1. ARGUMENTASI PENYANGKALAN
2. MATERIALISME
Paham ini berpandangan bahwa segala sesuatu yang berada di alam semesta ini,
murni dalam bentuk material. Sebab itu di luar dunia materi tidak ada yang disebut
dunia mentalspiritual. Bagi Lamettrei (1709 - 1751 M), tokoh materialisme Perancis
berpendapat bahwa manusia sama dengan mesin dan binatang. Artinya ia
menyangkal keberadaan jiwa dengan alasan bahwa materi tanpa jiwa masih
mungkin bergerak, tetapi tidak demikian dengan sebaliknya.
Marx menggunakan teori tesis, antitesis dan sintesis dari Hegel menciptakan tiga
hukum untuk menjelaskan terjadinya perubahan di alam semesta ini. Hukum
pertama disebut sebagai Hukum Kontradiktif (Law of Contraries), kedua Hukum
Penyangkalan (Law of Negation), ketiga Hukum Transformasi (Law of
Transformation).
Yang dimaksud dengan ”Hukum Kontradiktif” adalah segala benda teriadi karena
hukum kontradiktif yang harmonis. Misalnya keberadaan laki-laki (hukum positif) dan
keberadaan perempuan (hukum negatif) sebagai makhluk yang kontradiktif,
kemudian disatukan sehingga menghasilkan makhluk baru, yaitu anak-anak.
Demikian pula terjadinya di dalam benda-benda terdapat unsur ini, sehingga
menghasilkan kekuatan yang mengubah dan menghasilkan benda Iainnya. Sebab
itu, benda-benda dapat bergerak dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan di
luar benda itu sendiri.
Yang dimaksud dengan Hukum Penyangkalan adalah segala materi bergerak sendiri
dan gerakan ini berjalan secara berkesinambungan dan mengarah maju. Satu benda
mengorbankan diri untuk menghasilkan benda Iainnya. Misalnya, sebiji benih harus
meniadakan diri (penyangkalan), baru bisa menghasilkan sebatang pohon. Benih
tersebut pada hakikatnya tetap benih, tetapi dapat berubah bentuk menjadi satu
yang Iain. Perubahan ini berlaku dengan sendirinya, tanpa pertolongan di luar dari
diri benda tersebut.
Yang dimaksud dengan Hukum Transformasi adalah pada masa semua benda
berkembang maju, tiba-tiba bisa terjadi perubahan radikal, sehingga dari satu benda
bisa berubah menjadi benda Iain yang berlainan jenisnya. Hukum ini dibuat untuk
meniawab pertanyaan tentang asal mula keberadaan hidup. Karena logika manusia
mempertanyakan bagaimana mungkin benda mati melalui perubahan dapat
menghasilkan benda hidup? Untuk menghindar Allah sebagai Pencipta, maka
diciptakan hukum ketiga bahwa kemungkinan yang tidak mungkin bisa saja terjadi
dengan Hukum Transformasi tersebut.
Paham materialisme ini dengan jelas mengemukakan argumentasi yang mengarah
kepada sedikit pemaksaan untuk penyangkalan keberadaan Allah, khususnya Karl
Marx. Karena ia sendiri walaupun menyangkal keberadaan Allah, tetapi selalu
menghindar untuk berbicara tentang Allah. Karena ia sendiri menyadari bahwa jika
orang tidak bisa membuktikan secara akurat keberadaan Allah dan tentu pula tidak
bisa menyangkal secara akurat ketidak-beradaan Allah.
3. AGNOSTISISME
Istilah ini berasal dari kata Yunani "agnotos" yang berarti "tidak tahu" (unknown).
Menurut paham ini bahwa rasio dan pengertian manusia yang dibatasi oleh apa
yang dirasakan manusia, sehingga tidak mengerti fenomena dibalik kenyataan yang
ada (noumenon), seperti jiwa roh dan Allah. Oleh karena keterbatasan ini, maka
manusia tidak bisa mengakui atau menyangkal eksistensi Allah.
Memang harus diakui bukan semua penganut agnostisisme adalah ateis, karena
ada di antara mereka Yang masih percaya akan keberadaan Allah, tetapi minimal
penganut agnostisisme lebih mudah mempunyai kecenderungan untuk menjadi ateis
dari pada Yang Iainnya. Karena motto penganut agnostisisme adalah ''Tidak ada
orang Yang mengerti mengenai yang melampaui pengalaman". Jika tidak
mengetahui, konsekuensinya tidak mengetahui eksistensi Allah atau membuktikan
eksistensi-N a, maka wajarlah agnostisisme akan menyimpulkan tidak adanya hal-
hal yang berkaitan dengan non pengalaman. Bukankah nada ini sama dengan Yang
dikemukakan orang ateis?
4. ARGUMENTASI PEMBUKTIAN
Di atas telah dikemukakan paham yang menentang eksistensi Allah, tiba saatnya
juga dalam bagian ini untuk mengemukakan paham yang membuktikan eksistensi
atau keberadaan Allah. Sebenarnya pembuktian keberadaan Allah tidak perlu,
karena di samping penyangkalan tidak akan membawa akibat Allah menjadi tidak
eksis, tetapi juga secara umum lebih mudah membuktikan keberadaan Allah dari
pada membuktikan ketidak beradaan-Nya. Tidak heran teolog abad ke- 4 yang
bernama Augustinus mengatakan bahwa hanya segelintir orang yang menderita
sakit yang menyatakan Allah tidak ada. Perkataan ini mendapat dukungan dari
Teolog Anselm dengan pernyataannya bahwa keberadaan Allah dengan mudah
dapat diketahui secara umum.
Memang harus diakui bukti eksistensi Allah secara langsung, boleh dikatakan
hampir tidak mungkin, karena Allah itu Roh adanya (Yoh. 4: 24). Pengalaman Musa
waktu berada di gunung Sinai sebagai contoh konkrit. Disebutkan oleh firman Tuhan
bahwa Musa tidak melihat langsung, tetapi hanya melihat kemuliaan-Nya, bagaikan
api yang menghanguskan (Kel. 24'.1518).
Sebenarnya harus disyukuri tidak dapat melihat Allah secara langsung, karena tidak
akan ada satupun manusia yang tahan berdiri di hadapan Allah. Sebagaimana
dikatakan Allah kepada Musa, orang tidak akan tahan memandang wajah-Nya,
karena tidak ada seorangpun setelah memandang wajah-Nya dapat hidup (Kel.
33:20).
Thomas boleh dikatakan sebagai pemikir besar Barat pada abad ke- 13, karena
usahanya mendirikan satu sistem yang mau menyatukan seluruh pemikiran filsafat
Yunani dan keyakinan iman Ibrani. Dari usahanya ini, maka dihasilkan dengan
argumentasi pemikiran filsafat untuk membuktikan eksistensi Alah yang kemudian
dikenal dengan istilah Latin ”QuinqueViae” yang berarti ”Lima Jalan”. ”Lima Jalan”
atau ”Lima Argumentasi” ini dituangkan dalam buku yang berjudul ”Summa
Theologiae”, membuktikan keberadaan Allah.
Menurut penjelasan Norman Geisler dan Paul D. Feinberg tentang inti pemikiran
Thomas adalah:
7. ARGUMENTASI EKSISTENSIALITAS
Menurut Tomas, segala sesuatu di alam semesta ini bersifat mungkin ada dan
mungkin juga tidak ada. Maksudnya adalah segala sesuatu yang ada muncul dari
tidak ada, lalu yang ada ini berkembang dan akhirnya bisa berubah, bisa rusak dan
musnah. Sebab itu, eksistensi segala sesuatu yang tidak pasti tentu berasal dari
yang pasti, yang tidak berubah, yang tidak bisa rusak. Siapakah yang bisa
mempunyai kondisi demikian ini? Allah!
8. ARGUMENTASI AKSIOLOGIKAL
Di dunia terdapat sistem tingkat; ada yang baik, tetapi ada juga yang lebih dan maha
baik. Ada yang dihormati, tetapi ada pula yang lebih dan maha-dihormati. Ada yang
benar, tetapi ada pula yang lebih dan maha-benar. Ada yang indah, tetapi ada pula
yang lebih dan maha-indah dan sebagainya. Siapakah yang bisa menyandang gelar
"Maha” itu? Allah!
9. ARGUMENTASI TELEOLOGIKAL
Alam yang tidak berakal, tetapi dapat bergerak secara teratur, rapi dan menuju
kepada satu tujuan tertentu. Keteraturan dan arah menuju kepada tujuan tentü
bukan berasal dari alam itü sendiri. Di balik itü pasti ada yang mengendalikan dan
mengatur. Pengendalian itü pasti di samping memiliki kekuatan yang luar biasa,
tetapi juga "pemikir" yang mempunyai hikmat luar biasa, sehingga alam semesta ini
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Selain argumentasi dari Anselmus dan Thomas Aquinas, masih terdapat banyak
argumentasi lainnya yang bisa menjadi bukti eksistensi Allah, Di antara argumentasi
tersebut adalah:
Yang memegang argumentasi ini di dalam Alkitab adalah rasul Paulus. Karena ia
pernah mengatakan bahwa apa yang diketahui tentang Allah dapat terlihat melalui
karya ciptaanNya (Rm. 1:20).
Di dunia filsafat, filsuf yang memegang argumentasi ini adalah Plato, Aristoteles
sebagai orang pertama dan penerus yang menggunakan metodologi "sebab akibat"
sebagai dasar bukti. Pemikir Islam yang memegang argumentasi ini adalah Alfarabi
dan Avicenna; pemikirYahudi adalah Moses Maimonides; kalangan Kristen adalah
Augustinus, Anselmus, Aquinas, Descattes, Leibniz dan sebagainya.
Menurut Geisler dan Brooks, argumentasi ini bukan saia mau menyatakan
keberadaan kosmos sebagai bukti eksistensi Allah, tetapi juga kesinambungan hasil
ciptaan dalam pemeliharaan juga dapat dijadikan bukti eksistensi Allah. Tanpa
adanya Allah, bagaimana alam ini dapat berjalan sebagaimana mestinya?
Argumentasi ini juga memakai alam semesta sebagai bukti eksistensi Allah, tetapi
dari segi rancangan atau desain dalam penciptaan ini. Rancangan alam semesta ini
sangat rumit dan kompleks, tetapi diatur sedemikian rupa sehingga dapat berjalan
dengan baik. Dengan keberadaan desain yang mengagumkan dalam kosmos
sebagai bukti adanya "desainer" yang berhikmat yang merancangnya.
Contoh yang sederhana untuk argumentasi ini dikemukakan oleh William Paley
(1743 - 1805). Menurutnya lika kita menemukan sebuah arloji di padang belantara,
maka jelas diketahui bahwa ada "pembuat"nya. Jika tanpa "pembuat"nya, tidaklah
mungkin, karena pembuatan arloji harus melalui proses yang sangat rumit. Demikian
pula tatkala kita hidup di dunia yang serba kompleks ini, maka dapat diketahui
bahwa ada "Maha Perancang” yang merancang dunia ini.
Pada waktu pemazmur melihat alam semesta dan isinya, hasil karya jari tangan
yang luar biasa dari Allah, dan melihat kekerdilan dirinya, lalu berkata, "Jika aku
melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:
apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm. 8: 4 - 5).
Lebih lanjut pemazmur juga menyatakan kekaguman desain Allah untuk manusia
dengan mengatakan, ”Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku,
menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena
kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benarbenar
menyadarinya” (Mzm. 139: 13 - 14).
Yang membedakan hukum alam dengan hukum moral adalah hukum alam memang
sudah ada dan tinggal diikuti dan dilaksanakan saja, tetapi hukum moral bersifat
petunjuk' penuntun untuk dilaksanakan.
Geisler dan Brooks mengatakan bahwa keberadaan ”hukum moral” ini bukan
mengungkapkan tentang cara tingkah laku manusia atau suatu penelitian tingkah
laku manusia, tetapi hukum ini sebagai petunjuk, sebagai penuntun manusia untuk
tahu apa yang harus dilakukan, walaupun apa yang diketahui dengan apa yang
dilakukan itu berbeda.
Sebelum ada undang-undang perdata dan pidana, orang sudah tahu membunuh,
merampok, mencuri, berselingkuh, berbohong dan sebagainya adalah kesalahan.
Walaupun setelah kejatuhan manusia, standar tentang kesalahan atau dosa menjadi
kabur atau menurun atau dikenal dengan istilah dekadensi moral, tetapi manusia
masih tetap tahu apa yang dinamakan pelanggaran moral.
Enns mengatakan bahwa manusia diciptakan berdasarkan gambar dan rupa Allah
(Kej. 1: 26 - 28), oleh karena itu keberadaan manusia bukan hanya secara fisik
(physical being) tetapi juga moral (moral being). Keberadaan moral ini dapat
dibuktikan dengan keberadaan "hati nurani". Dengan menyitir kata-kata Chafer yang
menyebutkan, "There are philosophical and moral features in man's constitution
which may be traced back to find their origin in God. ... A blind force ... could never
produce a man with intellect, sensibility, will, conscience, and inherent belief in a
Creator." (Di dalam diri manusia memiliki kondisi Filosofis dan etika moral yang
dapat ditemui dalam diri Allah sebagai Sumbernya ... Kekuatan pada umumnya ...
tidak mungkin dapat menghasilkan manusia yang memiliki intelek, perasaan,
kehendak, kesadaran nurani dan naluri yang percaya Allah sebagai Penciptanya).
Firman Tuhan juga menyebutkan, "Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki
hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat,
maka, walaupun Menurutnya "kebahagiaan" merupakan dambaan umat manusia
(yang diperlukan); melakukan hukum moral adalah kewajiban manusia (yang harus
dilakukan). Ketika keduanya disatukan, inilah yang dinamakan "kebajikan yang
mahatinggi" (Summum Bonum). Kebajikan ini yang dituntut manusia, tetapi manusia
yang terbatas tidak mungkin dapat mencapainya. Oleh karena itu secara praktis
orang harus mempunyai Allah sebagai kekuatan untuk dapat mewujudkan
"kebajikan yang mahatinggi" yang dituntut manusia itu.