Anda di halaman 1dari 16

BAB KETIGA

KISAH -KISAH MUKJIZAT

A. Pengantar singkat

Ada dua pemahaman yang kurang tepat mengenai “mukjizat”. Orang sering
menganggap mukjizat sebagai kejadian yang bertentangan dengan hukum alam atau suatu
kejadian ajaib yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Mukjizat tidak selalu
bertentangan dengan hukum alam. Yang penting dalam mukjizat adalah campur tangan Allah
yang luar biasa dalam sejarah manusia, entah lewat kejadian luar biasa yang berlawanan
dengan alam, entah melalui kejadian alam yang biasa tetapi terjadi pada saat yang luar biasa
berkat campur tangan Tuhan. Sebagai contoh: bisa saja datangnya burung-burung puyuh yang
bisa ditangkap oleh orang Israel selama mengembara di padang gurun adalah peristiwa alam
biasa (Kel 16:13). Tetapi hal itu menjadi luar biasa karena Tuhan yang mengatur kejadian
alam itu pada saat yang tepat, yaitu pada saat bangsa Israel meminta daging. Paham kedua
juga kurang tepat, karena dengan demikian seakan-akan tidak ada tempat lagi bagi mukjizat
jika ilmu pengetahuan sudah amat maju.
Paham yang tepat mengenai mukjizat kiranya yang berikut ini: mukjizat adalah
kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi berkat campur tangan atau intervensi Allah dalam
alam dan sejarah manusia. Untuk dapat melihatnya sebagai mukjizat dibutuhkan iman. Jadi,
hanya imanlah yang membuat manusia mampu melihat karya-karya besar Tuhan.1

Menurut Mrk 1:22, orang banyak takjub akan Yesus karena Ia mengajar sebagai
orang yang berkuasa. Dari konteksnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
mengajar de-ngan kuasa adalah pengajaran yang disertai mukjijat (bdk. Mrk 1:22.27). Injil
Matius pun mem-punyai kesamaan dengan Markus. Injil Matius mewartakan Yesus sebagai
orang yang mengajar sebagai orang yang penuh kuasa atau otoritas, tidak seperti ahli-ahli
Taurat mereka (Mat 7:29). Sesudah disebutkan ketakjuban orang banyak, Injil Matius
langsung menyajikan kisah-kisah mukjizat pada pasal 8 dan 9. Ada sepuluh kisah mukjizat
(artinya mukjizat sejauh yang diki-sahkan), yaitu:

1
Uraian singkat mengenai hakikat mukjizat serta macam-macam istilah yang dipakai dalam Alkitab dapat
ditemukan dalam Reginald H. Fuller, Menafsirkan Mukjizat (Yogakarta: Kanisius, 1991) 9-17.
1. Yesus menyembuhkan orang kusta (Mat 8:1-4)
2. Yesus menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum (8:5-13)

3. Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus dan orang-orang lain (8:14-17)

4. Angin ribut diredakan (8:23-27)

5. Dua orang yang kerasukan disembuhkan (8:28-34)

6. Orang lumpuh disembuhkan (9:1-8)

7. Anak kepala rumah ibadat dihidupkan lagi (Mat 9:18-19.23-26)

8. Perempuan yang sakit pendarahan disembuhkan (Mat 9:20-22)

9. Yesus menyembuhkan mata dua orang buta (9:27-31)

10. Seorang bisu disembuhkan (9:32-34)

Rupanya di sini Injil Matius ingin membandingkan Yesus dengan Musa. Seperti Musa
menyampaikan hukum-hukum Allah di G. Sinai, demikian juga Yesus menyampaikan
hukumhukum Kerajaan Allah di atas bukit. Sebagaimana Musa “melakukan” sepuluh
mukjizat di Mesir sebelum keluar dari negeri itu, demikian juga Yesus membuat sepuluh
mukjizat. Dengan de-mikian kesimpulannya, Yesus adalah Musa yang kedua.2

B. Catatan untuk beberapa kisah mukjizat

1. Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta (Mat 8:1-4)

Ayat 1 menghubungkan Mat 8-9 dengan Mat 5-7 dengan pernyataan “....Yesus turun
dari bukit. Jelas, yang dimaksud adalah bukit yang disebut pada 5:1, “....naiklah Ia ke atas
bukit. Yesus yang penuh kuasa dalam pengajaran (Mat 5-7) kini digambarkan sebagai orang
yang pe-nuh kuasa dalam tindakan.

2
Ibid., hlm. 72-3.
Ay. 2: Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepadaNya, lalu sujud menyembah
Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”

Orang yang sakit kusta adalah orang yang hidupnya menderita, bukan hanya karena
penyakit fisiknya tetapi juga karena ia disingkirkan dari masyarakat (untuk bisa mengerti
tentang orang kusta yang dianggap sebagai pendosa dan tidak boleh tinggal di kampung, lih.
Im 13:45). Penderitaan yang dialami orang kusta ini “ganda”, yaitu penderitaan fisik karena

tubuhnya hancur dan penderitaan batin, yaitu menjadi orang buangan dan dianggap pendosa
yang dihukum Tuhan. Menurut sejumlah rabi, orang kusta itu dihukum Tuhan karena dosa-
dosa besar seperti membunuh, sombong, dll.
Kendati dilarang oleh hukum untuk mendekati kampung dan orang yang sehat, orang
kusta itu memberanikan diri datang kepada Yesus, sujud menyembah Dia dan berkata, “Tuan,
jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku”. Di sini ada pengakuan bahwa Yesus adalah
Tuhan, tetapi tampaknya hal ini bukan sesuatu yang historis. Tentunya yang dimaksud
dengan “sujud menyembah” di sini ialah menghormati. Orang kusta tersebut tentunya hanya
menghormati Yesus, tetapi karena tulisan ini ditujukan untuk orang yang sudah percaya dan
beriman kepada Yesus, maka kata sujud menyembah yang dipakai dalam Mat 8:2 bagi
pembaca Injil Matius mempunyai kesan tersendiri.
Ayat ini mau menyampaikan kepada kita bahwa orang kusta itu begitu besar imannya
ke-pada Yesus sehingga dia meminta Yesus untuk menyembuhkannya. Iman besar karena dia
per-caya Yesus pasti bisa menyembuhkan penyakitnya, asalkan Dia mau. Jadi, semuanya
tergantung pada kehendak Yesus, sedangkan soal kemampuan Yesus tidak dia ragukan.
Mungkin juga ini suatu pengakuan luar biasa, sebab Yesus digambarkan seperti Allah sendiri
yang dalam Mzm 33:9 digambarkan demikian, “Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia
memberi perintah, maka semuanya ada.”
Ay. 3: “Lalu Yesus mengulurkan tanganNya, menjamah orang itu.”

Yesus berani tidak menghiraukan aturan yang ada pada waktu itu. Ia menganggap membantu
orang kusta lebih penting dari peraturan yang ada, yakni menyentuh orang kusta membuat
orang dianggap najis, seperti kalau orang menjamah mayat.3 Yesus pun berkata, “Aku mau,
jadilah engkau tahir”. Seketika itu juga orang itu menjadi tahir dari kustanya. Keterangan ini
menunjukkan besarnya kuasa Yesus.
3
L. Sabourin, ll vangelo di Matteo. Teologia e esegesi. Vol. II (Roma:Edizioni Paoline, 1977) 514.
Ay. 4: Lalu Yesus berkata kepadanya: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini
kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah
persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.”

Maksud Yesus memberikan pesan ini ialah supaya orang kusta yang telah ditahirkan
itu tidak menyebarluaskan mukjizat itu, karena Yesus tidak mau orang Yahudi cepat
mengetahui

identitas diriNya yang sebenarnya. Kalau tidak bisa timbul kesalahpahaman pada orang
Yahudi yang menantikan seorang Mesias yang “sakti” untuk mengusir penjajah Romawi.

Yesus memerintahkan orang itu supaya pergi kepada imam dan menunjukkan bahwa
diriNya telah tahir dan mempersembahkan kurban sesuai peraturan (Im 14). Apa yang
dilakukan Yesus ini menunjukkan ketaatanNya kepada hukum Taurat (baca Im 14). Jadi,
Yesus menun- jukkan bahwa di satu pihak Dia tidak mau terlalu terikat dengan peraturan
tetapi di lain pihak Dia menunjukkan ketaatanNya kepada hukum Taurat. Dengan demikian,
Yesus membuktikan kepada para imam bahwa Ia bukanlah anti hukum. Mungkin inilah
maksud dari frasa “sebagai bukti bagi mereka [para imam]”.4

2. Yesus menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum (Mat 8: 5-13 bdk. Luk 7:1-
10)

Ay. 5-6: Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia
dan memohon kepadaNya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia
sangat menderita.”

Kapernaum merupakan kota tempat Yesus sering berkarya. Ketika Dia datang ke sana, ada
seorang perwira yang datang untuk menemui dan memohon kepadaNya. Perwira yang
disebutkan di sini adalah perwira Romawi. Perwira tersebut adalah perwira yang mempunyai
bawahan seratus orang. Jadi, seorang yang cukup tinggi kedudukannya. Menurut versi
Matius, dia datang sendiri untuk menemui Yesus. Ayat ini menggambarkan betapa besar
perhatian seorang perwira kepada bawahannya. Untuk itu dia datang sendiri dan
merendahkan diri di hadapan Yesus sambil mohon agar Yesus menyembuhkan hambanya

4
H. Hendrickx, The Miracles Stories. Studies in the Synoptic Gospels (Makati, Philipina: St. Paul Publications,
1987) 99.
yang sedang sakit keras. Menurut versi Lukas, perwira tersebut menyuruh orang tua-tua
Yahudi untuk menemui Yesus (Luk 7:3), artinya ada delegasi.

Ay. 7-9: Yesus berkata kepadanya: “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab
perwira itu kepadaNya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan
saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan
dibawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka
ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku:
Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.”

Yesus ini menyatakan kesediaanNya untuk datang ke rumah seorang kafir. Menurut
mentalitas orang Yahudi saat itu, datang ke rumah seorang kafir dianggap menajiskan diri
apalagi seorang Rabbi. Namun, Yesus bersedia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
mentalitas orang Yahudi saat itu. Yang penting bagi Dia adalah kesembuhan orang yang
sedang sakit. Namun perwira Romawi itu merasa tidak layak untuk menyambut Yesus di
rumahnya. Dia meminta agar Yesus mengatakan sepatah kata saja, dan dia percaya
hambanya itu pasti akan sembuh. Iman perwira itu begitu besar kepada Yesus sehingga dia
percaya bahwa apa saja yang diucapkan oleh Yesus akan terjadi. Yesus diperlakukan seperti
Allah yang segala perkataanNya pasti akan terjadi. Kuasa ucapan Yesus dia bandingkan
dengan garis komando dalam dunia militer. Jika seorang komandan memberi perintah kepada
anak buahnya, maka perintahnya itu akan ditaati oleh bawahannya.

Iman perwira tersebut tampak pada dua hal ini, yaitu: (1) percaya bahwa cukup
sepatah kata dari mulut Yesus maka hambanya yang sakit keras akan sembuh, dan (2)
percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan orang dari jarak jauh. Frasa “sepatah kata” ini
merupakan ciri khas Injil Matius (yang tidak terdapat dalam Lukas).
Ay.10: Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang
mengikutiNya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pemah Aku
jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.”

Yesus heran terhadap iman yang dimiliki cleh perwira tersebut, karena iman sebesar
itu justru dijumpainya dalam diri seorang kafir, sedangkan Dia tidak menjumpainya di antara
bangsa Israel sendiri. Kata-kata Yesus ini merupakan suatu “tamparan” bagi orang-orang
Yahudi yang menganggap diri paling benar. Kelak Yesus juga akan memuji iman seorang
perempuan Kanaan (Mat 15:28).
Ay.11-12: Aku berkata kepadamu: “Banyak orang yang datang dari Timur dan Barat dan
duduk makan bersama sama Abraham, Ishak dan Yakub di dalam kerajaan Sorga, sedangkan
anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah
akan terdapat ratap dan kertak gigi.”

Dalam ayat-ayat ini tampak gagasan mengenai universalisme keselamatan, artinya


keselamatan itu ditawarkan Tuhan kepada semua bangsa, bukan hanya kepada orang-orang
Yahudi. Gagasan ini menjadi makin jelas dalam Luk 13:29, “Dan orang akan datang dari
Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam
Kerajaan Allah.” Lukas menyebut keempat penjuru angin.
Ay. 13: Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti
yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.

Ayat penutup dari kisah ini menunjukkan kuasa Yesus yang luar biasa. Keterangan
waktu “pada saat itu juga” searti dengan ungkapan “segera” yang sudah dipakai pada 8:3
(dalam kaitan dengan penyembuhan orang kusta). Yesus mengabulkan permohonan perwira
Romawi karena imannya yang mengagumkan.

3. Penyembuhan ibu mertua Petrus dan orang lain (Mat 8:14-17; bdk Mrk 1: 29-34; Luk 4:
3841)

Mat 8:14-16 Mrk 1:29-34 Luk 4:38-41


29 Sekeluarnya dari rumah ibadat 38 Kemudian Ia meninggalkan
itu Yesus dengan Yakobus dan rumah ibadat itu dan
Yohanes
14 Setibanya di rumah Petrus, pergi ke rumah Simon.
Yesus pun melihat pergi ke rumah Simon dan
ibu mertua Petrus terbaring karena Andreas. Adapun ibu mertua Simon demam
sakit demam. keras
30 Ibu mertua Simon terbaring dan mereka meminta kepada Yesus
karena sakit demam. Mereka supaya menolong dia.
segera memberitahukan 39 Maka Ia berdiri di sisi
keadaannya kepada Yesus. perempuan itu, lalu menghardik
15 Maka dipegang-Nya tangan 31 Ia pergi ke tempat perempuan demam itu, dan
perempuan itu, lalu lenyaplah itu, penyakit itu pun meninggalkan dia.
demamnya.
Ia pun bangunlah dan dan sambil memegang tangannya Perempuan itu segera bangun dan
melayani Dia. Ia membangunkan dia, lalu melayani mereka.
16 Menjelang malam lenyaplah demamnya. 40 Ketika matahari terbenam,
Kemudian perempuan itu melayani semua orang membawa kepada-
mereka. Nya
dibawalah kepada Yesus banyak 32 Menjelang malam, sesudah
orang yang matahari terbenam, dibawalah
kerasukan setan dan dengan kepada Yesus semua orang yang
sepatah kata Yesus mengusir roh- orang-orang sakitnya, yang men-
roh itu dan derita bermacam-macam penyakit.
menderita sakit dan yang kerasukan
setan. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas
mereka masing-masing dan
menyembuhkan orang-orang yang 33 Maka berkerumunlah seluruh menyembuhkan mereka.
menderita sakit. penduduk kota itu di depan pintu. 41 Dari banyak orang keluar
34 Ia menyembuhkan banyak
orang yang menderita bermacam-
macam penyakit dan mengusir juga setan-setan sambil berteriak:
banyak setan; “Engkau adalah Anak Allah.” Lalu
Ia dengan keras melarang mereka
Ia tidak memperbolehkan setan- dan tidak memperbolehkan mereka
setan itu berbicara, berbicara, karena mereka tahu
bahwa Ia adalah Mesias.

sebab mereka mengenal Dia.

Sebagaimana tampak dari perbandingan di atas, ada beberapa perbedaan antara versi
Matius dan versi Markus dan Lukas. Dalam versi Matius, dipakai nama “Petrus”, sedang
dalam versi Markus dan Lukas nama “Simon”. Nama “Petrus” sebenarnya merupakan nama
resmi kepala jemaat (yang baru diberikan kepada Simon pada Mat 16:18). Dengan
penggunaan nama “Petrus” suasana cerita ini lebih resmi. Dalam versi Matius tidak
dijelaskan dari mana Yesus datang; hanya dikatakan, “Setibanya di rumah Petrus” (ay. 14).
Sedangkan dalam versi Markus dan Lukas, Yesus baru saja keluar dari sinagoga (Mrk 1:29
dan Luk 4:38). Dalam versi Markus Yesus pergi ke rumah Petrus bersama dengan para
murid. Hal yang sama dikatakan juga dalam versi Lukas secara implisit, sebab dikatakan
pada ay. 38, “mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia [ibu mertua Petrus].”
Akan tetapi, dalam versi Matius, Yesus datang ke rumah Petrus (seakan-akan) sendirian. Jadi,
fokus cerita terletak pada Yesus dan ibu mertua Petrus. Matius memang cenderung
menyempitkan proses ceritera pada dua tokoh saja, yaitu Yesus dan pribadi lain. Yesus
memang menjadi fokus perhatian Matius. Sesuai dengan deskripsi ini, logis kalau setelah
disembuhkan, ibu mertua Petrus bangun dan melayani “Dia” saja (sedangkan dalam versi
Markus dan Lukas “melayani mereka”).

Dalam versi Matius, inisiatif penyembuhan berasal dari Yesus: tidak perlu ada orang
yang memberitahu Dia soal sakitnya mertua Petrus (versi Markus) atau meminta Dia supaya
menyembuhkan dia (versi Lukas). Yesus memegang tangan perempuan itu dan demamnya
pun hilang.
Begitu sembuh, ibu mertua Petrus bangun lalu melayani Yesus. Di sini tampak kaitan
adanya anugerah dan perutusan. Setiap anugerah akhirnya berarti perutusan. Kata “bangun”
yang dipakai adalah egerthe, suatu kata kerja Yunani yang sering dipakai untuk menyatakan
misteri kebangkitan Yesus dari antara orang mati. Atas dasar itu, ada sejumlah ekseget yang
melihat bahwa penyembuhan ibu mertua Petrus, bangkitnya dia dari tempat tidur dan
pelayanannya pada Yesus melambangkan kebangkitan orang kristen dari kematian dosa, lalu
melayani Yesus Tuhan.5
Dalam ay. 17 mukjizat-mukjizat Yesus diwartakan sebagai penggenapan nubuat nabi
Yesaya, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Yes 53:4)
Hal ini sesuai dengan teologi Injil Matius, seperti sudah dijelaskan pada bab I. Hanya saja,
dalam menerapkan teks Yes 53:4, ada perubahan besar. Dalam Yes 53:4 yang menderita
adalah
Hamba Yahweh; dia mengganti orang lain menderita. Sedangkan dalam Mat 8:14-17, bukan

Yesus sendiri yang menderita semua penyakit itu; Ia justru melenyapkan semua penyakit itu
demi kebaikan orang lain.

4. Angin ribut diredakan (Mat 8:23-27)6


Ay.23: Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan muridMuridNyapun mengikutiNya.

Ayat ini menunjukkan bahwa atas inisiatifnya sendiri Yesus naik ke dalam perahu.
Para murid hanya mengikuti Guru mereka.

Ay. 24-25: Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu
ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. Maka datanglah muridMuridNya membangunkan
Dia, katanya: “Tuhan, tolonglah, kita binasa.”

Danau Galilea adalah danau yang tenang dan indah, tetapi dalam waktu singkat dapat
berubah secara cepat (sering terjadi badai). Keadaan semacam ini memang sering terjadi di
Palestina karena letaknya yang dekat dengan L. Tengah.

5
L. Sabourin, Op.cit., hlm. 521-2; bdk. H. Hendrickx, Op.cit., hlm. 77.
6
Selain buku-buku yang sudah disebut, lihat juga komenta:-komentar yang ada, mis.: F.V. Filson, The Gospel
According to St. Matthew (London, Adam & Charles Black, 1977); W.F. Albright, - C.S. Mann, Matthew. A
New Translation with Introduction and Commentary (Anchor Bible 26; Garden City, N.Y.: Doubleday &
Company, Inc., 1982) Matthew. A New Translation with Introduction and Commentary (Anchor Bible 26;
Garden City, N.Y.: Doubleday & Company, Inc., 1982).
Aneh, dalam situasi gawat seperti itu, ketika perahu mereka dipenuhi ombak, Yesus
malah tidur. Mengapa Yesus tidur? Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan:

1) Yesus benar-benar tidur karena sebagai manusia biasa Ia bisa lelah sekali setelah bekerja
keras.
2) Tidur di sini hanyalah simbol kepercayaan Yesus kepada BapaNya sehingga di tengah
mara bahaya pun, Dia tetap tenang (bdk. Mzm 4:9; 3:6). Tafsiran kedua inilah yang lebih
hidup.
3) Yesus pura-pura tidur untuk menguji iman para murid.
Ay. 26-27: Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?”
Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.
Dan heranlah orang-orang itu, katanya: “Orang apakah Dia ini, sehigga angin dan danaupun
taat kepadaNya?”

Yesus pun bangun. Berbeda dengan versi Markus dan Lukas, dalam versi Matius
Yesus lebih dahulu menegur para murid yang kurang percayaan. Sesudah itu baru Ia
“menghardik danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Kejadian ini merupakan suatu
mukjizat alam.

Yesus tidak hanya berkuasa atas penyakit dan setan tetapi juga atas alam. Kata “menghardik”
yang dipakai pada ay. 26 sering dipakai untuk mengusir setan (bdk. Mat 17:18 ; tetapi TB-
LAI: “menegor”). Jadi, danau dan angin ribut seakan-akan setan yang harus dihardik. Di
dalam Alkitab, laut yang kacau melambangkan juga kekuasaan kegelapan. Jadi, danau dan
angin ribut merupakan simbol dari setan. (gejala alam)

Mukjizat ini dapat juga ditafsirkan secara simbolis. Berhubung dalam literatur
Yahudi, bangsa Israel digambarkan sebagai bahtera yang sedang berlayar mengarungi
samudra, maka ki-sah mukjizat ini bisa ditafsirkan sebagai lambang Gereja Yesus yang
sedang dilanda kesukaran dan serangan dari luar. Dalam situasi semacam itu Gereja bisa
kehilangan iman. Perlu Gereja se-lalu ingat bahwa Yesus ada di tengah mereka, sesuai
dengan namaNya, Imanuel, dan sesuai dengan janjiNya, “Dan ketahuilah, Aku menyertai
kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20). Dia yang hadir lebih berkuasa
dari apa pun.
Reaksi para rasul setelah melihat kejadian itu mengherankan. Mereka hanya bisa
bingung dan tetap menganggap Yesus seorang manusia. Mereka belum mampu mengenal
Yesus secara benar. Hal ini menunjukkan kelambanan iman manusia seperti juga para rasul.

5. Dua orang yang kerasukan setan (Mat 8: 28-34)

Ay. 28: Yesus pergi ke seberang danau ke daerah orang kafir, yaitu daerah orang
Gadara. Setibanya di sana, Yesus berjumpa dengan dua orang yang kerasukan setan. Matius
memang cenderung untuk memakai kata “dua” atau “semua” (alasan mengapa Matius
mengunakan kata2 ini?) (cenderung untuk membuat generalisasi). Dua orang itu
digambarkan sangat berbahaya sehingga tidak ada orang yang berani melewati tempat itu.
Namun, Yesus digambarkan sebagai orang yang lebih kuat dari setan-setan itu karena begitu
begitu melihat Yesus, mereka langsung ketakutan.
Ay.29: Mereka sudah tahu siapa Yesus sebenarnya. Pertanyaan setan menunjukkan
kuasa Yesus yang jauh lebih besar daripada setan, tetapi Dia tidak mau melakukan hal itu
sebelum waktunya. Ay.30: Mengapa setan masuk dalam kawanan babi? Dan mengapa setelah
masuk dalam kawanan babi, mereka justru terjun ke sungai? Ini merupakan persoalan yang
amat sulit untuk diterangkan. Yang jelas, memang ada gagasan bahwa roh-roh jahat memang
membutuhkan suatu tempat tinggal. Bdk. Luk 11:26, “Lalu ia [roh jahat] keluar dan
mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya, dan mereka masuk dan berdiam di
situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari pada keadaannya semula.”(kenapa
harus babi? Kan kasian tu pemiliknya yg menjadi korban)
Yesus mengusir setan dari dua orang tersebut. Anehnya, penduduk setempat justru
menyuruh Yesus meninggalkan tempat mereka. Reaksi para penduduk tersebut sangat sulit
untuk dijelaskan. Mungkin mereka tidak ingin terjadi hal yang merugikan mereka lagi, seperti
kehilangan sejumlah besar babi. Akan tetapi, mungkin juga kisah ini mau menunjukkan
misteri misteri iman.

6. Orang lumpuh disembuhkan (Mat 9:1-8)

Ay. 1: Yesus kembali ke kotaNya sendiri. Yang dimaksud dengan “kotaNya sendiri”
di sini adalah Kapernaum, sedangkan “kota kelahiranNya” adalah Nazaret.

Ay. 2: “Ketika Yesus melihat iman mereka ....” Kata “iman mereka” mengacu pada
mereka yang membawa tempat tidur si lumpuh. Iman mereka juga mempunyai pengaruh bagi
ke-sembuhan si lumpuh. Hal ini menunjukkan bagaimana manusia bisa saling membantu,
lebih-lebih dalam hal agama.
“Percayalah hai anakKu, dosamu (sudah) diampuni.” Dalam bahasa asli kalimat ini
tidak dalam bentuk lampau (tidak menggunakan kata “sudah”), melainkan dalam bentuk
present (“sekarang”). Kata “percayalah” sebenarnya kurang sesuai dengan bahasa aslinya.
Arti sebe-narnya adalah ajakan untuk tidak patah semangat: “Kuatkan hatimu” atau yang
semacam itu.
Dalam Alkitab, penyakit sering dipandang sebagai hukuman atas dosa. Namun Yesus juga
mengajarkan bahwa penyakit tidak selalu berhubungan dengan dosa. Dalam kisah ini Yesus
menyembuhkan jiwanya dahulu, yaitu mengampuni dosanya.

Ay. 3: Beberapa orang ahli Taurat yang sering memusuhi Yesus, menuduh Yesus
meng-hujat Allah, dan dosa semacam ini mendatangkan hukuman mati. Jadi, jauh sebelum
diadili oleh Mahkamah Agama dan oleh Pilatus, dalam kisah ini Yesus sudah dijatuhi
hukuman mati.
Ay. 4: Namun, Yesus yang mengetahui pikiran mereka, menjawab, “Mengapa kamu
memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?” Hal ini menunjukkan bahwa Yesus
memang orang yang luar biasa karena Dia bisa mengetahui pikiran orang lain.
Ay.5: “Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau
mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?” Sebenarnya bagi Yesus sendiri kedua hal ini sama-
sama mudah un-tuk dilakukan. Asal Ia mengucapkan sepatah kata saja, maka hal itu akan
terjadi. Namun bagi para musuh Yesus, tentu lebih sulit memerintahkan orang lumpuh untuk
bangun dan berdiri, sebab perintah semacam itu harus dapat dibuktikan secara kelihatan.
Ay. 6-7 menunjukkan bahwa kesembuhan orang lumpuh itu bukanlah hal yang semu,
melainkan suatu kenyataan. Yesus sungguh-sungguh menyembuhkan orang lumpuh itu
dengan sempurna, sehingga ia dapat bangun dan pulang ke rumahnya dan diandaikan dia juga
mengang-kat tempat tidurnya seperti yang diperintahkan oleh Yesus sendiri. Kelak Petrus
juga menyembuhkan orang lumpuh dalam nama Yesus dan kesembuhannya itu sempurna
sehingga orang itu bisa melompat-lompat (Kis 3:8).
Ay. 8: Orang banyak yang melihat peristiwa itu menjadi takut, kemudian mereka
memuliakan Allah. Kata “takut” dalam Alkitab bisa berarti “hormat yang mendalam”.
7. Anak kepala rumah ibadat dan perempuan yang sakit pendarahan (Mat 9:18-26)
Di dalam Mat 9:18-26 terdapat dua kisah mukjijat, yaitu kisah Yesus yang mem-
bangkitkan anak kepala rumah ibadat dan kisah Yesus yang menyembuhkan perempuan yang
sakit pendarahan. Ada yang berpendapat, semula kedua kisah ini terpisah, namun disatukan
karena ada kata “dua belas tahun” yang menyatukan.
Kisah ini diawali dengan kedatangan seorang kepala rumah ibadat kepada Yesus
dengan mengatakan bahwa anaknya perempuan baru saja meninggal dunia. Orang itu
memohon kepada Yesus untuk datang dan meletakkan tanganNya kepada anaknya, maka ia
akan hidup (ay. 18). Bila kisah ini dibandingkan dengan versi Markus dan Lukas, maka versi
Matius mempunyai per-bedaan yang mencolok. Dalam versi Markus dan Lukas disebutkan
bahwa anak perempuan itu sakit keras dan hampir mati (bdk. Mrk 5:23; Luk 8:42).
Sedangkan dalam versi Matius, anak pe-rempuan itu “sudah meninggal” (Mat 9:18). Dari
perbedaan ini dapat disimpulkan bahwa Matius sungguh-sungguh ingin menggarisbawahi
kekuasaan Yesus yang luar biasa sehingga orang mati pun bisa dihidupkanNya kembali.
Perbedaan lain: dalam versi Matius kepala rumah ibadat itu tidak disebutkan
namanya, sedangkan pada Markus dan Lukas kepala rumah ibadat itu disebutkan namanya
(Yairus). Hal ini menunjukkan bahwa Matius memang lebih menyukai apa yang bersifat
umum.
“Lalu Yesus pun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-
muridNya” (ay.19). Namun di tengah perjalanan, Yesus bertemu dengan seorang perempuan
yang dua belas tahun sakit pendarahan (ay. 20). Perempuan itu ingin menjamah jubah Yesus
dari belakang; ia berkata dalam hatinya: “Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh”
(ay. 21). Namun, Yesus temyata mengetahuinya dan Ia pun berkata, “Teguhkanlah hatimu,
hai anakKu, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Maka perempuan itu pun sembuh (ay.
22).
Dalam Matius, proses penyembuhannya berbeda dengan versi Markus dan Lukas.
Dalam Injil Matius, perempuan itu rupanya belum menyentuh jumbai jubah Yesus; ia masih
berpikir un-tuk menyentuhnya supaya ia sembuh. Pikiran perempuan itu diketahui oleh
Yesus, dan karena melihat iman perempuan itu Ia mengabulkan keinginan perempuan
tersebut. Sedangkan dalam Mrk 5:28-34 dan Luk 8:43-48, perempuan itu telah menyentuh
jumbai jubah Yesus lalu keluarlah kuasa dari dalam diri Yesus. Oleh karena itu, Yesus
mencari orang yang telah menyentuh jumbai jubahNya. Rupanya Matius ingin menghindari
kesan magis dalam mukjizat itu. Memang ada kepercayaan orang kuno bahwa pakaian orang
suci memiliki kekuatan yang luar biasa. 7 Yang menyembuhkan pendarahan itu bukan
sentuhan pada jumnbai jubah Yesus, melainkan sabda Yesus.
Ketika Yesus sudah sampai di rumah kepala rumah ibadat, Ia menyuruh orang banyak
yang ada di tempat itu untuk pergi (ay. 24). Maka “Yesus masuk dan memegang tangan anak
itu, lalu bangkitlah anak itu” (ay. 25). Sikap Yesus pada ay. 24 mungkin mengingatkan kita
pada Nabi Elia. Yesus menunjukkan bahwa situasi yang ramai tidak cocok untuk
membangkitkan anak itu.

8. Yesus menyembuhkan mata dua orang buta (Mat 9:27-31)

Dalam perikop ini dikisahkan bagaimana dua orang buta mengikuti Yesus sambil
berseru-seru, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” Mengapa mereka menyebut Yesus “Anak
Daud”? Matius memang mewartakan Yesus sebagai pemenuhan pengharapan Yahudi akan
kedatangan Mesias, keturunan Daud. Jadi, “Anak Daud” hampir identik dengan gelar Mesias.
Bahwa kedua orang buta itu memasyhurkan Yesus, itu menunjukkan bahwa Yesus
tidak hanya membuka mata jasmani melainkan juga mata rohani mereka.

9. Seorang bisu disembuhkan (Mat 9: 32-34)


Di sini terdapat suatu rentetan mukjijat. “Sedang kedua orang buta itu keluar,
dibawalah kepada Yesus seorang bisu yang kerasukan setan” (ay. 32). Kini Yesus dihadapkan
dengan seorang bisu yang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Kedua mukjijat
tersebut (orang buta dan orang bisu) memberikan petunjuk kepada kita bahwa Yesus datang
ke dunia ini untuk melancarkan komunikasi di antara sesama manusia; orang buta dapat
melihat, orang bisu dapat berbicara, orang tuli dapat mendengar.
Ay. 34 merupakan suatu fitnahan yang dilontarkan kepada Yesus. Tuduhan ini
nantinya akan dibantah oleh Yesus. Orang yang bekerja sama dengan setan dianggap sebagai
pendosa besar dan pantas untuk dihukum mati.

10. Belas kasihan Yesus terhadap orang banyak (Mat 9: 35-38)


Kisah ini merupakan kesimpulan dari rangkaian kisah mukjijat. Di sini terdapat aspek
“karya” dan “pewartaan”; dua hal yang saling melengkapi. Pada ay. 36 terdapat ungkapan
7
L. Sabourin, Op.cit., hlm. 556.
“tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan.” Dalam teks Yunani ungkapan “tergerak hatinya”
berkaitan dengan isi perut. Jika orang merasa sedih sekali atau takut sekali, perutnya bisa
sakit. Mengapa Yesus kasihan sampai perutNya terasa sakit? Jawabannya: karena orang
banyak itu le-lah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Bila tanpa gembala,
domba mudah kacua balau, tercerai-berai. Domba sangat membutuhkan gembala.

11. Perempuan Kanaan yang percaya (Mat 15: 21-28)


Kisah ini termasuk kisah yang paling indah dan mengharukan dalam Alkitab. Kisah
seo-rang perempuan Kanaan (=bukan Yahudi) yang demi kesembuhan anaknya rela
melakukan dan mengalami apa saja. Kisah ini tersusun menjadi 3 tahap (suatu hal yang biasa
dilakukan oleh Matius. Bdk. Yesus dicobai tiga kali, Petrus menyangkal sampai 3 kali, Yesus
berdoa tiga 3 kali). Tiga tahapan tersebut sering disusun sedemikian rupa sehingga ada
klimaks pada tahap ketiga. Dalam pencobaan Yesus di padang gurun, setan makin lama
makin kurang ajar. Ketika. Petrus menyangkal Yesus, penyangkalannya semakin lama,
semakin keras: pura-pura tidak mengerti pertanyaan yang ditujukan kepadanya (Mat 26:70),
lalu ia menyangkal Yesus dengan bersumpah (26:72), dan akhirnya ia menyangkal Yesus
dengan mengutuk dan bersumpah (26:74).
Skema tiga-tahap semacam itu menjadi nyata juga dalam kisah ini. Ada tiga reaksi
Yesus terhadap perempuan Kanaan yang percaya, yaitu:

Tahap I: Yesus tidak menjawab sama sekali (ay. 25) - suatu reaksi yang menyakitkan.

Tahap II: Yesus menolak perempuan itu, dengan berkata, “Aku diutus hanya kepada
domba-domba yang hilang dari umat Israel” (ay. 24)

Tahap III: Yesus “menghina” perempuan itu dengan membandingkan anak


perempuan itu dengan anjing kecil yang tak patut mendapat roti dari meja anak-anak
(ay. 26).

Namun, menarik bahwa semakin ditolak oleh Yesus, perempuan itu semakin nekat
mendekati Yesus. Perempuan itu tidak mundur sedikit pun, melainkan justru semakin maju.
Jawaban Yesus yang ketiga: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak
dan melemparkannya kepada anjing” (ay. 26) merupakan suatu perkataan yang sangat
menghina, tetapi perempuan itu tidak menyerah. Dia masih dapat menjawab perkataan Yesus
(ay. 27).
Pada akhir kisah menjadi jelas bahwa Yesus berbuat demikian bukan untuk
mendiamkan, menolak dan menghina perempuan itu, melainkan untuk menguji imannya.
Yesus memuji imannya yang besar, padahal ia perempuan Kanaan yang menurut orang
Yahudi adalah orang ka-fir. Ini merupakan suatu “tamparan” lagi bagi orang Yahudi yang
suka merendahkan orang lain.

12. Yesus memberi makan lima ribu orang (Mat 14:13-21)

Perikop ini mempunyai banyak kesamaan sekaligus juga perbedaan dengan Mat
15:32-39 yang memuat kisah perbanyakan roti juga. Timbul suatu permasalahan: apakah
kedua perikop ini berasal dari satu peristiwa yang sama tetapi dikisahkan dua kali atau
memang dua peristiwa yang berbeda? Ada yang berpendapat bahwa kedua kisah itu
menceritakan satu peristiwa yang sama tetapi dengan versi yang berbeda. Seandainya ada dua
kejadian yang berbeda, mengapa para rasul pada peristiwa kedua (Mat 15:32-39) masih
bingung. Bukankah pada peristiwa pertama Yesus mampu memberi makan lebih banyak
orang (yakni 5.000 orang) dengan jumlah roti yang lebih sedikit (yakni 5 potong), sedangkan
pada peristiwa kedua yang harus diberi makan lebih sedikit (yakni 4.000 orang) dan roti yang
ada di situ lebih banyak (yakni 7 potong)? Namun ada juga yang berpendapat bahwa kedua
kisah itu memang mencatat dua peristiwa yang berbeda. Alasan mereka: bila cuma satu
peristiwa yang dikisahkan, mengapa ada begitu banyak perbedaannya? Dan mengapa satu
peristiwa harus diceriterakan sampai dua kali. Sulit untuk menentukan pendapat mana yang
benar.

Peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang ini mengingatkan kita pada ceritera
Musa yang berdoa kepada Tuhan agar Ia memberi makan umat Israel di padang gurun.
Memang ada keyakinan orang Yahudi pada zaman Yesus bahwa Mesias akan mengulang
mukjizatMukjizat yang pernah dilakukan oleh Musa. Di sini, Yesus digambarkan sebagai
Musa Baru.
Ay. 19 mengingatkan kita pada “perjamuan terakhir”. Memang, menurut penafsiran
Katolik mukjizat ini merupakan lambang untuk perjamuan Ekaristi. Roti kehidupan sejati
diberikan ketika Yesus menyerahkan diriNya di kayu salib.
Sisa roti ada dua belas bakul penuh (ay. 20) mengingatkan kita pada Musa yang
mengumpulkan kedua belas suku Israel.
Yesus sebagai “tuan rumah” yang menjamu orang secara melimpah. Hal ini
mengingatkan kita pada Mzm 23 (Tuhan Gembala yang baik). Hal ini juga mengingatkan kita
pada perjamuan Ekaristi. Pada perjamuan malam. terakhir Yesus tidak memberikan roti
jasmani, tetapi memberikan roti surgawi, yaitu diriNya sendiri. Perjamuan malam terakhir
melukiskan perjamuan surgawi. Rupanya yang ditekankan di sini adalah “persaudaraan dan
persatuan”, di mana Yesus sendiri adalah tuan rumahnya.

Anda mungkin juga menyukai