Anda di halaman 1dari 5

KATEKISASI IV: ALLAH YANG ESA, FIRMANNYA DAN ROHNYA (ALLAH YANG ESA SEBAGAI

TRITUNGGAL MAHA KUDUS) (1): LANDASAN PEMAHAMAN, HAL-HAL KELIRU, TRITUNGGAL MAHA
KUDUS ADALAH ALLAH YANG ESA, MAKNA HYPOSTASIS & CIRI-CIRI HYPOSTASIS

DAFTAR ISI KATEKISASI IV :

a. Landasan Pemahaman Berdasarkan Pengakuan Iman Nikea


b. Hal-hal yang keliru dalam Pemahaman Tritunggal Maha Kudus
c. Tritunggal Maha Kudus adalah Allah Yang Esa itu
d. Makna Hypostasis
e. Ciri-Ciri Khas Hypostasis

KATEKISASI IV: ALLAH YANG ESA, FIRMANNYA DAN ROHNYA (ALLAH YANG ESA SEBAGAI
TRITUNGGAL MAHA KUDUS) (1): LANDASAN PEMAHAMAN, HAL-HAL KELIRU, TRITUNGGAL MAHA
KUDUS ADALAH ALLAH YANG ESA, MAKNA HYPOSTASIS & CIRI-CIRI HYPOSTASIS

ТРИСВЯТОЕ

Святый Боже, Святый Крепкий, Святый Безсмертный, помилуй нас. (Трижды)

DOA TRISAGION (TRISUCI)

Allah Mahakudus, Sang Kuasa Mahakudus, Sang Baka Mahakudus, kasihanilah kami (3X)

a. Landasan Pemahaman Berdasarkan Pengakuan Iman Nikea

Mengenai keberadaan Allah Yang Esa itu Pengakuan Iman Nikea selanjutnya mengatakan bahwa .Allah
yang hanya satu dan diberi gelar “Sang Bapa, Yang Mahakuasa” ini memiliki keberadaan yang sangat unik,
karena di dalam kesatuan diriNya itu Dia memiliki “Anak Tunggal” yang bukan berasal dari luar kodrat Allah
namun “ yang diperanakkan dari Sang Bapa” bukan dengan suatu permulaan waktu tetapi “sebelum segala
zaman” yaitu dari dalam kekekalan. Berarti dalam kekekalan itulah Allah ini dalam kodratnya sendiri
“memperanakkan Anak Tunggal” sebagai pancaran atau pantulan diriNya sendiri yang adalah Terang (Nur) itu.
Sehingga Anak Tunggal Allah yang berada kekal dalam kodrat Allah ini disebut “Terang yang keluar dari Terang”.
Sebagai pancaran dari Nur yang adalah Allah, maka jelas yang terpancar atau terpantul berwujud Nur pula.
Karena hanya ada satu Allah yang bersifat Nur, maka Allah yang Satu ini pastilah Allah yang Sejati. Pancaran
Diri Allah yang sejati yang berasal dari kodrat diriNya yang berwujud “Nur yang keluar dari Nur (Allah)” ini,
jelaslah memiliki sifat yang sama dengan Allah yaitu “Allah Sejati yang keluar dari Allah sejati”. Dengan demikian
pancaran Nur Ilahi yang berkodrat Allah sejati itu bukan mahluk, yaitu Dia “bukan diciptakan” namun
“diperanakkan” yaitu dikeluarkan secara kodrati dari kodrat Ilahi sendiri di dalam kekekalan, sehingga kodratNya
sama dengan asal-usulNya: Allah yang Esa. Berarti Nur yang keluar dari Nur ini berada dalam “Satu dzat
hakekat dengan Sang Bapa” karena Allah itu memang hanya satu yang “Dzat hakekatNya” satu pula. Mengikuti
rincian makna Pengakuan Iman ini kita melihat sekarang bahwa yang disebut “Anak Allah” ini bukan makna kata
jasmaniah. Sebab meskipun ada kata-kata “diperanakkan” dan “Anak Tunggal”, tetapi kita tak menjumpai kata
“Ibu” atau yang “wanita pengandung Anak Allah”. Tak pula kita jumpai kata kapan saat Anak Allah itu dilahirkan.
Dia diperanakkan di luar waktu, “sebelum segala zaman”, berarti Dia diperanakkan terus menerus di dalam dzat-
hakekat Allah yang satu itu. Karena arti “memperanakkan” disini adalah mengeluarkan, atau juga memantulkan,
berarti Allah selalu memantulkan Cahaya DiriNya dalam DiriNya sejak kekal, dan itulah makna diperanakkan itu.
Siapakah yang disebut Anak Allah yang berasal dari dalam Diri Allah Yang Esa ini? Dijelaskan oleh Pengakuan
Iman itu “Yang MelaluiNya segala sesuatu diciptakan” Dan kita tahu menurut Alkitab bahwa Allah menciptakan
segala sesuatu melalui “FirmanNya” atau “SabdaNya”. Jika demikian jelas yang dimaksud Anak Tunggal disini
bukanlah makhluk atau ciptaan yang diadakan oleh Allah, namun Ia adalah Firman Allah yang kekal, yang
melaluiNya Allah mengadakan sekalian makhluk atau segenap ciptaan. Itulah sebabnya Ia satu dzat-hakekat
dengan Allah, dan memiliki sifat Ilahi, dan keluarNya dari Allah sendiri, karena Ia berada satu di dalam Allah Yang
Esa itu sendiri. Karena Allah yang Esa itu disapa dengan gelar kias sebagai “Bapa”, maka “Firman Allah” yang
berasal dari kandungan dzat Allah dan yang keluar dari Allah Yang Esa itu disebut dengan gelar kias “Anak”.
Karena Allah itu Esa,, maka FirmanNya juga hanya ada satu saja. Padahal Firman Allah ini diberi gelar kias
sebagai “Anak”, maka jelas Firman yang hanya satu itu, disebut dengan gelar kias “Anak Tunggal Allah”, karena
Allah memang tak beranak maupun diperanakkan dalam pengertian jasmani yang kita kenal. Firman Allah yang
kekal itu disebut “Anak Yang Tunggal” (“Firman itu….sebagai Anak Tunggal Bapa…”, Yohanes 1:14), serta “Anak
Tunggal Allah/Bapa” yaitu Firman Yang Kekal itu dinyatakan sebagai yang “ ada di pangkuan Sang Bapa”
(Yohanes 1:18), dan ”pangkuan Bapa” adalah “Dzat-Hakekat Bapa/Allah”. Dengan demikian Firman Allah yang
dikiaskan sebagai “Anak Tunggal Allah” itu memang berada dalam “Dzat Hakekat Allah” yang Esa itu.
Sedangkan mengenai Roh Allah yang kekal dikatakan:: “…Roh …menyelidiki…hal-hal yang tersembunyi dalam
1
diri Allah…..yang tahu, apa yang terdapat dalam diri manusia, …roh manusia sendiri yang ada di dalam
dia……..yang tahu, apa yang terdapat dalam diri Allah…Roh Allah” (I Korintus 2:10-11). Roh Allah berada dalam
Diri Allah, sebagaimana roh manusia ada dalam diri manusia. Firman Allah ada di “pangkuan Bapa” yaitu dalam
hakekat Bapa yang satu. Dengan demikian dalam dzat-hakekat Allah yang Esa itu berdiamlah FirmanNya yang
kekal dan RohNya yang kekal. Sehingga hanya Allah Yang Esa (Bapa) itu sendiri, beserta Firman serta RohNya
yang ada di dalam Diri dan Dzat-HakekatNya Yang Esa itu saja yang mengerti dzat-hakekat dari pada Allah
tersebut.
Jadi disamping FirmanNya sendiri itu, Allah yang Esa ini juga memiliki Roh Kudus, yaitu Roh yang
“Keluar dari Sang Bapa”, yang berarti Roh ini asalnya juga dari Sang Bapa (Allah Yang Esa) itu dan berdiam di
dalam Diri Allah Yang Esa itu. Dengan demikian Allah yang Esa itu merupakan pokok dan sumber yang dariNya
Anak Tunggal Allah (”Firman Allah yang hanya satu-satunya”) diperanakkan sejak kekal (“Diperanakkan dari
Sang Bapa”) dan dariNya pula Roh Kudus itu dikeluarkan dari kekal (“Keluar dari Sang Bapa”). Melalui Anak
Tunggal (“FirmanNya yang hanya Satu”) ini Allah menciptakan (Allah..Pencipta...) segala sesuatu (“yang
melaluiNya segala sesuatu diciptakan”). Padahal dalam Kitab Suci yang menjadi sarana penciptaan dalam diri
Allah adalah “Firman Allah” berarti yang dimaksud dengan Anak Allah itu, sebagaimana yang telah kita katakan
diatas, tak lain adalah “Firman Allah” sendiri. Itulah sebabnya Ia satu dalam dzat-hakekat Allah. Tetapi dalam
memberikan hidup dan kehidupan kepada segala sesuatu yang telah diciptakan melalui “Firman”Nya yaitu “Anak
Tunggal” Nya itu Allah menggunakan RohNya yang disebut Roh Kudus (“Roh Kudus...Sang Pemberi Hidup....”).
Demikianlah maka Roh Kudus sebagaimana Anak Allah yang melaluiNya Allah menciptakan segala sesuatu itu,
menjadi “Tuhan” (Penguasa) bagi segenap mahluk. Maka jelaslah Allah itu memang satu, sehingga Roh Kudus
itu “bersama dengan Sang Bapa” artinya dari dalam hakekat Allahlah Roh Allah berasal, “dan Sang Putra”
karena Anak Allah yang adalah “Firman Allah” beradanya dalam dzat hakekat Allah yang Esa bersama dengan
Roh Allah sendiri, “disembah dan dimuliakan”. Demikianlah penyembahan ummat Kristen kepada Allah Yang Esa
itu penyembahan yang bersifat hidup dan intim, karena Dia menyembah Allah melalui Firman Allah yang
mengantar manusia kepada Allah, dan melalui Roh Allah yang memberikan terang dan hidup untuk menyatu
dengan Allah yang Esa itu. Dan fakta keberadaan Allah yang Esa yang demikian inilah yang dalam theologia
Orthodox disebut sebagai “Tritunggal Mahakudus”.

b. Hal-hal yang keliru dalam Pemahaman Tritunggal Maha Kudus

Istilah “Tritunggal Maha Kudus” untuk menyebut Allah yang Esa yang sejak kekal memiliki Firman dan
Roh dalam diri dan dzatNya yang serba esa ini sering dimengerti secara salah oleh orang diluar Iman Orthodox.
Kata ini memang tak terdapat dalam Kitab Suci dan pertama kali digunakan oleh Theophilus dari Antiokhia di
Gereja Timur dalam bahasa Yunani “Triados” dan Tertulianus dari Gereja Barat dengan istilah bahasa Latin
“Trinitas” dalam usaha untuk menjelaskan tentang fakta yang terdapat dalam Kitab Suci mengenai Allah Yang
Esa yang disebut Bapa, yang memiliki Firman yang disebut Putra/Anak dan Roh yang disebut Roh Kudus yang
bersifat Kekal, dan hubungan Firman Allah dan Roh Allah itu dengan Allah Yang Esa itu sendiri.
Jadi yang dimaksud dengan Tritunggal bukanlah mengenai ajaran bahwa ada Tiga Ilah yang terpisah-
pisah yang disebut Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus seperti yang kita jumpai dalam ajaran Mormon.
Bukan pula terdiri dari Isa, Maryam dan Allah, sebagai tiga tuhan bersatu. Malah bukan pula sebagai Isa dan
Jibril ( karena istilah Kristen “Roh Kudus” itu disamakan dengan ajaran dalam Islam dimana nama lain dari
malaikat Jibril adalah “Rohul Qudus”) yang dipersekutukan dengan Allah, seperti yang kita jumpai dalam tulisan-
tulisan polemik beberapa penulis Muslim dalam serangannya terhadap faham Tritunggal ini. Bukan pula
Tritunggal ini tiga Nama yang berbeda dari satu Tuhan Yesus Kristus. dimana “Bapa” disamakan dengan
gelar :”Tuhan”, dan “Anak” disamakan dengan gelar “Yesus” serta “Roh Kudus” disamakan dengan gelar
“Kristus”, namun wujudnya adalah satu yaitu “Tuhan Yesus Krisus” yang dilahirkan Maryam itu. Jadi menurut
faham ini Allah yang Esa itulah Tuhan Yesus Kristus. Faham ini banyak kita jumpai dalam beberapa kelompok
denominasi Protestan non-klasik di Inondonesia ini. Memang faham ini sangat bertentangan dengan data Kitab
Suci yang telah kita bahas diatas. Tak pula Tritunggal itu berarti hanya tiga fungsi dari Allah yang Esa, semisal
orang satu yang dapat berfungsi sebagai bapak, anak dan suami tergantung pada situasinya. Sebagaimana
yang difahami oleh beberapa kelompok tertentu dalam denominasi Protestan klasik. Dan bukan pula Tritunggal
itu sebagai suatu “keluarga ilahi” yang terdiri dari Bapa, Ibu (“Roh Allah” sering dianggap bersifat feminin oleh
kelompok tertentu) dan AnakNya. Tidak pula ini suatu keluarga ilahi yang terdiri dari Bapak dan Anak yang diikat
oleh kasih yang disebut Roh Kudus. Sebagaimana yang difahami oleh kelompok Protestan sempalan tertentu.
Dan Tritunggal itu bukan juga semacam gambaran psykhologis dalam Allah Bapa itu kehendak, Anak itu kata-
kata atau akal-budinya serta Roh Kudus itu adalah semacam emosi ilahi yang bernama kasih, seperti yang
diajarkan oleh Santo Agustinus dari Gereja Barat. Dan bukan pula Tritunggal itu adalah proses dan tahap yang
dilalui Allah dalam sejarah: dalam Perjanjian Lama Allah yang Esa itu disebut Bapa, dalam Perjanjian Baru Allah
yang tadinya disebut Bapa itu sekarang disebut Anak, dan dalam Gereja Allah Yang Esa yang tadinya disebut
Bapa dan Anak itu sekarang disebut Roh Kudus, seperti yang diajarkan oleh aliran dispensasionalis tertentu dari
kelompok Protestan sayap kiri. Dan ajaran Tritunggal Mahakudus ini berbeda sama sekali dengan faham
“Trimurti” dalam Agama Hindhu. Karena Brahma, Wisnu dan Shiwa dalam agama Hindhu adalah dewa yang
terpisah-tepisah yang memiliki keluarga masing-masing lengkap dengan anak-anak dan isteri-isteri mereka
masing-masing. Meskipun jika masing-masing dianggap sebagai manifestasi-manifestasi dari “Brahman” (Sang
Hyang Widhi) yang satu. Karena masing-masing manifestasi itu berdiri sendiri-sendiri dengan karya-karya yang
saling tak terkait satu sama lain. Tidak pula Tritunggal Mahakudus itu dapat disamakan dengan ajaran Kebatinan

2
“Pangestu” tentang “Tri Purusa”, dimana dimengerti bahwa Tuhan yang satu itu berada dalam tiga “faset” : Sang
Suksma Kawekas yang diparalelkan dengan Sang Bapa, Suksma Sejati yang disamakan sebagai Sang Putra
dan Roh Suci yang adalah inti terdalam dari roh manusia sendiri (kelihatan faham “pantheisme” disini, suatu
faham yang ditolak Gereja Orthodox: Roh Suci dalam Gereja Orthodox adalah Roh yang ada di dalam Diri Allah,
dan bukan inti terdalam dari roh manusia ). Dimana Suksma Kawekas digambarkan sebagai Omnipotensi (jadi
bukan pribadi atau hypostasis seperti yang diajarkan oleh Iman kristen Orthodox) atau Samudera keilahian yang
diam tak bergerak, sedangkan Suksma Sejati digambarkan sebagai samudera keilahian yangt mulai bergerak,
dan Roh Suci adalah uap samudera yang keluar akibat gerak samudera keilahian tadi (inilah faham “emanasi”
yang juga ditolak Gereja Orthodox). Berarti terdapat dua kali pemunculan baru di dalam Allah, yaitu munculnya
gerakan samudera keilahian : Sang Suksma Sejati, serta munculnya uap air samudera keilahian: “Roh Suci” dari
“gerak samudera keilahian”: Suksma Sejati (sesuatu yang baru muncul bukanlah sesuatu yang kekal, dalam
Allah tak ada yang baru semuanya “qodim” dan “azali” menurut Iman Kristen Orthodox).. Semuanya itu tidak ada
sangkut pautnya dengan ajaran Tritunggal Maha Kudus dalam Iman Kristen Orthodox. Namun yang disebut
Tritunggal dalam ajaran Iman Kristen Orthodox sebagaimana yang jelas diajarkan Kitab Suci adalah penjelasan
akan keberadaan yang ada di dalam diri Allah yang Esa yang sejak kekal memiliki “Firman” dan “Roh” yang
berada satu di dalam Dzat-Hakekat Allah yang Esa itu.

c. Tritunggal Maha Kudus adalah Allah Yang Esa itu

Dengan panjang lebar diatas telah kita bahas bahwa Iman Kristen Orthodox adalah suatu Iman yang
menekankan Tauhid (Ke-Esa-an Allah) sebagaimana yang nyata dalam ayat-ayat Alkitab berikut ini, yang juga
telah kita kutip diatas: ”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa! ( Ulangan 6:4), Akulah
yang terdahulu ( berarti: tak ada Ilah lebih tua dari Allah Yang Esa ini, berarti Allah tak berorang-tua, atau tak
diperanakkan) dan Akulah yang terkemudian ( berarti: tak ada Ilah baru yang lebih muda atau lebih kemudian dari
Allah yang Esa ini, atau Allah itu tak beranak melalui kelahiran dari seorang isteri); tidak ada Allah selain
daripadaKu ( berarti: Allah tak memiliki tandingan atau sekutu” ( Yesaya 44:6), “ Akulah TUHAN dan tidak ada
yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah” ( Yesaya 45:6).” Jawab Yesus: Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai
orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” ( Markus 12:28). Dan Allah Yang Esa itu diidentikkan dengan “Bapa”
:”Demikianlah kata Yesus……:Bapa….Engkau, satu-satunya Allah yang benar…” ( Yohanes 17:1-3), “ Namun
bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu:Bapa…” ( I Kor.8:6). Dan kebenaran ayat-ayat Kitab Suci ini diringkas
dalam Pengakuan Iman Gereja Orthodox ( Pengakuan Iman Nikea):” Aku percaya pada Satu Allah, Sang Bapa,
Yang Mahakuasa…” Allah yang Esa yang disebut Bapa ini – bukan karena jenis kelamin, tetapi sebagai kata kias
karena Dia adalah asal-usul dari segala sesuatu, pemelihara segala sesuatu, pemberi segala sesuatu, dan
pembimbing segala sesuatu – adalah pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan segala sesuatu itu melalui
“FirmanNya” ( Kejadian 1, Mazmur 33:6, Yohanes 1:1-3), dan memberi hidup kepada segala sesuatu melalui
“RohNya” ( Ayub 33:4), FirmanNya Allah itu selalu “bersama-sama” dengan Allah, artinya berada di dalam kodrat
dan Hakikat Allah sendiri ( Yohanes 1:1-3), sedangkan Roh Allah itu “keluar dari Bapa “ ( Yohanes 15:26), berarti
asalnya ada di dalam Bapa yaitu Allah yang Esa itu ( I Kor.2:10-11). “Firman Allah” yang melaluiNya Allah
menjadikan alam semesta ini juga disebut “Anak” ( Yohanes 1:3, Ibrani 1:2) karena FirmanNya Allah, yaitu
IlmuNya Allah atau Akal-Budi Allah itu pasti “dikandung “ dalam Dzat Hakekat Allah sendiri sehingga jika Firman
itu dinyatakan atau diucapkan keluar dari Allah maka “seolah-olah” dilahirkan atau diperanakkan, dan dalam
pengalaman manusia apa yang dilahirkan itu pastilah disebut sebagai “Anak”, jadi “Firman Allah” adalah “Anak”
yang diperanakkan dari dalam Pikiran Allah tadi, itulah sebabnya Firman Allah disebut Anak Allah, meskipun
Allah itu secara biologis tak beranak maupun diperanakkan..Ini disebabkan, karena Allah sebagai asal-usul dan
tempat beradanya Firman itu disebut Bapa. Karena Allah itu Esa maka FirmanNya juga cuma satu, dan Firman
Allah itu disebut “Anak”, maka “Firman Allah” yang cuma satu, atau “Anak yang satu-satuNya” ini jelas disebut
“Anak Tunggal”, itulah sebabnya “Firman Allah” disebut “Anak Tuggal Allah” dalam Kitab Suci (Yohanes 1:18,
3:16).
Sedangkan Roh Allah (yaitu prinsip kehidupan dan kuasa Allah) yang ada di dalam hakekat Allah yang
satu bersama “Firman” itu disebut Roh Kudus .Dengan demikian dalam Iman Kristen Orthodox Roh Kudus
bukanlah nama Malaikat Jibril, namun Roh Allah sendiri. Malaikat Jibril adalah ciptaan dari Roh Kudus ini juga,
sebab Malaikat Jibril itu diberi hidup oleh Allah melalui RohNya ini juga sebagaimana makhluk-makhluk lainnya.
Karena Allah itu Esa, yaitu Bapa tadi, maka haruslah memang FirmanNya (Anak) itu berasal dari dan berdiam di
dalam Allah yang Esa yaitu Bapa ini, demikian pula RohNyapun harus keluar dari dan berdiam dalam Bapa yang
Esa ini, dengan demikian Keesaan Allah terjaga. Karena memang Allah itu Satu, Esa, tiada tandingan atau sekutu
bagiNya. Jadi Tritunggal Maha Kudus adalah Allah yang Esa (Sang Bapa) yang memiliki dalam dzat-hakekatNya
yang Esa Firman yang kekal ( Anak) dan Roh yang kekal ( Roh Kudus) yang berada dan melekat satu di dalam
DiriNya yang Esa itu. Jadi istilah “Tritunggal Mahakudus” itu bukan berbicara mengenai jumlah Allah, namun
mengenai keberadaan di dalam diri Allah yang Esa tiada berbilang dan satu tiada bandingan itu. Iman Kristen
Orthodox tidak percaya adanya Allah yang lebih dari satu karena Allah itu Esa menurut Alkitab. Jadi Tritunggal
bukanlah “Tiga” Ilah seperti yang dikatakan dalam An-Nissa 171: ”Hai ahlil Kitab! Janganlah kamu melampaui
batas dalam agamamu….dan janganlah kamu katakan:Tuhan itu tiga!….” . Tritunggal bukanlah “Tiga Tuhan yang
terpisah-pisah” atau “Tiga Tuhan yang digabungkan” atau “Tiga Tuhan yang dipersatukan” , namun itu adalah
sebutan bagi Allah Yang Esa itu sendiri yang dalam dzatNya memiliki Kalimat dan Ruh yang kekal tanpa awal
maupun akhir. Bukan pula Allah dalam pemahaman Tritunggal itu sebagai “yang ketiga daripada yang tiga”
seperti yang dikatakan dalam Al-Maidah 72 karena Allah itu hanya satu-satunya dan yang pertama dalam DiriNya

3
yang Esa yang memiliki Kalimat dan Ruh kekal itu. Serta lebih bukan lagi jika Allah itu adalah “Isa dan ibunya”
sebagai tuhan-tuhan/ilah-ilah “disamping Allah” seperti yang dikatakan dalam Al-Maidah 116, sebab Tritunggal itu
bukan terdiri dari unsur-unsur makhluk, karena Allah itu tak terdiri dari unsur-unsur, namun Dzat azali dari Allah
sendiri yang memiliki Kalimat dan Roh yang kekal itu. Maryam tak pernah disebut sebagai IsteriNya Allah,
sebagai tandingan atau pasangan dari Allah Bapa. Jika sampai ada pemikiran yang demikian jelaslah itu
pemikiran yang amat sesat, dusta dan terkutuk. Maryam adalah “hamba Allah” (Lukas 1:38), sama seperti
“Isa”pun adalah “Hamba Allah” dalam penjelmaanNya sebagai manusia ( Filipi 2: 5-7).

d. Makna Hypostasis

Bagi Iman Kristen Orthodox Allah itu Esa karena Bapa itu Esa, sebagaimana dinyatakan oleh Kitab Suci:
” …bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu :Bapa…” ( I Kor. 8:6), dan yang juga diteguhkan oleh Pengakuan
Iman Gereja :”..Satu Allah, Sang Bapa…”. Sehingga Sang Bapa itu pokok dan sumber di dalam diri Allah yang
Esa.. Karena Bapa itu adalah Allah yang hidup maka Bapa itu bukan sekedar suatu keberadaan ilahi tak
berpribadi, namun Ia adalah Allah yang berpribadi, atau berhypostasis. Sedangkan “Firman” atau “Kalimatullah” di
dalam Alkitab ditegaskan bahwa Firman Allah itu bukan hanya sekedar serangkaian bunyi dan suara yang
memiliki makna dalam wujud kata dan kalimat, sebagaimana “firman/kata-kata” yang dimiliki manusia. Allah tidak
sama dengan manusia,oleh karena itu FirmanNyapun tak sama dengan kata-kata manusia. Sementara kata-kata
manusia adalah sesuatu yang tercipta dan benda mati namun Firman Allah itu disebut sebagai “Firman yang
Hidup”(I Yohanes 1:1), karena memang “Dalam Dia/Firman itu ada hidup” ( Yohanes 1:4), sebab “…Anak/Firman
mempunyai hidup dalam diriNya sendiri” (Yohanes 5:26). Itulah sebabnya Ia dapat menjadi sarana Theophania
(“tajjali, penampakan Ilahi”) dan akhirnya dapat menjelma manusia yang hidup.Karena Firman itu hidup maka Ia
mempunyai kesadaran, dan karena mempunyai kesadaran Ia dapat dikasihi Allah ( Yohanes 17:24). Keberadaan
Firman Allah yang semacam inilah yang dikatakan bahwa Firman itu memiliki “hypostasis” (“realitas kongkrit”).
Demikian juga Roh Allah meskipun itu adalah prinsip hidup dan kuasa di dalam diri Allah sendiri, namun karena
Roh Allah ini mempunyai ciri sebagai “Roh yang memberi hidup” (Roma 8:1), sebagaimana juga yang ditegaskan
oleh Pengakuan Iman Gereja Orthodox, bahwa “Roh Kudus” itu adalah “Sang Pemberi Hidup”, maka ini berarti
bahwa “Roh Allah”pun memiliki hidup itu sama seperti yang dimiliki Firman. Karena Roh itu sama seperti Firman
Allah berada di dalam Diri Allah Yang Esa, dan Roh itu sama-sama memiliki Hidup seperti Firman, maka pastilah
Hidup yang ada dalam Roh itu adalah Hidup yang sama, yaitu HidupNya Bapa seperti yang ada di dalam Firman
juga. Jadi jelas dalam Allah itu hanya ada “Satu Hidup” saja yang Bapa itulah sumberNya hidup tadi. Ini makin
menegaskan EsaNya Allah itu. Demikianlah sebagaimana Firman yang hidup itu memiliki “hypostasis” (“realitas
kongkrit”) karena memiliki hidup, maka Rohpun untuk alasan yang sama juga memiliki “hypostasis” (“realitas
kongkrit”). Sehingga di dalam diri Allah Yang Esa itu terdapat tiga hypostasis. Tiga hypostasis ini sama sekali
tidak bisa dipisahkan karena melekat satu dalam diri Bapa, dan dalam dzat-hakekat Allah yang Esa, namun ciri-
ciriNya dapat dibedakan.

e. Ciri-Ciri Khas Hypostasis

Ciri-ciri khas yang membedakan dari ketiga hypostasis (realitas kongkrit) di dalam diri Allah yang Satu
itu adalah demikian: Hypostasis Bapa sebagai wujud dari Allah Yang Esa mempunyai ciri khas dari kekal-azali
sampai kekal-abadi tak berpermulaaan serta tak berpenghabisan. Ciri khas yang lain dari Wujud Allah atau
hypostasis “Bapa” adalah tidak diperanakkan oleh siapapun, namun ada dengan sendirinya. Namun karena
dalam diri Bapa ini terdapat “FirmanNya”, maka dari kekal-azali sampai kekal-abadi “hypostasis Bapa” atau
“Wujud Allah” itu selalu mewahyukan “FirmanNya” di dalam DiriNya Yang Esa itu, dan proses “pewahyuan Firman
Allah” (“tajjali Allah dalam sifat “Firman”Nya) di dalam hakekat Allah yang Esa inilah yang disebut bahwa “Bapa
memperanakkan hypostasis Putra” Ini bermakna bahwa tidak ada waktunya dimana Bapa ini tidak mengenal
diriNya melalui “pewahyuan FirmanNya” dalam diriNya yang Esa, atau dengan kata lain tak ada waktunya “Bapa
tidak memperanakkan Sang Putra”. Tanpa awal dan tanpa akhir Allah Yang Esa selalu mengenal diriNya di
dalam FirmanNya (Matius 11:27) atau “Sang Bapa ini selalu memperanakkan hypostasis Putra” didalam dzaat-
hakekatNya yang Esa.Selanjutnya ciri khas dari “hypostasis Bapa” atau “Wujud Allah” itu adalah memiliki RohNya
sendiri atau “Roh Kudus” yang sejak kekal-azali sampai kekal-abadi berada satu dan melekat dalam dzat-
hakekat Allah yang satu itu ( I Kor. 2:11), serta keluar dari Allah ini (Yohanes 15:26).KeluarNya Roh Kudus dari
Allah di dalam dzat-hakekatNya Yang Esa berlangsung dari kekal-azali sampai kekal-abadi, tanpa awal dan tanpa
akhir. Dengan demikian ciri khas hypostasis Bapa adalah Ia adalah prinsip ke-Esa-an di dalam Diri Allah, Ia
adalah Pokok dan Sumber dari FirmanNya dan RohNya, karena Firman Allah dan Roh Allah itu berada satu di
dalam dzat-hakekat Allah yang satu, dan dariNya Firman Allah “diperanakkan” serta dariNya Roh Allah “keluar”.
Sedangkan ciri khas dari hypostasis Anak atau Firman Allah/Kalimatullah adalah Ia bersemayam dalam
Allah Yang Esa sebagai Kalimatullah yang kekal. Namun melalui Firman ini juga keberadaan Allah yang
tersembunyi itu dinyatakan., karena Allah mengenal diriNya atau ber”tajjali” di dalam FirmanNya ini. Sehingga
Firman Allah ini dinyatakan sebagai “cahaya kemuliaan Allah dan gambar Wujud Allah” ( Ibrani 1:3), karena
sebagai yang dinyatakan atau diperanakkan Bapa Ia jelas memiliki keberadaan sebagai “Gambar Allah” itu
sendiri (Kolose 1:15). “Diwahyukan”atau sebagai “tajjali” Allah itulah ciri khas dari hypostasis Firman Allah itu.
Inilah yang disebut dengan bahasa theologis sebagai yang “diperanakkan dari Sang Bapa” sebelum segala
zaman itu. Jadi Ciri khas dari Firman Allah atau hypostasis Sang Putra itu adalah “diperanakkan dari Sang Bapa”
ini. Karena Ia bukan Wujud Allah namun Firman Allah maka Ia tidak menjadi sumber keluarNya Roh Kudus,

4
hanya Bapa atau hypostasis Wujud Allah saja yang menjadi sumber keluarNya Roh Kudus. Firman Allah ada
sejak kekal karena Sang Bapa ada sejak kekal.
Sedangkan ciri khas daripada Roh Kudus sebagai hypostasis dari prinsip hidup dan kuasa di dalam
Allah Yang Esa itu, adalah bahwa Ia bersemayam di dalam Diri Allah ( I Kor. 2:10-11). Karena Roh Allah juga
disebut “nafas Allah” ( Mazmur 33: 6), maka sebagai nafas Allah jelas Ia keluar dari Allah. Itulah sebabnya ciri
khas Roh Kudus adalah bahwa Ia “keluar dari Bapa”, sesuai dengan pernyataan Alkitab“…Roh Kebenaran yang
keluar dari Bapa…” (Yohanes 15:26), sebagaimana yang juga ditegaskan dalam Pengakuan Iman Gereja
Orthodox :”…Roh Kudus….yang keluar dari Sang Bapa….” “KeluarNya” Roh Kudus dari Bapa ini tidak disebut
“diperanakkan” sebagaimana keluarNya Firman Allah dari Bapa. Karena “Firman Allah” keluar dari Allah sebagai
sarana “tajjali” Allah sehingga Allah mengenal diriNya melalui FirmanNya ini, karena itulah Firman Allah disebut
“Gambar Allah”, dan sekaligus Anak Allah, karena seorang anak adalah gambaran dari bapanya, dengan
demikian keluarNya ini disebut sebagai “diperanakkan”. Sedangkan Roh Kudus keluar dari Allah bukan menjadi
sarana “tajjali” atau sarana penyataan diri Allah, namun sebagai lingkup yang didalamNya “tajjali” Allah dalam
FirmanNya itu dapat difahami, dimengerti, serta terlaksana. Jadi seolah-olah Roh Kudus adalah sebagai “tempat”
yang memungkinkan terjadinya tajjali atau penyataan diri Allah di dalam FirmanNya kepada DiriNya sendiri itu.
Demikianlah ciri-ciri khusus dari masing-masing hypostasis dalam diri Allah Yang Esa, dan masing-
masing ciri khas itu tidak dipunyai oleh hypostasis yang lain, dan tak boleh dikacaukan. Hypostasis Bapa itu tak
diperanakkan juga tak memperanakkan secara biologis. Namun hypostasis Bapa itu “mewahyukan FirmanNya”
dalam dan kepada diriNya dalam arti ini Bapa dikatakan “memperanakkan Sang Putra, dan karena Bapa itu
memiliki nafasNya atau prinsip hidupNya, maka sebagai nafas atau prinsip hidup itulah Bapa dikatakan sebagai
sumber “keluarNya Roh Kudus”. Sedangkan hypostasis Putra atau Firman Allah itu berciri diperanakkan yaitu
diwahyukan atau sebagai sarana “tajjali” oleh Bapa. Dan hypostasis Roh Allah, atau Sang Roh Kudus itu
bercirikan “keluar dari Sang Bapa”. Keadaan Allah yang demikian ini kekal adanya.

Anda mungkin juga menyukai