Anda di halaman 1dari 101

PATROLOGI I

BAPA GEREJA, PATROLOGI DAN PATRISTIK


Sebelum mendalami bidang mata kuliah patrologi, sebaiknya perlu dibedakan tiga hal pokok:

Bapa Gereja, Patrologi dan Patristik, tujuannya agar kita bisa membedakan mata kuliah ini

dengan mata kuliah lain yang sangat erat hubungannya dengan Patrologi. Ketiga termin memiliki

karakter masing-maisng.

1. BAPA GEREJA

Latar Belakang
Termin Bapa telah digunakan pada Perjanjian Lama (Tradisi Yahudi) yang mengarah pada

berbagai arti. Bapa adalah orang yang memimpin keluarga. Bapa juga mengarah pada Patriach

yaitu Bapa dari para Bapa atau Bapa yang dihormati (disegani, dipertuan, kepala suku?);

contohnya Abraham, Isak, Yacob. Abraham dinamai sebagai bapa dari segala bangsa (Kj 17: 4).

“Bapa” juga mengarah pada nenek moyang, yang membawa bangsa Israel keluar dari Mesir.

“Bapa” digunakan untuk mengungkapkan kehormatan atau “dipertuan”; contohnya, orang Israel

menghormati orang-orang farisi dengan “Bapa” yang memelihara tradisi dari nenek moyang

mereka. Penghormatan ini juga diberikan kepada para imam, (bandingkan dengan “Romo” di

Jawa), yang memiliki kewajiban untuk mengajar agama dan liturgi. Juga kita bisa menemukan

nama penghormatan ini dikalangan ahli-ahli taurat yang mempelajari dan mengajar Taurat dan
Hukum. Akhirnya “Bapa” juga diarahkan kepada Tuhan, yang artinya “Tuan/yang dipertuan”,

(Mal 1: 6).

Dalam tradisi Helenistik, predikat “Bapa” diberikan kepada guru (master) yang mengajar fisafat

(Pitagoraci e Cinici) yang memiliki tendensi pengertian yang sama dengan tradisi Israel.

Paulus menyebut dirinya sendiri sebagai “Bapa” yang menurut dia Pewarta Kabar Gembira, (1

Kor. 4: 14-15; Gal. 4: 19; Fil. 10). Kemudian pada jaman sesudah para rasul, kristiani menamai

mereka (para rasul) dengan para “Bapa”, karena mereka memberkan kesaksian hidup, dan

menjadikan mereka sebagai contoh dalam iman dan kebenaran.


Policarpus, dalam suratnya kepada orang Filippi, menyebut uskup sebagai “Bapa” dan

“Papa”; kemudian dalam Sejarah Gereja yang ditulis oleh Eusebus, ditemukan juga “Bapa” yang

menunjuk kepada Imam. Ciprianus menyebut para uskup Alexander dengan para “Bapa”.

Sedang Ireneus lebih suka menggarisbawahi kewajiban atau fungsi “Bapa”, yaitu pemimpin atau

membimbing komunitas; dia juga menyebut para rasul sebagai “Bapa” yang mempunyai

kewajiban untuk mengajar melalui kesaksian hidup. Clemen, Alexander dari Jerusalem dan

Yustinus mengartikan “Bapa” sebagai guru yang tentunya dipengaruhi oleh tradisi helenistik dan

yahudi. Kemudian, Yohannes Krisostomus menyebut imam juga sebagai “Bapa”. Akhirnya
Palladius, dalam bukunya yag berjugul Sejarah Lausica, memanggil para rahip dengan “Bapa”.

Pada abad ke empat, penggunaan “Bapa” lebih jelas berkat berbagai tulisan Basilius dari Cesarea

yang menegaskan bahwa para uskup yang telah berpartisipasi pada consili Neicea adalah para

“Bapa”; mereka telah merumuskan Iman Kepercayaan; Gregorius Nazianzus juga mengatakan

yang sama.

Agustinus dalam polemiknya dengan Donatis dan Palagian, lebih suka menekankan aspek

autoritas “Bapa” dari mereka yang memimpin Gereja. Vincentius dari Lerin menyatakan bahwa

istilah “Bapa” lebih cocok kepada mereka yang mengajar dan berpegang teguh pada iman dan

dalam persekutuan dengan Gereja secara kudus, bijaksana dan mereka berani mati untuk Kristus

dan mengorbankan hidup kepadanya.

Berbagai sumber ini memberikan pengertian “Bapa” lebih luas, bahkan beberapa orang

memberikan daftar para “Bapa”, seperti Eusebius dari Cesarea dalam bukunya Sejarah

Gereja/W6680F4"FJ46¬ÊFJ@\"; kemudian Jirolamus mengikuti jejak Eusebius dengan

bukunya De Viris Illustribus, yang sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Eusebius. Sekitar tahun

480 Jennadius, seorang imam dari Marsiglia, menerbitkan sebuah buku dengan judul yang sama

dengan Jirolamus dan mengikuti daftar yang ditulis olehnya, hanya menambahkan beberapa

“Bapa”. Pada tahun 615-618, Isidorus dari Seviglia juga menerbitkan buku De Viris
Illustribus yang menyajikan kesinambungan para penulis sebelumnya dan menambahkan para

teolog Spanyol. Muridnya, Ildefonsus dari Toledo, juga menulis buku yang juga berjudul De
Viris Illutribus (667); praktis ia mengikuti sang guru dan menambahkan 14 “Bapa” yang lain,

yang semuanya berasal dari Spayol, kecuali Gregorius Magnus.

Di Gereja Timur, buku Jirolamus, De Viris Illustribus sangat populer berkat jasa Sofronius dan

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Di Timur juga

ada Myriobiblon (Perpustakaan) yang ditulis oleh Fotius, memuat berbagai infomasi dari sekitar

280 karya tulis baik itu dari orang kafir maupun kristen yang berisikan riwayat hidup, tempat dan

kritik teks.

Karakter
Melalui berbagai sumber ini, bisa dikatakan bahwa sosok para “Bapa” adalah pengikut para rasul

yang mencakup uskup, imam, diakon, rahip dan martir. Lalu bagaimana dengan awam dan para

janda? Jasa Vincentius dari Lerin membuka suatu gambaran lebih tepat tentang “Bapa”, yang

mengatakan bahwa para “Bapa” adalah dalam persekutuan dengan Gereja, ditandai dengan iman

akan Kristus dan guru dalam iman melalui ajaran-ajaran dan kesaksian hidup yang selalu

dipautkan dengan Kitab Suci dan Regula Fidei. Dengan rumusan ini, “Bapa” mengarah bukan

hanya kepada golongan hirarkis saja atau para rahib, tetapi kepada semua pengikut Kristus.

Tetapi rumusan saja belum cukup, perlu juga menunjukkan karakter dari para “Bapa” ini:

1. Ortodox: mengikuti doktrin yang benar dalam persekutuan dengan Gereja.

2. Kudus dalam Hidup: hidup sesuai dengan Injil dan keselarasan antara ajaran dan contoh

hidup.

3. Pengakuan Gereja: pengetahuan pribadi dan ajaran dari pihak Gereja, walaupun tidak

secara resmi. Pengakuan dari Gereja ini ditunjukkan dengan pengutiban teks-teks baik

itu secara langsung maupun secara tidak langsung (pemikiran dikutib oleh pihak kedua).

4. Purba/Kuno: Menurut para patrolog karakter ini dibagi sebagai berikut: Untuk Gereja

Timur sampai dengan Johannes Damascenus (749); untuk Barat sampai dengan Isodorus

dari Seviglia (636) yang lazim diterima secara umum. Tetapi beberapa menganggap
bahwa akhir dari periode para “Bapa” ini sampi dengan tahun 1050, tahun yang

menyedihkan karena perpisahan Gereja Timur dan Barat.


Jirolamus menegaskan bahwa para “Bapa” adalah juga penulis grejani, karena beberapa

penulis kristiani purba bukan gerejani, misalnya penulis apokrif, tulisan eretik, yang berusaha

untuk memisahkan diri dari kesatuan Gereja, atau mengajarkan ajaran yang tidak ortodox atau di

luar Regula Iman (Regula Fidei). Dengan demikian istilah “Bapa Gereja” adalah yang tepat

untuk penulis grejani ini.

Beberapa para “Bapa Gereja” adalah juga Doktor, yang sebenarnya bukan karakter dari

Bapa Gereja, karena istilah ini tidak memiliki karakter purba/kuno. Memang tidak bisa disangkal

bahwa beberapa dari “Bapa Gereja” adalah doktor, karena Gereja mau mengagungkan dan
menghormati nilai kepribadian mereka yang berjuang gigih untuk iman dan doktrin Gereja. Oleh

sebab itu, Paus Bonifavius VIII adalah yang pertama menggunakan istilah ini pada thun 1295

kepada para “Bapa Gereja” Barat (Latin): Ambrosius, Agustinus, Jirolamus dan Gregorius

Magnus; kemudian Paus Pius V, dalam buku ibadat hariannya pada tahun 1568, juga memberkan

gelar Doktor kepada para “Bapa Gereja” Timur: Atanasius, Basilius Agung, Gregorius

Nazianzus dan Johannes Crisostomus. Muali dari saat itu para “Bapa Gereja” ini dihormati

sebagai Doktor Gereja dari Barat dan Timur.

PATROLOGI
Kosep “Patrologia” berasal dari pater (Bapa) yang dirumuskan pertama sekali oleh seorang

lutheran Johannes Gerhard (meninggal pada tahun 1637), sebagai judul karyanya Patrologia sive

de Primitivae Ecclesiae Christianae Doctorum Vita ac Lucubrationibus (Patrologia sebenarnya

mencari hidup dan karya dari Doktor Gereja Kristen purba), yang diterbitkan di Jena pada tahun

1653. Sebenarnya dia hanya melanjutkan karya dari berbagai penulis sebelumnya yang telah

dimulai oleh Eusebius yang telah disebutkan sebelumya. Bagi kita sekarang, yang penting adalah

termin “Patrologia”.

“Patrologia” bisa dikatakan suatu study sejarah, hidup dan tulisan dari penulis purba/kuno yang

mencakup semua penulis Gereja, baik itu ortodox maupn eretik; dengan demikian perlu
mengetahui leteratur kristen purba/kuno dan situasi pada saat itu, dengan semua metode belajar

dan aspek lain yang perlu untuk mengetahui literatur ini lebih mendalam.
2. PATRISTIK
Patristik mengarah kepada jaman para “Bapa Gereja”, semua yang berkaitan dengan jaman itu:

tulisan, pemikiran teologi dari kristen Purba/kuno; dengan kata lain patristik adalah pembedaan

teologi, sebagaimana pada abad XVII, para teolog luteran dan katolik membedakan teologi:

teologi Kitab Suci, teologi Patristik, teologi Skolastik dan teologi Spekulatif. Tetapi sekarang

lebih berpusat pada study ide dan doktrin para “Bapa Gereja”; suatu teologi yang banyak

berhubungan dengan dogma, sejarah dalam kesatuan dengan Gereja. Bahkan saat ini, semua

disiplin pengajaran Gereja selalu cenderung untuk mengamati pendapat para “Bapa Gereja”.
Dengan demikian menujukkan betapa pentingnya mempelajari Patrologi pada saat ini.

3. PENTINGNYA BELAJAR PATROLOGI


Patrologi adalah pnting karena karya mereka masih sangat aktual dalam perjalanan Gereja

sampai pada saat ini. Untuk menunjukkan urgensi ini, Paus Yohannes Paulus II menegaskan

bahwa sari hidup para “Bapa Gereja” masih tampak sampai saat ini seperti struktur Gereja,

kegembiraan dan kegelisahan perjalanan Gereja dan kehidupan sehari-hari mereka.

Saksi Tradisi
Karakter tradisi adalah memberikan/menyampaikan; menerima; memberikan kesaksian/hidup

berdasarkan apa yang mereka terima. Isi tradisi adalah: Tradisi Issrael, Tradisi Kristen (yang

diperoleh dari Kristus melalui para rasul), sikap Kristiani yang ditandai dengan doa, ekaristi

menjadi regola/cara hidup.

Cara memperoleh Tradisi: berasal dari Kristus sendiri dan kemudian diterima oleh para

Rasul dan Kristiani. Dengan demikian Tradisi adalah menjadi “deposito” yaitu menjadi

tabunga/sumber segala aspek hidup kristiani dan menjadi tempat konsultasi. Tradisi

ini didokumenkan pertama kali yang disebut dengan Didache.

Para “Bapa Gereja” memiliki tempat pertama sesudah para Rasul untuk memberikan

kesaksian Tradisi Kristen, fsn berlangsung sampai pada zaman kita. Kesaksian mereka akan
Tradisi berasal dari sumber atau dekat dengan sumber Tradisi itu, karena beberapa dari mereka

memperolehnya langsung dari para Rasul. Mereka melaksanakan Tradisi ini dalam hidup sehari-
hari, bahkan mereka berani mati untuk memperjuangkannya. Kemudian mereka mengajarkan

Tradisi ini kepada pengikut mereka. Mereka menyatakan iman mereka dan hidup

menurut Regual Fidei dan regula ini dijadikan menjadi kontrol untuk cara hidup. Dengan

demikian untuk mengetahui Tradisi yang benar, langkah yang tepat adalah melihat kembali

hidup komunitas kristiani zaman para rasul da sesudahnya dan mengambil nilai iman untuk

diaktualkan dalam hidup sekarang ini.

Kanon dan Metode Mengerti Kitab Suci


Kitab Suci bersama dengan Tradisi adalah sumber hidup kristen pertama. Pada zaman Jesus,
masih belum ada Kanon Perjanjian Lama, yang berarti Kanon Perjanjian Lama blum tertutup,

belum ada teks resmi tetapi hanya teks manuskrip. Kemudian pada akhir abad pertama, ada teks

Babilon, hasil study sekolah Babilon; kemudian terbit tkes Septuaginta, hasil sekolah Palestina

dan Alexander; dan teks Masoretik, hasil sekolah Jabna. Para “Bapa Gereja” memiliki

Septuaginta dalam tangan mereka dalam bahasa Yunani. Sebenarnya Septuaginta memiliki tiga

tradisi dalam dalam bahasa Yunani, yaitu: Aquila, Simmaco dan Teodotius. Kemudian

Septuaginta diterjemahkan ke dalam bahasa Latin yang dinamai Vetus Latina. Girolamo

membuat study dalam Kitab Suci dan membuat terjemahan Kitab Suci dari teks asli dengan

membandingkan dengan teks yang telah ada, dan terjemahan yang dibuatnya dinamainya dengan

Vulgata. Dengan demikian pada pada abad VI-VII, kita menemukan teks Vulgata dan Vetus

Latina dan para Bapa Gereja menggunakan kedua teks ini.

Pada abad II, telah banyak karya tulis, kemudian lmbat laun dalam komunitas kristen besar,

seperti: Alexander, Cartagine dan Roma, saling menukar informasi yang mereka kumpulkan

yang disebut dengan Perjanjian Baru, kecuali Wahyu yang kemudian ditambahkan. Melalui jerih

payah para “Bapa Gereja” kanon Perjanjian Baru ditetapkan dengan karakter:

1. Apostolik: berasal dari para Rasul atau dari murid para Rasul.

2. Surat Publik dan Liturgi Universal: tidak dikumpulkan surat yang bersifat pribadi atau
rahasia, melainkan dibacakan di berbagai Gereja atau kepada jemaat.

3. Tidak Bertentangan dengan Regula Fidei


Para “Bapa Gereja” mencari metode untuk menjelaskan Kitab Suci, secara khusus hubungan

antara Perjanjian Baru degan Perjanjian Lama. Kunci penjelasan mereka berpusat pada Yesus.

Metode para “Bapa Gereja” adalah Allegory dan Lettery/harafiah. Metode Allegory yang

menjadi kekhasan sekolah Alexander dengan tokoh Panteno, Klemen, Origenes, Eracla,

Dionisius, Teongnotus, Pierius dan Didimus Buta. Sedangkan Sekolah Antiokia mengakui diri

dengan kekhasan Lettery yang dipromotori oleh: Diodorus dari Tarsus, Teodorus dari

Mopsuesta, Yohannes Crisostomus, Teodoretus dari Cirus. Kemudian Barat mengkombinasikan

kedua metode ini. Para “Bapa Gereja” mengetaui baik sekali Kitab Suci dan mereka hidup
menurut buku ini; mereka mengutip begitu saja Kitab Suci secara mudah dan mengalir dalam

tulisan-tulisan mereka. Dengan kedua metode ini, mereka memperdalam Kitab Suci, oleh sebab

itu Paus Pius XII menegaskan bahwa penafsiran mereka adalah suatu intuisi yang lembut

mengenai hal-hal ilahi untuk direnungkan, terlebih-lebih keunggulan mereka dalam mendalami

Sabda Tuhan.

Aktualisasi
Para “Bapa Gereja” adalah tempat pertama dalam inkulturasi iman, karena dalam aktivitas

kehidupan sehari-hari, mereka menghadapi filsafat yang berusaha untuk menyangkal iman

mereka. Melalui metode filsafat itu sendiri, mereka memberikan pertanggungjawaban posisi

iman kristen dan dengan sendirinya mereka mengerti lebih dalam iman mereka melalui

pertolongan dan latar belakang filsafat. Selain itu, mereka juga menggunakan filsafat untuk

mempertahankan (apologi) keautentikan atau ortodox: iman, trinitas, cristologi, ecclesiologi,

antropologi, escatologi dari para filsuf dan bahkan dari para eretik. Metode apologi mereka

selalu aktual dalam perjalanan Gereja untuk mempertahankan dan membela iman di setiap

zaman. Misalnya Agustinus menulis apologi untuk mempertahankan doktrin kristiani dari ajaran-

ajaran yang lebih sesat sekalipun, seperti Akademik. Oleh sebab itu sejak dari awal, Gereja

mempelajari untuk mengekspresikan Kristus, dengan menggunakan berbagai konsep dan bahasa
yang berbeda; juga mereka mencari illustrasi untuk tujuan itu dengan menggunakan
kebijaksanaan filsafat, bahkan mengadopsinya bila hal itu dianggap perlu bagi kepentingan

kehidupan kristiani dan juga untuk esigensi bagi yang terpelajar.

Aktivitas liturgi dan pastoral


Aktivitas liturgi yang paling kuno ditemukan dalam buku Didachè - *Ã*�PZ (doktrin), yaitu

liturgi baptis, puasa dan doa, doa ekaristi. Pada abad pertama sampai abad ke dua, aktivitas

liturgi dirayakan di rumah-rumah keluarga. Sedangkan perayaan ekaristi dikemukakan secara

tertulis oleh Justinus dan Hipplitus. Para wanita juga berpartisipasi dalam perayaan ini. Di dalam

perayaan ini, Kitab Suci dibaca versi Septuaginta, sedngkan Perjanjian Baru masih dalam proses
pembentukan kanon. Pada peropde ini, abad I – II, masih belum ada katekumenat, yang

sebenarnya muncul pada awal abal abad ke tiga. Kalau ada orang yang mau menjadi kristen,

orang tersebut dibawa ke komunitas dengan seorang wali baptis, wanita atau laki-laki, diajar

karitas terhadap para janda, yatim piatu; diajar untuk berdoa, kemudian dibabtis dengan rumus:

Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Pada waktu ini, sudah ada kebiasaan utnuk

membaptis bayi dari keluarga kristen.

Aktivitas pastoral lebih banyak dilaksanakn oleh para awam dengan kesaksian hidup sehari-hari;

kalau mereka dalam perjalanan, mereka menceritakan iman mereka kepada teman seperjalanan,

memberikan kesaksian iman dan tidak jarang banyak orang yang mau menjadi kristen, terutama

para golongan rendah/budak.

Semua ini hanya sekedar untuk menunjukkan betapa perlunya mempelajari para Patrologi pada

jaman kita sekarang ini. Sebagaimana pada jaman mereka, demikian juta dengan jaman kita,

pembedaan nilai-nilai dari praktek hidup memiliki peranan penting, dalam hubungannya dengan

assimilasi dan pemurnian yang dibutuhkan untuk mempertahankan identitas dan mengarah untuk

menampilkan panorama untuk kehidupan saat ini; kekayaan iman kepada manusia zaman

sekarang ini, harus diberikan sekarang dan di sini.

Metodologi
Disiplin yang mendukung untuk belajar Patrologi adalah pengetahuan akan bahasa klasik seperti:

yunani, Siriak, Copto, Armenia, Latin, yang adalah menjadi bahasa teks resmi para Bapa Gereja.
Terjemahan teks-teks ini ke berbagai bahasa modern (Italia, Prancis, Jerman, Inggris dan

Spanyol), sangat membantu kita untuk lebih mudah memahami tulisan-tulisan mereka. Dalam

Patrologi kita juga perlu juga mengetahui situasi politik, sosial - budaya, Filsafat, geografi, cara

hidup pada saat itu, yang sangat berbeda dari abad yang satu dengan abad berikutnya. Sadar akan

hal ini, maka setiap orang bisa menggali nilai-nilai tulisan mereka yang bisa kita hubungkan

dengan setiap disiplin pelajaran yang kita peroleh saat ini; itu berarti bahwa Patrologi memiliki

kaintan erat dengan disiplin lain; dan yang paling utama adalah mengambil nilai-nilai yang bisa

kita kembangkan dalam hidup kita sehari-hari sebagai sorang kristen.


Teks-teks resmi para Bapa Gereja adalah: PL (Patrologia Latina, edisi Migne), PG (Patrologia

Greca, edisi Migne), CCL (Corpus Christianorum Latinorum, edisi Brepols), CCG (Corpus

Christianorum Grecorum, edisi Brepols), CSEL (Corpus Scriptorum Ecclesiasticorum

Latinorum, edisi Wien), GCS (Die Griechischen Christlichen Schriftsteller, edisi Leipzig).

Kemudian berbagai edisi critik seperti: SCh (Sources Chrétiennes, Cerf, Paris); BA (Biblioteca

Ambrosiana, edisi Città Nuova, Roma), NBA (Nuova Biblioteca Agostiniana, edisi Città Nuova,

Roma), BGM (Biblioteca Gregorio Magno, edisi Città Nuova, Roma). Kemudian berbagai

terjemahan bahasa modern.

Rangkuman
Untuk menutup tema ini, kita dengarkan pernyataan dua paus yang telah mengemukakan

perlunya belajar para “Bapa Gereja”. Belajar para “Bapa Gereja” adalah sangat besar manfaatnya

kepada semua, terlebih-lebih mereka yang memiliki keinginan akan perkembangan teologi,

pastoral, spritualitas. Banyak diantara para “Bapa Gereja” yang sesungguhnya menjadi dasar

keauteitikan pembaharuan. Pemikiran Patristik adalah Kristosentrik, adalah contoh bagi teologi

yang hidup dan berkembang, matang untuk menghadapi masalah pelayanan pastoral, contoh

paling baik dalam berkatekese, sumber untuk pengetahuan Kitab Suci dan Tradisi, dan

memberikan contoh identitas kristen yang sebenarnya.

Kepustakaan

Sumber Utama
Agustinus:

De Baptesimo, (CSEL 51).

Contra Iulianum, (CSEL 60).

Didaché, (SC 248).

Eusebius Cesarea:

Historia Ecclesiae, (SC 215, 262,

Fotius:

Myriobiblon, (PG 103-4).


Gregorius Nazianzus:

Orationes, (PG 36).

Ildefonsus Toledo:

De Viris Illustribus, (PL 96).

Ireneus Lione:

Adversus Haereses, (SC 100).

Isidorus Seviglia:

De Viris Illustribus, (PL 58).

Jirolamo:

De Viris Illustribus, (PL 23).

Johannes Krisostomus:

De Laudibus S. Pauli, (SC 300).

Justinus:

Dialogi, (PG 6).

Klemen Alsexander:

Stromateis, (SC 30).

Klemen Roma:
Clementis Epistola ad Corinthios, (SC 167).

Palladius:
Historia Lausica, (PG 34)

Policarpus:

Martyrium Polycarpi, (SC 10).

Vincentius Lerin:

Commonitorum, (CCL 64).

Siprianus:

Epistola, (CCL 3).

Dokumen
Ai professori ed alunni dell’Istituto Patristico “Augustinianum”, AAS 74 (1982).

De patrum ecclesiae studio in sacerdotali instituzione, AAS 82 (1990).

Divino Affant Spiritu, AAS 35 (1943).

Ecclesiam Suam, AAS 56 (1964).

Lett. A sua Em.za il Card. Michele Pellegrino per il centinario di J. P. Migne, AAS 67 (1982).

L’inagurazione dell’Istituto Patristico “Augustinianum”, AAS 62 (1970).

Patres Ecclesiae, AAS 72 (1980).

Sumber Lain-Lain

Bellini E., I Padri nella Tradizione cristiana, a cura di Luigi Saibene, Milano, Jaca Book, 1982.

Bergamelli F., Il Metodo nello Studio dei Padri, in Salesianum, 53, 1991, pp. 19-43

Bosio G., dal Covolo. E., Maritano. M., Introduzione ai Padri della Chiesa, (Secoli I e II),

Torino, Sicietà Editrice Internazionale, 1995.

dal Covolo E., Triacca, A. M., Lo Studio dei Padri della Chiesa oggi, in Biblioteca di Scienze

Religiose, 96, Roma, 1991.

dal Covolo E., I Padri della Chiesa maestri di formazione sacerdotale, in Salesianum, 55, 1993,

pp. 133-46.

Drobner H. R., Lo Studio dei Padri della Chiesa oggi, in Salesianum, 53, 1991, pp. 1-148, 219-
72.

Drobner H. R., Patrologia, Casale Monferrato, 1998.


Hamman A., Padre, Padri della Chiesa, in Dizionario Patristico e di Antichità Cristiane, II,

diretto da A. di Berardino, Casale Monferrato, Marietti, 1994, pp. 2562s.

Hamman A., Patrologia, Patristica, in Dizionario Patristico e di Antichità Cristiane, II, diretto

da A. di Berardino, Casale Monferrato, Marietti, 1994, pp. 2708-18.

Metzger B. M., The Canon of the New Testament, Its Origin, Development, and

Significance, Oxford, Clarendon Press, 1997.

Pasquato O., Studi patristici e discipline storiche, in Salesianum, 53, 1991, pp. 45-88.

Schrenk, Quell, Patér, in Theological Dictionary of the New Testament, V, edited by Gerhard
Friedrich, translator and editor Geoffrey W. Bromiely, Michigan, Grand Rapids,

1993.

Schürer E, A History of the Jewish People in the Time of Jesus Christ, I, translated by Sophia

Taylor and Peter Christie, Edinburgh, T & T Clark, 1995.

Siniscalco P., Patristica, Patrologia, in Augustinianum, 20, 1980, pp. 383-400.

Triacca A.M., L’uso dei “loci” patristici nei documenti del concilio Vaticano II: un caso

emblematico e problematico, in Salesianum, 53, 1991, pp. 219-272.

Quasten J., Patrology, I (The beginnings of Patristic Literature, From the Apostles Creed

to Irenaeus), Westminister, Maryland, Christian Classics, 1992. Traduzione in

Italiano, Casale Monferrato, Marietti, 1992.


AGAMA PAGAN
1. Agama populer
Agama populer adalah politeisme, pluralisme. Misalnya platonisme mengatakan bahwa hanya

ada satu prinsip di dunia ini. Jadi lebih mengarah pada politeisme e animisme. Praktek agama ini

memiliki masalah seperti: kehidupan, kematian, kehidupan sesudah kematian, sex. Praktek ini

sudah ada sejak jaman Plato/Socrates, yang memiliki ritus dengan tujuan untuk masuk ke dalam

kehidupan sesudah kematian. Lama kelamaan, mitos ini menjadi filsafat dengan metode
allegoria, misalnya Omerio, yang pada abad pertama sampai abad ketiga mendapat tempat pada

filsafat Stoicisme.
2. Agama Pagan
Agama pagan adalah suatu ritus kota, tidak ada hubungan personal dengan Tuhan. Setiap kota

memiliki ritus tersendiri yang tidak ada hubungannya dengan kota lain. Ritus ini befungsi untuk

keselamatan kota dan melindungi kota dari yang jahat, dari serangan musuh. Akibatnya mereka

yang tidak berpartisipasi akan ritus ini, berarti melawan kota, bahkan mendatangkan mala pada

kota. Pada abad-abad pertama, orang kristen dan yahudi tidak berpartisipasi akan ritus kota, tidak

memberikan persembahan, sehingga mereka dituduh penyebab mala yang ada di kota. Kemudian

dari jaman Alexander, ritus kaisar masuk ke seluruh kota jajahan romawi, dengan demikian
kaisar disebut dengan Divus Caesar= kaisar adalah dewa yang tampak di dunia atau penjelmaan

dewa. Lagi-lagi orang kristen dan yahudi menjadi korban akan ritus ini, karena mereka tidak mau

menyembah kaisar walau mereka berdoa untuk kaisar dan kota.

Etika-agama: Suatu agama, tidak memberikan cara hidup, tetapi filsafat memberikan etika.

Dengan demikian, para bapa gereja menolak agama pagan dan mengambil ajaran filsafat

terlebih-lebih pemikiran Cosmogono yang mengajarkan bahwa Tuhan adalah roh, suatu sostanza

yang berbentuk api dan sostanza rasional. Dari api ini lahir udara, air dan tanah; jadi tidak ada

penciptaan, melainkan panteisme (partisipasi pada api), karena semua natura adalah percikan

dari api ini, dari logos ini, dan berkembang ke ciptaan lainnya.

Tujuan hidup/nasib: Setiap agama memiliki takut akan hidup sesudah kematian. Dengan

demikian perlu pertolongan dari astrologi, keajaiban, majik, kurban.

YUDAISME

1. Tujuan
Tujuan untuk argumen ini adalah: karena akar agama kita adalah agama yahudi; orang kristen

yang pertama adalah mereka yang bertobat dari agama yahudi, membawa tradisi mereka dan

mentransformasikan ke dalam agama kristen; para bapa-bapa gereja menulis polemik mereka

dengan agama yahudi, beberapa dari mereka mengetahui yudaisme (misalnya Hironimus dan
Justinus) tetapi yudaisme modern (sesudah 70, jatuhnya Jerusalem), akan tetapi beberapa dari

mereka tidak mengetahui secara langsung karena mereka tidak mengetahui bahasa ibrani, aram;
artinya mereka mengetahuinya dari mereka yang bertobat menjadi kristen dan dari polemik

mereka; para bapa gereja perlu mengetahui yudaiseme untuk menentukan canon kitab suci,

misalnnya untuk membedakan pseudoepigraf – apocrif yang akhirnya memberikan perbedaan

jumlah kitab suci antar kristen dan katolik. Peran Filone yang menafsirkan Kitab Suci secara

allegory sesudah tahun 70 menjadi penemuan baru yang kemudian banyak diikuti para bapa

gereja. Kemudian penemuan manuskrit di Qumran (46/7) yang memuat regula hidup monastik

dari abad kedua sebelum Kristus sampai dengan kehancuran Jerusalem (70).

2. Beberapa tradisi yudaisme


1 Targum: suatu tradisi ibrani yang diterjemahkan dalam berbahasa aram, karena pada waktu

Jesus, ibrani adalah bahasa tulisan, sedangkan bahasa aram adalah bahasa sehari-hari

yang dibawa dari pembuangan Babilon. Dalam Sinagoga kitab suci dibaca dalam bahasa

ibrani, kemudian diterjemahkan atau dikotbahkan dalam bahasa aram, atau diberi

penjelasan dalam aram.

2 Rabbiniche: rabbi, yaitu guru hukum, atau ahli hukum tetapi mengajar di sekolah para

kaum farisi.

3 Saduci: kelompok para imam.

4 Esseni: mereka yang memiliki hidup monastik.

5 Zelot: kaum politkus atau revolusi politik.

6 Farisi: kelompok yang terpisah dari komunitas dengan tugas untuk memelihara torah (613

praturan), mengontrol kehidupan sehari-hari yang menentukan makanan halal atau tidak

halal. Pada zaman Kristus, grup ini memiliki pengaruh yang sangat besar di sinagoga,

kaena mereka mengajar di sini. Disampaing memelihara perintah-perintah, mereka juga

menjaga tradisi oral yang mereka katakan berasal dari Musa dan Yosua serta para nabi.

Farisi ini juga yang membuat hukum: misalnya hari sabtu, tidak bisa bekerja. Contoh:

ayam yang mengkais pada hari sabtu, kalau dipotong, harus dihalalkan dulu karena telah
bekerja dengan mengkais pada hari tersebut.
7 Midrash: tradisi oral yang diterima kaum farisi dari Musa, Yosua dan para nabi. Sinagoga

yang besar membentuk hukum yang membaginya dalam dua bagian: halakah dan hgadah.

8 Halakah: halag= berjalan, yang mencakup semua hukum, liturgi, moral, praktek kehidupan

sehari-hari.

9 Hagadah: sejarah teologi, menceriterakan secara teologi. Kaum farisi mengajarkan ini

semua dengan hafalan. Sampai pada abad kedua, belum ada kodexs hukum, dan semua

ajaran ini dilakukan secara oral, lagipula pada tahun 70, semua kodex dimusnahkan.

10 Misnah: tradisi oral yang pertama dibukukan pada tahun 210 yang berusaha
mengumpulkan semua tradisi oral.

11 Midrashim: pada abad III, misnah dihubungkan dengan kitab suci dan dijadikan buku.

12 Tannaim: mereka yang mempertahankan tradisi midrash.

13 Moraim (200-400): rabbi yang mengomentari misnah.

14 Talmud Palestina (400): memberikan dua komentar misnah dan teks misnah di tengah.

15 Talmud Babilonia (500): juga memberikan dua komentar dan teks misnah di tengah.

16 Midrash besar: kumpulan talmud palestina dan talmud babilonia.

17 Homili: Sinagoga memiliki hubungan erat dengan kekristenan, karena didirikan sesudah

tahun 70, yang didirikan atas misnah. Akan tetapi sesudah tahun ini fungsi sinagoga

menjadi umum: tempat berdoa, sekolah pada anak-anak (sekolah minggu/katekese),

pertemuan sosial (SSV). Sedangkan ritus bacaan: bacaan dari Pentateukh dilanjutkan

dengan bacaan dari nabi-nabi atau kebijaksanaan dan kemudian sampai pada torah.

Homili yang dibuat adalah semua mengarah kepada puncak yaitu torah. Kadang-kadang

homili dimulai dengan pertanyaan, kemudian jawaban diberikan dalam bentuk homili.

Kristus juga kadang-kadang melaksanakan bentuk homili ini. Liturgi kita sebaliknya, injil

menjadi titik memulai kotbah dan semua bacaan lain dihubungkan dengannya, kalau itu

mungkin.
Para bapa gereja menggunakan sumber misnah dan midrash atau sumber kedua, karena mereka

tidak mengetahui bahasa aram dan ibrani.


3. Sejarah yudaisme (70-abad III)
Sesudah kehancuran Jerusalem (70), orang-orang yahudi melarikan diri ke berbagai daerah

seperti: Mesir, Mesopotamia, Arab, Babilonia. Sementara itu di Mesir waktu itu ada sinagoga

tetapi di tempat ini tidak bisa mempersembahkan korban. Agripa II (Kisah Para Rasul)

meninggal dan digantikan Titus dan membangun kekaisaran secara besar-besaran dan juga

membangun kembali Yerusalem tetapi tidak menggunakan nama Yuda, karena nama ini

dianggap kotor/najis. Titus juga membangun kekaisaran romawi. Dalam teologi yudaisme,

sangat kuat akan apokaliktus, yaitu akhir dari dunia. Orang yahudi yang melarikan diri dari
Yerusalem, banyak yang bertobat menjadi kristen, kebanyakan dari mereka adalah berasal dari

kelompok farisi. Sementara itu kaum saduci juaga melarikan diri dan tidak ketinggalan juga

kamum esseni yang harus lari dari biara mereka. Kaum farisi menafsirkan kehancuran

Yerusalem dengan mengatakan bahwa kejadian ini adalah hukuman Tuhan karena orang yahudi

tidak melaksanakan hukumnya dan adanya pertentangan dalam kalangan yahudi. Dengan

demikian mereka menciptakan perdamaian di antara mereka; mereka mendirikan komunitas yang

baru degan pelaksanaan hukum secara ketat. Seorang rabbi meminta ijin kepada Titus untuk

membangun pusat studi di Yabne yang kemudian menjadi pusat yahudi untuk membentuk para

rabbi. Yabne menjadi pusat untuk mengontrol semua doktrin (bandingkan dengan Vatikan).

Sinagoga tidak berfungsi lagi seperti sinagoga yang Yerusalem (sebelum tahun 70), karena di

dalamnya tidak bisa dipersembahkan korban, tetapi berfungsi sebagai: pusat sosial, pusat doa,

spiritualitas, politik. Mereka berpendapat bahwa dimana dua atau tiga orang belajar hukum, di

situ hadir Tuhan. Dengan demikian Yabne menjadi pusat ajaran Yahudi.

Kemudian dalam perjalanannya, muncul juga grup fondamentalisme (yang disebut haberim).

Kelompok ini menutup hubungan dengan elenisme, menutup kanon kitab suci pada abad II yang

menyingkirkan penafsiran Filone dan buku apokrif. Pada saat ini, di Palestina terutama di Galilea

dan Cesarea, banyak orang yunani, tetapi orang yahudi menutup pintu kepada mereka dan
mengkleim bahwa Yabne adalah Jerusalem baru.
Pajak: orang yahudi harus membayar pajak kepada kaisar dan mreka yang ada di diasprora juga

harus membayarnya.

Tanah, adalah sangat penting bagi orang yahudi, karena ini adalah perjanjian Tuhan bagi mereka,

(bandingkan dengan pertentangan tanah antara palestina – Yahudi pada saat ini).

Pada pemerintahan Traianus (112-113) dan Adrianus (117-135), bangsa yahudi kembali dalam

situasi sulit, karena banyak mereka disingkirkan dari Yabne. Mereka yang ada di diaspora,

berusaha melaksanakan revolusi, tetapi mereka gagal. Dengan demikian banyak dari mereka

melarikan ke berbagai tempat di sekitar timur tengah.


Rabbin Akiba: adalah seorang yang menikah dengan seorang gadis yang pintar, kemudian

mengajarnya untuk menulis dan membaca, kemudian menjadi rabbi yang akhrinya mati sebagai

martir yang mempertahankan palestina dari kekaisaran romawi. Seorang lain yang bernama Bar

Koh Bar adalah politicus yang berasal dari Yabne yang berusaha mempersatukan politik-agama.

Ia mengumpulkan 500.000 pengikut yang menganggapnya sebagai messiah. Orang kristen yang

tidak mempercayainya sebagai messiah tidak ada yang menjadi pengikutnya dengan akibat

bahwa kristen dituduh penghianat. Kelompok ini membuat perang selama tiga setengah tahun

melawan kekaisaran womawi. Julius yang diutus kaisar untuk melawan kelompok ini, mencegah

perang terbuka, mereka mengelilingi kota tanpa memerangi dan membiarkan mereka mati

kelaparan.

Sampai pada zaman kekaisaran Adrianus, orang yahudi belum memiliki hak, mereka tidak mau

mempersembahkan korban kepada kaisar, hanya berdoa kepada kaisar seperti yang dilakukan

oleh orang kristen. Sesudah tahun 135, pursat yahudi bukan Yabne lagi, melainkan di Galilea,

Uska. Rabbin Simon, putra Gamaliere II dan rabbin Mair, putra Akibah adalah rekotor pusat

sekolah. Kaum farisi yang memisahkan diri dari penduduk, tetap mempertahankan tugas mereka

untuk mengajarkan hukum dan halal tidak halal. Sampai pada saat ini, orang yahudi hanya bisa

ke Yerusalem satu kali satu tahun untuk menangisi tembok pertangisan.


Penderitaan orang yahdi praktis sama dengan penderitaan orang kristen dan berlangsung sampai

pada zaman Konstantinus, saat adanya damai antara kiriten dan kekaisaran. Alasannya: bagi
orang romawi, kisten adalah satu sekte dari yudaisme, dengan demikian, kekaisaran romawi

memperlakukan kristen sama dengan orang yahudi yaitu dalam penganiayaan, (bandingkan

dengan kristen-katolik di mata kaum muslim). Tetapi orang kristen memberikan simpatik kepada

orang yahudi dan pada waktu Yabne adalah pusat orang yahudi, banyak orang kristen yang

bertobat ke yudaisme dan sebaliknya.

YUDAISME-KRISTIANISME
Yudaisme-kristianisme adalah suatu agama/sekte yang berasal dari orang yahudi yang bertobat

menjadi kristen, tetapi mereka tetap memelihara hukum Musa. Yesus menyebutkan kelompok ini
di dalam:

1 Matteus: pada kotbah di bukit: “Saya tidak datang untuk menghapuskan hukum, melainkan

untuk menyempurnakannya.”

2 Juga ditemukan dalam buku Kisah Para Rasul, pada saat konsili di Jerusalem.

Komunitas Yerusalem memulai perlawanan kepada kekaisaran romawi sejak pada tahun

68, dan pada waktu Yerusalem dihancurkan, komunitas ini melarikan diri ke lembah sungai

Yordan, tepatnya di Pella. Yacob adalah uskup pertama Yerusalem dan menjadi pemimpin para

rasul pada tahun 62. Kelompok (yahudi kristiani) ini dituduh tidak tunduk kepada kaisar karena

mereka adalah orang yahudi dan orang yahudi sendiri menuduh mereka penghianat.

Organisasi ini tidak begitu sistimatis, sehingga kelangsungannya tidak bertahan lama.

Walaupun demikian, melalui uskupnya Yacob menahbiskan 72 murid (di`daska,loi) dan untuk

menjadi uskup dibutuhkan persiapan selama 6 tahun. Mereka memberikan pertentangan kepada

surat-surat apostolik. Kelompok ini adalah anti paulus, karena dia mengemukakan

pembenarannya kepada umat di Galatia. Pada konsili Yerusalem pada tahun 41, masalah yang

dibicarakan adalah bukan hukum, melainkan kebenaran akan ke-meisasan Kristus. Sedangkan

Kisah Prara Rasul 7, tidak sepenuhnya dari Stefanus, melainkan dari Yacob. Paulus menamai

Yacob dengan Simon, karena kepala eresia waktu itu adalah Simon Magis. Menurut kelompok
ini, Paulus berusaha membunuh Yacob dan Paulus tidak benar melihat Kristus melainkan hanya

penglihatan setan. Kelompok ini menolak buku Kisah Para Rasul dan memelihara tradisi.
Ajaran-ajaran mereka:

1 Kristologi: Yesus adalah nabi, yang disejajarkan dengan Musa yang harus didengarkan.

Yesus juga sebagai Messiah, yang tidak hanya mengajarkan kebangkitan melainkan dia

sendiri adalah kebangkitan, karena dia bangkit, kemudian akan kembali sebagai hakim;

mengajarkan perlunya baptisan, mengutamakan missi kepada orang-orang pagan,

memelihara hukum Musa. Sadic adalah nama kedua bagi Yesus yang artinya orang benar

atau kebenaran, tetapi tidak percaya akan pre-esistensi dan kelahiran dari perawan Maria.

Mereka menghindarkan kurban seperti di Yerusalem dan menggantinya dengan ekaristi


yang dilambngkan dengan darah Kristus. Mereka mengadakan ekaristi dengan roti dan air

yang didasarkan pada surat Yohannes. Kelompok ini adalah milleniaris, Yesus seperti

malekat. Krustus adalah superior dari Musa, tetapi hukumnya masih tetap berlaku karena

Siani dan Golgota adalah satu; Yesus adalah Adam yang baru, tetapi Tuhan hadir dalam

diri Yesus bukan Yesus dalam diri Tuhan; Yesus adalah penjelasan dari hukum Musa.

2 Pesan Yahudi-kritiani: Jesus adalah bertentangan dengan kurban di mesbah Yerusalem,

akibatnya dia duhukum mati oleh orang yahudi. Kurban Yesus Kristus diganti dengan

ekaristi dan juga dengan baptisan, dan penghancuran Yerusalem adalah sebagai hukuman

Tuhan (sama dengan pendapat orang farisi).

3 Profetik: tidak semua nabi diakui sebagai nabi. Mereka membedakan nabi palsu-benar,

positv-negaiv, laki-laki (Adam, Musa, Isak, Jacob, Abel, Yesus, Petrus) – perempuan

(Eva, Cain, Ismael, Esau, Aron, Johannes Pembaptis, Paulus). Nabi perempuan tidak

semua palsu melainkan campuran. Pada abad I-II, telah dipertanyakan kedudukan kanon

Perjanjian Lama, dengan demikian ada banyak pendapat yang berasal dari sekte-sekte

yang berkembang pada saat itu. Marcionis: praktis mengesampingkan semua Perjanjian

Lama dan menerima hanya beberapa Perjanjian Baru seperti Lukas dan 10 surat apostolik

Paulus. Gnostisisme: Hanya menerima Perjanjian Baru. Valentinaisme: Menerima


sebagian Perjanjian Lama yang berasal dari Tuhan.
4 Hukum: adalah untuk berbuat baik, melarang yang bersifat darah (makanya ekaristi

dilakukan dengan air) tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki dosa besar, baptisan

adalah asal mula gereja, kebebasan pada nafsu.

5 Kekhasan lain: mereka menyebut diri sebagai perawan, bukan secara daging melainkan

secara spiritual; memelihara tradisi hari sabtu dan pesta orang-orang yahudi;

melaksanakan puasa; menikah dengan umur muda; monogami; memiliki aktivitas missi;

tidak memiliki dosa asal; anti marcionisme dan gnosticisme.

Kelompok ini sudah tiak ada lagi sesudah abad ketiga.

GNOSTICISME

1. Sumber
Dari tahun 1400-1950, kita mengetahui gnosticisme hanya melalui baba-bapa gereja yang

berusaha untuk melawannya. Tetapi sesudahnya, kita juga memiliki sumber lain, karena

tahun1947 ditemukan Nagahamadi di Mesir yang berisikan teks-teks asli gnosticisme. Itu berarti

bahwa sekarang kita mempelajari gnosticisme langsung pada sumbernya, bukan hanya dari orang

kedua, walaupun itu juga perlu.

2. Perlunya mempelajari gnosticisme


Para bapa gereja pada abad I-III, berusaha untuk melawan ajaran gnosticisme, untuk itu kita

perlu mengetahuinya ajaran dan akibatnya untuk mereka.

3. Problem mempelajari Gnosticisme


Para ahli belum sependapat akan karakter gnosticisme. Bultman misalnya mengatakan bahwa

gnosticisme adalah pra-cristiani yang dijiwai Perjanjian Baru, terlebih-lebih dalam Yohannes dan

surat-surat Paulus. Hugo Bianchi (1951) menerbitkan Nagahamadi dan berkesimpulan bahwa

gnosticisme persisnya pada abad I-II, dan menyangkal pendapat Bultman akan pra-kristiani;

lebih lanjut dia mengatakan bahwa gnosticisme bukan kristiani (pra-kristiani); gnosticisme bukan

suatu kesatuan, karena banyak sekte dan penebus dan ditebus bukan ajaran gnosticisme; tentu
ada pengaruh Perjanjian Baru dan pada saat ini gnosticisme dikenal sebagai eresia, suatu agama

yang pararel dengan kristianisme. Pezzi Grossi, Barbara Alan dan Manlio Simonetti berpendapat
bahwa gnosticisme adalah eresia kristianisme. Maria Grazia Mara menambahkan bahwa

Gnosticisme adalah percampuran kristianisme, yudaisme dan elenisme.

4. Asal usul
Dalam buku gnosticisme, kita bisa menemukan kumpulan ajaran yudaisme, elenisme, agama-

agama timur, kristianisme. Mereka mengambil sana sini ajaran agama-agama ini yang menarik

bagi mereka. Mereka juga mengumpulkan ajaran-ajaran filsafat platonisme dan majik. Prosesnya

adalah sebagai berikut: di diaspora, beberapa orang-orang yahudi disingkirkan dari komunitas

dengan berbagai alasan, kemudian mereka menerima ajaran elenisme, ciristiani dan unsur-unsur
lain yang telah desebutkan sebelumnya, kemudian mereka memfilternya dan merumuskannya

menjadi suatu ajaran yang mirip dengan ajaran kristianisme, yudaisme atau agama lain. Ireneus

mempelajari persamaan gnosticisme – kristianisme dan mengatakan kepada paus Victorius

bahwa orang-orang ini (kelompok gnosticisme) bukan kelompok kita, mereka mendekati

kristiani dan sangat berbahaya. Pada waktu itu di Roma telah banyak pengikut gnosticisme.

Ireneus kemudian mengatakan bahwa gnosticisme adalah kelompok yang mrip dengan

kristianesimo dan berusaha mempengaruhi kristiani. Ireneus akhirnya menyatakan bahwa

Gnosticisme adalah eresia; yang kemudian menjadi sekte lain: manicheisme.

5. Eskatologi
Ajaran eskatologi gnosticisme kita peroleh dari Ireneus. Eskatologi bagi gnosticisme adalah

emanazisme artinya: berfungsinya kembali kepribadiannya sesudah kematian melalui cahaya

yang berfungsi sebagai penebus, penerang untuk membangunkan jiwa dari tidurnya untuk

mengenal dirinya kembali seperti kehidupannya di dunia. Kebangkitan tidak mungkin karena

kepercayaan mereka akan emanasi/penerangan kepada jiwa, bersifat indifidual, melalui ritus

majik. Dengan demikian menciptakan kebingunan kepada kristiani.

6. Teologi
Clemen mengemukakan teologi gnosticisme degan mengatakan bahwa ide akan Tuhan tidak bisa
diketahui, materi adalah jahat dan sumber akan kehancuran. Cara membebaskan diri dari yang

jahat adalah melalui pengetahuan; tuhan adalah emanasi/penerangan.


7. Kristologi
Krustus bisa sebagai Yesus, bisa semagai terang atau apa saja yang bisa mebangunkan jiwa.

Kristus berobah menjadi Yesus pada saat pembaptisannya, pembebas pada saat kebangkitannya,

Kristus terpisah pada saat kematiannya. Seblum baptisannya, dia buan Yesus, teapi sesuatu yang

turun dari langit. Sesudah baptisan dalam dirinya ada dua pribadi. Mereka menafsirkan Kitab

Suci secara allegory, menolak beberapa buku Perjanjian Lama, Injil bukan sabda Tuhan

melainkan pewahyuan/rivelasi, kaena murid-mudrid Yesus menulis kitab ini secara rahasia.

8. Gereja
Mereka tidak memiliki oraganisasi karena bersifat dindividual dan pneumatik. Beberapa sekte

memiliki sakramen, simbol, baptisan, perminyakan, krisma, perkawinan.

9. Beberaka skte besar gnosticisme:


1 Valentinianus: Tuhan adalah super, tidak bisa diketahui (platonisme). Untuk sampai

kepada penciptaan, Tuhan memiliki tingkatan yang lebih rendah. Tingkat pertama ada 4

(Nous/intelligen, Alitheia/kebenaran, Aogos/sabda, zoé). Tingkat kedua ada 10 (Bythyos,

Ageratos, Antofilos, Acinito, Monogenes, Mivis, Henosis, Hedone, Sincresis). Tingkat

ketiga ada 12 (Paracleto, Patricos, Metricos, Ainos, Ecclesiasticos, Theletos, Pistis,

Ephys, Agape, Synesis, Macarieto, Sofia). Tingkat yang lebih rendah adalah Achamod

dan kemudian Demiurgo yang adalah pencipta dunia. Dunia dibagi menjadi tiga: tingkat

yang lebih tinggi adalah langit yang adalah tempat para malaikat yang bersifat spiritual;

di tengah-tengah adalah dunia hidup yang memiliki kemungkinan untuk memilih dunia

atas dan bawah; dan tingkat yang lebih rendah adalah material yang tidak memiliki lagi

kemungkinan untuk emanasi.

2 Simoniana: berasal dari Simon Magus yang ditemukan dalam Kisah Para Rasul, orang

Samaria. Ajarannya adalah sinkretisme yudaisme, kemudian pada abad ke dua, sesudah

berkontak dengan kristiani, dia disebut sebagai penebus. Dia didampingi oleh seorang
perelmpuan yang bernama Elena.
3 Minander: pada akhir aabad I yang mengajar di Antiokia dengan ajaran: Tuhan diak dapat

dimengerti, menciptakan para malaekat yang menciptaka dunia. Kita mengenal orang ini

dalam surat kepada Kolose dan Ibrani. Menurut sekte ini, Kristus kadang-kadang

menampilkan diri sebagai malaekat, Kristus adalah pencipta malaekat. Yang jahat berasal

dari malaekat.

4 Saturninus: pada tahun 125. Pencipta dunia adalah salah satu dari malaekat. Kristus

terpisah dari Yesus, Kristus memusnahkan Tuhan Perjanjian Lama.

5 Basilide: menerima tradisi rahasia dari Mattias, rausl, yang telah menerima rahasia yang
sama dari Yesus. Dotrinnya adalah pessimisme, penebusan Yesus adalah membebaskan

diri dari reincarnasi yang praktis diambil dari budhisme. Moral adalah kasih kepada

semua hal, karena semuanya memiliki hubungan dengan manusia, tidak menginginkan

apapun, tidak membenci apapun, Tuhan hadi ralam: nous, logos, pemikiran dan

kebijaksanaan. Dari Tuhan sampai dengan tingkat paling bawah (para malaekat) ada 360

tingkat dan kepala dari malaekat menciptakan dunia. Asal yang jahat adalah malaekat,

dan Tuhan mengutus Kristus untuk membebaskan manusia dari kungkungan jahat

malaekat.

6 Carpocrates: Manusia harus melakukan setiap jenis yang jahat, dengan demikian

dibebaskan. Yesus adalah hanya manusia, anak dari Yosep, tetapi memiliki kekuatan

yang bisa menyelamatkan.

7 Marcione: pada tahun 140 mendirikan sekte yang membedakan tuhan Perjanjian Lama

(pencipta)– Perjajian Baru (baik). Yang jahat berasal dari tuhan PL. Marcione

menciptakan kanon, tetapi hanya menerima Lukas dan 10 surat Paulus. Sekte yang

didirikannya menjadi model bagi semua dan juga menahbiskan imam perempuan.

Doktrin: tuhan yang benar tidak bisa dikeal, hanya melalui Kristus. Tuhan benar ini

membebaskan manusia bukan dari dosa dan jahat melainkan kemalangan dari PL/dari
yang lampau. Yesus adalah storis dalam arti mati dan darahnya menebus bukan dosa

melainkan dari kekuasaan PL. Marcione mengenal PL tetapi menyingkirkannya, karena


kitab ini hanya pedagogi untuk Kristus. Marcione mengambil aliran Paulus, karena

Paulus mengatakan bahwa hukum tidak ada lagi dalam arti sudah dibebaskan dari

kungkungan hukum PL. Aliran ini ditekankan gereja lateran yang memegang surat Paulus

kepada romawi. Mengambil lukas, untuk menekankan perkawinan yang ditekankan Injil

ini (bab 19); Marcione percaya akan perkawinan. Menyangkal tradisi.

8 Apelles: murit Marcione, tetapi menerima PL, tetapi penuh dengan kesalahan; jiwa adalah

percikan ilahi (stoicisme).

SEJARAH EKSEGESE

1. Asal usul
Eksegese telah dimulai dari PL; para penulis Kitab Suci PL itu sendri melakukan

eksegese dengan re-eksegese/menafsir kembali, dengan tujuan untuk mengaplikasikan kebutuhan

para pendengar. Misalnya pada jaman para nabi: ada bacaan misalnya dari pentateukh, kemudian

ada penafisran yang diberikan oleh para nabi untuk melihat ke masa yang akan datang.

Kemudian sesudah jaman para nabi, penafisran kembali, artinya untuk melihat zaman para nabi

dan mengaplikasikan dengan pendengar pada waktu itu dan selalu melihat ke masa yang akan

datang (Messiah). Kadang-kadang penafsir ulang menambahkan sesuatu dalam teks asli, dengan

demikian kita harus jeli melihat redaksi, teks tambahan; karena waktu penafsir berbicara,

terlebih-lebih para nabi, para murid mereka menulis tafsirannya. Demikian juga pada zaman

Yesus, hal yang sama selalu tetap terlaksana.

2. Arti dibalik tkes/sesungguhnya (sens plenior)


Membaca teks dan menafsirkannya dalam likup para pendengar; kemudian penafsir memberikan

kemungkinan arti kemungkinan lain yang mungkin dimaksudkan oleh penulis teks. Atau bisa

saja terjadi bahwa arti yang diberikan panafsir tidak dimaksudkan oleh penulis teks. Untuk

memberikan pengertian yang sebenarnya, perlu menggunakan metode storis, melihat teks secara

historis uantuk melihat arti yang dimaksud oleh penulis.

3. Berbagai sekolah eksegese


1 Zaman Yesus: pada zaman Yesus, orang yahudi memiliki berbagai sekolah eksegese.

Misalnya midrash rabbin yang menafsirkan Kitab Suci dan mengaplikannya pada situasi

pendengar pada waktu itu. Sekolah settaria: mengutip teks Kitab Suci dan

mengaplikannya pada pendengar. Bagi mereka Kitab Suci memiliki arti yang

tersembunyi, jadi perlu dibukan oleh penafsir untuk para pendengar.

2 Sekolah Alexandria: diprakarsai oleh Filo yang memberikan penafsiran Kitab Suci dengan

berdasarka Filsafat. Dikatakan bahwa agama yahudi bagaikan sekolah filsafat dan

menghubungkna Kitab Suci Perjanjian Lama dengan teks stoicisme dan platonisme.

4. Metode yang digunakan kristen


Kristen pada abad pertama menafsirkan Kitab Suci sangat berbeda dengan yahudi, karena PL

dibaca dengan titik keberangkatan Kristus; yaitu dalam terah Messiah, Kristus bangkit, dalam

arti semua penafsiran selalu dihubungkan dengan keselamatan yang dibawa Kristus. Sedangkan

orang yahudi menafsirkan PL da membicarakan Messiah, Kristus. Orang krsten menggunakan

dua metode eksegese: allegory dan letteral, yang kemudian menjadi kekhasan para bapa gereja

untuk menafsirkan Kitab Suci. Pada abad kedua, ada dua sekolah eksegese, dan masihng-masing

sekolah mengklaim diri dengan kekhasannya masing-masing. Tetapi sebelum didirikannya

sekolah ini, Ireneus dan Justtinus martir telah melaksanakan metode allegory dan literal untuk

menafsirkan Kitab Suci.

5. Sekolah Alexandria (Allegory)


Clement adalah pendiri sekolah sekolah Alexandria, mengenal baik Filo, puisi yunani, filsafa

yunani. Dia adalah orang pertama kristen yang menampilkan kultur yunani kada kristiani, yang

melihat kekayaan filsafat yunani untuk kultur kristiani. Sebelum Clement, Filo telah

memperkenalkan kultur yunani pada kultur yahudi.

Sesudah Clement, Origenes menampilkan metode Allegory yang lebih cocok untuk menafsirka

Kitab Suci. Clement memiliki kekhasan untuk menafsirkan Kitab Suci dengan tipologi dan
symbol, yang menurut Origenes adalah bagian dari Allegory. Allegory berasal dari bahasa

yunani (a,lla` a,goru,ein: melihat yang lain/melihat dibalik teks). Origenes juga mengenal Filo,
sehingga kedua bapa ini memiliki latarbelakang Filo. Origenes mengatakan bahwa PL adalah

sabda tuhan (untuk melawan gnosticisme) yang diterangi oleh Roh Kudus, dan Kristus sendiri;

juga menerangi hukum Musa, dan kalau ditafsirkan secara letteral (harafiah) tidak akan

membuka arti dibalik dari teks itu. Paulus telah menjelaskan secara allegory hukum Musa, yaitu

orang ibrani tidak sanggup mengerti kemuliaan yang tersembunyi pada hukum Musa, (I Kor. 3:

14). Artinya bahwa PL masih tersembunyi dibalik kerudung, keilahian PL masih tersembunyi

dengan demikian perlu disingkapkan, terlebih-lebih arti spiritual dan moral. Bagi Origenes,

membaca Kitab Suci bukan arti lettral tetapi allegory. Ia yakin bahwa cengan cara ini, melihat
arti yang tidak bisa ditampilkan metode letteral. Tetapi dengan cara allegory bisa membuka

banyak hal seperti:

1 Moral: mencari arti moral dari Kitab Suci yang dibaca.

2 Spiritual: mengemukakan arti spiritual dari teks yang divaca.

3 Tiopologi: perbandingan dari yang sekarang ke yang akan datang, dari yang lampau ke

masa yang akan datang, dari di dunia ini ke yang di surga.

4 Simbol: apa yang ditemukan di dunia ini adalah lambang yang akan datang atau yang di

surga atau suatu antisipasi.

6. Sekolah Antiokia
Tokohnya adalah: Diodorus dari Tarsus, Teodorus Mopsuesta, Yohannes Crisostomos, Teodoret

dari Ciro. Sekolah ini menekankan metode eksegesi kekhasan mereka dengan

letteral/teori/peramalan/penampakan; misalnya nabi meramal sesuatu kejadian, kemudian

sesudah beberapa lama, ramalan itu terpenuhi, dengan demikian arti kata nabi ini dipenuhi juga.

Para tokoh antiokia ini tidak mau menyebut diri dengan allegori, melaikan letteral, walaupun

metode ini mereka ketahui dan kadang mereka laksanakan. Dalam metode mereka ini, narasi

adalah hal yang paling unggul untuk metode eksegesi. Kristologi yang mereka kemukakan juga

didekati dengan letteral, apa yang dimaksud oleh penulis; sedangkan tokoh Alexander, dengan
metode allegori lebih hidup dan menarik dan memberikan pengertian spiritual yang lebih luas.
Filsafat yang melatarbelakangi metode letteral adalah stoicisme; sedangkan allegory didasarkan

pada platonisme.

Sedangkan di Barat, mengkombinasikan kedua metode, allegory dan letteral, walaupun

kelihatannya metode allegory selalu lebih favorit.

EXEGETICAL METHODS
Generally, the Fathers of the Church used the allegorical and the literal exegetical methods.

These methods are based on Greek and Jewish traditions. In the third century, there were two

schools, Alexandria and Antioch, and each school has a characteristic as to its exegetical method.
Allegory, which is also called typology, was the characteristic of the Alexandrian school; the

literal meaning is the characteristic of the Antioch school. And in the West, during the fourth

century, the Fathers combined the two methods (literal and allegorical).

Clement of Alexandria and Origen were the famous teachers who accentuated allegory to

interpret the Scripture, which was then continued by others teachers. But before them Philo of

Alexandria, the Jewish Hellenist, used this method, in which he combined the Greek and Jewish

traditions. Jewish tradition interpreted the Scripture in the literal and allegorical senses in order

to apply the sacred text into everyday life. The earliest Old Testament interpretation was

predominantly oral. In fact, there are two oral traditions, Targum and Midrash. Targum is an oral

tradition in the Aramaic language, which was brought from Babylon. In Jesus’

time, Aramaic was the spoken language and Hebrew was the written language. In the synagogue

the Scripture was read in Hebrew and then translated into Aramaic, but the translation was very

free, indeed properly it was a paraphrase. Sometimes halakhicor haggadic insertions were

interpreted. Rabbis had the duty of doing this task. Midrash is an oral tradition, which is received

by the Pharisees from Moses, Joshua and the prophets. It can indicate either a particular type of

actual interpretation of the Old Testament, by a process of combining different passages, or the

product of the interpretation itself, i.e. the actual commentary.


Of course, Greek tradition did not have the Jewish Scripture, but through the literal and

allegorical methods, Hellenists re-interpreted the poetic and the philosophical texts.
1. Meaning of literal and allegorical
Saint Paul in his letter 1 Corinthians uses allegory or typology to interpret the book of Exodus

that uses the mirages of rock, water and manna. He says that the rock is the Christ and the manna

and water are spiritual food.

In another letter, St. Paul also uses allegory; he says that Adam is the typos of Jesus Christ:

“Nonetheless death reigned over all from Adam to Moses, even over those whose sin was not the

breaking of a commandment, as Adam’s was. He prefigured the One who was to come.” Again

St. Paul sees Mount Sinai as a pre-figuration of Jerusalem city and at the New Jerusalem: “The
one given on Mount Sinai that is Hagar, whose children are born into slavery; now Sinai is a

mountain in Arabia and represents Jerusalem in its present state, for she is in slavery together

with her children. But the Jerusalem above is free, and that is the one that is our mother.”

Through these citations, Paul wants to point to other things behind the literal meaning,

(Greek: •88�•(@Db,4<: to say other things). So allegory is to say one thing in order to signify

another; a writer expresses concepts, which hide a more significant, hidden meaning behind the

literal meaning. And the hermeneutical approach consists in discovering in a text another

meaning apart from the literal sense, and also beyond the original intentions of the author.

2. Allegorical Importance
Through the allegorical method the Fathers of the Church can enrich their interpretation of the

Old and the New Testaments. So they did not have difficulty in presenting even the difficult texts

of Scripture to their contemporaries. For example, the book of the Song of the Songs is a difficult

text, because it speaks about a woman who falls in love with a man. But Origen, who was the

first to interpret this book in allegory fashion, thereby expressed the profound spiritual sense. His

interpretation influenced the whole history of the contemplative or the mystic life. He interprets

the bride as the type of the Church and the soul, and the groom is a type of Christ. The union of

the bride and groom is a spiritual marriage, the union of the Church and Christ, the union of soul
with Christ, which is the goal and ultimate aim of life.
The Fathers of the Church, through the allegorical method, can draw out the moral, spiritual and

eschatological senses, as John Cassian explained in his conferences. The moral

or tropological sense is an explanation pertaining to the correction of life and practical

instruction, as if we understood these in two covenants as praktike and as the theoretical

discipline of the human being; the spiritual sense is the historical narrative; and the

eschatological or anagogical sense is that by which words are directed to the invisible and to

what lies in the future.

The other example is in the Moralia in Iob of Gregory the Great. Job is the figure or type of the
Christ and of the Church; so the attitude of Job is an authentic figure of the Christian in

temptation, in penitence, in the virtues, in contemplation and action. Through Job’s personality,

Gregory the Great draws out the moral, spiritual sense and ultimate aim of the human being.

3. Reinterpretation
The Fathers of the Church stressed spirituality, which is the union of the believer with God in

Jesus Christ through the Holy Spirit. To grasp this goal, they searched the way to re-interpret the

Scripture in the light of Jesus Christ even if there are differences of how to do this in the Fathers

themselves. The apostolic fathers live in the period following the time of Jesus Christ. There is

still no New Testament, so they meditate in the Old Testament and the Jewish tradition in the

light of Jesus Christ, under the inspiration of the Holy Spirit. They meditate on the words and the

life of Christ in the light of Tradition. The post-apostolic tradition is a little bit different than

apostolic tradition, because the canon of the New Testament was being formulated. They re-

interpreted martyrdom as the ultimate aim of life; it is the perfect way to be united to Christ

through the imitation of his suffering. After Origen’s time, the situation changed, because

monastic life was growing. Union with Christ was not only through martyrdom of blood, which

is to die in time of persecution, but through white martyrdom, which consists in a constant

preparation of self, especially in fighting one’s own weakness and sins. Therefore the monk went
to the desert to fight against Satan, not to find tranquility or peace. The monk must prepare

himself with self-discipline, mortification and asceticism to gain apatheia, which is to control
emotions and temptations, to direct or to summit oneself to Christ. Self-discipline, mortification

and asceticism are the new model of martyrdom, not to fight in the stadium but in oneself against

the devil, to participate in the suffering of Christ and in his resurrection.

CANON

1. Perjanjian Lama
Saya telah mengatakan sebelumnya bahwa canon PL belum ditutup pada zaman Kristus dan

belum ada teks resmi; mereka menggunakan manuskrit, dengan demikian masih bisa

ditambahkan sesuatu dengan cara: memberikan komentar pada teks Alkitab dan menuliskannya
di sebelah kanan atau kiri teks yang disebut dengan glosa. Kemudian pada akhir abad pertama

canon PL ditutup dengan adanya sekolah Yabna. Sampai sekarang, kita memiliki manuskrit

Babilon, karena mereka yang masih tinggal di Babilon pada zaman pembuangnan, mendirikan

sekolah, semacam pusat spiritualitas, dan menulis teks Alkitab; ada juga manuskrit Palestina dan

Alexandria yang kemudian menjadi Septuaginta (gabungan manuskrit Babilonia, Palestina dan

Alexandria). Sesudah tahun 70, para rabbi sekolah Yabna memutuskan untuk membuat teks

resmi Alkitab; mereka mengumpulkan semua manuskrit dari berbagai sinagoga dan menetapkan

teks resmi Alkitab, dengan cara mastoretico (tanpa vokal, hanya konsonan). Kemudian berkat

penemuan Qumran (1947), ditemukan dua manuskrit Alkitab, yang kemudian disebut

dengan pre-mastoretico. Para rabbi mengobah metode untuk mempelajari Alkitab dengan studi

perbandingan antara teks mastoretico dengan pre-mastoretico, yang bukan berarti merendahkan

satu sama lain, melainkan untuk saling melengkapi.

Di diaspora, orang ibrani menggunakan septuaginta dalam bahasa yunani dan bahasa

siria, dan teks ini selalu digunakan oleh para bapa gereja. Dan bahkan sesudah jaman mereka,

teks septuaginta selalu menjadi referensi dengan studi perbandingan. Para bapa gereja sebelum

jaman Hironimus, menggunakan septuaginta, karena kebanyakan dari mereka tidak mengetahui

bahasa ibrani, sehingga mengabaikan tkes mastoretiko. Bahnkan septuaginta menjadi Alkitab
pegangan dan jika mengalami kontraversi dengan orang ibrani, mereka tetap menggunakan
septuaginta. Septuaginta ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa latin yang disebut dengan Vetus

Latina. Manuskrit Septuaginta dalam bahasa yunani ada tiga: Aquila, Simmaco dan Teodozio.

Hironimus, menterjemahkan septuaginta dari bahasa ibrani ke bahasa latin dengan

mengkonultasikan terjemahan yunani; hasil karya ini disebut dengan Vulgata. Sehingga pada

abad VI-VII, para bapa gereja sering menggunakan kedua Alkitab, Vetus Latina dan Vulgata.

Dan saat ini, standart untuk PL adalah dalam ibrani yang didasarkan pada manuskrit Leningrad

(1500). Dan sesudah penemuan Qumran, Vulgata mendapat edisi baru lagi dengan

mengkonsultasikannya dengan pre-mastoretico. Kenapa hanya Vulgata? Karena Vulgata ditulis


berdasarkan teks ibrani, sedangkan Septuaginta ditulis berdasarkan manuskrit bahasa yunani; dan

pre-mastoretico ada dalam bahasa ibrani.

2. Perjanjian Baru
Masalah kanon PL sama dengan masalah PB, karena terlalu banyak kodex da volume, (ada kira-

kira 3000). Bentuk manuskrit PB ada dua: volume dan kodex. Volumen: ditulis dalam pergamena

yang disatukan satu sama lain menjadi volume, kemudian teks ditulis dengan colom-colom.

Kodex: terbuat dari papirus atau pergamena. Pergamena ini umum digunakan sejak abab

pertama. Kodex: tidak begitu umum digunakan, kecuali kristiaani karena lebih praktis dan

mudah mempelajari/menghapal isinya terutama menghapal ayat-ayat Kitab Suci. Biasanya

manuskrit terbuat dari berbagai macam: meja kecil, yang terbuat dari kayu atau batu, yang diberi

figura; digunakan sampai pada abad IV. Papirus: yang terbuat dari daun papirus yang banyak

ditemukan di sungai Nil; digunakan sampai pada abab IX. Pergamena: terbuat dari kulit binatang

atau kayu yang dibunakan sampai pada abad XIII. Kertas: digunakan dari abad ke XIV/XV.

Untuk menentukan kwalitas manuskrit, tidak begitu mudah, karena pada abad II, teks PB ditulis

dengan cepat-cepat, simpel dan banyak keliru, walau tidak tertutup kemungkinan bahwa kadang-

kadang teks yang ditulis adalah yang lebih baik dan karena sesuai dengan sumber yang

diperoleh. Para bapa gereja sampai abad II mengutib berbagai variasi PB. Baru sesudah
pertobatan Constantinus, dibuat kodex PB dengan mengumpulkan semua manuskrit sebanyak 50,

dan sekarang kita masih memiliki 2 kodex yang terdapat di perpustakaan Vatikan, yang disebut
dengan kodex B dan Simmaco. Codex ini biasanya ditulis dengan hurf besar, dan manuskrit

sesudah abad V/VI, dengan huruf kecil; tanpa paragraf, tanpa titik. Dengan demikian kita bisa

mengerti pentingnya seorang lektor pada jaman para bapa gereja, untuk mengetahui semua tanda

baca dalam manuskrit; misalnya Agustinus mengingatkan lektor dengan berkata bahwa harus

membedakan kata kerja dengan suara lebih tinggi; (bandingkan dengan fungsi lektor pada saat

ini).

4. Pembentukan jumlah buku


Pada waktu zaman Yesus, orang ibrani memiliki 24 buku PL. Sementara itu di diaspora, beredar
beberapa buku yang “hampir” masuk kanon PL yang ditulis dalam bahasa yunani dan orang

kristiani menerima buku ini masuk kanon PL. Sementara orang ibrani di Palestina menutup

kanon PL pada abad pertama/pertengahan abad II yang menyebut kanon palestina dalam suasana

contraversi dengan kristiani yang menerima buku-buku yang “hampir” masuk kanon PL.

Kristiani selalu menggunakan buku-buku ini dan mengatakan deutro kanon (termasuk kanon

PL). Beberapa bapa gereja tetap mendiskusikan buku-buku ini sampai pada Hironimus yang

menyatakan buku-buku ini masuk kanon PL.

Tidak ada kepastian berapa buku PB, seperti yang telah disebutkan sebelumnya; yang jelas,

surat-surat Paulus dibaca dalam pertemuan-pertemuan kristiani; bahkan sebelum ditetapkan

kanon PB, ada 200 injil; kemudian dalam komunitas utama, seperti Antiokia dan Alexandria,

menggunakan 27 buku yang disebut dengan kanon PB dengan kriteria:

1 Apostolik: berasal dari para rasul atau dari murid mereka.

2 Surat yang dibacakan dalam liturgi.

3 Surat bersifat umum, tidak bersifat pribadi.

4 Tidak bertentangan dengan regula fidei .

APOKRIF

1. Arti
Penulis baik itu ibrani maupun kristiani yang telah menulis buku yang di luar buku resmi

(kanon), tetapi karena alasan karakter tulisan, mengakibatkan keraguan untuk digolongkan pada

buku resmi (kanon).

2. Perjanjian Lama
Ada perbedaan terminologi kanon antara protestan dan katolik. Terminoligo katoloik ditetapkan

pada konsili Trente (13-12-1545 s/d 4-12-1563) untuk menanggapi pendapat protestan.

KATOLIK PROTESTAN

1. Kanonik Kanonik. 1

2. Deutro: δεύτερος: Apokrif: άποκρϊτος: terpisah/pilihan.

ditambahkan kemudian 2

3. Apokrif Pseudo: ψεύδος: palsu. 3

Pada abad II, setelah kanon ditutup, buku-buku deutro dan apokrif digunakan kristen, disisipkan

dan akhirnya begitu banyak daftar-buku-buku, lihat: The Lost Book of the Bible, New York,

Gramercy books, 1979.

4. Perjanjian Baru
Dalam PB, kita hanya mengenal dua jenis buku: kanon dan Apokrif. Pada akhir abad I-II, ada

begitu banyak buku yang mirip dengan karakter buku-buku kanon PB, seperti: Injil, surat-surat

apostolik, wahyu.

Karakter Apokrif:

1 Meniru karakter buku autentik.

2 Kadang-kadang mengambil beberapa ayat dari buku kanon, kemudian menafsirkannya

dengan leteratur pada waktu itu, menampilkan sejarah yang menjelaskan atau

membenarkan ritus yang dibuat (dosologia), mempromosikan doktrin yang baru, dengan

demikian kelihatannya termasuk dalam buku kanon. Misalnya, problem synoptik: Kita

ketahui bahwa Markus dan Q adalah sumber Matteus dan Lukas. Tetapi megapa Q tidak
pernah menjadi Injil? Karena Q menceriterakan bahwa Kristus tidak menjadi daging
(incorporatus) sedangkan Matteus dan Lukas menyebutkan Kristus menjadi daging

(corporatus). Gnosticisme dalam “injil” Tomas hanya mengambil Q sebagai sumber,

sehingga buku Tomas berisikan Kristus incorporatus.

Injil Apokrif:

Inji Petrus, Kebenaran, ke-12 rasul, Manichei, Filippus, Judas, Tomas, Maria.

Apokrif surat postolik:

Surat-surat ini mengambil nama para rasul yang menunjukkan kimunitas yang bersifat

apostolik. Misalnya surat kepada umat Macedonia dan umat Alexandria.


Apokrif kisah para rasul:

Buku yang mengambil bentuk kisah para rasul yang menceriterakan perjalanan,

gnosticisme dan praktek populer.

Apokrif apokaliptik:

Berkembang pada abad III, tetapi ide juga bisa ditemukan pada PL (Ezechiel

[bandingakan dengan buku Gregorius Magnus, kotbah kitab Ezekiel II], Zakaria yang

menunjukkan ide apokaliptik dan kenabian.)

Karakter: bersifat kenabian dalam arti mengetahui yang baik dan yang jahat, scandal,

melihat waktu yang akan datang sebagai suatu pengadilan, yang diungkapkan oleh

seorang nabi dan menulis atau mengkotbahkannya; bersifat sejarah, banyak

menggunakan simbol pagan dan gnosticisme, anti Kristus, bicara tentang surga dan

neraka, perjalanan menuju surga dan astronomi.

Apokaliptik: mengkonfermasikan hari tetapi tidak secara langsung, penglihatan ke surga

dan melihat pertentangan antara yang baik dan yang jahat; pergulatan antara Tuhan-jahat,

Kristus-jahat dan yang baik selalu menang. Semua sejarah di dunia dilihat antara baik-

jahat tetapi berbicara secara simbol, tidak berbicara atas nama sendiri yang diungkapkan

dalam bentuk narasi atau sejarah.


Waktu penulisan: Pada waktu krisis untuk menghibur, memberikan dorongan pada

komunitas.
Argumen: waktu lampau dan yang akan datang yang dilambngkan dengan binatang yang

mendahului penglihatan, pendengaran, penceriteraan sejarah dunia, memberikan berkat,

kebijaksanaan.

Doktrin: memiliki doktrin waktu sekarang dan yang akan datang, pessimis dalam

memberikan penilaian kepada dunia dan sikap optimis untuk waktu yang akan datang.

ERESIA

1. Arti
Eresia berasal dari kata αίρεσις: sekte/pembiasan; yaitu pembiasan dari ajaran resmi
(όρθόδοξος: ortodox). Kategori ini tidak ada dalam ibrani, karena mereka tidak memiliki doktrin

yang ditetapkan, melainkan halal atau tidak halal untuk kultus; jadi mereka mengenal eresia

berdasarkan kultus, (bandingkan dengan ajaran islam). Contoh: orang samaritan walaupun

mereka orang benar, bahkan lebih benar dari orang ibrani, mereka adalah eretik berdasarkan

kultus. Siapa yang tidak melaksanakan hari sabad berarti melawan kultus. Pada abad pertama

orang kristen yang bertobat dari ibrani, masih sering mempraktekan halal-tidak halal berdasarkan

kultus (ingat yudaisme-kristianisme).

2. Kriteria ortodox-eresia

ORTODOX ERESIA

1. Apostolik Tidak apostolik. 1

2. Pengakuan akan iman Tidak menurut ajaran iman. 2

3. Berdasarkan argumen/alasan Berdasarkan argumen. 3

4. Berdasarkan R. Kudus dan Karisma Tidak berdasarkan R. Kudus, karisma. 4

5. Berdasarkan Tradisi Tidak berdasarkan Tradisi. 5

6. Berdasarkan Kitab Suci Tidak berdasarkan Kitab Suci. 6

7. Membawa ke iman Tidak membawa ke iman. 7

3. Beberapa contoh eresia dalam kitab suci


1 Galazia: problem sunat untuk melaksanakan hukum Musa dan kemudian Paulus

menjawab: autoritas apostolik (1:6-8), konili jerusalem (2:9), kehadiran Roh Kudus dan

tergantung pada Kitab Suci (3:1-3), ajaran Kristus (9:11).

2 1 Korintus: karena bagi elenistik tidak mungkin ada kebangkitan (1Kor. 15:1-5).

3 Kolose dan Ibrani: Kristus bukan salah satu dari malaekat (Ko. 1:15~), (Ib. 1:5~).

4 Kisah Para Rasul: Konsili Jerusalem menekankan autoritas Roh Kudus untuk ortodox.

5 Johannes: polemik melawan mereka yang menolak untuk percaya akan Kristus, murid

Johannes Baptista, 2:22~: melawan yudaisme-kristianisme; 6:60-63: melawan Roh


Kudus. 1Yoh. 4:14; 5:1-5: melawan yudaisme-kristianisme.

KEHIDUPAN SEHARI-HARI KRISTIANI

1. Iman
Pewarta iman pertama adalah para rasul dengan para awam melaksanakan perdagangan. Cara

mereka mewartakan iman adalah dengan percakapan sepanjang perjalanan. Pada abad-abad

pertama, banyak pedagang datang ke Palestina yang berasal dari: Spanyol, Mesopotamia, Afrika

dan daerah lain dari Timur Tengah. Titik keberangkatan para pewarta iman ini adalah Antiokia,

Efesus dan Asia kecil yang menjadi pusat kristiani sesudah jaman Kristus.

2. Perkembangan kristiani
1 Jerman: melaksanakan aksi iman melalui serdadu.

2 Prancis/Gallia: masuk melalui Marsiglia yang waktu itu adalah pelabuhan utama di

Prancis dan juga menjadi pusat filsafat dan kedokteran/studi obat-obatan. Di Prancis,

ditemukan banyak orang asia, misalnya Ireneus yang menjadi uskup di Vienne; Lione

juga kota yang penting pada saat itu. Orang asia yang tinggal di sini berbicara bahasa

Yunani dan Latin dan juga bahasa setempat.

3 Afrika: ada tiga daerah yang terkenal: Numidia, Mauretania dan Cartagine yang menjadi

pusat. Mereka menerima ajaran kristen mngkin dari yudaisme-kristianisme.


4 Alexandria: kota yang paling besar, waktu itu penduduk kira-kira 1 juta jiwa; dan

didatangi oleh kristen yang bertobat dari yudaisme, kemudian oleh rasul Markus.
5 Mesopotamia: dievangelisasi dari yudaisme-kristianisme.

3. Perjalanan
1 Laut: perjalanan melalui laut tidak dilaksanakan dari bulan November sampai dengan

Maret; orang yang bepergian pada saat itu tinggal di pelabuhan, dengan demikian ada

waktu untuk melaksanakan pewartaan. Kapal pada waktu itu cukup besar, bisa memuat

100 orang. Para pewarta melakukan perjalanan bersama dengan orang lain yang waktu itu

melaksanakan perdagangan. Dengan demikian di kapal, juga melaksanakan pewartaan

dan kemudian dilanjutkan di kota pelabhan. Perjalanan pada waktu itu banyak tergantung
dari angin.

2 Darat: Perjalanan melalui darat melelahkan dan berbahaya. Karena kalau pergi dari

Palestina ke Roma, harus melalui Alexandria, kemudian menyusuri Afrika utara yang

sangat berbahaya baik itu dari binatang buas maupun dari perampok; kemudian dari

Cartagine menyebrang ke Malta, Sicilia atau langsung ke Italia dengan kapal. Atau bisa

juga lewat asia kecil terus ke Yunani dan kemudian menyebrang dengan kapal ke Italia.

Perjalanan dengan darat biasanya menggunakan kuda. Kemudian di daerah-daerah

tertentu ada semacam stasium untuk mengganti kuda, mengisi perbekalan, dan juga

mengganti mata uang. Pada waktu itu banyak mengadakan perjalanan ke Roma dari

berbagai provinsi rimawi, karena Roma adalah pusat pemerintahan, pusat perdagangan

dan study. Orang yang tinggal di Roma juga sering mengadakan perjalanan ke Yerusalem

untuk merayakan pesta Yahudi atau yahudi-kristiani. Sedangkan orang kristen yang

mengadakan perjalanan membuat sharing akan iman atau situasi gereja. Di tempat

penginapan, juga menyediakan menu yang sangat menarik, dan juga tidak ketinggalan

menyediakan tempat hiburan bahkan pelacuranpun ada. Di komunitas-komunitas

kristiani, mereka mengadakan kollekte untuk para missionaris yang mengadakan

perjalanan, dan kalau komunitas mereka didatangi missionaris ini, kolekte ini diserahkan
kepada mereka untuk keperluan bekal. Dalam Didaché dikatakan bahwa para missionaris

tidak tinggal lebih dari tiga hari pada stasiun, mengapa? Mereka saling membagikan
makanan, keramahan, saling mmberikan surat dari gereja asal dengan gereja yang

dikunjungi yang kita miliki sampai sekarang dalam buku-buku apokrif.

4. Pos
Ada dua jenis surat, pribadi dan publik, yang dibawa oleh para pejalan; tetapi sayang sekali

banyak juga surat yang hilang atau tidak sampai.

5. Sosial
Mayoritas kristiani berasal dari kedudukan rendah, dalam arti bukan dari golongan bangsawan

atau dari mereka yang bekerja di pemerintahan melainkan dari semua umur, kaum wanita juga
termasuk. Dalam komunitas tidak ada penggolongan kelas, yang waktu itu mayoritas orang

berada dalam golongan ini. Mereka juga banyak pedagang, filsuf yang memiliki rumah untuk

tempat pertemuan untuk berdoa (bandingkan dengan cara hidup kristen pertama dalam Kisah

Para Rasul). Mereka mengadakan kollekte untuk menolong orang miskin, menolong yang

sengsara, para janda, yang dipenjarakan dan berusaha untuk membebaskan mereka, dan tidak

jarang menjual diri menjadi budak untuk kepentingan komunitas. Diantara kristiani ada juga

dokter, retor, avvokat, ada juga yang kaya, ada juga yang menjadi serdadu. Singkatnya, kristiani

mendududuki hampir semua kelas masyarakat, tetapi bukan orang yang memiliki kedudukan

penting dalam pemerintahan.

6. Pendidikan anak
Anak-anak diajarkan astronomi, iman, dan melarang kultus pagan.

7. Perempuan
Sangat penting dalam komunitas, karena melaksanakan keperawanan, ketaatan pada perkawinan,

tidak abortus, memiliki pengaruh untuk mepertobatkan suami yang buakan kristen.

8. Evangelisasi
Dilaksanakan oleh awam, yang melaksanakan perjalanan bersama dengan orang yang bepergian

dan berusaha mempertobatkan orang selama dalam perjalanan dengan memberikan kesaksian
hidup. Para budak yang katolik, kadang-kadang juga mepertobatkan tuannya atau sebaliknya.

Motif pertobatan: Alkitab, cara hidup, kemiskinan, kasih, persaudaraan, memberikan


pengharapan kepada dunia, ketulusan, castitas dan ajaran kebangkitan. Juga pengaruh dari

kemartiran yang memberikan kesaksian bisu. Para filsuf mengagumi hidup kristiani dan

beberapa dari mereka menjadi ksriten.

9. Kehidupan di dunia
Kristiani banyak hidup di katakombe atau di daerah terpencil, atau daerah tersembunyi, dan tidak

jarang juga hidup di kota-kota. Mereka juga pergi ke tempat-tempat umum. Pemerintah setempat

menuduh kristiani ateisme dan mengucilkan dari kehidupan dunia. Kristiani bukan berasal dari

golongan marginal.

10. Keluarga
Kalau istri kristen, suami memiliki kesulitan untuk ke cultus publik (theater, aphiteater, sirkus),

karena sang suami mengalami kesulitan memperoleh tempat di tempat-tempat ini. Mengapa? Di

tempat-tempat hiburan, suami istri memiliki tempat tersendiri, kalu tidak, masuk ke dalam

golongan yang belum menikah, yang tempatnya lebih rendah. Kalau istri kristen, tidak akan

pergi ke tempat ini untuk mendampingi suami, karena bertentangan dengan iman. Dengan alasan

ini, pagan menuduh keluarga ini dan melarang mereka untuk berpartisipasi pada kultus kaesar.

11. Situasi umum


Penduduk memandang rendah kristiani, melarang untuk berpartisipasi ke tempat-tempat umum,

dituduh tidak normal, kannibal karena perayaan ekaristi, tidak bermoral. Dan juga dari berbagai

sekte kristiani atau eresia juga memojokkan kristiani.

12. Organisasi
Greja purba bersifat kekeluargaan, lokal, kelompok kecil, hubungan erat dengan pelayan yang

memimpin aktivitas kristiani; diakon bertugas untuk asisten pekerjaan sosial dan ekaristi dari

uskup. Pada awal abad II, keuskupan adalah: Yerusalme, Smirna, Atena, Lion yang bisa kita

temukan dalam surat Ignasius Antiokia. Kemudian pada tahun 150, sudah banyak ditemukan

uskup di kota-kota yang dipilih dan diresmikan dengan penumpangan tangan; dan seorang uskup
tidak boleh melakukan perdagangan, posisi pemerintahan, teapi harus mempelajari dan

mengetahui Kitab Suci dan melayani daerahnya sesuai dengan regola iman (regula fidei). Pada
zaman ini sudah ada sinode lokal untuk menyelesaikan masalah-masalah setempat, kesatuan

dalam perbedaan, dan gereja Roma sudah menjadi prinsip utama akan iman. Contohnya untuk

menentukan perayaan paskah.

13. Hari bersama


Hari dibuka dengan doa bersama dan ditutup juga dengan doa bersama; Alkitab dibaca terlebih-

lebih mazmur, menghadap ke Timur kalau melaksanakan doa (mengapa?), kemudian

memberikan tanda salib di dahi. Sikap berdoa adalah sebagai berikut: dengan tangan terangkat,

berlutut atau berdiri. Mereka membagikan makanan. Mereka mengadakan dua sarapan, pagi dan
sekitar tengah hari, kemudian makan sekitar jam 5 sore, (mengapa?). Kalau ada puasa, tidak

melaksanakan sarapan kedua. Mereka tidak pergi ke pertunjukan, melainkan ke perkumpulan

doa.

14. Liturgi
Liturgi dimulai dari kelompok kecil dan bersifat kekeluargaan dan tidak jarang perayaan liturgi

dilaksanakan dibawah tanah karena situasi dalam penganiayaan. Perayaan ekaristi kemudian

ditulis oleh Yustinus dan Ippolitus dan perempuan juga berpartisipasi pada perayaan ekaristi ini,

yang hal ini tidak mungkin dilaksanakan dalam kultus pagan. Mereka membaca PL, dan

sementara itu PB dalam pembentukan, walau sudah ada komunitas membaca surat-surat dari

Paulus. Kadang-kadang komunitas juga membaca surat Clemen dari Antiokia dan Pastor dari

Erma. Mereka merayakan paskah dan pusat perayaan adalah malam paskah.

15. Baptisan
Pada abad I-II, belum ada katekese, baru dimulai pada awal abad III. Lalu untuk menjadi

kristiani, calon dibawa oleh bapa dan ibu rohani pada komunitas dan melaksanakan karitas

kepada para janda (pada waktu itu ada banyak janda karena ditinggal suami yang meninggal

pada peperangan; menjadi serdadu adalah hal yang gampang dan sangat umum), yatim piatu,

mempelajari iman kepercayaan dan kemudian dibaptis dalam trinitas. Tugas bapa/ibu rohani
selalu mendampingi calon melaksanakan semua kegiatan ini (bandingkan dengan fungsi ibu/bapa

rohani pada baptisan sekarang ini). Pada saat ini, kita kenal juga baptisan dengan darah, karena
mereka yang belum sempat di baptis, telah menghadapi kemartiran dari kekaisaran romawi. Juga

sudah ada baptisan bayi.

16. Pelayan
Sudah umum melaksanakan keperawanan, selibat. Di Asia, keperawanan lebih ketat, tetapi di

Roma, masih mengalami kesulitan, karena kalau mereka yang melaksanakan keperawanan, harus

membayar pajak lebih banyak, karena dituduh mempraktekkan pelacuran, karena waktu itu

pelacur membayar pajak lebih karena memiliki penghasilan lebih banyak. Akibatnya perempuan

kristiani ini mengalami tuduhan dengan hidup tidak bermoral. Kemudian pada abad III, situasi
berobah, karena mulai ada komunitas para perawan dan para janda.

MARTIR

1. Terminologi
Martir berasal dari bahasa yunani μαρτύριον: kesaksian: berarti kristiani yang menderita bahkan

mati karena iman. Para martir menjadi puncak pertunjukan bagi pagan; tetapi bagi orang kristen

kemartiran itu sendiri adalah kesatuan akan penderitaan, kematian dan kebangkitan Kristus.

Kesaksian ini dalah jalan yang paling sempurna untuk bersatu akan Kristus yang menderita, mati

dan bangkit. Dengan alasan ini, banyak orang tidak ragu untuk menjadi martir dan menjadi suatu

keinginan. Contoh, Origenes, waktu ia masih kecil, mau menjadi martir dan walau keinginannya

ini tidak tercapai karena dihalangi oleh ibunya; maka ia menulis buku tentang martir.

2. Alasan kemartiran
Gereja purba ditandai dengan hidup martir, mualai dari Kristus sampai pada saat damai (dari

kekaisaran terhadap kristianisme). Selama periode yang panjang itu, ada dua alasan tuduhan

untuk kemartiran.

1 Kultus: seseorang yang tidak melaksanakan kultus atau melawan kultus, dengan demikian

tuduhan menghojat Tuhan. Ingat Kristus dihukum mati orang yahudi dengan alasan

kultus, karena mengaku diri sebagai putra Allah. Contoh kedua adalah Stefanus dalam
proses “pengadilan” memiliki penglihatan akan surga, dan bagi orang yahudi hal ini

adalah penghojatan.
2 Proselit: karena seseorang diketahui menganut agama terlarang. Kristianisme adalah agama

terlarang di kekaisaran sampai saat damai. Tuduhan yang diterima kristen adalah: karena

menjalankan praktek keagamaan terlarang itu, kannibalisme, incest, tidak menghormati

kultus kaisar dengan demikian orang kristen mendatangkan mala pada kota/kekaisaran,

atau ditemukan memiliki barang-barang rohani seperti Alkitab, salib.

3. Bentuk teks kemartiran


1 Kisah: Kisah adalah bentuk kemartiran yang paling kuno; kristen dihadapkan pada

pengadilan, baik itu pemerintah setempat atau pusat. Lebih sering dilaksanaan kalau
pemerintah pusat mengunjungi pemerintah daerah, dan salah satu atraksi utama dan yang

lebih menarik adalah proses kemartiran, yang biasanya agak panjang, karena harus

menginterrogasi tertuduh. Biasanya dilaksanakan di stadion. Contohnya, kisah martir

Yustinus da teman-temannya: ditanya identitas, doktrin, tempat berkumpul, memberikan

kesempatan untuk menyangkal iman, kemudian kalau tidak mau maka di hukum mati

dengan melawan binatang atau di bakar.

2 Passio: bentuk kemartiran yang mengungkapkan penglihatan ke surga, atau kehidupan di

surga; penglihatan ini memperkuatkan mereka untuk mempertahankan iman. Teks yang

paling kuno adalah passio dari Policarpus (167). Sebenarnya, Stefanus juga mengalami

hal yang sma. Kemudian para martir di Lione, Agape, Perpetua, Irene dll.

3 Legenda: Meninggalkan tulisan tetang kemartiran yang oleh sejarawan menuliskannya

dalam bentuk fantasi atau tendensi untuk mengungkapkan semacam roman. Misalnya

Apollonio, Martir di Pionio dan Dasio dll.

4. Atlet
Atlet adalah nama lain yang diberikan kepada para martir yang dijiwai oleh Alkitab; Atlet

berjuang di stadion untuk memperoleh kemenangan, demikian seorang martir berjuang di stadion

untuk memberikan kesaksian imannya, untuk memperoleh kemenangan, yaitu kesatuan


sempurna kepada Kristus.

KEHIDUPAN MONASTIK
1. Etimologi
Monastik/monakeisme berasal dari kata: μοναχός: hanya satu jalan; hanya dengan satu cara;

kemudian μοναχικός: monastik, hidup monastik. Pada awalnya kehidupan monastik dikenal

dengan dua cara, baik itu kehidupan sendiri (kita kenal dengan kehidupan ermit) dan kehidupan

bersama yang jauh dari kehidupan.

2. Alasan untuk hidup monastik


Para ahli mengemukakan beberapa alasan terjadinya hidup monastik.

1 Kelanjutan tradisi ibrani yang telah ditemukan dalam PL. (Ingat kelompok ibrani yang
memilih menjadi hidup monastik). Dalam PL, kehidupan monastik telah menjadi hal

yang biasa dilaksanakan. Elia adalah model pertama untuk melaksanakan cara hidup ini,

sehingga bayak mereka yang pergi ke Gunung Horeb dan di Gunung Karmel (ingat akan

penemuan Qumran).

2 Kelanjutan dari tradisi para rasul; pengikut kristus telah melaksanakan kehidupan monastik,

untuk mengikuti jejak Kristus, untuk menyatukan diri dengan sempurna dengan Kristus.

3 Hasil buan iman iman yang dijiwai oleh Injil Kristus. Antonius: “Belum ada 6 bulan

sesudah kematian orangtuanya, sebagaimana sudah menjadi kebiasaanya pergi ke gereja,

melaksanakan apa yang didengarnya dari Alkitab dan merenungkannya, sebagaimana

para rasul meninggalkan rumah mereka untuk mengikuti Kristus; demikian juga Kisah

Para Rasul yang mengungkapkan bahwa kristiani menjual harta benda mereka dan

diberikan kepada mereka yang membutuhkannya. Pada suatu saat, ia masuk ke gereja dan

mendengarkan Kitab Suci yang berkata: kalau kau ingin menjadi sempurna, pergi dan

jual harta bendamu dan berikan kepada yang miskin dan datang kepadaku dan ikutilah

aku, da kamu akan memperoleh harata kekayaan di surga. Kemudian Antonius pergi dan

menjual apa yang dimilikinya yang diperoleh dari orangtuanya dan memberikan kepada

yang miskin.”
4 Kelanjutan dari kehidupan martir; hidup monastik adalah salah satu bentuk kemartiran

(martir putih, sedangkan kehidupan martir disebut dengan martir merah, karena
menumpahkan darah) yang menyatu dengan Kristus tidak dengan menumpahkan darah,

tetapi dengan askese dan puasa, (ingat sikap Origenes).

5 Alasan politik, yaitu karena kristiani mengalami penganiayaan, sehingga melarikan diri dari

kota dan menyendiri di tempat tersembui dan pilihan utama adalah padang gurun. Alasan

ini diberikan oleh beberapa orang, tetapi kurang diterima para ahli.

3. Ermit pertama
Tidak usah heran bahwa para ermit pertama adalah awam; pada dasarnya mereka tidak

membutuhkan imam, karena mereka dikenal dengan pejuang untuk melawan setan dan
menganggap diri mampu menjadi pembimbing rohani. Dengan alasan ini imam/uskup tidak

dibutuhkan. Dengan demikian banyak orang datang untuk mencari mereka untuk bimbingan

hidup.

4. Tempat
Tempat yang paling ideal untuk kehidupan monastik adalah di padang gurun, sekitar lembah

sungai Nil. Alasan untuk memilih padang gurun, bukan untuk menjauhkan diri dari pencobaan

atau tantangan, melainkan sebaliknya, karena di padang gurun para pertapa bergelut dengan

setan; di padang gurun tidak ditemukan makanan, sulit ditemukan air, sulit bertemu dengan

orang; oleh sebab itu tantangan lebih besar yang berasal dari setan, (bandingkan dengan Yesus

yang mengalami cobaan dari setan di padang gurun).

5. Bentuk hidup monastik


1 αναχώρησις (anachoresis): menyendiri/pergi menyendiri dan juga disebut tempat

menyendiri. Jadi anachoretik adalah orang yang menjauhkan diri dari keramaian kota dan

pergi menyendiri di tempat yang sunyi, biasanya di padang gurun di sekitar oasi. Dalam

bahasa modern orang yang menyendiri ini diberi panggilan ermit yang artinya sama (lihat

etimologi ermit pada pembahasan sebelumnya).

2 κοινός βίος (koinos bios/hidup bersama) = cenobitisme: artinya hidup bersama; cara hidup
ini bisa dibandingkan dengan kehidupan membiara pada saat ini.
Pada dasarnya kedua cara hidup ini, anakoretik dan cenobitisme, dilaksanakan segaligus oleh

para ermit, karena disamping kehidupan menyendiri, juga melaksanakan kehidupan bersama.

Dengan alasan ini maka disebut kehidupan monastik, karena walaupun hidup menyendiri, toh

ermit tersebut tidak bisa dipisahkan dari kehidupan komunitas.

6. Kehidupan sehari-hari
1 Pencobaan: Pencobaan utama yang dialami para ermit di padang gurun berasal dari setan

yang berusaha menjatuhkan mereka dengan berbagai cara. Cara yang paling biasa

digunakan adalah dengan penampilan setan dalam sosok wanita, baik itu dalam mimpi
maupun sebagai tamu para ermit. Ini bisa dimengerti karena para ermit jarang bertemu

dengan wanita, misalnya Johanne Likopolis baru bertemu dengan wanita sesudah 40

tahun sebagai ermit; kemudian seorang lagi yang tidak disebut namanya, bertemu dengan

wanita sesudah 60 tahun. Tentu banyak ermit yang sering bertemu dengan manita, karena

mereka selalu membawa hasil kerja mereka untuk diperdagangkan ke kota atau ke pasar.

2 Sikap pada wanita: Sikap para ermit kepada para wanita: extrimis, bisa dan luar biasa;

dalam arti: ada ermit yang menolak samaseklai untuk bertemu dengan wanita, karena

menganggapnya sebagai halangan untuk hidup sebagai ermit. Ada ermit yang menjamu

para wanita seperti tamu biasa yang berkunjung atau meminta bimbingan rohani. Ada

juga ermit yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan, kamum wanita juga

menjadi pasien mereka. Misalnya: Johannes Likopolis menyembuhkan mata dari seorang

istri; Antonius bisa menyembuhkan penyakit dari jauh, juga kaum wanita; Longinus

menyembuhkan tangan seorang wanita yang menyodorkannya melalui jendela ke selnya;

ia juga tidak ragu-ragu meraba dada seorang wanita yang sakit pernapasan; Makarius

menggosok dengan minyak seorang wanita yang kerasukan setan selama 20 hari. Ini

berarti bahwa sikap para ermit kepada wanita, tergantung dari kepribadian para ermit;

yang penting para ermit berusaha untuk menolong semua orang, termasuk kaum wanita.
3 Gua/liang: Di padang pasir di Mesir, tanpa tempat berlindung dari: sengatan matahari pada

siang hari, dingin pada malam hari, angin, hujan dan serangan binatang liar, adalah tidak
mungkin. Oleh sebab itu gua atau liang yang dimodifikasi sedemikian rupa adalah tempat

yang paling ideal dan gampang ditemukan di sepanjang sungai Nil atau di lembah-lebah

dimana ditemukan wadi, menjadi pilihan utama para ermit.

4 Pondok: Kadang-kadang para ermit sulit menemukan gua, disekitar lembah wadi, dengan

demikian, mereka mendirikan pondok untuk tempat berlindung. Di lebah-lembah wadi di

Mesir, gampang ditemukan air; cukup menggali sekirar 10 meter, air sudah ditemukan

walau itu kadang asin, tetapi bagi seorang ermit, sudah lumayan daripada tidak ada.

Kadang-kadang banyak ermit yang mendirikian gubuk mereka jauh baik itu dari
wadi/sungai maupun dari pemukiman untuk menjaga keheningan. Seroang ermit anonim

mengatakan bahwa ia harus mengambil air sejauh 10 km dari pondoknya; yang lain

mengatakan sejauh 70 km. Johannes Swarf mengatakan bahwa dia harus mengambil air

setiap malam untuk menghindari panas terik matahari karena jauhnya tempat sumber air.

Para ermit setiap hari minggu pergi missa ke gereja bersama dengan umat, dan biasanya

berjalan berjam-jam untuk sampai ke gereja, bahkan ada yang berjalan sampai satu hari;

dan sepulangnya mereka membawa bekal, terutama air untuk satu minggu. Misalnya,

Paphnutius, harus berjalan kaki setiap hari minggu sejauh 10 km untuk menghadiri misa

an mendapatkan bekal selama satu minggu. Biasanya setiap ermit memiliki satu

gubuk/cell yang hanya memiliki satu kamar; kadang juga dua kamar, tetapi kamar yang

bagian dalam adalah untuk tempat berdoa dan tidur sedangkan kamar bagian luar untuk

kerja tangan atau menyambut tamu.

5 Tamu: Para ermit yang memiliki dua cell, yang satu digunakan untuk pengunjung yang

datang; sedangkan kalau ermit memiliki hanya satu kamar, maka tamu disambut di pintu

atau di jendela. Kalau ada yang ingin menjadi murid atau pengikut seorang ermit, maka

didirikan cel yang baru, dan dalam satu hari sudah selesai. Biasaya pondok terbuat dari

batu atau bata atau tanah liat.


6 Pintu dan Jendela: Biasanya pondok memiliki pintu kecil yang ditutup dengan batu atau

kain; jarang pokdok memiliki pintu dari kayu, karena di padang gurun termasuk barang
yang sangat mahal. Alasan pintu kecil untuk menjaga agar udara panas dan dingin tidak

terlalu banyak masuk ke pondok. Biasanya pondok tidak memiliki ventilasi untuk

menghindari kedua hal ini. Sedangkan jendela, yang juga kecil, digunakan untuk

menerima tamu/pengunjung, komunikasi ke luar, menerima bahan makanan yang

diberikan para pengunjung, memberikan nasehat, memberikan berkat atau

menyembuhkan. Para tamu tidak bisa masuk ke pondok. Misalnya Johannes Lykopolis

memperoleh kebutuhan hidup dan menolong pengunjung selama 30 tahun, tanpa keluar

dari pondoknya dan setiap hari Sabtu dan minggu, ia selalu berada di jendela untuk
menjamu para pengunjung. Theon, selama 20 tahun tanpa keluar dari pondoknya dan

memberikan berkat dan menyembuhkan banyak orang dari jendelanya.

7 Tembok: Tidak jarang ermit juga mendirikan tembok di sekitar pondok, untuk melindungi

ermit dari serangan para perampok, pencuri dari hasil buah kerja, dan juga untuk menjaga

ketenangan kalau tempat ermit sudah dikelilingi pemikiman. Model ini kemudian dibawa

ke Barat yang juga kita kenal di biara klausura sekarang ini.

8 Pakaian/jubah: Para ermit pertama, tidak menghiraukan bentuk pakaian atau jubah yang

mereka gunakan, karena mereka menafsirkan secara letteral Kitab Suci untuk mengikuti

Krisuts, sperti: “Pergi, jual apa yang kau miliki dan ikutilah aku” atau “Putera manusia

tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepalanya.” Bahkan beberapa ermit tidak

menggunakan pakaian sama sekali; dan hal ini mungkin dilaksanakan di padang gurun,

karena ermit jarang bertemu dengan orang. Misalnya Macarius menemukan dua ermit di

padang gurun tanpa pakaian waktu mereka sedang minum di sauatu wadi. Sulpicius

Severus, hidup tanpa pakaian selama 50 tahun. Lama kelamaan, para ermit menggunakan

pakain, atau bisa dikatakan jubah tetapi jarang dicuci, karena mengingat situasi di padang

gurun. Kalau mereka menemukan sungai, baru berendam dan kesempatan untuk

mencucui jubah. Bahkan buayapun menyingkir, karena tau bahwa yang sedang mandi
adalah pertapa. Misalnya, Antonius, mencuci jubahnya hanya satu kali dalam hidupnya,

ketika ia pergi ke Alexandria untuk memberikan pengakuan. Biasanya mereka hanya


memiliki satu pasang jubah yang terbuat dari kulit binatang yang mengambil inspirasi

bentuk jubah Elia dan Johannes Pembaptis. Bagian luar jubah adalah kulit binatang,

kemudian bagian yang dalam yang berkenaan dengan tubuh, dipakai kain semacam linen.

Kemudian dalam hidup monastik, jubah menjadi suatu simbol untuk memasuki hidup ini

secara resmi. Kalau si calon dianggap tidak layak untuk mengikuti hidup ini, maka

pemimpin mencopot jubah darinya, itu berarti tanda secara resmi kelar dari kehidupan

monastik. Pada perkembangan hidup monastik selanjutnya, para ermit, memiliki dua

jubah, satu yang bagus yang digunakan pada pesta dan hari raya seperti hari minggu; dan
yang satunya kurang baik, yang digunakan sehari-hari untuk bekerja. Mereka juga sudah

menggunakan skapular dan kapus. Kelihatannya warna jubah yang dominan adalah

putuh, walapun kemudian berobah menjadi coklat atau hitam.

9 Sandal: Sandal sangat dibutuhkan di padang gurun baik itu pada siang hari, untuk

menghindari panas matahari yang memantul dari padang pasir, maupun pada malam hari

untuk menghindari dingin yang menggigit. Fungsi lain, untuk menghindari sengatan

binatang berbisa, kalajengking misalnya, yang sangat berbahaya dan banyak ditemukan

di padang gurun. Tetapi jangan lupa bahwa kaki para ermit, jarang sekali dicuci.

Misalnya Antonius, menurut Athanasius, tidak pernah mencuci kakinya.

10 Rambut dan janggut: Para ermit tidak perduli akan rambut dan janggut, dan tidak

terpelihara kebersihannya, seperti halnya dengan pakaian. Abbas Johannes misalnya

memiliki janggut seperti yang dimiliki Aaron. Abbas Or juga tidak kalah menarik, karena

dalam umurnya yang 84 tahun memiliki janggut seperti salju sampai pada dadanya.

Palulus dari Thebes, memiliki rambut sampai pada engkel kakinya.

11 Puasa: Di padang gurun para ermit melaksanakan puasa dan pantang yang mengikuti

tradis Kitab suci, baik itu Yesus sendiri maupun yang lain seperti: Johannes Pembaptis,

Musa dan Elia. Beberapa ermit juga mengikuti tradisi Kitab Suci yang berkenaan dengan
lamanya berpuasa tanpa makan dan minum selama 40 hari; misalnya: James berpuasa

selama 40 hari tanpa makan dan minum di guanya setelah mendapat pencobaan dari
setan; dan setelah puasa, hampir mati. Moses, berusaha melebihi 40 hari (42 hari), dan

akhirnya dia bebas dari berbagai pencobaan. Sarmatas bahkan sering melaksanakan puasa

selama 42 hari. Akan tetapi banyak ermit yang melaksanakan puasa hanya beberapa hari

saja. Puasa selama 40 hari di padang gurun hanya bagi ermit tertentu saja. Kebanyakan

ermit mengatur puasa mereka, sehingga hidup mejadi suatu perjalanan puasa.

12 Frekuesi makan: Seorang ermit Etiopia mengatakan: “Kalau ada orang makan satu kali

satu hari, dia itu seorang ermit; kalau makan dua kali sehari, dia itu orang yang suka

makan; kalau tiga kali atau lebih sehari, dia itu binatnag buas.” Mayoritas ermit, hanya
makan satu kali satu hari, yaitu pada siang hari; beberapa ermit makan satu kali dalam

dua hari atau lebih. Misalnya Or dan Apollo makan setiap enam hari, dan pada hari

minggu makan bersama dengan saudara-saudara yang lain. Akan tetapi, beberapa abbas

kadang makan sering sehari; karna ia harus menyambut tamu dan sebagai rasa

kekeluargaan, maka ia makan bersama dengan tamu. Pada suatu ketika serang tamu

berkunjung ke biara, dan mengatkan bahwa dia kenyang sekali dengan makanan yang

disediakan para tamu. Lalu sang abbas berkata, saya sudah ke-enam kali makan yang

sama, masih belum merasa kenyang. Akan tetapi, di luar masa prapaskah, kadang para

ermit mengambil makan siang pada jam 3 waktu kita (jam ke-sembilan) kalau masih

memilikit roti, bisa dimakan sebelum tidur.

13 Roti: Roti adalah makanan utama di padang gurun yang bisa disimpan sampai lama.

Setiap ermit, membawa bekalnya dari komunitasnya masing-masing ke tempat

pertapaannya untuk satu minggu; karena biasanya setiap hari minggu turun dari

pertapaannya ke komunitas. Sedangkan komunitas bisa mendapatkan roti dari penjualan

hasil kebun; atau setiap komunitas membuat roti untuk semua anggotanya. Biasanya roti

dibuat keras sehingga bisa tahan lama. Kalau memakannya harus direndam dulu ke air

dan membiarkannya sampai hancur dan membubuhi garam atau semacam kecap,
sehingga menjadi semacam sup. Ini dimakan dengan buah jaitun. Setiap ermit diberi jatah
dua roti satu hari, satu untuk sang ermit dan satunya untuk pengunjung; kalau tidak ada

pengunjung, sang ermit memiliki makan malam.

14 Sayur-sayuran: ditanam di kebun biara atau disekitar sel. Jenis sayur-sayuran yang

ditanam adalah yang bisa dimakan mentah yang dibubuhi garam dan buah jaitun (lalapan)

dan dimakan bersama dengan roti. Disamping itu, juga menanam semacam kacang-

kacangan yang bisa disimpan lama untuk jangka panjang.

15 Minyak jaitun dan anggur: minyak jaitun (biasanya digunakan untuk menggoreng dan

sebagai bumbu utama makanan termasuk lalapan) dan anggur (biasanya diminum pada
waktu makan baik itu malam dan siang) adalah salah satu tradisi mediteran, tetapi tidak

demikian halnya di padang gurun bagi para ermit, karena minyak jaitun dan anggur

termasuk makanan istimewa. Minyak jaitun memang digunakan para ermit, tetapi untuk

bahan penerang; sedangkan anggur untuk perayaan missa. Akan tetapi kalau para ermit

mendapat tamu atau pengunjung, maka para ermit memberikan yang terbaik dengan

menghidangkan gorengan, lalapan dengan minyak jaitun kalau dibubuhkan lagi dengan

tiga buah jaitun sudah menjadi makanan istimewa, apalagi dengan sajian anggur. Kadang

kadang pengunjung membawa minyak jaitun atau anggur, dan untuk penghormatan, ermit

juga menyajikan barang bawaan itu untuk disantap bersama dengan tamu. Kecuali kalau

ada yang sakit, maka para ermit lain menyajikan makanan yang lebih istimewa, yaitu

dengan bumbu minyak jaitun. Para ermit dengan sendirinya sadar untuk menghindari

kedua jenis makanan ini, karena dianggap sebagai halangan untuk askese. Pada hari

paskah dan minggu, beberapa komunitas para ermit menyediakan kedua jenis makanan

ini. Misalnya Palamon mengatakan bahwa saya ini tidak sampai hati makan dengan

minyak jaitun dan minum anggur sedangkan Kristus menerita dan mati di salib.

16 Aturan umum: Secara umum para ermit sadar bahwa aturan umum untuk makan adalah:

“Mengambil dan memakan apa yang dibuthkan untuk menopang tubuh yang tidak pernah
akan merasa puas.” Alasannya, bahwa setan berusaha untuk mengganggu para ermit

melalui hal ini. Setan pertama-tama menyapa dengan hal-hal duniawi, kemudian
menyemukan kita dengan mengurangi abstinensi dan kemudian membutakan mata.

Kadang para ermit idak kekurangan makanan dan minuman berkat para pengunjung.

Untuk tidak mengaburkan tujuan utama menjadi ermit, dibutuhkan aturan umum ini.

17 Kehidpan sell: Kalau kita mendengar kata sell, bayangan mengarah pada penjara, tempat

para tahanan tinggal, terkunci, terisolasi, tidak ada kontak dengan orang luar, keadaan

terpaksa tinggal di dalam sell. Sebenarnya kata sell ini tidak cocok dengan kehidupan

para ermit; mungkin kata yang paling cocok digunakan adalah pondok, karena para ermit

tidak terisolasi dari dunia luar, tidak terkunci dan ada kontak dengan orang lain dan tidak
ada paksaan untuk tinggal di pondok, melainkan keinginan. Di dalam pondok biasanya

hanya ditemukan semacam tikar untuk tempat duduk dan sejenis bantal untuk tempat

berlutut, menulis atau membaca. Para ermit duduk seperti kaum muslim berdoa, dengan

demikian, kadang butuh penopang supaya tahan duduk lama. Para ermit biasanya lebih

suka tinggal di pondok daripada di luar pondok, karea di luar banyak pencobaan yang

datang, menjaga ketenangan terlebih-lebih waktu padang gurn sudah mulai ramai dengan

para pengunjung (sesudah abad V). Para abbas juga menganjurkan para ermit untuk

selalu tinggal di sell dengan alasan: kalau mereka tinggal di sell untuk berdoa, makan,

minum tidur maka Tuhan akan menganugerahkanmu pertolongan. Abbas Moses

mengatakan untuk mengajarkan segala sesuatu yang baik, harus tinggal di sell. Abbas

Serenus mengatakan kepada para ermitnya, kalau kalian tinggal di sell, kalian akan

mendapat ketenangan (apátheia). Mengapa para ermit bisa tinggal di sell bertahun-tahun?

Ada rasa keinginan untuk tinggal (bisa dibandingkan dengan orang yang berpacaran atau

yang berkungjung yang selalu ada keinginan untuk bersama, demikian juga para ermit

selalu memiliki keinginan bersama dengan Tuhan yang ditemukan di dalam sell). Dengan

rasa keinginan ini, para ermit tidak merasa jam demi jam, hari demi hari, minggu demi

minggu hingga tahun demi tahun berlalu. Sebaliknya para ermit yang sudah merasa bosan
tinggal di pondok, cobaan semakin gampang datang, dan dengan cepat bisa

meninggalkan hidup ermitnya, (hal ini bisa dibandingkan dengan kehidupan membiara
sekarang ini, kehidupan berkeluarga, kalau tidak ada rasa keinginan untuk hidup bersama

lagi, maka timbul keinginan untuk mencari dunia lain, dan pada situasi seperti ini setan

semakin mendorong untuk lebih jauh).

18 Buku: pada abad ke-tiga, para ermit mengalami kesulitan untuk memperoleh buku.

Dengan demikian, mereka biasanya saling meminjamkan buku, mendikte buku ke atas

papirus dalam bentuk kodex (bukan volumen, alasannya untuk lebih gampang membuka

dan menghapalkan ayat-ayat Kitab Suci, terlebih-lebih Kitab Mazmur) dan kadang diberi

figura yang bagus. Buku ini ditulis untuk digunakan sendiri dan kadang dihadiahkan pada
pengunjung. Kadang juga dijual, untuk kebuthan mereka dan untuk menolong yang

miskin. Kadang pencuri mencuri buku-buku para ermit dan dijual dengan harga yang

mahal. Para ermit juga membaca buku pada waktu senggang mereka pada waktu siang

dan malam. Kemudian pada abad ke lima, komunitas para ermit menghasilkan buku-buku

yang sangat berharga dalam tradisi hidup monastik dan juga kehidupan kristen yang

ditulis dalam bahasa coptik (bahasa asli di Mesir sebelum kedatangan tradisi yunani);

juga setap komunitas para ermit memiliki perpustakaan. Sayang sekali semua buku-buku

ini musnah dibakar oleh kaum muslim pdada akhir abad VI dan awal abad VII. Kita

memiliki tradisi hidup monastik ini dari mereka yang berkunjung ke Mesir seperti:

Johannes Cassianus, Hironimus, Atanasius, Basilius dll.

19 Doa: Epiphanius mengatakan bahwa ermit yang sesungguhnya harus selalu memiliki

Mazmur yang merupakan doa di dalam hatinya. Artinya bahwa mendaraskan Kitab Suci

sambil bekerja. Aktivitas ini menjadi kebiasaan para ermit. Alasannya, menurut Evagrius,

tidak memberikan resep (petunjuk) secra constant untuk bekerja, berpuasa, tetapi suatu

aturan untuk berdoa tanpa henti-hentinya. Doa menjadi explisit dan kuat kalau para ermit

berhenti bekerja tangan dan berdiri, merentangkan tangan ke surga sesudah berlutut.

Memang benar bahwa frekuensi doa tergantung dari masing-masing ermit, situasi,
inspirasi yang menentukan jumlah frekuensi berdoa. Misalnya: Musa berdoa setiap hari

sebanyak 50 kali, Evagrius 100 kali, Paulus dari Phreme 300. Apollo berdoa sambil
berlutut seratus kali setiap malam sedangkan pada waktu siang lebih dari jumlah itu. Doa

yang sering didoakan adalah “Bapa Kami” dan meminta pengampunan dosa.

20 Ibadat harian: pada awalnya, para ermit tidak membagi-bagi ibadat harian, karena

mereka berdoa sepanjang hari dan bahkan sepanjang malam. Mereka mengikuti tradisi

para rasul, yang datang inspirasi dari malaekat. Kemudian pada abad IV, sesudah

semakin berkembangnya kehidupan monastik, para ermmit perlu menentukan waktu

untuk berdoa. Dengan demikian, ditentukan ibadat pagi dan sore dengan mendoakan 12

Mazmur; dan akhirya ke-12 mazmur dibagi untuk acara doa sepanjang hari. Kadang,
kalau ermit berkumpul dua atau tiga orang saja, salah satu mempersiapkannya

sebelumnya untuk dinyanyikan dan yang lain mendengarkan.

21 Kegiatan malam: pada umumnya para ermit mengisi malam hari dengan tiga bentuk

kegiatan yang diungkapkan oleh Pacomius: berdoa dari sore hari sampai dengan tengah

malam kemudian, berdoa selanjutnya tidur sampai pagi; atau tidur dari sore sampai

tengah malam kemudian tidur sampai pagi; atau tidur dan berdoa silih berganti, demikian

selanjutnya dari sore sampai pagi. Akan tetapi ada beberapa orang yang berdoa sepanjang

malam. Misalnya, Moses beroda sepanjang malam di dalam sellnya selama 6 tahun.

Elpidus, bahkan selalu berdoa sepanjang malam di dalam selnya. Sarmatas memiliki

hidup lebih lunak dibandingkan dengan kedua ermit sebelumnya, karena dia hanya

beroda sepanjang malam selama periode masa puasa. Biasanya para ermit tidur di atas

semacam tikar atau tanpa tikar. Kadang ada yang tidur dengan duduk, Pacomius dan

saudaranya Johannes misalnya. Bessarion dan Macarius tidak pernah berbaring kalau

tidur.

22 Membaca: adalah bukan suatu acara yang umum ditemukan diantara para ermit, karena:

mahalnya buku pada saat itu; karena tidak semua ermit bisa membaca. Dengan demikian

para ermit lebih suka mendengarkan bacaan yang bisa dibacakan oleh ermit yang tau
membaca atau pada waktu missa, kemudian para ermit berusaha mengingatnya sepanjang

hari. Disamping itu yang dibaca juga terbatas, yaitu Kitab Suci dan jarang ditemukan
terjemahan dalam bahasa setempat; dan jarang orang yang bisa membaca dan mengerti

bahasa Yunani. Misalnya, Antonius selalu medengarkan dengan sangat perhatian semua

bacaan pada hari minggu dan tidak pernah tertidur selama di gereja. Banyak para ermit

yang turun pada hari sabtu dan minggu dari sell ke paroki untuk menghadiri missa dan

mereka berusaha mengingat bacaan-bacaan untuk bekal selama satu minggu.

23 Ruminasi (memamah biak): adalah metode untuk mengingat Kitab Suci, dengan

demikian metode ini menjadi suatu sistim yang kita kenal dengan lectio diuna, yaitu

ruminasi (memamah biak); artinya: para ermit berusaha mengingat dan mengulang kata
tau kalimat atau isi dari bacaan sepanjang hari sementara mereka melaksanakan kerja

tangan. Misalnya, Daniel bisa me-ruminasi 10.000 ayat Kitab Suci setiap hari. Lucius

selalu meruminasi ayat pertama Mazmur 50 (51); Sedangkan Paul lebih suka selalu

mengulang “Kasihanilah aku Tuhan”; Isak lebih suka mengingat ayat pertama dari

Mazmur 69 (70); Sedangkan Isodore lebih suka akan: “Jesus kasihanilah aku, Jesus

tolonglah aku, Tuhan berkatilah aku. Kadang kalau para ermit di sell, sering mengulangi

dengan suara yang agak keras, sehingga para tamu bisa menguping, bahkan kadang bisa

terdengar dari sell ermit yang lain yang tentu menguntungkannya.

24 Kerja tangan: adalah bukan yang utama, melainkan untuk mengisi waktu senggang dan

untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari. Kerja tangan para ermit pertama adalah

membuat tali dari palem; daunnya direndam di air supaya lunak, kemudian diuntai

menjadi tali yang kemudian bisa dijadikan tikar atau keranjang untuk dijual atau dipakai

sendiri. Ada juga ermit yang mengisi waktunya dengan mengumpulkan batu untuk

membentuk sell untuk ermit yang baru.

25 Sakit: Beberapa ermit memiliki umur yang panjang; misalnya: Amoun dari Nitria 62

tahun; Pamdo dan Serapion 70 tahun; Paphnutius 80 tahun; Benjamin 81 Tahun; Isodore

meninggal pada umur 85 tahun; Cronides dari Nitria, Elias dari Thebaid, Copres dan
Macarius dari Mesir memiliki umur 90 tahun; Mark hampir sampai pada umur 100 tahun;

Chaeremon lebih dari 100 tahun; Antonius meninggal pada umur 105 tahun; Moses dan
Pachon memiliki umur 110 tahun; Paulus meninggal pada umur 113 tahun. Tetapi tidak

jarang para ermit memiliki umur yang pendek. Beberapa para ermit memiliki kesehatan

yang baik, misalnya Antonius pada saat dia meninggal giginya masih lengkap; matanya

masih bening; kaki dan tangannya masih sempurna kesehatannya, bahkan kelihatannya

dia lebih sehat daripada ermit yang lain. Akan tetapi beberapa ermit memiliki kesehatan

yang minim, bahkan sakit-sakitan. Jenis penyakit pada umumnya adalah lever, sakit

perut, karena terlalu banyak askese. Kalau para ermit sakit-sakitan, ermit yang lebih sehat

memperhatikannya dengan mengantar makanan. Alasan berikutnya beberapa para ermit


tidak peduli akan kesehatan; dan juga mau berpartisipasi akan penderitaan Kristus yang

lebih keras. Tidak jarang abbas harus keliling ke sel-sel para ermit untuk mengontrol

apakah ada ermit yang sakit, dan kalau dia keliling tidak pernah lupa membawa obat dan

makanan yang bergiji seperti buah anggur dan buah-buahan lainnya.

26 Tentang meninggal: para ermit datang ke padang gurun untuk menunggu tanah terjanji;

sehingga mereka tidak takut akan sakit bahkan akan kematian. Bagi mereka hidup setiap

hari adalah seperti sedang meninggal, artinya selalu siap sedia untuk meninggal.

Misalnya Evagrius dan Macarius mengatakan bahwa para ermit selalu bepikir bahwa

besok akan meninggal. Bahkan seorang ermit tua berpikir bahwa dia bisa mati setiap saat.

Yang lain mengatakan bahwa dia selalu menuggu kematian siang dan malam. Seorang

lagi mengatakan kepada tubuhnya: “Engkau akan mati dan apakah saya mati besok atau

tidak.” Ini adalah suatu metode untuk menghindari patah semangat untuk hidup ini.

Beberapa ermit mengetahui saat meninggalnya, kata Johannes Likopolis; karena seorang

ermit mengatakan kepada ermit yang lain bahwa dia akan meninggal tiga hari lagi; dan

apa yang dikatakannya itu benar, sesudah hari ketiga ia meninggal. Tetapi kebanyakan

ermit tidak mengetahuinya, da banyak sudah mempersiapkan diri tetapi kematian toh

tidak kunjung datang, dan dia menangisi dirinya. Ada seorang ermit yang namanya tidak
disebutkan, sudah hampir meninggal dan para ermit yang lain sudah berkumpul di

sekelilingnya sambil menangis. Kemudian sang ermit membuka matanya dan tertawa tiga
kali. Kemudian seorang ermit bertanya kepadanya mengapa tertawa tiga kali dan

jawabnya: “Pertama, saya tertawa karena kalian belum siap untuk meninggal; kemudian

saya tertawa kedua kalinya karena kalian takut meninggal; saya tertawa ketiga kalinya

karena saya melepaskan diri dari kerja dan pergi istirahat.”

27 Cara meninggal: pada umumnya kalau ada ermit yang mau meninggal, para ermit yang

lain mengelilinginya dan mendoakannya. Akan tetapi, ada ermit yang sudah tau saat

ajalnya tiba, ia menyendiri dan meninggal di sana. Bahkan ada ermit yang meninggal di

selnya tanpa diketahui ermit yang lainnya dan ditemukan oleh pengunjung. Bagi para
ermit, cara meninggal itu tidak penting, tetapi yang penting adalah mendapatkan tanah

terjanji. Beberapa ermit meninggalkan nasehat atau pesan-pesan kepada ermit yang lain,

sebagaimana halnya dengan keadaan kita sekarang ini.

28 Pemakaman: ada berbagai cara pemakaman para ermit: cara pertama, dengan menggali

padang pasir tidak begitu dalam dan kemudian memakamkannya di situ; dan tidak jarang

binatang buas menggali dan memakan jenazah ermit ini; cara kedua dengan

memperisapkan pemakaman dengan baik, mencuci jenazah membungkus dengan kain

linen dan memakamkannya di pemakaman, karena menurut mereka ini, orang yang

meninggal juga membutuhkan perlakuan yang baik. Bahkan pada suatu ketika saat

memasukkan jenazah seorang ermit ke dalam makam, seorang ermit menanyakan kepada

yang meninggal: “Apakah sudah cukup sedalam ini?” Lalu dari liang kubur menyahut:

“Sudah, terimakasih.” Ada juga erimit yang dimakamkan ke atas bukit atau gunung,

karena menurut tradisi orang Mesir, pemakaman adalah di atas bukut yang jauh dari

tempat tinggal dan jauh dari genangan air (ingat akan piramit yang sebenarnya adalah

tempat pemakaman yang didirikan diatas bukit). Lalu ada ermit meminta jenazahnya

dibuang di padang gurun, supaya dimakan binatang buas, sebagai silih akan dosa-

dosanya kepada Tuhan. Bagaimana pemakaman, itu tidak penting bagi para ermit, yang
penting adalah bahwa jiwa mereka hidup bersama para malaekat di surga dengan iringn

surgawi bersama para martir. Inilah harapan dan tujuan para ermit pergi ke padang gurun.
7. Hidup monastik di barat
Kehidupan monastik di barat dibawa dari gereja timur, karena pada awal abad ke IV, banyak dri

barat mengadakan perjalanan ke timur, dan melihat bahwa hidup monastik adalah cara yang baik

untuk mengikuti Kristus. Cara ini diterapkan di barat dengan situasi yang berbeda. Di barat,

padang gurun tidak ditemukan, lalu kehidupan monastik dilaksanakan di daerah-daerah yang

sunyi di berbagai pulau kecil-kecil, yang jauh dari keramaian penduduk. Di biara, para ermit,

disamping melaksanakan pekerjaan sehari-hari, doa bersama dan pribadi (lectio divina) juga

mempelajari Kitab Suci, dan lama kelamaa biara menjadi pusat studi, pusat liturgi dan menulis
berbagai manuskrit dan buku liturgi. Kemudian dari abad pertengahan, muncul universitas, yang

kemudian mengambil alih posisi biara. Para ermit juga kadang-kadnag mendirikian biara di

dekat katedral (St. Petrus, St. Laurentius dan St. Sebastianus), untuk melaksanakan pelayanan di

gereja, seperti koor dan liturgi lainnya. Pada tahun 800, sudah ada kira-kira 46 bira di kota

Roma.

Biara pertama yang ditemukan di Italia didirikan oleh Eusebius di Vercelli pada pertengahan

abad IV, kemudian di Bologna dan Verona, Aquileia (Trieste) sekitar tahun 370. Paulus di Nola

mendirikan bira juga di Nola (dekat Napoli). Kemudian pada abad V, Benediktus mendirikan

dua biara di Subiaco dan Gunung (Monte) Cassino yang kita ketahui dari buku Dialogi 2

Gregorius Agung. Pada abad ke VI, sudah bayak ditemukan bira di Italia, termasuk yang

didirikan oleh Gregorius Agung yang bernama biara St. Andreas di bukit Coelius. Cassiadorus

mendirikan biara di Vivarium, dekat Scylacium, Calabria pada tahun 583. Kemudian di Gallia

(Prancis) juga sudah ditemukan biara pada abad IV di Tours yang didirkan oleh uskupnya

Martinus, kemudian di Poitiers, kemudian di Marsiglia pada abad V oleh Johannes Cassianus.

Kemudian di Iberia (Spanyol) sudah dumulai pada akhir abad IV di Tarragona; pada abad VI

dimulai di Braga, Seviglia. Di Cartagine, sudah banyak para perawan yang hidup di bira pada

abad ke IV, kemudian pada akhir abad ini (397), Agustinus menambahkan lagi untuk para laki-
laki dan perempuan. Di Irlandia dimulai oleh Patritius yang meninggal pada tahun 461,
sedangkan di Inggris, mulai pada akhir abad VI, oleh ermit missioner yang dikirim oleh

Gregorius Agung dari biara yang didirikannya, St. Andreas di Roma.


SOTERIOLOGI (DOKTRIN KESELAMATAN)

PENDAHULUAN

Defenisi Soteriologi

Kata soteriologi berasal dari bahasa Yunani soteria berarti keselamatan. Kata soteria berasal dari kata
soter yang artinya juruselamat.

Pembahasan doktrin soteriologi ini mencakup:

§ Doktrin soteriologi berhubungan erat dengan Karya Roh Kudus. Dalam bebarapa buku dogmatika
pembahasan bagian ini dimulai dengan karya Roh Kudus itu (Lih. C.J Haak, fasal 11; lihat juga hoekema,
fasal 3, tentang peranan Roh Kudus). Hal tidak dibahas dalam diktat ini, karena karya Roh Kudus ini
dibicarakan dalam pneumatologi.

§ Doktrin soteriologi dapat dianggap sebagai hasil karya Kristus. Dialah juruselamat (Luk. 2:1; Titus
2:13). Karya-Nya disebut keselamatan (Yoh. 4:22; Kis. 4:12; Ef. 1:13). Jadi walaupun ada hubungan yang
erat dengan Roh Kudus, pekerjaan Yesus juga penting sekali (Lih. Hoekma Fasal 4, tentang kesatuan
dengan Kristus).

§ Dalam soteriologi tidak berarti hanya dibahas bahwa keselamatan diaplikasikan oleh Roh Kudus
kepada kita, tetapi juga tentang keselamatan itu sendiri, mengenai Apakah keselamatan yang dikerjakan
Yesus Kristus, dan yang kita peroleh melalui Roh Kudus?

§ Menurut Berkhof soteriologi berkaitan dengan penerapan dari karya Roh Kudus[1]. Yang dibahas
disini adalah isi dan arti keselamatan itu.

§ Menurut Hoekma, Soteriologi hanya mencakup studi mengenai penerapan berkat-berkat keselamatan
di dalam diri umat Allah, dan pemulihan diri mereka sehingga diperkenan oleh Allah dan berada dalam
hidup persekutuan dengan Allah di dalam Kristus.

Hubungan dengan doktrin-doktrin lain

Doktrin Soteriologi memiliki hubungan erat dengan doktrin-doktrin lain seperti:

Ø Doktrin Allah.

Allah yang berdaulat menyelamatkan kita dari dosa, tetapi Ia tidak meniadakan tanggung jawab
manusia. Doktrin pemilihan sejak kekal juga sangat mempengaruhi soteriologi. Karena itu Grudem
membahas pokok itu dalam rangka soteriologi (Bab 32, hal. 669-691). Tetapi pada umumnya ajaran
pemilihan dibicarakan dalam doktrin Allah.
Ø Doktrin manusia

Natur manusia setelah kejatuhannya mengalami kerusakan total dan menyeluruh (sehingga manusia
pada naturnya mati di dalam dosa). Memang manusia masih sadar akan Allah yang menciptakan alam
semesta. Adanya kesadaran religius. Itu berarti : pengetahuan tentang sesuatu norma hidup, hubungan
dengan suatu kuasa yang lebih tinggi, pikiran tentang suatu keselamatan, dan kesadaran akan
bimbingan hidup. Tetapi kesadaran ini tidak dapat menyelamatkan orang. Semen religionis (benih
keagamaan) tidak dapat membawa kepada pengetahuan yang benar tentang Allah. Menurut Calvin
kesadaran atau benih itu tidak bisa memaafkan kita, melainkan justru mempersalahkan kita (lih. Rom.
1:20). Kesadaran atau benih itu tidak bisa menjadi tempat untuk berpaut bagi anugerah Tuhan.
Walaupun gambar/ rupa Allah masih kelihatan sedikit dalam manusia yang berdosa, namun natur
manusia rusak total. Tidak ada sisa yang bisa dipakai Tuhan. Setiap orang harus dilahirkan kembali
sebelum dia masih memperlihatkan gambar/rupa Allah. Manusia harus diperbaharui secara total.

Menurut Katekismus Heidelberg (minggu ke-3) kita begitu rusak, sehingga kita sama sekali tidak sanggup
berbuat apapun yang baik, dan kita hanya cenderung pada yang jahat saja, kecuali jika kita dilahirkan
kembali oleh Roh Allah.

Memang manusia masih bisa berbuat yang baik, tetapi manusia tidak dapat mendirikan Firdaus di bumi
ini. Walaupun ada keinginan seperti itu, usaha itu akan tetap gagal. Beruntung manusia masih dapat
berbuat yang baik, kalau tidak kehidupan dibumi ini akan menjadi neraka. Tetapi hal-hal yang baik itu
masih ada bukan karena manusia adalah baik, melainkan karena kebaikan Tuhan, Dialah yang menahan
dosa, sehingga kehidupan manusia tidak menjadi rusak total, dan masih ada hal-hal yang baik. Kalau
Tuhan tidak menahan dosa tidak mungkin kita dapat hidup lagi.

Dalam buku Grudem Hal. 657-665 dan juga dalam buku tulisan Berkhof hal. 43-76, memakai istilah
anugerah umum (common grace). Anugerah umum adalah anugrah Allah yang dengannya Dia
memberikan banyak berkat kepada manusia yang bagian bagian dari keselamatan common grace
mencyangkut bidang :

1. Fisik (Mat. 5:44-45; Luk. 6:35-36; Kej. 39:5; Mazmur 45:9; 15-16

2. Intelektual (Roma 1:21; Kis. 17:22-33

3. Moral (Rm. 2:14-15; Rm. 1:32; Luk. 6:33)

4. Kreatif

5. Masyarakat : contohnya keluarga (Kej. 4:17;19,26; 5:4, Pemerintah (Rm. 13:1-7

6. Agama (Mat. 5:44; 1 Tim. 2:1-2; Luk. 4:40; Yeh. 33:11; 1 Tim. 2:4. Allah menunjukkan anugrah umum
itu untuk

· Menyelamatkan orang pilihan (2 Petrus 3:9-10)

· Mendemonstrasikan kebaikan dan anugrah-Nya (Mzm. 145:9)


· Keadilan-Nya (Rm. 2:5; 3:9

· Kemulian-Nya.

Selain itu, inti dosa adalah tidak mengasihi Tuhan. Walaupun ada hal-hal yang baik dalam hidup kita,
namun tidak pernah kasih kita sempurna kepada Tuhan. Dari diri kita sendiri tidak bisa mengasihi Tuhan
Allah yang kita kenal Yesus Kristus. Untuk dapat mengasihi Tuhan terlebih dahulu kita harus menjadi
manusia baru. Penyataan ini menunjukkan bahwa kita diselamatkan bukan karena berbuat baik
melainkan hanya karena anugrah Allah.

Ø Kristologi

Kita harus menerima keilahian Kristus untuk dapat memahami doktrin keselamatan dalam pengertian
yang alkitabiah, dan juga kemanusiaan Kristus yang sejati. Kita juga harus memahami karya pendamaian
Kristus, dan perantaraan-Nya yang terus menerus bagi orang percaya. Di samping itu hidup dalam
persekutuan dengan Kristus adalah penting (lih. Hoekma fasal 4)

Ø Pneumatologi.

Keseluruhan proses yang dibahas dalam soteriologi merupakan karya Roh Kudus (Lih. Hoekma, Pasal 3)

Ø Eskatologi

Berkat-berkat soteriologi yang kita terima saat ini merupakan antisipasi terhadap berkat-berkat lebih
besar yang kita nantikan akan direalisasikan dimasa yang akan datang (Hoekma, hlm. 21). Walaupun kita
pada saat ini benar-benar adalah pribadi yang baru sepenuhnya (lih. Hoekma, hlm. 22).

ISTILAH ORDO SALUTIS

Istilah lain yang dipakai untuk bidang dogmatika ini adalah dalam bahasa latin Ordo salutis yang
artinya : urutan keselamatan

Ada dua aspek dalam istilah ini :

o Keselamatan yang Kristus kerjakan bagi kita (Kristus pro nobis bagi kita)

o Kristus membuat kita mengambil bagian dalam keselamatan itu oleh Roh Kudus (Kristus in nobis, di
dalam kita)
Dalam pembahasan ordo salutis dibahas hasil karya Kristus, dan juga apa yang dikerjakan Roh Kudus di
dalam kita. Kita tidak mulai dengan manusia dan pengalamannya, ataupun dengan kepastian yang dia
cari atau peroleh. Melainkan kita mulai dengan Kristus sebagai juruselamat dan apa yang dikerjakan-Nya
bagi kita, dengan cara apa Kristus memberikan keselamatan itu kepada kita.

Ordo salutis tidak berarti bahwa adanya urutan kronologis tertentu, atau urutan satu-satunya dalam
penghayatan keselamatan. Kata ordo mengacu kepada hubungan antara aspek-aspek keselamatan
masing-masing dengan Kristus, kita peroleh semuanya berdasarkan anugerahkan-Nya.

Ordo salutis memang ada tetapi belum adanya urutan yang kronologis. Yang harus diperhatikan dalam
ordo salutis adalah : pengudusan tidak mendahului pembenaran, melainkan menyusul. Pertobatan
terjadi sesudah panggilan. Ketekunan bukan hal yang pertama melainkan hal yang terakhir. Aspek-aspek
ini tidak boleh dibahas dalam urutan sembarangan, karena ada kaitan teologis. Ordo salutis ini alkitab
tidak mencatat secara eksplisit, namun Alkitab memberikan kita dasar yang cukup untuk urutan
tertentu[2]. Di dalam Roma 8:29,30, juga Kis. 26:17-18. Alkitab tetap melakukan dua hal yang
memungkinkan kita menyusun suatu urutan tertentu[3]

1) Alkitab memperlengkapi kita dengan penjelasan yang penuh dan lengkap mengenai pekerjaan Roh

2) Kudus dalam menerapkan karya Kristus bagi orang berdosa secara individu dan juga Alkitab
menjelaskan berkat-berkat keselamatan yang dicurahkan atas mereka. Banyak istilah yang dipakai
Alkitab.

3) Alkitab menunjukkan hubungan dimana berbagai gerakan dalam karya penebusan saling berkaitan
dalam berbagai ayatnya dan dengan berbagai cara Roma:3:30; 5:1; Gal. 2:16-20 (dibenarkan hanya
melalui iman); Roma 6:18-22 (dibebaskan dari dosa untuk menjadi hamba-hamba kebenaran, dan
beroleh buah pengudusan); Roma 8:15-17; Galatia 4:4-6 (kita diangkat menjadi anak, dan karena itu kita
juga adalah ahli waris); Roma 10:17 (iman timbul akan pendengaran akan Firman Tuhan); Efesus 1:13-14
(ketika kita percaya, kita dimeteraikan dengan Roh Kudus); Efesus 4:1-2 kita sangat perlu berjalan dalam
panggilan); 1 Petrus 1:23 (kita dilahirkan kembali oleh Firman Tuhan). Ayat ini menunjukkan hubungan
dari berbagai gerakan karya penebusan antara yang satu dengan yang lain dan dengan demikian
memberikan dasar bagi penyusunan suatu ordo salutis[4]

Hoekma menekankan bahwa berbagai fase dari jalan keselamatan itu tidak boleh dipikirkan sebagai
serangkaian langkah-langkah yang bertahap, dimana langkah yang satu menggantikan langkah
sebelumnya, sebaliknya harus dipikirkan berbagai aspek yang terjadi secara simultan dari suatu proses
keselamatan, yang mana setelah dimulai aspek-aspek tersebut berjalan secara berdampingan[5]. Lihat
bagan pada halaman 30 Tulisan Hoekma.
CIRI KHAS SOTERIOLOGI REFORMED

Hoekma Menyebut 5 penekanan dalam soteriologi Reformed:[6]

1) Walaupun manusia harus mengambil keputusan, namun faktor utama yang menentukan siapa yang
diselamatkan dari dosa adalah kedaulatan anugrah Allah.

2) Akar penerapan keselamatan adalah ketetapan kekal Allah, berdasarkan kerelaan kehendak-Nya,
bukan berdasarkan kebaikan manusia yang dipilih-Nya.

3) Semua orang dengan sungguh-sungguh dipanggil untuk menerima Injil, namun anugerah Allah
bersifat partikuler (tertentu) yaitu yang dikaruniakan kepada kaum pilihan Allah.

4) Itu berarti bahwa Allah tidak akan membiarkan kaum pilihan-Nya kehilangan keselamatan mereka.
Karena itu jaminan rohani orang-orang percaya tergantung terutama kepada pegangan Allah terhadap
mereka, dan bukannya atas pegangan mereka kepada Allah.

5) Dalam penerapan keselamatan memang kehendak dan karya manusia memainkan peranan, tetapi
penerapan itu terutama adalah karya Roh Kudus. Kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab
manusia. Di dalam beberapa aspek keselamatan (pertobatan, iman, pengudusan progresif, dan
ketekunan). Allah berkarya dan kita berkarya. Pengudusan kita misalnya pada saat yang sama adalah
seratus persen karya Allah juga seratus persen karya kita (lih Filipi 2:2:12-13).

Lima Pokok Calvinis

Dalam buku Edwin Palmer (5 Pokok Calvinis) dibahas lima pokok yang sangat penting dalam ajaran
Reformed. Dalam bahasa Inggris dipakai Singkatan TULIP yaitu :

1. Total depravity (kerusakan total)

2. Unconditional election (pemilihan tak bersyarat)

3. Limitid atonement (penebusan terbatas)

4. Irresistible grace (anugrah yang tak dapat ditolak)

5. Perseverance of the saints (ketekunan orang-orang kudus)

Kelima pokok Calvinis ini akan diberikan keterangan singkat mengenai kelima pokok ini (lihat tulisan
Reymond, hal. 1123-1126)

1) Kerusakan total : oleh karena dosa turunan dan dosa-dosa manusia sendiri semua manusia kecuali
Yesus Kristus adalah mengalami kerusakan total dan jahat secara total, walaupun mereka, oleh karena
anugerah Allah yang bersifat umum, ditahan sehingga mereka tidak melakukan kejahatan tanpa batas.
Mereka tidak mampu sama sekali untuk menyelamatkan diri sendiri.

2) Pemilihan tak bersyarat : sebelum dunia dijadikan, Allah memilih banyak orang berdosa untuk
diselamatkan secara total, hanya oleh karena anugerah dan kasih-Nya yang berdaulat. Mereka dipilih
bukan atas dasar iman atau perbuatan baik yang akan mereka lakukan. Pemilihan ini tidak bersyarat,
tetapi hanya berdasarkan kasih Allah, bukan berdasarkan orang-orang pilihan itu sendiri.

3) Penebusan terbatas : kematian Kristus hanya menyelamatkan orang-orang pilihan, walaupun


kematian-Nya cukup untuk dosa semua orang, dan walaupun Allah menuntut pertobatan dan
kepercayaan dalam Kristus dari semua orang, sehingga Injil harus diberitakan kepada semua orang.
Mungkin penebusan tertentu, pertikuler, atau efektif lebih cocok dari pada istilah penebusan terbatas.
Kata terbatas dapat disalah pahami, dan baik kaum Calvinis maupun kaum Armenian setuju dengan kata
terbatas, walaupun pemahamannya berbeda (Calvinis : terbatas karena hanya yang dimaksudkan bagi
kaum pilihan; sedangkan Armenian : terbatas karena tidak semua orang menerima Injil Yesus Kristus).

4) Anugerah yang tak dapat ditolak : itu berarti bahwa orang yang tidak dipilih tidak dapat menolak
anugerah ini, karena anugerah yang menyelamatkan itu tidak diberikan kepada mereka (Lih. Kis. 7:51:
Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang
Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu). Tetapi kaum pilihan tidak dapat
menolak anugerah ini terus menerus. Pada waktu yang ditentukan Allah, orang-orang pilihan akan
ditarik kepada Allah, dengan meninggalkan permusuhan mereka dan membuat mereka bersedia untuk
memeluk Kristus.

5) Ketekunan orang-orang Kudus : Kaum pilihan mendapat kepastian yang kekal dalam Kristus, karena
Dia memegang dan memberi kekuatan kepada mereka untuk bertekun di dalam Dia sampai pada
kesudahan. Tetapi orang-orang Kristen yang menjadi murtad ( 1 Tim. 4:1) keluar dari jemaat, tetapi
mereka tidak sungguh-sungguh termasuk kepada kita ( 1Yoh. 2:19).

BEBERAPA PANDANGAN LAIN MENGENAI SOTERIOLOGI

(Lihat Tulisan Berkhof hal. 11-12)

Di samping pandangan Reformed ada beberapa pandangan lain :

1) Pandangan Lutheran : walaupun orang Lutheran tahu bahwa pelaksanaan subyektif dari karya
penebusan dalam hati orang berdosa adalah karya anugerah Ilahi, namun mereka memberikan tekanan
utama pada apa yang dilakukan dipihak manusia dan bukan pada apa yang dilakukan pada pihak Tuhan.
Walaupun mereka tahu bahwa iman mula-mula adalah anugerah Tuhan, mereka menjadikan iman
(sebagai prinsip aktif dalam diri manusia dan sebagai tindakan manusia) sebagai faktor yang paling
menentukan dalam urutan keselamatan mereka.
Itulah akibat dari kenyataan bahwa dalam reformasi Lutheran doktrin pembenaran karena iman sangat
ditekankan. Kaum Lutheran mengambil titik berangkatnya dari kenyataan bahwa di dalam Kristus, Allah
diperdamaikan dengan dunia, panggilan, iluminasi, pertobatan dan kelahiran kembali sesungguhnya
hanya merupakan persiapan, bukan berkat-berkat perjanjian anugerah. Dalam hal ini manusia diberikan
iman yang menyelamatkan yang olehnya manusia memperoleh pengampunan atau pembenaran yang
secara obyektif diberikan dalam Kristus, diadopsi sebagai anak Allah, disatukan dengan Kristus dan
menerima roh pembaharuan dan penyucian, prinsip-prinsip yang taat. Jika manusia terus percaya, ia
akan mendapatkan damai dan sukacita, hidup dan keselamatan, tetapi jika ia tidak beriman lagi semua
ini akan meragukan, tidak pasti, dan mungkin tidak berguna lagi.

2) Pandangan Roma Katolik: seorangpun dapat dibenarkan tanpa anugerah Ilahi. Kehendak bebas tidak
ditiadakan sesudah jatuh ke dalam dosa. Jadi manusia ada kemungkinan dan keharusan untuk
kerjasama dengan anugerah Allah. Seseorang harus mengamini anugerah dan bekerjasama dengannya,
baru seseorang dibenarkan. Pembenaran ini adalah pengampunan dosa dan juga pengudusan dan
pembaharuan dari batin manusia melalui menerima secara sukarela anugerah dan karunia-karunia.
Pembenaran adalah satu proeses penyucian dan pembenaran. Pembenaran tidak diberikan, tetapi
diterima oleh anugerah dan juga oleh persiapan. Pembenaran bertumbuh oleh perbuatan-perbuatan
baik. Ukuran dari pengampunan dosa berhubungan dengan derajat dimana dosa sesungguhnya diatasi.
Anugerah terikat kepada sakramen-sakramen. Anugerah adalah obyektif, dan dalam kerjasama manusia
dengan anugerah menjadi subyektif. Akibatnya bahwa tidak ada kepastian tentang keselamatan.
Anugerah pembenaran dapat hilang, bukan saja tentang ketidak-percayaan tetapi juga oleh dosa yang
mendatangkan maut.

3) Pandangan Armenian : keselamatan adalah karya Allah, namun bergantung pada sikap dan
pekerjaan manusia. Allah membuka kemungkinan keselamatan bagi manusia tetapi bergantung kepada
manusia apakah ia mau meningkatkan kemungkinan itu. Menurut Armenian manusia secara naturnya
tidak mengalami kerusakan total. Kendatipun natur manusia terluka dan rusak sebagai akibat kejatuhan
manusia ke dalam dosa, manusia masih mampu oleh naturnya melakukan apa yang secara spiritual baik
dan dapat berbalik kepada Allah. Akan tetapi karena dibengkokkan oleh Iblis dan juga oleh kelambanan
natur manusia yang berdosa. Allah memberikan pertolongan kepada manusia. Ia mencurahkan
anugerah yang cukup pada semua manusia untuk memampukan mereka, jika mereka memilih untuk itu,
untuk memperoleh kepenuhan berkat rohani dan dengan demikian menerima keselamatan.

Menurut Armenian pengampunan dosa didasarkan pada jasa Kristus, tetapi penerimaan oleh Tuhan
bersandar pada ketaatan manusia pada hukum atau ketaatan pada Injil. Iman bukan saja membenarkan,
tetapi juga melahirbarukan orang berdosa. Akan tetapi, anugerah Allah selalu dapat diterima dan
ditolak.

Wesleyan Armenian atau Armenian Injili berbeda sedikit dengan Armenianisme abad ke-17, dan lebih
dekat dengan Calvinisme dari pada Armenian yang asli, tetapi mereka tidak konsisten. Menurut mereka
kesalahan dosa Adam dijatuhkan pada seluruh keurunannya, tetapi juga semua manusia dibenarkan
dalam Kristus dan dengan demikian kesalahan itupun segera disingkirkan, pada waktu ia dilahirkan.
Mereka mengakui keseluruhan kerusakan moral manusia dalam keadaan naturnya, tetapi juga
berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang tetap ada dalam keadaan natur, sebab ada penerapan
universal dari karya Kristus melalui Roh Kudus, yang olehnya orang berdosa dimungkinkan bekerja sama
dengan anugerah Allah. Mereka mengajarkan doktrin kesempurnaan Kristen atau penyucian secara
keseluruhan dalam hidup dimasa sekarang.

Konsep Paradoks

Kalau kita berbicara tentang kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, maka menemukan suatu
paradoks, yaitu suatu kombinasi dari dua pemikiran yang tampaknya berkontradiksi satu sama lain.
(Hoekma, hlm. 16). Tetapi kedua-duanya harus dipertahankan, karena dua-duanya diajarkan oleh
Alkitab:

1) Kedaulatan Allah : Amsal 21:1; Ef. 1:11; Roma 9:21

2) Tanggung jawab manusia : Yohanes 3:36; Matius 16:27; Wahyu. 22:12

Hoekma (hlm. 17) menunjuk kepada dua nas dimana kedua aspek itu muncul bersamaan: Lukas 22:22
dan Kis. 2:23

Karena kedua aspek ini diajarkan oleh Alkitab, kita harus menegaskan baik kedaulatan Allah maupun
tanggung jawab manusia; baik anugerah Allah yang berdaulat maupun partisipasi aktif kita di dalam
proses keselamatan (Hoekma, hal. 19).

Pembahasan Soteriologi

Yang dibahas dalam soteriologi adalah tema-tema yang penting. Misalnya pengudusan. Ada banyak hal
yang bisa dibahas dalam pengudusan antara lain : kemerdekaan, sukacita, pergumulan, kasih, doa.
Semua tema ini dibahas dalam pengudusan. Selain dari tema pengudusan kita juga akan membahas
tema-tema lain yang merupakan tema penting, antara lain : panggilan efektif, kelahiran kembali
(regenerasi), iman dan pertobatan (konversi), pembenaran, pengudusan, ketekulorifikasi nan. Pemuliaan
atau glorifikasi pada umumnya dibahas dalam eskatologi (hoekma, van Genderen/ Velema), tetapi juga
bisa dibahas dalam soteriologi (Grudem, Reymond). Itulah penyelesaian dari semua berkat-berkat
keselamatan yang lain. Kemudian dalam soteriologi juga dibahas pengudusan definitif, yang harus
dibedakan dari pengudusan progresif (Hoekma, Reymond), pengadopsian sebagai anak Allah (Hoekma,
Reymond, Grudem), pemenuhan atau pemeteraian dengan Roh Kudus (Grudem, Reymond).

Reymond (hlm. 711) membedakan 10 aspek dalam proses keselamatan manusia. Sebagian dari aspek-
aspek itu merupakan perbuatan ilahi semata (aspek 1,2,5,6,7,10), sedangkan sebagian lain merupakan
aktivitas ilahi dan manusiawi (aspek 3,4,8,9). Ke-10 aspek yang dimaksud adalah: 1). Panggilan efektif;
2). Kelahiran kembali; 3). Pertobatan; 4). Iman; 5). Pembenaran; 6). Pengudusan definitif; 7).
Pengadopsian (dan pemeteraian Roh Kudus); 8). Pengudusan progresif; 9). Ketekunan; 10). Pemuliaan

Dalam buku diselamatkan oleh anugrah hal. 47-80 dan juga Berkhof hlm. 23-41, membahas peranan Roh
Kudus di dalam proses keselamatan. Dalam diktat ini, peranan Roh Kudus tidak dibahas karena
pembahasan ini masuk dalam doktrin pneumatologi. Hal yang sama berlaku bagi persekutuan dengan
Kristus. Kalau kita tidak hidup di dalam Kristus sekarang ini, keselamatan tidak akan berguna bagi kita.
Hoekma membahas hal itu dalam bab 4 (hal. 81-98);

1. Panggilan

Pada umumnya panggilan dibedakan dua macam : panggilan Injil, dan panggilan efektif. Panggilan
injil berarti bahwa semua orang yang mendengar Injil sungguh-sungguh dipanggil untuk percaya kepada
Kristus. Sedangkan panggilan efektif berarti bahwa panggilan Injil itu hanya menjadi efektif atau hanya
berhasil dalam kehidupan orang-orang pilihan.

Menurut beberapa teolog seperti Van Genderen/ Velema (hlm 527) dan Berkhof (hlm. 101-105)
menyebut panggilan secara umum, atau panggilan realis. Panggilan datang kepada manusia melalui
penyataan umum seperti penciptaan, pemeliharaan dan pemerintahan dunia ini). Panggilan ini tidak
membawa manusia kepada keselamatan. Allah menyatakan diri kepada semua orang ini yang disebut
penyataan umum, dan juga Allah menyatakan secara khusus hanya bagi orang yang percaya kepada-Nya
sebagai Allah yang penuh anugrah. Pemeliharaan Allah menciptakan kemungkinan untuk memberikan
anugrah-Nya, dan karya penebusan Kristus membuat dunia ini, menjadi dunia baru dimana terdapat
kebenaran ( 2 Ptr. 3:13).

Dalam doktrin soteriologi yang dibicarakan adalah bukan panggilan umum, melainkan panggilan
Injil dan panggilan efektif.

1.1 Panggilan Injil

Dalam panggilan injil ini semua orang harus mendengar injil yaitu injil Yesus Kristus bukan kepada
sejumlah orang tertentu. Hal ini sesuai dengan amanat agung : pergilah, jadikanlah semua bangsa
muridku (Mat. 28:19). Kita sebagai pemberita Injil tidak boleh membedakan orang yang satu harus
mendengar Injil, yang lain tidak. Kita berupaya supaya semua orang harus mendengar Injil.

Walaupun Allah telah memilih sejumlah besar dari umat manusia untuk diselamatkan, namun
pemberitaan injil tidak boleh dibatasi kepada sejumlah orang tertentu. Dalam hal pemberitaan injil kita
tidak boleh memandang muka. Dalam pemberitaan Injil Allah yang mengerjakan pertobatan dan iman,
tetapi kita wajib menjelaskan injil kepada semua orang, mengundang mereka untuk menerima Yesus,
supaya dosa mereka diampuni dan mereka menerima hidup yang kekal.
Hoekema memberikan definisi mengenai panggilan Injil yakni: penawaran keselamatan dalam Kristus
kepada orang-orang, yang dibarengi dengan undangan untuk menerima Kristus dalam pertobatan dan
iman, agar mereka boleh menerima pengampunan atas dosa-dosa dan kehidupan kekal.[7]

Panggilan injil ini bersifat universal, sehingga semua orang yang mendengar injil sungguh-sungguh
diundang untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Ada 2 nas yang sering disebut tentang ini
yakni: Matius 22:1-14 dan Lukas 14:16-24 yaitu perumpamaan tentang perjamuan kamin. Yang
diperdebatkan dalam ke-2 nas ini adalah apakah kedua perumpamaan ini merupakan dua versi dari satu
perumpamaan yang berbeda-beda. Jelas bahwa perbedaan antara kedua perumpaan ini cukup besar.

Dalam kedua perumpamaan ini, ada orang dipanggil atau diundang datang tetapi mereka menolak
panggilan itu. Kelompok pertama ini menunjuk kepada orang Yahudi yang menolak Yesus. Kelompok
kedua yang diundang adalah orang-orang yang dianggap rendah (miskin, cacat, buta,lumpuh, semua
orang yang dijumpainya dijalan). Kelompok ketiga hanya disebutkan di Lukas 14:23, melambangkan
orang-orang bukan Yahudi yang akan dijangkau oleh Injil kemudian mereka berada diluar kota.
Sedangkan kelompok kedua berada di dalam kota). Dari beberapa ayat ini menunjukkan bahwa semua
orang dipanggil walaupun hanya sebagian yang meresponi panggilan itu. Jadi, kalau kita memberitakan
injil, kita memberitakan kepada semua orang yang kita jumpai. Dan kita betul-betul mempunyai
keinginan supaya semua orang yang mendengarkan injil itu akan bertobat dan percaya kepada Yesus,
sehingga mereka diselamatkan.

bukti-bukti Alkitab menjelaskan bahwa Allah sangat serius keselamatan semua orang yang
mendengarkan injil : Yehezekiel 18:23; 33:11, Matius 23:37, 2 Petrus 3:9; 2 Korintus 5:20. melalui ayat
ini jangan melarang kita mengambil kesimpulan bahwa injil hanya ditawarkan kepada kaum pilihan dan
bukan kepada orang-orang yang tidak dipilih, tetapi beberapa ayat ini menunjukkan bahwa panggilan
injil kepada semua orang.

Antara doktrin pemilihan dengan panggilan injil seakan-akan paradoks bagi pikiran kita, namun kita
tetap mempertahankan sebab dua-duanya ajaran alkitab. Hoekma menekankan bahwa kita harus
menghindari solusi yang rasionalis[8]. Kalau kita kita mencari solusi dari paradoks ini maka kita
mengabaikan salah satu dari kebenaran ini:

1) Kalau kita mengabaikan doktrin pemilihan, kita mengorbankan panggilan injil. Kedua ajaran ini harus
tetap dipertahankan karena ajaran alkitab

2) Kalau Armenian mengutamakan pangilan Injil yang ditawarkan kepada semua orang, maka
memperlemah kedaulatan Allah.

Kedua solusi ini tidak bisa diterima, sebab tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Logika kita harus takluk
kepada hikmat Allah dan apa yang tertulis di dalam Alkitab.

1.2 Panggilan efektif


Panggilan efektif ini menurut orang Semi-Pelagian dan Armenian menyatakan bahwa setiap orang
memiliki kemampuan untuk meresponi secara positif kepada panggilan injil. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa hasil panggilan Injil mutlak tergantung kepada kehendak manusia. ketika manusia
mendengar Injil dan mengambil keputusan untuk bertobat dan percaya atau tidak percaya, bukan
karena Allah yang berdaulat. Pendapat ini Agustinus (354-430) tidak menyetujui. Agustinus berpendapat
bahwa bahwa kemampuan untuk menerima panggilan Injil terdapat dalam anugrah Allah yang
berdaulat, bukan kehendak manusia. alasannya karena manusia telah mengalami kerusakan total ketika
jatuh ke dalam dosa, itulah yang menyebabkan tidak memiliki kemampuan untuk menerima Injil dan
menjadi percaya kepada Yesus dengan kekuatannya sendiri.

Dalam katekismus Heidelberg minggu ke-3 dijelaskan bahwa kita begitu rusak, sehingga kita sama sekali
tidak sanggup untuk berbuat apa pun yang baik, dan hanya cenderung pada yang jahat saja, kecuali kita
dilahirkan kembali oleh Roh Allah. Roh Kudus harus membuka hati untuk mendengar Injil, hanya dengan
demikian panggilan Injil dapat menjadi efektif atau berhasil.

1. 2.1. Panggilan efektif menurut Alkitab

Paulus menulis bahwa manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah ( 1 Kor. 2:14).
Manusia itu harus dilahirkan kembali dahulu, sehingga dia menjadi manusia rohani. Respons terhadap
panggilan Injil tidak mungkin kalau manusia tidak diperbaharui lebih dahulu. Manusia duniawi itu hanya
mengikuti keinginan daging yang adalah seteru Allah (Rm. 8:7). Manusia yang belum dilahirkan kembali
itu adalah mati karena palanggaran dan dosa-dosa (ef. 2:1,5). Sehingga dia mati secara rohani. Kita harus
lahir dari atas, atau dilahirkan dari air dan Roh (Yoh. 3:3,5) dan kita harus ditarik oleh Bapa (Yoh. 6:44),
dan dihidupkan bersama-sama dengan Kristus (Ef. 2:4-5) oleh kasih karunia Allah.

Bukti Alkitab yang menunjukkan kata ‘panggilan’ atau ‘memanggil’ menunjuk kepada panggilan efektif
yaitu panggilan yang diterima oleh manusia dan membuat dia bertobat dan menjadi percaya. Bukti
Alkitab yang dimaksud adalah sbb:

· 1 Korintus 1:22-24 : Kristus yang disalibkan adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah untuk
mereka yang dipanggil. Mereka yang dipanggil itu tidak menganggap suatu kebodohan. Mereka telah
dipanggil secara efektif. Dalam Matius 22:1-14 kata panggilan Injil yang ditujukan kepada semua orang
tetapi hanya menjadi efektif bagi orang pilihan.

· Roma 8:28-30 : mereka yang dipanggil sesuai rencana Allah (ay. 28) yang mengasihi Dia.
mereka yang dipanggil-Nya dalam ayat 30 menunjuk kepada panggilan efektif, karena mereka juga
dibenarkan-Nya dan dimuliakan-Nya

· Hoekma menyebut beberapa nas Alkitab selain kedua ayat di atas : 1 Korintus 1:9; Roma. 1:7;
9:23-24; Galatia 1:15; Efesus 4:1,4; 1 Petrus 2:9; 2 Petrus 1:10; Yudas 1;Wahyu 17:14.
1.2.2. Panggilan efektif menurut pengakuan iman Reformed

Dalam pengakuan iman Reformed menjelaskan mereka yang diselamatkan oleh Kristus, Allah
memutuskan untuk memberikan orang-orang pilihan itu kepada-Nya untuk memanggil serta menarik
mereka dengan efektif oleh Firman dan pada persekutuan dengan Roh-Nya.

Sejak semula orang-orang kepunyaan-Nya telah dipilih-Nya dalam Kristus, demikian juga mereka
dipanggil-Nya secara efektif dalam hidup ini. Dia mengaruniakan kepada mereka iman dan pertobatan,
dan setelah melepaskan mereka dari kuasa kegelapan memindahkan mereka ke dalam kerajaan Anak-
nya. Hal ini jelas bahwa panggilan hanya menjadi efektif dalam kehidupan orang-orang yang dipilih,
hanya oleh karena kasih karunia saja.

1.2.3. Defenisi Panggilan efektif

Menurut Hoekma defenisi panggilan efektif adalah : tindakan Allah yang berdaulat melalui Roh
Kudus-Nya dimana Dia memampukan pendengar panggilan Injil untuk meresponi panggilan-Nya dengan
pertobatan, iman, dan ketaatan.[9]

1.2.4. Panggilan efektif dan pemilihan

Orang-orang yang dipanggil secara efektif adalah orang-orang pilihan. Mereka telah dipilih Allah
sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4) untuk menjadi percaya dan hidup kudus dan tak bercacat dihadapan-
Nya.

Hubungan antara panggilan efektif dan pemilihan menjadi jelas dalam Matius 22:14 “sebab banyak
yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”. Kita sudah melihat bahwa panggilan yang dimaksudkan
dalam nas ini adalah panggilan yang ditujukan kepada semua orang. banyak orang mendengar
pemberitaan injil, tetapi hanya sebagian yang meresponi secara positif terhadap panggilan injil itu.

Latar belakang kedua reaksi yang berbeda ini adalah pemilihan Allah. Dalam kehidupan orang pilihan
Allah mengerjakan jawaban positif terhadap panggilan Injil. Itulah karya Allah semata-mata. Sedangkan
penolakan panggilan Injil disebabkan oleh ketidakpercayaan manusia sendiri. Panggilan efektif
merupakan anugrah Tuhan. Penolakan Injil adalah kesalahan manusia sendiri.

Kesimpulan dari Matius 22:14 menurut Van Genderen/Velema adalah :

a. Pemilihan tidak membatasi atau memperlemah panggilan

b. Panggilan dimaksudkan Allah secara serius. Karena itu menolak panggilan Injil merupakan kesalahan
manusia. Jadi bukan Allah yang dipersalahkan kalau manusia tidak menjadi percaya. Lihat Yohanes 5:39-
40 “kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh itu; “kamu tidak mau (Mat. 23:27); karena
kamu menolaknya (Kis. 13:46). Banyak orang yang dipanggil oleh pelayanan Injil tidak datang dan tidak
bertobat. Kesalahannya tidak dapat ditimpahkan kepada Injil, atau kepada Kristus dan juga kepada Allah
yang memanggil orang melalui injil dan bahkan memberikan karunia kepada mereka yang dipanggil-Nya.
Kesalahan terletak dalam diri mereka. Sebagai bukti kita dapat melihat perumpamaan tentang benih
(Mat. 13:1-23; Mrk. 4:1-20; Luk. 8:4-15).

c. Pemilihan dan panggilan tidak terjadi bersamaan waktu. Sejumlah besar manusia dipilih sejak kekal,
sedangkan panggilan terjadi dalam hidup ini. Tetapi kita dipanggil dahulu, dan baru dari respons yang
positif terhadap panggilan itu kita bisa menarik kesimpulan bahwa kita ternyata dipilih sejak kekal.

1.2.5. Penginjilan dan kedaulatan Allah

Dalam buku Penginjilan dan Kedaulatan Allah, yang ditulis Packer menjelaskan bahwa kedaulatan Allah
dalam memilih dan memanggil secara efektif tidak berarti mengabaikan tugas penginjilan. Dalam
kedaulatan Allah justru menentukan bahwa orang yang dipilih akan dipanggil secara efektif melalui
pemberitaan Injil oleh hamba Tuhan dan orang Kristen. Menurut Packer “kedaulatan Allah justru
menjadi dorongan yang kuat untuk memberitakan Injil. Kesimpulan yang diambil ada dalam bab 4:[10]

1) Kedaulatan Allah tidak mengurangi sama sekali kewajiban kita untuk memberitakan Injil (Rm. 10:12-
14; Mat. 22:1-14) Allah mengutus kita sebagai mata rantai yang penting dalam rencana-Nya untuk
menyelamatkan orang pilihan. Kaum pilihan diselamatkan melalui tindakan orang-orang Kristen yang
mengundang mereka. Dengan demikian penginjilan mutlak perlu. Selain ayat di atas ayat lain yang
dipakai oleh Packer (Luk. 13:3,5; Kol. 1:28; Yoh. 6:37-40; Yeh. 18:31; 5:40).

2) Kedaulatan Allah dalam anugrah memberikan satu-satunya pengharapan atas keberhasilan dalam
penginjilan. Jadi penginjilan bukan usaha yang sia-sia sebab manusia tidak mampu bertobat dan percaya
denga kekuatannya karena dosa ( 1Kor.2:14; Rm. 8:7-8; Ef:1-2; 2 Kor. 4:4) kita diselamtkan oleh anugrah
(Flp. 1:29; Ef. 2:8; Kis. 5:31; 11:18; Kol. 1:13) tidak mungkin pemberitaan injil tidak berhasil dan sia-sia
(Yes. 55:10-11).

1.2.6. Tujuan panggilan efektif

Menurut Hoekma (hlm. 124) tujuan panggilan efektif ini menunjuk kepada apa yang disebutkan
dalam alkitab yakni dipanggil :

· Ke dalam persekutuan dengan Yesus Kristus ( 1 Kor. 2:9)

· Kepada hidup yang kekal (1 Tim. 6:12)

· Kepada kerajaan dan kemuliaan Allah ( 1 Tes. 2:12)

· Kepada hidup yang kudus ( 1 Tes. 4:7)


· Kepada penderitaan karena hidup kudus ( 1 Ptr. 2:21)

· Kepada kebebasan Kristen ( Gal. 5:13)

· Untuk memperoleh hadiah yaitu keselamatan ( Flp. 3:14)

1.2.7.Dalam panggilan efektif tidak ada kerjasama antara Allah dan manusia.

Apakah panggilan efektif ini memperlakukan kita sebagai robot atau sebagai pribadi? [11] bukankah
manusia terlibat dalam proses keselamatan? Untuk menjawab menjawab pertanyaan ini, kita harus
menyadari ketidakmampuan rohani dari manusia yang berada dalam dosa yang telah rusak total. Itu
berarti bahwa kebebasan sejati (kehendak bebas) tidak ada lagi. Hoekma membahas pokok ini dalam
bukunya Manusia: Ciptaan menurut gambar Allah hlm. 293-314. kebebasan sejati ini telah hilang ketika
manusia jatuh ke dalam dosa. Agustinus membedakan empat macam situasi dalam kehidupan umat
manusia:

1. Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, dia diciptakan baik, dalam kebenaran dan kekudusan
yang sesungguhnya (Ef. 4:24). Waktu itu manusia berada dalam kondisi Bisa tidak berdosa. Di sini
kebebasan sejati.

2. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, mereka menjadi budak dosa dan masuk ke dalam
kondisi “tidak bisa tidak berdosa”. Hoekema menunjuk kepada Yohanes 8:34 ‘setiap orang yang berbuat
dosa adalah hamba dosa’ dan roma 6:6,7,19,20 “dahulu kamu memang hamba dosa”

3. Ketika sudah dilahirkan kembali, orang tersebut dimampukan untuk berpaling kepada Allah di
dalam pertobatan dan iman, dan untuk melakukan apa yang benar-benar menyenangkan dalam
pandangan Allah. orang yang telah lahir baru itu berada dalam kondisi ‘bisa tidak berdosa’ dia bukan lagi
budak dosa (Yoh. 8:36) jadi apabila anak itu dimerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka ( Gal.
5:1,16; 2 Kor. 3:17; Rm. 6:4,6,14,18,22). Jadi seorang Kristen yang mengalami proses pembaharuan di
dalam kehidupan sekarang ini, benar-benar bebas secara total[12].

4. Suatu hari kelak, pada saat kita dimuliakan dan disempurnakan, kita akan bebas secara
sempurna. Itulah kondisi “tidak bisa berdosa”. Pada saat itu semua semua dosa, penyakit, kelemahan,
bahkan kematian tidak ada lagi ( 1 Kor. 15:42-43; why. 21:14). Situasi itulah yang disebut Paulus
‘kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah (Rm. 8:21), dan pengangkatan sebagai anak yaitu
pembebasan tubuh kita (Rm. 8:23).

2. Kelahiran Kembali

Kelahiran kembali (regenerasi) tidak disebut sebagai pokok tersendiri. Dalam pembahasan panggilan
efektif juga diberi perhatian kepada kelahiran kembali. Panggilan efektif dan kelahiran kembali
merupakan dua aspek dari keselamatan yang menunjuk kepada dua hal yang sama. Namun karena
Alkitab menekankan pokok ini maka kelahiran kembali harus dibedakan dengan panggilan efektif.
2.1 Apa itu kelahiran kembali

Kelahiran kembali yang dimaksud dalam doktrin Soteriologi diberi dua arti yang berbeda:

Ø Permulaan kehidupan rohani yang baru, yang ditanamkan dalam diri kita oleh Roh Kudus membuat
kita bertobat dan percaya.[13]

Ø Manifestasi pertama dari hidup yang telah ditanamkan[14] atau hasil dari regenerasi itu (buah Roh).

Dalam pengertian kedua ini, kalahiran kembali bukan saja menunjuk kepada perkembangan kehidupan
yang baru. Kelahiran kembali tidak berbeda jauh dengan pengudusan, menurut Calvin meliputi konversi.
Karena itu Haak membahas kelahiran kembali dibahas di bawah aspek pengudusan.

Defenisi kelahiran kembali dalam arti yang lebih sempit itu dapat dirumuskan sebagai berikut: karya Roh
Kudus yang mula-mula membawa orang-orang ke dalam kesatuan yang hidup dengan Kristus,
mengubah hati mereka yang dulunya mati secara rohani, dan sekarang berkemampuan dan
berkehendak untuk bertobat dari dosa, mempercayai Injil dan melayani Tuhan. Defenisi ini menegaskan
kita harus bertitik tolak dari situasi kerusakan total manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, dan
ketidakmampuannya untuk hidup bergaul dengan Tuhan. Kebebasan sejati yang telah hilang dipulihkan
kembali, sehingga manusia yang mati dalam dosa, menjadi hidup hidup secara rohani lagi dan
dimampukan lagi untuk mengasihi dan melayani Allah.

2.2 Ajaran Alkitab mengenai kelahiran kembali

Dalam PL kita sudah belajar tentang kelahiran kembali sebagai perubahan radikal yang hanya dapat
disebabkan oleh Allah saja (Ul. 30:6; Allah harus menyunati bangsa Israel dan hati keturunan mereka,
sehingga mereka dapat mengasihi Allah dengan segenap hati mereka;Yer. 31:33 ‘Aku akan menaruh
taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah
dengan segenap hati mereka; Yeh.36: 26 ‘hati yang baru, roh yang baru, menjauhkan dari tubuh hati
yang keras).

Dalam PB pengajaran kelahiran kembali kita lebih banyak mendapatkan nas yang menjelaskan tentang
kelahirran kembali:

Mat. 15:13 “setiap tanaman yang ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-
akarnya”,

Yoh. 3:3-8 ‘Jika seorang tidak dilahirkan kembali (dari atas’ anothen), ia tidak mendapat kerajaan Allah.
Artinya peristiwa itu adalah tunggal (Aorist), dan kita bersifat pasif. Dalam kelahiran natural kita secara
total pasif. Demikian juga dengan kelahiran rohani kita. Dalam ayat 5 ‘jika seorang tidak dilahirkan
kembali ia tidak masuk ke dalam kerajaan Allah’. Air merujuk kepada pemurnian rohani bukan kepada
baptisan, seperti dalam PL. Dilahirkan dari Roh artinya pelaku kelahiran baru ini adalah Roh Kudus.
kelahiran kembali mutlak perlu untuk semua orang. Dalam Titus 3:5 Paulus menggunakan kata
Palingenesia (permandian kelahiran kembali), kata ini merujuk kepada awal kehidupan rohani baru.
Pembaharuan rohani yang dikerjakan Roh Kudus menjadi nyata dalam proses pengudusan.

Paulus juga memakai istilah-istilah lain untuk kelahiran kembali : Pertama, Allah menghidupkan kita
bersama-sama dengan Kristus, walaupun kita telah mati karena dosa (Ef. 2:5; bnd.Kol. 2:13). Kedua,
orang-orang yang percaya kepada Kristus disebut ciptaan baru (2 Kor. 5:17; Gal. 6:15). Kemudian Petrus
dan Yakobus menyatakan Allah yang melahirkan kita kembali, oleh Firman Allah yang hidup dan yang
kekal (1 Ptr. 1:23) dan yang menjadikan kita oleh Firman kebenaran (Yak.1:18). Allah telah melahirkan
kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati ( 1 Ptr. 1:3).

Dalam surat 1 Yohanes menjadi jelas bahwa kelahiran kembali akan menjadi nyata dalam kehidupan
dan perbuatan-perbuatan kita: berbuat kebenaran (1 Yoh. 2:29), tidak berbuat dosa lagi (1 Yoh. 3:9)
yaitu tidak akan terus menerus hidup dalam dosa, mengasihi saudara (1 Yoh. 4:7), memiliki iman (1 Yoh.
5:1) dalam arti iman merupakan bukti yang kelihatan dari regenerasi yaitu percaya bahwa Yesus adalah
Kristus, mengalahkan dunia (1 Yoh. 5:4), kita dilindungi Allah (1 Yoh. 5:18) sehingga kita tidak akan
berpaling dari iman dan dari anugrah.

Kesimpulan: kelahiran kembali merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi hidup
secara rohani yang : dikerjakan oleh Roh Kudus (kita sepenuhnya pasif), merupakan anugrah Allah yang
berdaulat, terjadi di dalam persekutuan dengan Kristus.[15]

2.3 Kelahiran kembali bersifat Supra-Natural

Menurut Grudem apa persis yang terjadi di dalam kelahiran kembali bersifat supranatural.[16] Dia
menunjuk kepada Yohanes 3:8 “angin bertiup kemana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi
engkau tidak tahu dari mana ia datang atau kemana ia pergi. Demikian halnya dengan tiap-tiap orang
yang lahir dari Roh.

Meskipun kelahiran kembali bersifat supra-natural namun ada beberapa ciri khasnya:

1. Kelahiran kembali bukan suatu proses yang berlanjut seumur hidup.

Alasan : karena kelahiran kembali bukanlah seperti pengudusan yang berlanjut seumur hidup, tetapi
kelahiran kembali hanya terjadi sekali,[17] Sebab kelahiran kembali terjadi secara seketika bagi orang
percaya.

2. Kelahiran kembali mempengaruhi keseluruhan pribadi, maksudnya: bukan saja hati kita dan roh kita
yang dahulu mati, melainkan kita sebagai pribadi yang utuh (dahulu mati karena pelanggaran dan dosa-
dosa Ef. 2:1). Kemudian Allah menghidupkan kita menyangkut keseluruhan pribadi bersama dengan
Kristus (ef. 2:5). Pemberian hati yang baru berarti pusat dari seluruh aktivitas manusia diperbaharui
(seluruh hidup manusia diperbaharui).

2.4 Kelahiran kembali dan hubungannya dengan doktrin-doktrin lain

kelahiran kembali sangat berhubungan erat dengan panggilan efektif karena kedua-duanya menunjuk
kepada permulaan hidup yang baru dan merupakan karya Allah semata-mata. Hoekema mengatkan
kedua hal ini identik sebab mendeskripsikan perubahan dari kematian rohani kepada kehidupan
rohani[18]. Sedangkan Berkhof berpendapat bahwa panggilan efektif kadang-kadang mengikuti
kelahiran kembali

2.5 Kelahiran kembali dan pemberitaan Injil

Dalam pemberitaan Injil kita tidak menyuruh orang untuk lahir kembali, karena dalam kelahiran kembali
manusia pasif, namun kita tetap memanggil orang untuk bertobat dan percaya kepaya Yesus. Menurut
hoekema kelahiran kembali dikejarkan langsung Roh Kudus di dalam diri kita tanpa perantara dan juga
tanpa pemberitaan Injil. Yang disebabkan oleh pemberitaan Injil adalah kelahiran kembali dalam arti
luas yaitu manisfestasi pertama dari kehidupan rohani baru.[19]

Dalam Pasal-pasal ajaran Dodrech III/IV :17, menjelaskan karya Allah yang supranatural dan ajaib
olehnya kita dilahirkan kembali, tetapi tidak mencegah kita untuk meniadakan pemakaian Injil yang
telah ditentukan Allah itu menjadi benih kelahiran kembali dan makanan bagi jiwa. Jadi, Roh Kudus
memakai Firman Allah untuk mengerjakan kelahiran kembali, dengan kata lain Roh Kudus memakai
Firman sebagai sarana. Hal ini menjadi dorongan yang kuat untuk tetap memberitakan Injil, walaupun
pemberitaan Injil tidak dapat menuntut kelahiran kembali dari para pendengar, namun harus memangil
pendengar untuk beriman kepada Injil dan bertobat dari dosa, sambil kita percaya bahwa Allah akan
memberikan kepada para pendengar kemampuan untuk bertobat dan percaya.[20]

Konversi (Pertobatan dan Iman)

Konversi merupakan suatu bukti yang kelihatan dan regenerasi[21] dan mencakup dua aspek
keselamatan yang sangat berkaitan erat, yaitu pertobatan dan iman.

Konversi adalah tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang telah mengalami regenerasi
dimana dia berpaling kepada Allah di dalam pertobatan dan iman.[22]

Dalam Konversi ada dua hal :


Menjauhkan diri dari dosa yaitu iluminasi pada pikiran dimana dosa dikenali dalam pengertian yang
sesungguhnya; penyesalan yang sungguh atas dosa; pengakuan yang rendah hati akan dosa; membenci
dosa, yang mencakup keputusan yang tegas untuk meninggalkannya.

Mengarahkan diri kepada Allah dalam pelayanan artinya kembali kepada Allah dengan iman bahwa Dia
akan mengampuni dosa kita; sukacita yang penuh di dalam Allah melalui Kristus; kasih yang murni
kepada Allah dan sesama beserta kesukaan di dalam melayani Allah.

Konversi : Karya Allah dan aktivitas manusia

Di dalam konversi kita menemukan suatu paradoks yang tidak dapat diselesaikan dengan akal budi
orang percaya tetapi tidak boleh dihilangkan, sebab di dalam konversi ada karya Allah dan aktivitas
manusia. Di bagian ini kita akan menemukan penjelasan dengan memperhatikan apa yang dikatakan
Alkitab.

Konversi sebagai karya Allah:

Pertobatan : Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajahMu bersinar, maka kami akan selamat (Mzm.
80:3,8,20); Bawa aku kembali, supaya aku berbalik, sebab Engkaulah TUHAN Allahku (Yer. 31:18);
Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya TUHAN, maka kami akan kembali ((Yer. 31:18)); di luar kamu tidak
dapat berbuat apa-apa (Yoh. 15:5); untuk memberikan pertobatan dan pengampunan dosa kepada
Israel (Kis. 5:31); Kis. 11:18; 2 Tim. 2:25.

Iman : Tidak ada seorang (Yoh. 6:65); semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya (Kis. 13:48); tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: Yesus adalah Tuhan, selain
oleh Roh Kudus (I Kor. 12:3); sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah (Ef. 2:8); kepada kamu dikaruniakan... untuk percaya kepada Kristus
(Flp. 1:29); Yesus adalah pencipta dan penyempurnaan iman kita (Ibr. 12:2); setiap orang yang percaya,
bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari Allah ( I Yoh. 5:1). Jadi iman kita menyatakan bahwa kita telah
diperanakan oleh Allah dan masih berada di dalam kondisi itu.

Konversi sebagai aktivitas manusia.

Pertobatan : baik orang fasik meninggalkan jalannya....baik ia kembali kepada Tuhan, maka Dia akan
mengasihinya (Yes. 55:7); Bertobatlah, bertobatlah dalam hidupmu yang jahat itu (Yes. 33:11);
Bertobatlah, sebab kerajaan Sorga sudah dekat (Mat. 4:17); bertobatlah dan hendaklah kamu masing-
masing memberi dirimu di baptis (Kis. 2:38); karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu
dihapuskan (Kis. 3:19); maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa dimana-mana
semua mereka harus bertobat (Kis. 17:30); bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah (Kis.
26:20).
Iman : supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu
memperoleh hidup dalam nama-Nya (Yoh. 20:31) percayalah kepada Tuhan Yesus dan engkau akan
selamat, engkau dan seisi rumahngmu (Kis. 16:9); sebab jika kamu...percaya dalam hatimu bahwa Allah
telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan (Rm. 10:9); jadi, iman
timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus (Rm. 10:17); dan inilah kemenangan
yang mengalahkan dunia : iman kita (I Yoh. 5:4).

Kedua hal ini terdapat suatu paradoks sebab Allah harus membuat kita bertobat dan percaya dan disisi
lain kita juga harus bertobat dan percaya. Para pemberita Injil harus orang-orang yang mendengarkan
pemberitaannya untuk bertobat dan percaya, dan sekaligus kita harus menyadari bahwa tidak ada
seorang pun yang dapat bertobat dan percaya, kalau Allah tidak mengaruniakannya (Yoh. 6:65).

Dalam ajaran Dodrech III/IV :12, menekankan karya Allah dalam kelahiran kembali, juga mengungkapkan
aktivitas manusia dalam pertobatan dan iman mereka: ‘kehendak yang telah diperbaharui tidak hanya
digerakkan dan di dorong Allah karena setelah digerakkan Allah maka kehendak itu sendiri juga
bergerak. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa oleh karunia yang telah diterimanya, manusia
sendiri percaya dan bertobat.

Jenis Konversi

Hoekema membedakan beberapa jenis konversi[23]

Konversi sejati, hanya dapat terjadi satu kali dalam kehidupan seseorang misalnya Rasul Paulus.

Koversi nasional, artinya seluruh bangsa (Israel) kembali kepada Allah, misalnya: bangsa Israel di bawah
pimpinan Hizkia dan Yosia, dan bangsa Niniwe. Konversi ini tidak berarti bahwa setiap anggota bangsa
itu bertobat.

3. Konvensi sementara, yaitu konversi yang tidak sejati, seperti dalam perumpamaan penabur
benih (mat. 13:20-21)

Konversi kedua, yaitu seseorang percaya sejati yang jatuh dalam dosa tertentu atau hanya menjadi
orang Kristen nominal untuk sementara waktu, yang kemudian kembali lagi kepada Allah, yang kaya
akan rahmat, sesuai dengan rencana pemilihan yang tidak berubah-rubah, tidak menjauhkan sama
sekali Roh Kudus dari orang-orang milik-Nya, bahkan mereka tidak sampai jatuh ke dalam dosa yang
menyedihkan.

3. Pertobatan

Pertobatan adalah tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah diregenerasikan
untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam suatu perubahan kehidupan sepenuhnya, yang
dinyatakan di dalam bentuk suatu cara berpikir, merasa dan berkehendak yang baru.
Dalam pertobatan meliputi tiga aspek yaitu: Pertama, pikiran (intelektual) : yang menunjuk kepada
pengenalan akan Allah, kesadaran akan dosa, dan pemahaman akan karya keselamatan Allah. Kedua,
emosi atau perasaan : sukacita ( 2 Kor. 7:10) karena pengampunan dosa dan ketaatan kepada kehendak
Allah. Ketiga, kehendak : menunjuk kepada perubahan dalam tujuan dan motivasi kita[24].

Pertobatan yang sejati melibatkan komitmen total, seperti yang dijelaskan dalam Matius 10:37-39
“Barang siapa mengasihi bapa atau ibunya, atau anaknya laki-laki atau perempuan, atau tidak memikul
salibnya, atau mempertahankan nyawanya...... lebih dari pada-KU ia tidak layak bagi-Ku. Pertobatan
sejati juga dapat kita lihat pada penyesalam Petrus (Mat. 26:75) dia menangis dengan sedih. Penyesalan
ini membawa kepada pengampunan dan pemulihan. Sedangkan penyesalan Yudas membuat dia
menggantung diri (Mat. 27:3-5). Kedua penyesalan ini ada perbedaan, karena dukacita menurut
kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan sedangkan dukacita dari dunia
menghasilkan kematian ( 2 Kor. 7:10).

Pertobatan sejati sangat perlu sebab tanpa pertobatan dan penyesalan iman kita bersifat dangkal.
Meskipun pertobatan dan penyesalan bukan cara untuk melunasi dosa sebab yang melanasi dosa adalah
tindakan Allah di dalam Kristus, namun penyesalan itu sangat perlu bagi semua orang berdosa karena
tanpa itu tidak seorang pun dapat mengharapkan pengampunan. Tentang ini dalam PIW XV:4 :
menjelaskan sebagaimana dosa yang paling kecil pun patut di ganjar dengan hukuman kekal, begitu pula
dosa yang paling besar pun tidak dapat mendatangkan hukuman kematian kekal atas orang-orang yang
sungguh-sungguh menyesal.

3.1. Hubungan pertobatan dengan iman

Pada pembahasan konversi sebelumnya telah dijelaskan bahwa pertobatan dan iman berkaitan
erat, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan sebab pertobatan dan iman adalah hasil dari kelahiran
kembali. Meskipun demikian kita harus tetap membedakan. Menurut Hoekema yang dikutip dari tulisan
John Murray menyatakan “iman yang memimpin kepada keselamatan adalah iman yang menyesali
dosa-dosanya, dan pertobatan yang membawa kepada kehidupan adalah pertobatan yang mempercayai
Allah”. Tidak mungkin kita percaya tanpa adanya pertobatan, dan tidak mungkin juga kita bertobat
tanpa percaya kepada Yesus Kristus.

3.2. Jenis kata pertobatan dalam Alkitab.

Dalam PL dua kata yang dipakai untuk pertobatan:

Nicham : Menyesal. Kata ini sering dipakai untuk suatu perubahan dalam rencana-rencana Allah (Kej.
6:6-7; Kel. 32:12,14; Hab. 2:18 (berbelas kasihan), tetapi kadang-kadang juga dipakai untuk
mendeskripsikan penyesalan atas dosa di dalam diri manusia; Ayub. 42:6; Yer. 31:19.
Shubh : berbalik, Pergi kearah yang berlawanan. Pertobatan berarti perubahan dalam arah dari jalan
yang salah ke jalan yang benar ( I Raj. 8:35; Ayub. 36:10; Maz. 51:15; Mal. 3:7)

Dalam penjelasan nas ini jelas bahwa dalam pertobatan ini hati kita terlibat, bnd. Yoel 2:12-13: “berbalik
kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.

Dalam PB pertobatan terutama dijelaskan dengan memakai dua kata:

· Metanoia (pertobatan) 22 kali dan Metanoeo (bertobat) 34 kali. Ini menunjuk kepada suatu
perubahan pikiran hati. Hoekma menekankan bahwa Metanoia mencakup suatu perubahan dari suatu
pribadi secara utuh seperti perubahan pikiran, perasaan, kehendak dan di kelakuan (lih. Mat. 3:2; 4:17;
Luk. 24:46-47; Kis. 17:30.

· Epistrepho (dari kata epistrophe hanya dipakai satu kali, Kis. 15:3). Strepho artinya berputar
kembali atau berbalik arah (lih. Kis. 15:19; 26:18; 1 Tes. 1:9; 1 Ptr. 2:25.

Di samping kedua kata ini masih ada kata lain kadang-kadang digunakan yaitu metamelomai yang berarti
mengubah keputusan (mat. 21:30,32) atau menyesal yang tidak membawa kepada kehidupan (Ma.
27:3).

3.2 Pertobatan sehari-hari

Dalam tulisan Calvin dia menjelaskan tentang pertobatan yang berkelanjutan (lih. Mat. 16:24, Rm. 12:2).
Fakta ini mempunyai 3 implikasi[25] :

Ada perbedaan pertobatan awal dan pertobatan yang berlanjut disepanjang hidup kita.

Pertobatan sehari-hari ini (berlanjut) secara mendasar sama dengan aspek pengudusan progresif yang
berlajut terus dalam kehidupan ini.

Pertobatan sehari-hari tidak pernah sempurna dikerjakan oleh kita. Katekismus Heidelberg menjelaskan
“bahkan orang yang paling suci pun selama hidup di dunia ini, baru berada pada taraf permulaan
ketaatan. Kita terus menerus membutuhkan pengampunan untuk dosa-dosa kita, dan untuk ketidak-
sempurnaan pertobatan kita. Di sini menjadi nyata bahwa kita tidak diselamatkan oleh perbuatan kita,
tetapi karena kasih karunia Allah yang melimpah (ef. 2:7-9).

5. Iman

Dalam pengkuan iman wesminter pada bab 14 membahas iman yang menyelamatkan : iman yang
dianugrahkan membuat orang-orang terpilih sanggup menjadi percaya demi keselamatan jiwanya.
Dengan Roh Kudus bekerja di dalam hati setiap orang terpilih juga lewat pekerjaan pelayanan Firman.
Melalui pelayanan Firman serta doa maka iman bertambah besar dan kuat.
Pada Katekismus Heidelberg (minggu 25) menjelaskan bahwa iman yang membuat kita mendapat
bagian dalam Kristus dan segala anugerah-Nya, datang dari Roh kudus yang bekerja menciptakan iman
itu di dalam hati kita melalui pemberitaan Injil yang kudus dan yang menguatkannya melalui penerimaan
sakramen.

Dengan iman yang menyelamatkan secara umum kita percaya bahwa apa pun yang dinyatakan
dalam Firman adalah benar (Yoh. 2:22; 4:50; 5:46-47; 12:38; Kis. 24:14). Dengan iman yang
menyelamatkan secara khusus kita menyambut dan meraih Kristus serta bertumpu pada Dia demi
pembenaran, pengudusan, dan kehidupan kekal yang diperoleh melalui perjanjian anugerah (Yoh. 1:12;
Kis. 15:11; 16:31; Gal. 2:20).

Pentingnya iman

Iman merupakan aspek yang esensial dari konversi, bersamaan dengan pertobatan, keduanya
merupakan keharusan dalam keselamatan. tanpa iman kata penulis kitab Ibrani mustahil orang dapat
berkenaan kepada Allah (Ibr. 11:6) iman merupakan karya luar biasa yang dituntut Allah dari diri kita
(Yoh. 6:29); iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan (Ibrani 11:1) (bnd. Yoh. 3:23; Yoh.
20:31; Rm. 10:9; 1 Ptr. 1:5; Gal. 5:6; Kis. 2:44)

Dalam PL ada tiga kata yang paling umum dipakai untuk iman adalah[26]

He’emin : menyebabkan untuk mendukung, menyebabkan menjadi teguh, mempercayakan diri kepada
seseorang (Kej. 15:6)

Batach : yakin, bersandar, mempercayai (Mzm. 25:2; 13:6a; 84:13; Ams. 16:20; Yes. 26: 3-4)

Chasah : mencari perlindungan (Mzm. 2:12; 25:20; 31:2; 57:2; 91:4).

Menurut Paulus zaman PB dapat di cirikhaskan sebagai zaman dimana iman itu telah datang (Gal. 3:25).
Maksud Paulus bahwa objek dari iman kita adalah Yesus Kristus, telah menyatakan diri-Nya.

Kata pistis secara umum dipakai dalam arti iman yang dengannya kita mempercayai (lih. Kis. 11:24; Rm.
3:28; Ef. 2:8). Namun kata pistis kadang-kadang dapat berarti iman yang diyakini yaitu isi dari apa yang
dipercayai (lih. Yud. 3; Gal. 1:23; 1 Tim. 4:1).

Kata pisteuein memiliki arti :

1) berpikir bahwa sesuatu adalah benar (Mat. 24:23)

2) menerima pesan Allah (Kis. 24:14)

3) menerima Yesus sebagai Mesias (Yoh. 3:16).


Jadi, iman bukan saja berarti mempercayai kebenaran yang disampaikan oleh para rasul atau orang lain,
melainkan juga suatu kepercayaan pribadi kepada Kristus sebagai juruselamat.

iman menurut Alkitab

Iman merupakan inti dari kehidupan umat Allah baik di dalam PL maupun PB[27] (lih. Kej. 3:15; Ibr.
11:4-7). Abraham adalah bapa semua orang percaya yang tidak bersunat dan yang bersunat (Rm. 4:11-
12), dan mereka yang hidup dari iman adalah anak-anak Ambraham (Gal. 3:7). Iman juga memainkan
peran yang penting dalam kitab Mazmur dan kitab nabi-nabi. Dalam PL iman adalah mengucapkan Amin
kepada Allah, sedangkan di dalam PB iman adalah mengucapkan Amin kepada Injil.[28]

Kata Pisteuein hampir 100 kali di dalam Injil Yohanes. Penekanannya lebih kepada iman yang
menyelamatkan (Yoh. 3:16,18,36; 6:47; 7:8; 11:25-26). Artinya mengakui Yesus Kristus sebagai
juruselamat yang diutus oleh Bapa ke dalam dunia, berserah kepada-Nya dan mempercayai-Nya

Iman dalam Kisah Rasul adalah pertama, penerimaan terhadap kesaksian rasuli tentang Kristus. Kedua,
kepercayaan secara pribadi kepada Kristus untuk keselamatan.

Bagi Paulus iman adalah : Pertama, kita hanya dibenarkan oleh iman (Rm. 3:28). Kedua, kesatuan kita
dengan Kristus dialami dan dipertahankan melalui iman (Ef. 3:17). Ketiga, iman harus menyatakan
dirinya di dalam kasih dan kehidupan yang benar (Gal. 5:6).

Yakobus menekankan “iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak. 2:26).

Penulis Ibrani mau menghindari bahwa para pembaca suratnya akan menjadi murtad dan kembali
kepada hukum taurat tanpa Kristus. Teladan-teladan pahlawan iman merupakan dorongan bagi mereka
untuk berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang telah diwajibkan bagi kita (Ibr. 12:1). Di dalam
kitab Ibrani iman digambarkan sebagai dinamika kehidupan Kristen, yang dengannya kita mampu untuk
bertekun sampai akhir.

Dalam surat Petrus “iman dikaikan dengan pengharapan” (1 Ptr. 1:5,21)

Yohanes menekankan bahwa iman sejati membawa serta pengetahuan ( 1 Yoh. 5:13)

Kesimpulan : keselamatan hanya di dapatkan melalui iman yang hidup pada Kristus.

Di samping deskripsi-deskripsi iman yang disebutkan di atas kita dapat menyebutkan deskripsi-
deskripsi yang berikut ini: “iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari
segala sesuatu yang tidak kita liha”. Menurut Hoekema kata yang diterjemahkan dengan “dasar”
(hupostasis) artinya surat bukti hak milik, dan kata yang diterjemahkan dengan “bukti” (elenchos)
berarti bukti yang meyakinkan tentang realitas yang tidak realitas. Dengan iman seperti itu kita dapat
bertekun melawan segala cobaan.[29]

Deskripsi-deskripsi lain yang Hoekma sebut :[30]


§ Tindakan untuk datang kepada Yesus (Yoh. 6:37)

§ Memakan Kristus (Yoh.6:51) artinya menerima segala sesuatu dari Kristus

§ Meminum Kristus (Yoh. 4:14), Kehausan rohani kita telah terpuaskan untuk selama-lamanya

§ Tinggal di dalam Kristus (Yoh. 15:5). Yaitu berdiam di dalam Kristus, bersandar kepada-Nya,
mendapatkan kekuatan dari-Nya, dan hidup dalam persekutuan terus menerus.

Dalam beberapa deskrispsi ini, jelas bahwa iman tidak bersifat sementara, dan melibatkan seluruh
kehidupan kita. Ini berarti melebihi intelektual seseorang.

Konsep iman

Iman yang menyelamatkan dapat didefenisikan sebagai suatu respon terhadap panggilan Allah melalui
penerimaan akan Kristus dengan keseluruhan pribadi yaitu dengan keyakinan yang pasti mengenai
kebenaran Injil dan penyerahan penuh keyakinan pada Allah di dalam Kristus tentang keselamatan kita,
serta dengan komitmen sejati kepada Kristus dan untuk melayani-Nya.[31]

Aspek-aspek dari iman yang tidak bisa dipisahkan namun dapat dibedakan:

§ Pengetahuan (knowledge) maksudnya bahwa tidak mungkin kita mempercayai seseorang yang kita
tidak kenal atau kita tidak ketahui sama sekali, artinya yang kita percayai kita tahu. Walaupun kita tidak
bisa memahami Allah sampai tuntas, kita bisa mengenal Allah dan mendapat pengetahuan tentang
keselamatan yang sedang dikerjakan oleh Allah.

Konsep pengetahuan tentang iman berbeda dengan pengetahuan di dalam sains matematika. Alkitab
dengan jelas mengajarkan bahwa tanpa iman mustahil terdapat iman yang sejati. Untuk itu kita harus
memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahui siapa yang kita percaya dan apa yang telah Kristus
lakukan bagi kita.

Hal yang harus disadari adalah Allah tidak terbatas, dan karena iman mempercayai Allah dan karya
keselamatan dari-Nya, maka pengetahuan yang tercakup di dalam iman bukanlah pemahaman secara
total, artinya Allah tidak dapat dipahami sampai tuntas.

§ Persetujuan (assent) : maksudnya suatu tindakan yang dengannya secara teguh menerima bahwa
ajaran Firman Allah adalah benar. Persetujuan seperti ini harus melibatkan keseluruhan diri kita, kita
menerima sebagai hal yang benar apa yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita mengenai dosa, Kristus,
keselamatan, dan tujuan Allah bagi hidup kita. Jika pengetahuan yang terlibat di dalam iman kita tidak
mencakup adanya persetujuan ini, maka iman kita bukanlah iman yang sejati.

§ Kepercayaan (trust). Aspek ini adalah puncak dari iman. Bahwa iman sejati meliputi kepercayaan
adalah hal yang sudah jelas kata-kata yang dipergunakan untuk iman di dalam Alkitab, dari gambaran-
gambaran yang dipergunakan Alkitab untuk mendeskripsikan iman, dan dari natur tindakan-tindakan
yang terlibat di dalam iman. Iman adalah berpaling dari diri sendiri, dan bersandar secara penuh kepada
Kristus untuk keselamatan.[32] Hal sama dijelaskan dalam katekismus Heidelberg Minggu ke-7, iman
adalah kepercayaan yang teguh yang dikerjakan dalam hatiku oleh Roh Kudus, melalui Injil. Isinya adalah
bahwa pengampunan dosa dan kebenaran serta keselamatan yang kekal telah dikeruniakan tidak hanya
kepada orang lain saja, tetapi juga kedaku, oleh rahmat Tuhan semata-mata, hanya berdasarkan jasa-
jasa Kristus saja.

Kepastian keselamatan.

Kepastian keselamatan tidak terletak dalam iman atau perbuatan kita, “meskipun kita melakukan
perbuatan baik, kita tidak menjadikan dasar keselamatan kita, sebab kita tidak dapat melakukan satu
perbuatan pun yang tidak tercemar oleh kedagingan kita dan patut mendapat hukuman” jadi, kita akan
selalu bimbang, terombang ambing, tanpa kepastian, dan hati nurani kita yang malang akan tersiksa
secara terus menerus jika tidak didasarkan pada jasa dari penderitaan dan kematian juruselamat kita
(PGIB). Hal yang sama ditekankan dalam KH minggu 23 “layaklah imanku membuat Allah berkenan
kepadaku? Tidak, melainkan hanya pelaksanaan pelunasan oleh Kristus, kebenaran-Nya dan kesucian-
Nya semata-mata merupakan kebenaranku dihadapan Allah. Namun tanpa iman tidak mungkin
kuterima dan kuraih semuanya.

Kalau seseorang diselamatkan oleh anugerah, maka dapat meyakini akan keselamatan dirinya,
walaupun dia mungkin tidak selalu memiliki keyakinan itu secara penuh. Karena itu kepastian
keselamatan bukan saja mungkin tetapi juga merupakan esensi dari iman dan bukan sesuatu yang
ditambahkan kepada iman. Calvin tidak menyangkal bahwa orang-orang percaya mungkin kekurangan
kepastian keselamatan. Tetapi mereka harus berjuang melawan keraguan dan mendapatkan kepastian
yang semakin besar.[33]

Dalam hal ini Calvin tidak sependapat dengan Katholik Roma yang menyatakan bahwa orang
percaya tidak dapat memiliki kepastian keselamatan kecuali dengan wahyu khusus. Karena tidak
seorang pun yang dapat mengetahui dengan kepastian iman, yang tidak dapat salah, bahwa dirinya
telah mendapatkan anugerah Allah. Menanggapi hal ini berkouwer menyatakan penolakan Katolik Roma
terhadap kepastian keselamatan adalah konsisten dengan konsep mereka tentang natur keselamatan
yaitu melihat keselamatan sebagai upaya bersama Allah dengan manusia. Pernyataan ini dikutip dari
tulisan Hoekema (hlm.207).

Tentang kepastian keselamatan kita melihat apa yang diajarkan oleh Alkitab:[34]

§ Secara ideal iman seharusnya membawa serta keyakinan di dalamnya. Lihat Ibrani 11:1 “menurut ayat
ini membawa kepastian akan keselamatan yang diharapkan, 1 Yoh. 5:13 “supaya kamu yang percaya
kepada nama Anak Allah tahu bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”,

§ Orang-orang percaya sejati suatu waktu dapat saja kekurangan keyakinan. Lihat Lukas 12:28 “hai
orang yang kurang percaya”, Lukas 17:5 “tambahkan iman kami”, Markus 9:24 “ tolonglah aku yang
tidak percaya ini” Ibrani 3:12 yang dibicarakan dalam ayat ini bahwa orang percaya terkadang dapat saja
tidak memiliki kepastian penuh akan keselamatan, dan bahwa mereka dapat kehilangan rasa kepastian
setelah menikmatinya untuk suatu waktu.

§ Perlu memupuk kepastian keselamatan. Lihat 2 Petrus 2:1-10 “karena itu saudara-saudara,
berusahalah sungguh-sungguh supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh.

Kesimpulan :Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa secara ideal iman seharusnya membawa kepastian
yang penuh akan keselamatan, meskipun bahwa orang-orang percaya dapat saja untuk suatu waktu
kekurangan kepastian ini, karena itu, kita harus berupaya memelihara kepastian keselamatan yang
semakin besar dan berdoa agar kita dapat membedakan dengan semakin jelas kesaksian Roh yang
meneguhkan bahwa kita adalah anak-anak Allah.[35]

Keyakinan tentang keselamatan juga ditekankan dalam pengakuan-pengakuan iman Reformed “ barang
siapa memiliki Yesus Kristus oleh iman mempunyai kepastian keselamatan. Hal sama ditekankan dalam
ajaran Dordrech : kepastian itu tidak timbul dari salah satu penyataan khusus, yang berlangsung tanpa
atau di luar Firman tetapi dari kepercayaan kepada janji Allah yang telah dinyatakan-Nya dengan begitu
berlimpah dalam Firman-Nya demi penghiburan kita, dan dari kesaksian Roh Kudus yang bersaksi
bersama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah dan ahli waris kerajaan Allah.

5.5 Iman sebagai alat

Dalam PGIB menjelaskan “kita tidak beranggapan seolah-seolah iman sendirilah yang membenarkan kita
dalam arti yang sesungguhnya, sebab iman itu hanya alat yang dengannya kita memeluk Kristus yang
adalah kebenaran kita. Maksud iman hanya sekedar alat adalah menunjukan bahwa bukan iman kita
yang menyelamatkan kita, melainkan Kristus sendiri. Kristus adalah keselamatan kita, sedangkan iman
alat yang membuat kita tetap berada bersama Dia dalam persekutuan dengan-Nya. Hal ini ditambahkan
Van Genderen/Velema bahwa iman adalah alat, karena bukan iman itu sendiri yang menyelamatkan
kita, namun tidak berati bahwa iman itu kosong. Iman bukan alat mekanis melainkan alat untuk
berhubungan dengan Allah. Dalam hubungan itu seorang percaya menyangkal dirinya dan hidup dari
apa yang Allah berikan kepadanya melalui Kristus. Karena itu iman sangat penting sebab syarat untuk
memegang anugerah Allah dan oleh iman yang dianugerahkan kita memperoleh kebenaran Kristus.[36]

Menurut Reymond, fungsi iman ini menyatakan tiga hal:

· Iman bersifat anugerah yang menyelamatkan, pemberian (Kis. 13:46-48; 16:14; Ef. 2:8; Flp. 1:29)

· Iman itu berhadapan dengan menaati hukum (taurat). Untuk mendapatkan keselamatan, kita tidak
mengharapkan sedikit pun dari usaha kita sendiri (menaati hukum taurat), tetapi kita mengharapkan
segala sesuatu dari Kristus saja (Rm. 3:20-22, 28; 4:5,14; 10:4; Gal. 2:16, 3:11; Flp. 3:9).
· Iman merupakan respon yang satu-satunya terhadap panggilan Allah yang sesuai dengan anugerah
Allah. (Rm. 4:16; 11:6; Gal. 5:4).

6. PEMBENARAN.

Martin Luther sangat bergumul dengan kalimat keadilan Allah, karena dia berpikir bahwa keadilan itu
bersifat penghukuman. Dia tidak percaya bahwa keadilan itu dapat menyelamatkan orang seperti yang
tertulis dalam Mazmur 31:2 “luputkanlah aku oleh karena keadilanmu. Setelah Luther membaca dan
memahami Roma 1:16-17 (sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan
memimpin kepada iman, seperti ada tertulis : orang benar akan hidup oleh iman), ia menjadi sadar
bahwa kebenaran Allah bukanlah keadilan yang menghukum orang-orang berdosa, melainkan suatu
kebenaran yang Allah berikan kepada orang-orang berdosa yang membutuhkannya, dan yang dapat
mereka terima dengan iman.[37]

6.1. Istilah pembenaran dalam Alkitab

Istilah Ibrani untuk kata membenarkan adalah hitsdig dari kata tsadag artinya menjadikan benar
atau berbalik kepada kebenaran (Dan. 12:3). Kata ini juga dipakai dalam pengertian forensik atau legal,
yaitu menyatakan atau mendeklarasikan secara Yudisial bahwa seseorang adalah sesuai dengan hukum
misalnya: Ulangan 25:1 “Apabila ada perselisihan.....maka hakim membenarkan pihak yang benar dan
menyatakan salah pihak yang bersalah.[38]

Dalam PL terdapat juga istilah keadilan Allah. inilah keadilan yang menghukum, misalnya : Mzm. 7:12;
11:5-7; Dan. 9:14. keadilan Allah juga dipakai dalam doa sebagai dasar memohon pertolongan dan
keselamatan (Mzm. 31:2; 71:2; 143:1,11). Keadilan Allah berarti Tuhan selalu melakukan apa yang
dikatakan-Ny, dan setia terhadap Firman-Nya ( 1 Sam. 15:29; Mzm. 89:35). Jadi apa yang dikatakan Allah
baik hukuman maupun janji-Nya selalu Dia lakukan.

Istilah Yunani kata membenarkan adalah dikaioo artinya menyatakan atau mendeklarasikan
seseorang sebagai yang benar ( Luk. 18:14; Kis. 13:39). Dalam tulisan-tulisan Paulus kata ini berarti
menyatakan orang-orang berdosa benar ( Rm. 4:5). Selain kata dikaioo, dalam PB kita menemukan kata
dikaiosune yang artinya kebenaran (Rm. 3:21-22), atau keadilan (Rm. 3:25-26). Kata ini menunjuk
kepada aktivitas Allah untuk membenarkan orang-orang berdosa (Rm. 3:21-22), dan juga menunjuk
kepada keadilan Allah artinya Allah selalu bertindak sesuai dengan sifat-Nya sebagai Allah yang adil.
Allah tetap adil ketika Dia membenarkan orang-orang berdosa, dan Dia menempati janji-Nya mengenai
keselamatan. jadi, anugerah-Nya tidak menggantikan keadilan, melainkan anugerah itu direalisasikan
melalui keadilan Allah.

Dengan demikian kata dikaiosune dapat menunjuk kepada :


Kebenaran yang dikerjakan Kristus, yang diperhitungkan kepada orang-orang berdosa yang percaya
kepada-Nya.

Keadilan Allah, selalu melakukan apa yang Dia katakan atau janjikan.

Kebenaran yang dilakukan oleh Kristus, menaati kehendak Allah secara sempurna, dan juga harus
dilakukan oleh setiap orang percaya.

6.1 Dasar Alkitab

Pembenaran karena iman dengan jelas diajarkan di dalam PB, tetapi juga sebelumnya sudah dijelaskan
di dalam PL. Di dalam PL ayat yang paling menonjol adalah dalam Kejadian 15:6 “lalu percayalah
Abraham kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.
Abraham dibenarkan karena iman. Memang Abraham belum dapat percaya kepada Yesus yang telah
menjadi manusia, tetapi dia sudah percaya kepada Mesias yang akan datang. Paulus mengutip Kejadian
15:6 di dalam Roma 4:3,22 dan Galatia 3:6 untuk menunjukkan bahwa Abraham, bapa orang percaya,
dibenarkan oleh iman dan bukan oleh perbuatan. Yakobus juga menggunakan Kejadian 15:6 di dalam
Yakobus 2:23, merujuk kepada pembenaran atas Abraham, meskipun tujuan Yakobus mengutip bagian
ini berbeda dengan tujuan Paulus.

Walaupun pembenaran karena iman belum diajarkan secara jelas dalam PL, namun pengampunan
dosa nyata sekali dalam PL. Misalnya : Mazmur 10 3:8-12, dikatakan Allah tidak melakukan kepada kita
setimpal dengan kesalahan kita, tetapi kasih setia-Nya besar sekali, dan Dia menjauhkan pelanggaran
kita dari pada kita. Dalam Mazmur ini, kata pembenaran tidak dipakai, tetapi pembenaran itu dengan
jelas diajarkan dalam Mikha 7:18-19; Yesaya 53:6,11.

Dalam PB pembenaran karena iman jelas sekali diajarkan Paulus dalam Roma 3:21-28. tentang ini
Hoekema menyimpulkan sebagai berikut:[39]

Pembenaran berakar di dalam PL (21) : yang disaksikan dalam kitab Taurat dan kitab para nabi. Maksud
Paulus adalah alkitab PL.

Pembenaran ini diterima manfaatnya dengan iman (ay,22): kebenaran ini merupakan karunia Allah yang
diterima oleh iman.

Keharusan, pembenaran ini ditekankan dalam ayat 22b-23. dalam ayat 23 dua hal yang ditekankan : (1)
semua orang telah berbuat dosa (hemarton) kata ini berbetuk aorist :telah berbuat dosa. Kata ini
menggambarkan situasi semua orang sekarang akibat pelanggaran Adam dan Hawa. (2) terus menerus
kehilangan atau kekurangan kemuliaan Allah (husterountai) kata ini berbentuk present tense.
Maksudnya kekurangan di dalam mempermuliakan Allah dengan cara menjalankan kehendak-Nya
secara tidak sempurna.

Dasar bagi pembenaran adalah karya pendamaian Yesus Kristus. Ada dua kata yang perlu perhatian
khusus yakni (1) pertama, apolutrosis artinya penebusan (ay. 24), yang diartikan membeli kembali budak
dan memberikannya kemerdekaan melalui pembayaran sejumlah tebusan. Gambaran ini yang
diterapkan kepada karya Kristus. (2) hilasterion diterjemahkan pendamaian artinya Kritus Yesus telah
ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya (ay.25)

keadilan dari pembenaran kita. Keadilan Allah tidak dikorbankan. Allah melakukan segala sesuatu
dengan adil dan benar. Tidak ada pertentangan dengan anugerah-Nya. Allah menyediakan korban oleh
anugerah-Nya dan Kristus menanggung hukuman atas dosa-dosa kita . ayat 25 menjelaskan dosa-dosa
orang percaya pada zaman PL dapat secara adil dibiarkan (tidak dihukum) dengan memandang kepada
pengorbanan yang akan dilakukan Kristus. Ayat 26, menjelaskan saat ini Allah dapat secara adil
membenarkan orang berdosa karena Kristus telah secara sempurna memenuhi tuntutan keadilan Allah
bagi umat-Nya.

Hoekema menyimpulkan pembahasan ini dengan mengatakan bahwa manusia dibenarkan karena iman,
bukan karena perbuatan (Rm. 3:28). Nas-nas lain yang mendukung kesimpulan ini : Galatia 2:16 dan
Filipi 2:8b-9. maka kebenaran Allah yang kita peroleh melalui iman merupakan harta yang tidak ternilai
sehingga segala hal yang dibandingkan dengannya dilihat sebagai kerugian.

Bagaimana dengan ajaran Yakobus tentang pembenaran? Ketika kita membandingkan perkataan
Yakobus (2:14-16) dengan ajaran Paulus, maka terdapat kontrakdiksi yang nyata diantara mereka.
Paulus berkata tidak seorang pun dibenarkan oleh karena melakukan hukum taurat sedangkan Yakobus
berkata manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Untuk memahami perbedaan ini dan bukan pertentangan kita harus memperhatikan dua hal yakni latar
belakang kedua surat dan arti yang diberikan kepada istilah iman dan perbuatan.

Pertama, Masalah yang dihadapi Paulus adalah ia harus menjelaskan kepada orang-orang Kristen bukan
Yahudi bahwa iman dalam Yesus sudah cukup, dan bahwa mereka tidak boleh berpikir bahwa sebagai
ganti perbuatan penyembahan berhala, mereka memerlukan perbuatan-perbuatan berdasarkan hukum
taurat untuk mendapatkan keselamatan (seperti yang dilakukan Paulus sendiri sewaktu dia masih
menjadi seorang Farisi). Sedangkan masalah yang dihadapi Yakobus adalah sedang menghadapi orang-
orang yang cenderung berpendapat bahwa kepercayaan kepada kebenaran kekristenan secara
intelektual semata-mata sudah mencukupi untuk mendapatkan keselamatan. Perhatikan Yakobus 2:24
”apa gunanya jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman pada hal ia tidak mempunyai
perbuatan?.

Kedua, iman menurut Paulus adalah penerimaan Injil dan penyerahan pribadi kepada Dia yang
diberitakan. Sedangkan perbuatan baginya adalah perbuatan-perbuatan untuk melakukan hukum taurat
yang menjadi dasar kemegahan terhadap hasil pekerjaan yang baik. Sedangkan iman menurut Yakobus
adalah ketika mengutip Kejadian 5:16 adalah iman yang disempurnakan, sedangkan perbuatan yang ia
maksud adalah perbuatan mengasihi sebagai seorang Kristen atau perbuatan yang menggenapi hukum
utama yaitu tentang mengasihi sesama. Ketika Yakobus berkata bahwa seseorang tidak dapat
dibenarkan oleh iman yang tidak memiliki perbuatan, maka dia sebenarnya tidak menyatakan sesuatu
yang berbeda dari Paulus karena Paulus sendiri menyatakan pemikirannya di banyak bagian lain
misalnya Galatia 5:6. Maksud yang disampaikan Yakobus
Baik Paulus maupun Yakobus pasti akan menyetujui pendapat Calvin “hanya iman saja yang
membenarkan, akan tetapi iman yang membenarkan itu bukanlah iman yang tanpa perbuatan.[40]

6.2 Pandangan Katolik Roma tentang pembenaran[41]

pembenaran bukan deklarasi (seorang percaya dinyatakan benar), melainkan suatu penamaan anugerah
yang mengakibatkan suatu perubahan di dalam natur rohani dan moral manusia dan bukan suatu
deklarasi, dimana Allah mengimputasikan kebenaran Kristus kepada orang percaya.

Iman tidak memiliki signifikansi di dalam pembenaran, tetapi menempati tempat lebih rendah. Bagi
mereka Roma 3:28, Trent menyatakan kita dapat dibenarkan melalui iman dalam pengertian bahwa
iman disini adalah awal dari keselamatan manusia, dasar dan sumber dari semua pembenaran. Jadi
pembenaran bukan melalui iman melainkan jika seseorang menerima anugerah yang ditanamkan
melalui sakramen baptisan.

Anugerah pembenaran ini masih dapat hilang. Yang menyebabkan bisa hilang bukan hanya karena
ketidak percayaan, tetapi juga oleh setiap dosa maut (dosa yang sangat parah melanggar perintah Allah
dan yang disengaja). Dengan melakukan dosa seperti ini , maka orang tersebut telah mati dari
kedudukannya sebagai anak Allah karena kasih Allah telah dipadamkan olehnya.

Pembenaran memampukan orang percaya mendapatkan pahala untuk menjadikan dia berhak
memperoleh kehidupan yang kekal. Pandangan ini bertentangan dengan ajaran Alkitab dalam Roma 4:5-
6 “bahwa manusia dibenarkan karena kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepadanya. Demikian juga
dalam Efesus 2:8-9 “karena kasih karunia kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita....

6.3. Konsep Pembenaran.

Pembenaran dapat didefenisikan sebagai tindakan anugerah dan yudisial Allah yang dengannya Dia
menyatakan orang-orang berdosa yang percaya sebagai benar berdasarkan kebenaran Kristus yang
diperhitungkan kepada mereka, mengampuni semua dosa mereka, mengadopsi mereka sebagai anak-
anak-Nya dan memberikan kehidupan kekal kepada mereka.[42]

Dalam doktrin pembenaran ada beberapa hal yang penting:

Doktrin pembenaran mempresaposisikan adanya pengakuan atas realitas mengenai murka Allah. Allah
yang kita hadapi adalah Allah yang kudus, yang pasti Allah pasti murka terhadap dosa kita(Hab. 1:13);
murka Allah ada di atas orang-orang yang tidak taat kepada Anak (Yoh. 3:36), Paulus mengatakan pada
dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai (Ef. 2:3, 5:6); karena murka ini kita jauh dari
Allah (Kol. 1:21); berada dibawah kutuk Allah (Gal. 3:10).

Pembenaran merupakan suatu tindakan deklaratif dan yudisial Allah dan bukan merupakan suatu
proses. Dengan deklarasi ini kita diselamatkan dari murka Allah, dan diperdamaikan dengan-Nya (Kol.
1:21-22).
Pembenaran diterima hanya oleh iman, dan tidak pernah merupakan pahala bagi perbuatan kita (Roma
3:28). Walaupun masih ada dosa dan kecenderungan untuk berdosa, namun kepastian akan
pembenaran kita tidak ditiadakan. Dan pembenaran yang telah kita terima dengan iman mempunyai
implikasi bahwa kita tidak mengalaminya secara aktual, (Pendapat Hendrikus Berkhof dalam tulisan
Hoekema hlm. 242), tetapi yang diperhitungkan kepada kita kebenaran secara sempurna, akan dialami
di saat kita membiarkan diri kita diberitahu yaitu sebagai suatu perasaan yang terbebaskan, sukacita dan
jaminan, walaupaun kita belum benar secara sempurna.

pembenaran berakar dalam kesatuan dengan Kristus.

Pembenaran didasarkan kepada karya substitusi (penggantian) Kristus bagi kita. Ini melibatkan tindakan
Kristus mengambil tempat kita dan menanggung bagi kita murka Allah terhadap dosa-dosa kita yang
sebenarnya kita yang menanggung. Hal ini telah diajarkan di Yesaya 53 “Tuhan telah menimpakan
kepada-Nya kejahatan kita sekalian; Yes, 53:12; Ibr, 9:28; 1 Petrus 2:24; Matius 20:28; 2 Kor. 5:21;
Galatia 3:13.

Kebenaran Kristus diperhitungkan (logizomai) kepada kita. Ini disebut pengimputasian. imputasi adalah
istila legal atau yudisial yang artinya mengakui suatu hal sebagai berlaku bagi orang lain. Kata ini
digunakan dalam tiga hubungan di dalam PB, yakni pengimputasian dosa Adam kepada keturunannya
(Roma. 5:12-21, pengimputasian umat Allah kepada Kristus (2 Kor. :21), dan pengimputasian kebenaran
Kristus kepada umat-Nya ( 1Kor. 1:30).

Di dalam pembenaran kasih karunia dan keadilan Allah dinyatakan bersama-sama. Alkitab sering
menyatakan kedua aspek ini misalnya Habakuk 3:20; Roma 11:22; 1 Yohanes 1:9; Roma 3:24-26 “
keadilan Allah telah dipuaskan secara sempurna oleh pendamaian Kristus” dan di kayu salib keadilan dan
kasih Allah dinyatakan secara bersama-sama.

pembenaran memiliki sisi negatif (pengampunan dosa) dan sisi positif (pengadopsian kita sebagai
sebagai anak-anak Allah dan penerimaan oleh kita untuk memiliki hidup yang kekal).

pembenaran memiliki implikasi eskatologi artinya keputusan yang akan dijatuhkan Allah kepada kita di
hari penghakiman telah dinyatakan kepada kita pada saat ini. Kita yang percaya kepada Kristus telah
berpindah dari kematian kepada Kehidupan (Yoh. 5:24; Rom. 8:23; Yoh. 11:25-26). Pembenaran yang
telah diterima tidak akan hilang.

pembenaran harus dibedakan (bukan dipisahkan) dari pengudusan

Pembenaran menghapus kesalahan dosa, sedangkan pengudusan menghapus pencemaran dosa dan
memampukan orang percaya untuk bertumbuh di dalam keserupaan di dalam Kristus

Pembenaran diluar diri orang percaya, sedangkan pengudusan terjadi di dalam diri orang percaya dan
bersifat progresif.

Pembenaran terjadi satu kali untuk selamanya, sedangkan pengudusan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan sepanjang hidp.
Pembenaran adalah karya Allah semata, sedangkan pengudusan (progresif) manusia menjadi aktif

Pembenaran sudah sempurna sedangkan pengudusan selama dalam hidup ini belum sempurna

7. PENGADOPSIAN KITA MENJADI ANAK-ANAK ALLAH.

Menurut Hoekema pengadopsian ini sebagai sisi positif dari pembenaran , sehingga ia membahas
dalam topik pembenaran. Sisi positif ini dijelaskan dengan membedakan ketaatan Kristus yang pasif
(ketaatan penderitaan), dan ketaatan Kristus yang aktif (ketaatan memenuhi hukum taurat). [43] melalui
ketaatan-Nya yang pasif Ia telah menanggung dosa dan kutuk bagi kita (Gal. 3:13; Rm.3:24-26; 5:8-10),
dengan demikian Kristus mengerjakan pengampunan bagi dosa kita. Sedangkan ketaatan aktif-Nya kita
diberikan hak untuk diadopsi sebagai anak-anak Allah, dan melalui ketaatan aktif ini kita diperhitungkan
pembenaran bagi kita (Rm. 5:18-19; Flp. 3:8-9; 2Kor. 5:21; 1 Kor. 1:30).

Dasar Alkitab bagi doktrin adopsi ini : Efesus 1:5-6; Yohanes 1:12; Roma 8:14-17; 9:8; Galatia 3:26; 1
Yohanes 3:1-2 Melalui adopsi orang tebusan diangkat menjadi anak-anak Tuhan Allah yang
Mahakuasa.[44] Mereka diperkenalkan sebagai keluarga Allah dan mendapat bagian di dalamnya. Ayat
yang menyatakan secara tegas sifat khusus dari adopsi ini adalah Yohanes 1:12, “Tetapi semua orang
yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya
dalam nama-Nya.”

Sebagaimana halnya dengan pembenaran, kebenaran tentang adopsi pantas untuk disampaikan kepada
orang yang sudah percaya maupun yang belum percaya. Kepada mereka yang telah percaya, kebenaran
ini mempertegas kembali status dan relasi mereka yang baru dengan Tuhan. Dengan status sebagain
anak-anak Allah ini mereka mendapatkan rasa aman dan damai bersama Allah. Dan kepada mereka yang
belum percaya, kebenaran ini memberikan jaminan kepada mereka bahwa mereka akan diberi kuasa
menjadi anak-anak Allah jika mereka menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu-satunya.

Manfaat-manfaat pengapdosian kita menjadi anak-anak Allah adalah

Kita memiliki hak untuk datang menghadap takhta anugerah dengan keberanian (Ibr. 4:16; 1 Yoh. 5:14)

kita menikmati berkat perlindungan dan pemeliharaan Allah (Matius 6:25-34; 1 Petrus 5:7)

kesulitan-kesulitan yang masih kita lalui bukan lagi merupkan hukuman atas dosa-dosa kita, melainkan
disiplin dari Bapa (Ibr. 12:5-11)

kita dimeteraikan oleh Roh Kudus dan dengan demikian kita dijaga oleh kuasa Allah ( 2 Kor. 1:22; Ef.
1:13; 4:30)

PENGUDUSAN

Pengudusan adalah sebagai karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang melibatkan
tanggungjawab kita untuk berpartisipasi, yang dengan Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran
dosa, memperbaharui keseluruhan natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk
menjalankan kehidupan yang diperkenan oleh Allah.[45]

Konsep pengudusan ini dalam Teologi Reformed pada umumnya menegaskan bahwa pengudusan
berlanjut sepanjang hidup orang percaya (pengudusan progresif), hal mana berbeda dari pembenaran
yang merupakan tindakan defenitif Allah dan hanya terjadi sekali untuk selamanya. Pengertian
pengudusan progresif adalah karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang melibatkan tanggung
jawab kita untuk berpartisipasi, yang dengannya Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa,
memperbaharui keseluruhan natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk
menjalankan kehidupan yang berkenan oleh Allah.[46]

Walaupun dalam PB sering mendeskripsikan pengudusan progresif tetapi juga terdapat suatu pengertian
dimana para penulis melukiskan pengudusan sebagai suatu tindakan Allah yang defenitif, yang terjadi
pada saat kita percaya kepada Yesus Kristus. Pernyataan ini kita dapat melihat dalam 1 Kor. 1:2, kata
Yunani yang Yunani yang dipakai adalah perfect tense yang menggambarkan suatu tindakan yang telah
selesai tetapi dengan hasil yang berkelanjutan.. Pengudusan definitif disetararakan dengan pembenaran
sebagai suatu tindakan Allah. Misalnya 1 Kor. 6:11 “kamu telah memberi dirimu dibaptis, kamu telah
dikuduskan, kamu telah dibenarkan” Ketiga kata kerja ini adalah aorist tense yang biasanya
mendeskripsikan tindakan yang instan, sebagaimana orang percaya ini telah dibenarkan sekali untuk
selamanya pada suatu waktu tertentu, kata Paulus juga terdapat suatu pengertian bahwa mereka telah
dikuduskan sekali untuk selamanya. bnd. Kis. 20:32; Roma 6:1-11.

Melalui Roma 6:2 dapat kita defeniskan pengudusan defenitif yaitu : seseorang yang telah berada di
dalam Kristus telah membuat suatu pemutusan hubungan terhadap wilayah dimana dosa berkuasa dan
tidak dapat ditarik kembali, sebab jika kita berada di dalam Kristus manusia lama kita telah disalibkan
bersama dengan-Nya, sehingga dosa tidak berkuasa atas diri kita, karena kita sekarang berada di bawah
tahta anugerah

Dalam doktrin pengudusan ini ada tiga tahap yang perlu diperhatikan yaitu :

a. Kelahiran kembali merupakan awal proses pengudusan. Melalui kelahiran kembali terjadi suatu
perubahan yang membuat kita menjadi kudus (pengudusan defenitif).

b. Pengudusan progresif. Tahap kedua ini adalah proses yang tidak pernah selesai sebelum berpaling
dari tubuh ini. Sebab dosa masih ada dalam hidup orang percaya (Rm. 3:22-23; Mzm. 19:12; 143:2; Yes.
64:6; Yak. 3:2; 1 Yoh. 1:8), karena itu kita harus mematikan dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi.

c. Pengudusan diselesaikan pada saat meninggalkan tubuh yang fana ini. Atau pada saat kedatangan
Kristus yang kedua kali.

Setelah kita melihat tahap-tahap dalam pengudusan, maka yang menjadi pertanyaan dengan cara
bagaimana kita dikuduskan? Kita di kuduskan melalui :

a. Persekutuan dengan Kristus (Rm. 6:1-11; Kol. 3:1; Ef. 15-16; dll)
b. sarana kebenaran, misalnya Yohanes 17:17 “ kuduskanlah mereka dalam kebenaran.

c. Iman. Oleh iman kita berpegang terus kepada kesatuan kita dengan Kristus, kemudian oleh iman
juga yakin bahwa kita tidak akan dikuasai oleh dosa lagi (Rm. 6:14), serta oleh iman yakin bahwa Roh
Kudus menolong kita untuk hidup bagi Allah (Rm. 8:13; Gal. 5:16,22-23 dll).

7.1 Konsep Alkitab tentang kekudusan

Dalam PL kita melihat apa yang diajarkan mengenai kekudusan. Kata utama kudus dalam bahasa
Ibrani adalah qadosh. Pengertian mendasar dari kata ini adalah memisahkan dari hal-hal lainnya, yaitu
menempatkan sesuatu atau seseorang dalam lingkungan atau kategori yang terpisah dari yang biasa
atau duniawi.

Kekudusan umat Allah dalam PL biasanya didefenisikan dalam istilah-istilah seremonial: kekudusan
dideskripsikan sebagai cara dimana imam-imam harus dipisahkan untuk pelayanan khusus mereka atau
cara yang dengannya umat Allah harus menyucikan diri mereka melalui ketaatan seremonial tertentu.

Pada kitab Mazmur dan kitab nabi-nabi mendeskripsikan kekudusan umat Allah terutama di dalam
pengertian etis, seperti melakukan hal yang benar, berbicara yang benar, bertindak secara
adil,mencintai kemurahan, dan hidup dalam kerendahan hati bersama Allah. (Maz. 15:1-2; Mik. 6:8). Jadi
yang terkandung dalam kata qadosh adalah bahwa umat Allah dipisahkan untuk melayani Allah dan
bahwa mereka harus menghindari segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah.

Dalam PB kata kudus dalam bahasa Yunani adalah hagios. Kata ini sering dipakai untuk
mendeskripsikan pengudusan orang-orang percaya, seperti di Efesus 5:25-26 “Kristus telah mengasihi
jemaat dan menyerahkan diri-Nya bagi-Nya untuk menguduskan-Nya. Dalam pengertian ini kekudusan
memiliki dua arti : pertama, pemisahan dari perbuatan-perbuatan dosa dari dunia saat ini. Kedua,
pengudusan bagi pelayanan kepada Allah.

7.2. Pertanyaan mengenai perfeksionisme

Pada bagin pengudusan telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengudusan merupakan suatu proses yang
tidak akan pernah diselesaikan dalam hidup ini. Tetapi sejumlah aliran Kristen meyakinidak bahwa
orang-orang Kristen bisa mencapai kesempurnaan dalam kehidupan sekarang ini. Denominasi yang
mengajarkan pandangan ini, misalnya Wesleyan Methodist Church, Free Methodist Church dll.

Pertanyaan apakah yang diajarkan kelompok ini dengan pengertian “kesempurnaan (perfection)” yaitu :

suatu karya personal dan defenitif dari anugerah pengudusan Allah yang dengannya perang di dalam diri
seseorang akan berhenti dan hatinya akan sepenuhnya terlepas dari pemberontakan menjadi kasih yang
sepenuh hati kepada Allah dan sesama. Kemudian terjadi kematian total terhadap dosa dan
pembaharuan menyeluruh di dalam gambar Allah.
Suatu pengalaman berbeda dan terjadi setelah pembenaran yaitu bahwa seseorang bisa saja tidak
dikuduskan secara menyeluruh sampai bertahun-bertahun setelah pembenaran. Maka di gereja ini yang
mengajarkan ini ada dua jenis orang Kristen : orang –orang percaya yang hanya dibenarkan, dan orang-
orang percaya yang sekaligus dibenarkan dan dikuduskan.

Pengalaman seketika yang diterima dengan iman. Orang-orang percaya mampu untuk menyatakan
sejenis kesempurnaan Kristen : suatu kehidupan yang mengasihi Allah dan sesama dengan sepenuh hati.

Meliputi penghancuran natur berdosa kita. Semua dosa dalam batin kita disingkirkan (John Wesley). Kita
dijadikan bebas dari dosa asal .

Dosa- yang tidak ada lagi dalam kehidupan seseorang yang telah dikuduskan secara total adalah
pelanggaran-pelanggaran yang disengaja terhadap hukum taurat yang diketahui (John Wesley).
Implikasinya adalah hanya jika kita mengenali sesuatu sebagai dosa maka itu dosa, dan jika kita
melakukan dosa tanpa sadar itu bukanlah dosa.

Dasar bagi ajaran perfeksionisme:

Contoh-contoh dari Alkitab yang dianggap sebagai orang-orang sempurna misalnya : Nuh, Ayub,
Zakharia dan elisabet, Natanael, 1 Kor. 2:6 (mereka telah matang), Filipi 3:15 “kita yang sempurna”,
keberatan : Ayub telah dengan menyesal duduk dalam debu dan abu (Ayub 42:6), Nuh telah mabuk (Kej.
9) . mereka yang sempurna (Flp. 3:15) justru harus menyadari bahwa mereka belum memperoleh
kesempurnaan

1 Yohanes 3:9; 5:18 “tidak berbuat dosa lagi. Maksud ayat ini dia tidak hidup lagi di dalam dosa, atau
menggambarkan suatu ideal (bukan suatu fakta), atau tidak memberontak terhadap Allah.

1 Tes. 5:23 “menguduskan kamu seluruhnya” . maksudnya supaya tak bercacat dihadapan Allah Bapa
kita pada waktu kedatangan Yesus dengan semua orang kudus-Nya. Doa ini mengimplikasikan bahwa
kesempurnaan mereka tidak akan sempurna sampai Kristus datang kembali.

Matius 5:48 : “haruslah kamu sempurna”, Kolose 1:28 “ untuk memimpin tiap-tiap orang kepada
kesempurnaan “. Maksud dalam Matius 5:48 sempurna dalam arti matang, untuk menunjukkan
keserupaan kita dengan Allah. Di sini Yesus menunjukkan suatu kematangan Kristen yang ideal di dalam
kasih bahkan kepada musuh.

Argumentasi terhadap pandangan perfeksionisme (ajaran Wesleyan)

Melemahkan defenisi mengenai dosa. Dosa adalah setiap hal yang tidak sesuai dengan pelanggaran
terhadap hukum Tuhan. Sedangkan pandangan Wesleyan, dosa adalah suatu pelanggaran secara
sengaja terhadap hukum taurat yang diketahui. Defenisi ini bertentangan dengan ajaran Alkitab seperti
dalam Mazmur 19:13 “siapa yang mengetahui kesesatan”, 1 Korintus 4:4 “sebab memang aku tidak
sadar akan sesuatu” jadi dosa yang disengaja dengan yang tidak disengaja adalah tetap dosa.
Melemahkan konsep tentang kesempurnaan. Sebab menurut Wesleyan kesempurnaan yang dapat
dicapai dalam hidup ini, tidak melenyapkan ketidaktahuan, dan kesalahan, dan kekeliruan lainnya.
Pandangan ini tidak dapat disebut kesempurnaan, karena sempurna berarti seluruh totalitas kehidupan
tidak ada kesalahan atau cacat cela.

Mengklaim bahwa natur keduniawian, terhapus di dalam pengudusan menyeluruh. Karena dalam
Galatia 5:16-17 menyatakan orang percaya memiliki pergumulan terus melawan kedagingan atau natur
dosa. Demikian dalam Kolose 3:5; 2 Kor. 7:1; Roma. 7:7; Yakobus 1:14; 1 Petrus 2:11; 1 Yohanes 2:16.

Ajaran Wesleyan mengenai pengudusan menyeluruh merupakan anugerah kedua setelah pembenaran.
Ajaran ini sangat ditentang oleh Alkitab sebab dalam 1 Kor. 1:30 menjelaskan bahwa pembenaran dan
pengudusan defenitif terjadi pada waktu bersamaan. Tetapi pengudusan progresi berlanjut seumur
hidup. Jadi pengudusan bukanlah anugerah kedua setelah pembenaran. Tetapi yang diperhatikan
setelah pengudusan adalah pembaharuan, pertumbuhan, terus menerus (Rom. 12:2; Ef. 4:15; 1 Petrus
2:2; 2 Petrus. 3:18).

Ajaran Alkitab yang berlawanan dengan pandangan Wesleyan :

Tidak seorang pun bisa mengklaim dirinya bebas dari dosa )1 Raja-raja 8:46; Mzm. 103:3; Amsal 20:9;
Roma 3;23; Yakobus 1:8.)

orang-orang percaya harus mengakui dosa dan berdoa memohon pengampunan (Ayub. 42:6; Mzm.
32:5; 130:3-4; Yes. 6:5; 64:6; Dan. 9:15-16; Mik. 7:18-19; 1 Tim. 1:15; 1 Yoh. 1:9). Dalam 1 Yohanes 1:9
kalimat kita mengakui itu adalah bentuk present artinya mengakui dosa terus menerus, maka Ia setia
dan adil....

di dalam diri orang percaya tetap ada pergumulan antara keinginan daging dengan keinginan roh (Gal.
5:16-17,24; Roma 6:12.

7.3. Pengudusan dan Hukum Taurat

Hoekema mengatakan banyak orang Kristen mengklaim bahwa ketika seseorang menjadi orang percaya,
dia tidak lagi memiliki keterkaitan apa pun dengan hukum Taurat. [47] dasar pemikiran ini terdapat
dalam Roma 6:14 “....kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Yang
dimaksud dalam ayat ini adalah kita tidak lagi berada di bawah hukuman karena kegagalan kita untuk
menaati hukum Taurat. Hal ini ditambahkan Van Brugen “kita tidak berada di bawah kutuk atau
hukuman kekal. Kemudian Paulus menunjukkan Di Galatia 3:10-14 dalam pengertian bahwa orang-orang
percaya tidak perlu lagi melakukan keseluruhan hukum Taurat untuk mendapatkan keselamatan, sebab
orang-orang percaya telah dibebaskan.

Akan tetapi dalam pengertian lain orang-orang percaya tidak dibebaskan dari hukum Taurat. Mereka
harus secara mendalam memperhatikan ketaatan terhadap hukum Taurat sebagai perwujudan rasa
syukur mereka kepada Allah karena karunia keselamatan yang telah diberikan-Nya (Kel. 20:2); kemudian
Mazmur mengungkapkan kesukaan orang-orang percaya yaitu hukum Taurat ( 1;2; 19:8-9; 119:35),
dalam Mazmur ini Taurat berarti memberi bimbingan bagi kehidupan orang percaya. Hal yang sama
ditekankan dalam PB misalnya Matius 5:19 “siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-
perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam kerajaan sorga. Kemudian Roma
8:3-4 “hukum Taurat masih berlaku untuk orang-orang Kristen dan Roma 13:8-10 “kasih adalah
kegenapan hukum Taurat.

Jadi bagi orang-orang percaya, ketaatan terhadap hukum Taurat merupakan ungkapan kasih Kristen dan
jalan menuju kemerdekaan Kristen. Ini sama artinya dengan hidup menurut Roh. Hukum Taurat
merupakan salah satu sarana terpenting yang dengannya Allah menguduskan kita.

9. KETEKUNAN ORANG KUDUS

Sekali diselamatkan, selamanya diselamatkan. Ini merupakan penjelasan yang paling sederhana dan
singkat mengenai ketekunan orang kudus.[48] Ketekunan orang kudus adalah pekerjaan Roh Kudus di
dalam diri orang percaya, yang oleh anugerah Allah bekerja di dalam hati orang percaya sejak awal dan
terus menerus bekerja sampai proses keselamatan selesai dengan sempurna.[49] Dengan demikian,
seseorang yang telah mendapatkan anugerah keselamatan tidak akan pernah kehilangan
keselamatannya (Yoh. 10:28). Sebab Roh Kuduslah yang bekerja sejak awalnya, dan terus menerus
bekerja memelihara hatinya hingga keselamatannya sempurna.

Pengajaran mengenai kenyataan “sekali diselamatkan, tetap diselamatkan” merupakan salah satu
pengajaran Alkitab yang paling agung. Pengajaran ini memberi sukacita karena kita mengetahui bahwa
kita diselamatkan untuk selama-lamanya.

Namun doktrin ketekunan orang kudus jangan disalah mengeri bahwa setiap orang yang mengaku
beriman di dalam Kristus dan menerima-Nya sebagai orang percaya di dalam persekutuan orang kudus,
dijamin di dalam kekekalan mendapatkan jaminan keselamatan yang kekal. Sebab Alkitab sendiri telah
memberikan peringatan akan bahaya kemurtadan. “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang
pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang
mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad
lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka
menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.” (Ibrani 6:4-6) Mereka
dapat dipersamakan seperti perumpamaan benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, yaitu orang
yang menerima firman dengan sukacita dan masih terus bersukacita untuk waktu tertentu. Namun
sesungguhnya imannya tidak pernah berakar di dalam Kristus. Imannya hanya sampai pada taraf
persetujuan pemikiran. Ia setuju pada fakta bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, namun
imannya tidak sampai bersandar sepenuhnya kepada Kristus.

10. PEMULIAAN

Pemuliaan adalah fase terakhir dari penerapan penebusan. Fase ini menyempurnakan seluruh proses
yang dimulai dengan panggilan efektif dan merupakan akhir dari seluruh proses penebusan. Pemuliaan
berarti tercapainya tujuan akhir dari setiap umat pilihan Allah yang telah dipilih seturut maksud kekal
Bapa, dan melingkupi penggenapan penebusan yang dijamin dan kerjakan oleh karya pengorbanan
Kristus.

Pemuliaan merupakan puncak dan kesempurnaan penebusan dari keseluruhan pribadi, yaitu ketika
integritas tubuh dan roh umat Allah telah diubahkan seturut gambar dari Penebus yang telah bangkit,
yang telah ditinggikan dan dipermuliakan. Hal itu terjadi ketika setiap tubuh kehinaan mereka diubah
seperti tubuh kemuliaan Kristus.[50]

DAFTAR PUSTAKA

Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997)

Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum)

Packer, J.I Penginjilan dan Kedaulatan Allah, (Surabaya: Momentum 2003)

Grudem, Wayne, Sistimatic Theology. An introduction to Biblical Doctrin (Leicester/Grand


Rapids:InterVasity Press/ Zondervan, 1994)

Genderen, J. Van, Velema, W.H, Beknopte Gereformerde Dogmatiek, Kampen, 1992.

Henry C. Thiessen, Teologi Sistimatika, (Jakarta : Gandum Mas)

Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996)

Louis Berkhof, Summary of Christian Doctrine

John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Jakarta: Momentum, 1999)

Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996)
[1] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 6

[2] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 8


[3] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 9-10

[4] Berkhof Lois, Teologi Sistimatika 4, (Jakarta : LRII, 1997) hal. 10

[5] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hal. 29

[6] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hal. 14-15

[7] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hal. 99-100

[8] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hal. 113-114

[9] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 124

[10] Packer, J.I Penginjilan dan Kedaulatan Allah, (Surabaya: Momentum 2003) hlm. 73-103

[11] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 129

[12] Hoekma, Anthony, Manusia: Ciptaan menurut Gambar Allah, (Surabaya : Momentum 2003) hlm.
304

[13] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 133-134

[14] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 134

[15] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 143g

[16] Grudem, Wayne, Sistimatic Theology. An introduction to Biblical Doctrin (Leicester/Grand


Rapids:InterVasity Press/ Zondervan, 1994) hlm.701-702).

[17] Op. Cit hlm.145.

[18] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 150.

[19] Op. Cit hlm. 155.

[20] Op. Cit hlm. 156.

[21] Op. Cit hlm. 159

[22] Op. Cit, hlm. 160

[23] Op. Cit, hlm. 163-165

[24] Op. Cit, hlm. 180


[25] Op. Cit, hlm. 183-185

[26] Op. Cit, hlm. 188-189

[27] Op. Cit, hlm. 190

[28] Op. Cit, hlm. 191

[29] Op. Cit, hlm. 193

[30] Ibid

[31] Op. Cit. hlm. 197-198

[32] Op. Cit. hlm. 200

[33] Op. Cit hlm-208-209

[34] Op. Cit. hlm. 210

[35] Ibid

[36] Genderen, J. Van, Velema, W.H, Beknopte Gereformerde Dogmatiek, Kampen, 1992. hlm. 544

[37] Hoekma, Anthony, Diselamatkan oleh Anugrah, (Surabaya : Momentum) hlm. 214

[38] Op. Cit, hlm. 215-216.

[39] Op. Cit, hlm. 219-222

[40] Op. Cit, hlm. 227

[41] Op. Cit, hlm. 228-231

[42] Op. Cit, hlm. 240

[43] Op. Cit, hlm.252-256

[44] John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Jakarta: Momentum, 1999), hal. 165

[45] Hoekma, Anthony, hlm, 267

[46] Hoekma, Anthony, hlm. 267

[47] Hoekma, Anthony,. hlm. 313

[48] Edwin Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), hal. 107.

[49] Louis Berkhof, Summary of Christian Doctrine, hal. 145.


[50] John Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan (Jakarta: Momentum, 1999), hal. 220

Anda mungkin juga menyukai