61
26[26] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 80
27[27] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 105-113
28[28] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 114
29[29] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 119
30[30] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 125
tidak ada yang kekal, semua satu persatu atau bersama-sama akan pergi terpisah dengan diri
kita.
Kemudahan dan ketampanan serta kecantikan lambat laun akan surut
perlahan-lahan meninggalkan diri kita. Kekayaan, jabatan basah, kepandaia juga lambat laun
akan kita tinggalkan, cepat atau lambat.
Demikian juga yang ada di luar diri kita, semua yang kita cintai : istri, anak-
anak, ayah, ibu, saudara, sahabat, pimpinan yang baik, orang-orang yanh kita kagumi seperti
guru, pendeta yang suci, cepat atau lambat juga akan berpisah dengan kita.
Menentramkan jiwa31[31]
Rasa aman dan jiwa yang tentram juga merupakan kebuTuhan rohani pada
setiap orang. Rasa aman akan dirasakan oleh orang yang selalumerasa dekat dengan Tuhan.
Salah satu kemahakuasaan Tuhan adalah sebagai pelindung ciptaan Nya yang benar-benar
meyakiniNya dan selalu memuja dan melaksanakan ajaran-ajaran nya.
Rasa aman itu timbul karna adanya keyakinan bahwa Tuhan akan selalu
dilindungi diri umat nya. Ibarat seorang anak yang selalu berada disamping orang tuanya.
Seperti orang sakit yang selalu didampingi oleh dokter. Jiwa yang tentram adalah jiwa yang
terlepas dari cemas, gelisah, bingung, ragu-ragu dan kecewa. Nilai-nilai spiritual dan nilai-
nilai material hanya akan dapat dirumbuhkan oleh manusia yang berjiwa tentram.
Manusia yang berjiwa tentram akan menjadi manusia-manusia yang produktif
dan hidup bergairah . hidup di dunia akan dirasakan sangat indah dan semarak sebagai tempat
berkarma untuk meningkat kan diri. Tidak aka nada suatu kemajuan di dunia ini kalau dunia
ini di huni oleh manusia-manusia yang berjiwa gelisah, cemas, ragu-ragu dan selalu kecewa
melihat keaadaan.
Mengatasi perbudakan materi32[32]

31[31] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu.Hal. 126-127
Orang yang rajin dan tekun seembahyang akan dapat melihat dengan tenang
nilai mana yang lebih tinggi dan nilai mana yang lebih rendah. Manusia memang tidak dapat
lepas dengan harta benda. Ibarat perahu tidak akan dapat berlayar tanpa air. Tapi hendaknya
diingat air itu adalah sarana, yujuan perahu perahu adalah menuju pantai. Demikian juga
manusia harta benda itu adalah alat manusia untuk mencapai pantai bahagia. Juga harus di
ingat kalau perahu yang tidak kokoh dan tidak terkendali justru air lah yang akan
menennggelamkan perahu itu.
Demikian lah manusiakalu tidak sadar bahwa harta benda itu adalah alat
justru menjadi terbalik manusia diperalatoleh harta benda dan harta benda itulah yang di
anggap tujjuan pertama dan nilai tertinggi. Manusia yang demikian itulah yang akan di
perbudak oleh materi.
Menumbuh kan cinta kasih33[33]
Rasa dekat dengan Tuhan yang ditumbuhkan oleh ketekunan seembahyang,
akan meningkatkan rasa cinta kasih kepada sesama. Karena jiwa atman yang ada pada semua
mahkluk adalah satu, bersumber dari Tuhan. Kalau kita umpamakan Tuhan itu magnit dan
manusia adalah sepotong besi, maka besi yang ditempelkan kepada magnit tersebut akan
menjadi magnit pula. Kalu ada potongan besi yang lain nya ditempelkan pada besi yang telah
menempel pada magnit, besi itupun akan menjadi magnit pula.
Melestarikan alam34[34]
Dalam seembahyang sebagai mana telah di uraikan dalam bab-bab sebelum
nya membutuhkan sarana dari alam. Dengan seembahyang kita dimotivasi untuk
melestarikan bunga-bungaan, daun-daunan, pohon buah-buahan yang kita butuhkan dalam

32[32] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 127-128
33[33] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 129
34[34] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 130
upaca perseembahyangan juga membutuhkan air dari sumber-sumber mata air yang alami.
Semua itu menimbulkan usaha untuk melestarikan sumber-sumber mata air tersebut.
Karena sarana-sarana perseembahyangan setiap hari dibutuhkan maka dalam
setiap pekarangan umat Hindu, apalagi dalam perkebunan nya, biasanya biasa nya pasti
ditanam berbagai tumbuhan-tumbuhan yang ada gunanya sebagai sarana perseembahyangan
seperti bunga-bungaan yang beraneka warna.
Disamping itu manusipun lewat ketekunan seembahyang akan tumbu rasa
cinta akan alam ciptaanTuhan. Rasa cinta ala mini pun akan mendorong manusia untuk
melestarikan alam lingkungan nya yang amat besar jasanya pada kehidupan manusia.
Memlihara kesehatan35[35]
Persembahyangan dilakukan dengan beberapa sikap yang dalam agama Hindu
disebut Asana, ada beberapa bentuk asana yang dipergunakan untuk melakukan
desembahyang. Ada seembahyang yang dilakukan dengan duduk, ada dengan berdiri seperti
didalam kelas bagi siswa dalam melakukan Tri sandhaya.
Sikap duduk ada beberapa bentuk misalnya: padmasana. Yaitu sikap
seembahyang yang duduk seperti teratai. Asana ini dilakukan dengan menempatkan kaki
kanan diatas paha kiri dan kaki kiri di atas paha kanan, tulang punggung sampai kepala
menjadi satu garis tegak, sekujur tubuh dilemaskan.


35[35] I Ketut Wiana. Seembahyang Menurut Hindu. Hal. 131-132
DAFTAR PUSTAKA

Agung, Anak Gde Okta Netra. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Denpasar:
Widya Dhrma. 2009
Ali, Mukhti.H.A, Agama-agama di Dunia.Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga
Press.1988
Arifin, H.M. Belajar Memahami Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: CV
Sera Jaya. 1980
Ghazali, Bahri. M. Studi Agama-agama Dunia. Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya. 1994
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu Buddha.Jakarta;Gunung Mulia 1989
Ketut, I Subagiasta. Teologi, Filsafat, Etika, dan Ritual Dalm Agama Hindu.
Surabaya:Paramita. 2006
Ketut, I Wiana. Sembahyang Menurut Hindu. Surabaya: Paramita. 2006
Harsa, Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma
Analogi falsafat-Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma. Medan:Yayasan
Perguruanbudaya & I.B.C. 1980.
Wayan, I Punia. MENGAPA? Tradisi dan Upacara Hindu. Surabaya:
Paramita. 2007
Nyoman, I Suarka. KeTuhanan Bali.Surabaya: Paramita 2005




Diposkan oleh Dimas Sigit di 01:26
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Dimas Sigit
Menjadi Manusia Yang Bebas dan Merdeka. dengan memperoleh
kembali eksistensi diri. " seseorang, yang memiliki Cinta Tuhan di hatinya, meskipun
dia tidak memiliki agama."
Lihat profil lengkapku
www.uinjkt.ac.id
www.islamlib.com
Pengikut
Arsip Blog
2012 (2)
2011 (10)
o Desember (10)
Upacara Kematian dalam Agama Buddha
SEJARAH AGAMA HINDU BUDDHA DI INDONESIA
AJARAN TENTANG KETUHANAN DAN SEMBAHYANG
HINDU DHAR...
AJARAN HINDU DHARMA TENTANG ETIKA
AJARAN BUDDHA DHARMA TENTANG KETUHANAN DAN
BAKTI P...
Upacara Kelahiran Sampai Perkawinan dalam Agama Hi...
Panca Marga dan Panca Yadnya
AJARAN HINDU DHARMA TENTANG MANUSIA DAN ALAM
AJARAN BUDHA DHARMA TENTANG MANUSIA DAN ALAM
Ajaran Buddha Dharma Tentang Etika
Template Picture Window. Gambar template oleh Jason Morrow. Diberdayakan oleh
Blogger.

Anda mungkin juga menyukai