Daftar Isi
SEPTEMBER 2018
OKTOBER 2018
Berdebat tentang apakah Allah itu esa mutlak ataukah “tiga dalam satu,
satu tapi tiga” selalu berpangkal dari satu masalah: ke manakah kiblat iman
kita, Yahudi atau Yunani? Ketika kita membaca Alkitab, apakah kita
membacanya dengan kacamata monoteisme radikal Israel ataukah kacamata
teologi Abad Tengah yang berkarakter Yunani? Cara baca yang berbeda tentu
saja akan melahirkan kesimpulan yang berbeda.
3
Ada satu fakta sejarah lain yang juga sangat penting untuk menentukan
kiblat iman kita. Perjanjian Baru belum selesai ditulis sampai tahun 100 dan
baru diresmikan (dikanonisasi) tahun 397 di Konsili Kartago Ketiga. Pada
masa hidup Yesus sampai kurang lebih tiga abad setelahnya, yang namanya
“Alkitab” hanya kitab-kitab Ibrani, yang sekarang kita sebut Perjanjian Lama
(Tanakh). Inilah kitab-kitab suci yang disebut, diperbincangkan, dan dipakai
oleh Yesus, para rasul, dan orang-orang Berea sebagai dasar keyakinan (Matius
4:4,7,10; 2 Timotius 3:16; Kisah 17:11). Dengan mengingat fakta ini, semakin
jelas kiranya betapa mendasar arti Perjanjian Lama dan iman Israel bagi
bangunan iman Kristiani.
Untuk didiskusikan:
Bacalah: Matius 5:21-48; 13:10-15; 15:1-9,14; 23:16,24; 16:6; Yohanes
9:39-41; Roma 10:1-3; Galatia 1:6-9; 1Korintus 1:22-23; 2Korintus 3:14-15;
1Tesalonika 2:14-16; dan Wahyu 2:9; 3:9.
Sebagian penganut Trinitas mengajukan ayat-ayat ini sebagai bukti
bahwa ajaran bangsa Israel (Yahudi) itu sesat dan keliru, sehingga Yesus
Kristus dan para rasul pasti sudah menolak/tidak mengikuti monoteisme Israel
lagi. Apa tanggapan Anda tentang klaim itu?
4
ECHAD: SATU ATAU KESATUAN?
Sabat II – 8 September 2018
5
Yang paling penting, echad jelas mengandung makna “tunggal, satu-
satunya, hanya satu, seorang diri” (lihat Bilangan 10:4; Yosua 17:14; Ester
4:11; Yesaya 51:2). Dalam Ulangan 17:6, misalnya, kurang tepat sebenarnya
menerjemahkan echad dengan sekedar “satu”. Lebih tepat jika diterjemahkan
“atas keterangan hanya satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati”
(seperti terjemahan New Revised Standard Version). Intinya, echad berarti
“satu” dan hanya satu.
Yachid, di sisi lain, sangat jarang dipakai dalam Perjanjian Lama.
Kalau pun digunakan, artinya berbeda dari echad. Yachid ditemukan total
hanya 12 kali dalam PL. Bertentangan dengan argumen kaum Trinitarian di
bagian pembuka tadi, yachid sama sekali tidak bermakna bilangan “satu”.
Dalam konteks kalimat, yachid berarti “satu-satunya, sendirian, terpisah, atau
unik”. Tujuh kali kata ini merujuk pada “satu-satunya” anak lelaki (Kejadian
22:2,12,16; Amos 8:10; Yeremia 6:26; Zakharia 12:10; Amsal 4:3), sekali
untuk “satu-satunya” anak perempuan (Hakim 11:34), dua kali untuk “satu-
satunya” jiwa seseorang (Mazmur 22:21; 35:17); dan dua kali untuk mereka
yang adalah “satu-satunya” (Mazmur 25:16 & 68:7), yang berarti terpisah atau
sendirian, dan barangkali kesepian. PL tidak pernah menggunakan kata yachid
untuk Allah; dan dari penggunaannya di PL secara keseluruhan, boleh dibilang
arti kata ini tidak cocok untuk Allah.
Untuk didiskusikan:
Berikut ini beberapa ayat lain di luar Kejadian 2:24 yang digunakan
sebagai argumen oleh kaum Trinitarian mengenai kata echad: (1) Kejadian 1:5,
“jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama [yom echad]”; (2) Ezra
2:64, “Seluruh jemaah itu bersama-sama [k'echad] ada empat puluh dua ribu
tiga ratus enam puluh orang”; (3) Yehezkiel 37:16, “Gabungkanlah keduanya
menjadi satu papan [echad el echad]”. Klaim yang diajukan kira-kira begini:
“Lihat! Bukankah sesuatu yang disebut echad ternyata terdiri atas bagian-
bagian?” Bagaimana tanggapan Anda tentang klaim itu?
6
ELOHIM: TUNGGAL ATAU JAMAK?
Sabat III – 15 September 2018
7
Yusuf “mencuci wajah-wajahnya (panim)” (lihat juga Kejadian 17:3; 16:6).
Jelas bahwa Sarah tidak hidup berkali-kali, Yusuf juga tidak bermuka dua atau
lebih, tetapi begitulah bahasa Ibrani. Ada kalanya kata benda jamak dipakai
untuk arti tunggal, termasuk di sini kata elohim.
Apa buktinya bahwa elohim juga bisa berarti tunggal? Pertama, elohim
juga dipakai oleh sosok-sosok lain yang jelas tunggal. Misalnya, dewa-dewi
bangsa-bangsa sekitar Israel. Dagon (dewa ikan bangsa Filistin – Hkm. 16:23-
24; 1 Sam. 5:7), Kamos (dewa bangsa Amon dan Moab – Hkm. 11:24; 1Raj.
11:33), Asytoret (dewi bangsa Sidon – 1Raj 11:33), Milkom (dewa bangsa
Amoni – 1Raj 11:33) dan Nisrokh (dewa manusia berkepala elang bangsa
Asyur – 2Raj. 19:37), masing-masing disebut sebagai elohim walaupun
sosoknya tunggal. Elohim juga dikenakan pada Musa (Kel. 4:16; 7:1) dan raja
Israel yang terurap (Maz. 45:6), yang jelas-jelas tunggal.
Kedua: karena bahasa Ibrani juga mengenal perbedaan kata kerja
bentuk tunggal dan jamak, ada satu fakta yang jelas bisa kita lihat dalam PL
tentang elohim. Setiap saat kata ini menunjuk pada YHWH, kata-kata kerja
yang membarengi hampir selalu bentuk tunggal. Misalnya dalam Kejadian 1:1,
dituliskan Bara elohim (Allah menciptakan). Kata kerja bara dengan pasti
menunjuk sosok yang tunggal. Jadi, jelas para penulis PL tahu betul bahwa
YHWH bukanlah Allah yang berpribadi majemuk.
Ketiga: para penerjemah Perjanjian Lama pun tahu bahwa elohim tidak
selalu berarti banyak allah, apalagi kalau menunjuk kepada Allah yang sejati
(YHWH). Terbukti, Kejadian 1:1 diterjemahkan “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi”, bukan “Pada mulanya Allah-Allah menciptakan
langit dan bumi”. Elohim yang diterjemahkan menjadi Allah (bukan Allah-
Allah) kita dapati di sepanjang Perjanjian Lama. Kalau para cendikia,
penerjemah, dan orang-orang Ibrani sendiri paham bahwa YHWH Elohim itu
tunggal, mengapa kita mereka-reka makna khayali sendiri bahwa Dia itu esa
tetapi jamak?
Jamak Keagungan
Ada suatu rasa bahasa yang menyebabkan bahasa Ibrani sering
memakai kata-kata benda bentuk jamak untuk sesuatu yang tunggal. Smith's
Bible Dictionary menyebutnya jamak keagungan (the plural of majesty).
Dalam bentuk jamak keagungan ini, dibayangkan seluruh kekuatan sedang
dipusatkan kepada benda atau sosok itu. Gaya berbahasa ini bukan hanya
ditemui di bahasa Ibrani saja, tetapi juga di bahasa Babilon pra-Israel dan
tulisan bangsa Kanaan. Seperti disimpulkan Augustus Strong, “bentuk jamak
mengungkapkan rasa takzim, menandakan keakbaran atau kesempurnaan”
(Alva G. Huffer, Systematic Theology, 1960). Elohim pun berarti rangkuman
dari semua kekuatan ilahi yang dikenal bangsa Israel.
8
AYAT-AYAT “KITA”
Sabat IV – 22 September 2018
Sabat ini kita membahas persoalan yang sering diangkat oleh kaum
Trinitarian untuk membuktikan YHWH itu berpribadi majemuk. Ada empat
ayat dalam Perjanjian Lama ketika YHWH berfirman dengan kata “Kita”.
Ayat-ayat itu adalah (a) Kejadian 1:26-27, “Baiklah Kita menjadikan manusia
dalam gambar dan rupa Kita”; (b) Kejadian 3:22-23, “Sesungguhnya manusia
itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita”; (c) Kejadian 11:7-8, “Baiklah
Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka”; (d) Yesaya 6:8-9,
“Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk
[Kami/Kita]?” (dalam terjemahan LAI diganti dengan kalimat “siapakah yang
mau pergi untuk Aku?”). Apakah keempat ayat ini memang menunjukkan
kemajemukan YHWH?
9
Penjelasan lain (kemungkinan makna yang kedua) ialah apa yang
disebut sebagai jamak keagungan (majestic plural). Menyebut diri sebagai
“kami” atau “kita” lazim dilakukan dalam suasana resmi kerajaan atau
pemeirntahan. Bukan berarti Allah itu jamak, tetapi ia bertindak sebagai hakim
dan raja agung di seluruh bumi (hakim – Kej. 18:25; Hkm. 11:27; raja – Maz.
47:3,8). Dalam konteks ini, bukan hal aneh untuk berpindah-pindah antara
penyebutan diri jamak dan tunggal (mis., Yes. 6:8 – “Siapa yang akan Aku utus;
siapa yang akan pergi untuk kami?”). Ibarat seorang raja di hadapan sidang
rajaninya, Allah membuat pengumuman rajani pada sidang ilahi-Nya (Amos
3:7; lihat Ayub 15:8; Maz. 89:7[8]; 107:32; Yer. 23:18-23; Yeh. 13:9) atau
mengirim utusan untuk bertindak atas nama Allah untuk misi tertentu (1 Raj.
22:19-23).
Dalam Alkitab, “kami/kita rajani” (royal we) juga dipakai oleh
manusia, khususnya di situasi resmi, seperti sidang keistanaan. Misalnya Ezra
4:18: “Surat yang kamu kirim kepada kami telah dibacakan kepadaku dengan
jelas.” Perhatikan bahwa surat itu pasti ditujukan kepada sang raja, bukan orang
lain (Ezra 4:7-8). Sang raja menggunakan “kami” semata-mata karena
kebesaran kekuasaan, status rajanya. Contoh lain adalah Daniel, saat bicara di
sidang istana dalam situasi resmi, berkata, “kami akan menafsirkan” mimpi
raja (Dan. 2:36), padahal saat itu dia adalah penafsir tunggal (ay. 24-36).
Bildad, sahabat Ayub, juga menyebut diri sendiri sebagai “kami” (Ayub 18:2-
3). Dalam 2Tawarikh 18:5, Raja Ahab menanyai nabi-nabinya, “Apakah kami
boleh pergi berperang ... atau aku membatalkannya?” Dalam kedua anak
kalimat ia sedang menunjuk pada dirinya sendiri karena para nabi menanggapi,
“[engkau] majulah! Allah akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.”
Kemungkinan makna yang kedua ini, “jamak keagungan” tampaknya
menjadi pandangan paling umum di antara para sarjana masa kini ketika
menafsirkan ayat-ayat “Kita”. Bahkan para sarjana linguistik penganut Trinitas
masa kini umumnya tidak lagi memakai ayat-ayat “Kita” tersebut sebagai bukti
kemajemukan Allah.
10
YESUS DAN MONOTEISME ISRAEL
Sabat V – 29 September 2018
11
Allahmu itu Bapaku!
Bagaimanapun juga, Yesus adalah peletak dasar Kekristenan, sehingga
kata-katanya mustilah menjadi pedoman yang paling tinggi. Sangat aneh jika
kita mengaku sebagai orang Kristen (yang berarti “pengikut Kristus”), tetapi
kita mengabaikan kesaksian Yesus sendiri tentang siapa dan bagaimana
sebenarnya Allah itu. Apakah menurutnya Allah itu esa atau trinitas? Apakah
Yesus pernah mengklaim dirinya sendiri sebagai Allah?
Kalau kita mau sungguh-sungguh membaca keempat Injil dengan mata
batin terbuka, tampaklah bahwa kenyataannya Yesus tidak pernah bergeser dari
iman monoteistik Yahudi. Bukan hanya menjunjung tinggi Shema, dalam
berkarya Yesus selalu mengembalikan pujian kepada Allah yang Esa, “hanya
Allah yang baik,” katanya (Markus 10:18; Lukas 18:19; juga Matius 19:17).
Menurutnya, kita harus “mencari hormat dari Allah yang Esa” (Yohanes 5:44),
ketimbang hormat dari manusia. Allah yang Esa itu, Allah nenek moyang
bangsa Yahudi (YHWH), Yesus sebut sebagai Bapanya (Yohanes 8:54),
Allahnya dan Allah kita (Yohanes 20:17).
Kitab Yohanes penuh dengan kesaksian Yesus tentang keunggulan
Bapanya. Yesus menerima segala sesuatu dari Bapa (3:35). Bapalah yang harus
disembah semua bangsa dalam roh dan kebenaran (4:23-24). Yesus diutus oleh
Bapa dan hamba dari segala kehendak-Nya (4:34). Karya-karya Yesus
didasarkan pada petunjuk Bapa (5:19). Hidup Yesus adalah anugerah dari Bapa
(5:26). Yesus selalu taat pada kehendak Bapa (5:30). Yesus semata-mata ingin
berkenan pada Bapa (8:29). Bapa yang mengutus dan memerintah Yesus dalam
semua ucapannya (12:49). Yesus sebagai utusan lebih rendah daripada Bapa
yang mengutus (13:16,20). Yesus mengibaratkan dirinya seperti pohon anggur,
sedangkan Bapa adalah pemilik pohon anggur itu (15:1). Bapa lebih besar
daripada dia (14:28).
Namun, di antara semua kesaksian itu, ada satu yang paling meng-
getarkan dan meyakinkan kita: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa
mereka mengenal Engkau (Bapa) satu-satunya Allah yang benar, dan engenal
Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3). Menggabung “satu-
satunya” (Yunani: monos) dan “benar” (alethinos, juga berarti sejati atau asli),
tanpa ragu lagi Yesus sedang menunjuk pada Bapa YHWH sebagai satu-
satunya Allah sejati, sedang dia hanya utusan-Nya.
Untuk didiskusikan:
Beberapa ucapan Yesus dijadikan dasar mempertahankan dogma
Trinitas, misal Yohanes 8:58; 10:30; Matius 28:19. Bagaimana tanggapan
anda? Juga bagaimana tentang tuduhan orang Yahudi bahwa Yesus
menyamakan diri dengan Allah (Yohanes 5:18)? (Petunjuk : tuduhan orang
Yahudi kepada Yesus bermacam, misal tuduhan penyesat di Matius 27:63)
12
YESUS ATAU YHWH?
Sabat I – 6 Oktober 2018
13
kemudian Manoah berkata: “Kita pasti akan mati, karena kita telah melihat
Allah [elohim].” Sekali utusan dari Allah disebut “Allah”. Manoah takut seolah
itu Allah sendiri, sekalipun dikatakan ia tahu itu malaikat.
Manusia juga bisa menjadi agen Allah, pelaksana kehendak-Nya.
Misalnya: Allah berkata, “Aku, Akulah YHWH dan tidak ada juruselamat
[moshia] selain daripada-Ku” (Yesaya 43:11), namun Ia mewujudkan
penyelamatan itu melalui manusia (agen). Konsekuensinya, bukan hanya
Allah, tetapi agen-agen manusianya juga disebut pembebas atau juruselamat
(moshiim, bentuk jamak dari moshia). Di luar Yesus, Musa dan para
hakim/pemimpin Israel disebut juruselamat (Hakim 3:9,15; Yesaya 19:20,
Nehemia 9:27, Obaja 1:21). Inilah mengapa sebagian teolog menafsirkan
elohim dalam Mazmur 82:6 adalah para hakim dan pemimpin Israel. Dalam
pengertian agen Allah ini, Yesus pun layak disebut elohim (Yohanes 10:34).
Ayat-ayat Mesianik
Kembali pada ayat-ayat PL yang diajukan oleh kaum Trinitarian di
pendahuluan tadi, tampak jelas Yesus adalah agen yang diutus Allah.
“Barangsiapa menyambut aku, ia menyambut Dia yang mengutus aku” (Matius
10:40). “Barangsiapa menyambut aku, bukan aku yang disambutnya, tetapi Dia
yang mengutus aku” (Markus 9:37). “Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia
juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki” (1
Yohanes 2:23).
Yesus sangat selaras dengan Allah (artinya menuruti roh dan rencana
Allah bagi kehidupannya). Ia disebut gambar Allah (Kolose 1:15; 2Korintus
4:4; Ibrani 1:3), hikmat dan kekuatan Allah (1Korintus 1:24), dan firman Allah
karena oleh hidupnya yang sempurna ia telah menjelaskan kepada kita seperti
apa Allah itu (Yohanes 1:14,18). Yesus menyingkapkan Allah lewat melakukan
apa yang ia lihat Bapa lakukan dan berbicara tentang apa yang Bapa katakan
(Yohanes 1:18; 5:19-20; 8:16,28; 10:38; 14:8-11,31; 1Timotius 3:16). Kalau
kita percaya Yesus adalah teladan sempurna dari Allah, kata-kata Yesus tentang
dirinya sendiri sepatutnya kita pegang.
Yesus berkata bahwa menerima pengikut-pengikutnya setara dengan
menerima dia, dan menerima Yesus setara dengan menerima Bapa (Allah). Di
sini dipakai bahasa identik. Kalau Yesus secara harafiah dianggap inkarnasi
Allah, berarti kita juga harus menganggap para pengikut Yesus secara harafiah
adalah inkarnasi Yesus. Tidak bisa tidak! Oleh karena itulah, kita mustinya
paham bahwa ayat-ayat itu gamblang menyaksikan: Yesus bukanlah inkarnasi
harafiah dari YHWH (Bapa), sama seperti para pengikut Yesus juga bukan
inkarnasi harafiah dari Yesus. Alih-alih, Yesus mewakili Bapa di hadapan dunia
seperti para pengikut Yesus mewakili Yesus kepada di hadapan dunia.
14
Dengan pengertian itu, kita dapat membaca sikap para penulis
Perjanjian Baru: Yesus adalah penggenapan ayat-ayat mesianik Perjanjian
Lama. Menolak karya Allah melalui mesias Yesus berarti menolak Allah
sendiri. Setelah memahami hal ini, tanpa kesulitan kita memahami Yesaya
40:3/Matius 3:3: “Persiapkanlah jalan bagi TUHAN.” Konteks pernyataan
Yohanes Pembaptis (Yesaya 40:3-11) adalah suatu pesan “akhir zaman”:
Perikop kitab Yesaya yang ia kutip pertama-tama adalah pesan untuk “hidup
lurus” di hadapan Allah, sebelum kerajaan-Nya datang. Yesus adalah pelaksana
kerajaan ini – agen dari Bapa, tetapi YHWH Elohim adalah tokoh utamanya,
TUHAN yang akan menghakimi melalui mesias-Nya, Yesus.
Yesaya 53:1 dst. membuat pernyataan indah tentang harmoni antara
YHWH dan Yesus sebagai tangan (lengan) YHWH. Lengan ada di bawah
kendali kehendak kita; lengan tidak ada gunanya tanpa pimpinan otak kita.
Begitu pula, Yesus semata-mata melaksanakan apa yang Bapa, “sang aktor
intelektual”, perintahkan (Ulangan 18:18; Yohanes 5:19-30). Lengan YHWH
juga disoroti dalam Yesaya 40:10-11. “YHWH datang;” lantas dilanjutkan,
“tangan (lengan)-Nya memerintah bagi Dia.”
Pengertian yang sama juga berlaku bagi Zakharia 14:5, ketika dikatakan
Y HWH “datang” dengan orang-orang kudusnya. Yesaya 40:10-11
menjelaskan, “kedatangan” Allah berarti dilaksanakannya penghakiman dan
pemerintahan-Nya. Di Perjanjian Baru, dipaparkan bahwa semua itu
dilaksanakan oleh Yesus. Allah akan menghakimi dunia melalui Yesus (Kisah
17:31). Ia akan datang dilingkupi kemuliaan Bapa (Matius 16:27). Ia akan
memeras kilangan anggur kegeraman dan murka Allah Yang Mahakuasa
(Wahyu 19:15). Di bawah kendali Anak Manusia, kerajaan Allah akan berkuasa
sepenuhnya di bumi (Matius 13:41-43; 26:29).
Untuk didiskusikan:
Ada ayat mesianik lain yang belum dibahas di atas, namun sebagian
teolog Trinitarian cukup sering mengajukannya, yaitu istilah el gibbor (Allah
yang perkasa) dalam Yesaya 9:5. Apakah ini menunjukkan bahwa Mesias itu
adalah Allah sendiri? Pertama, cobalah bandingkan dengan Yeremia 23:5-6,
bahwa YHWH sebagai Allahlah yang menumbuhkan Tunas Adil bagi Daud,
sehingga Tunas itu disebut “YHWH keadilan kita”. Artinya bukan Tunas itulah
YHWH, tetapi melalui Tunas itulah YHWH memulihkan keadilan! Kedua,
Istilah el gibbor sendiri bisa berarti Allah Perkasa bisa juga berarti Pahlawan
Ilahi (El = Ilahi, Gibbor = Pahlawan). Jadi ternyata walau Mesias itu “disebut
orang” dengan berbagai gelar keilahian, itu bukan bukti bahwa Mesias itu
adalah Allah sendiri, karena Mesias artinya adalah “Yang Diurapi”. Bagaimana
cara anda menjelaskan perbedaan posisi Mesias dengan YHWH sebagai Allah
yang mengurapi Mesias itu?
15
MONOTEISME PARA RASUL
Sabat II – 13 Oktober 2018
16
Pendapat Tomas tentang Yesus
Dalam Yohanes 20:24-29 ada kisah tentang Tomas bertemu muka
dengan Yesus yang telah bangkit. Si murid peragu ini tadinya tidak percaya
akan berita kebangkitan Yesus, tetapi ketika Yesus betul-betul muncul di
hadapannya dan menyuruh dia mencucukkan jari ke luka di tangan Yesus, maka
ia dicatat berseru, “Ya Tuanku [kurios mou] dan Allahku [theos mou]!” Seruan
ini seringkali diajukan sebagai bukti bahwa Tomas meyakini Yesus sebagai
Allah. Apalagi komentar Yesus selanjutnya seperti “mendukung” klaim ini,
“Karena engkau telah melihat aku, maka engkau percaya. berbahagialah
mereka yang tidak melihat, namun percaya.”
Kalau kita jeli membaca, pastilah kita segera tahu bahwa komentar
Yesus di atas bukan tentang dia Allah atau bukan, tetapi tentang ketidak-
percayaan Tomas akan kebangkitannya. Berbahagialah orang yang sekalipun
tidak melihat Yesus secara langsung, tetapi tetap percaya bahwa Yesus telah
bangkit dari kematian! Sekarang kita tinggal mencermati seruan Tomas itu.
Apakah sebutan “Tuan” dan “Allah” itu memang untuk Yesus?
Pakar bahasa-bahasa Biblikal Thomas McElwain berpendapat, jika
kedua sebutan itu ditujukan kepada Yesus semestinya dalam teks asli kita dapati
bentuk kata vokatif (sapaan). Bentuk ini tidak akan terlihat dalam bahasa
Inggris atau Indonesia, tetapi ada aturannya dalam bahasa Yunani (bahasa asli
teks Perjanjian Baru). Kata kurios (κυριος) dan theos (θεος) yang dipakai
Tomas dalam Yohanes 20:28 bukan vokatif, melainkan nominatif (bentuk dasar
sebuah kata). Jika kedua sebutan itu ditujukan untuk Yesus, menurut
McElwain, seharusnya dituliskan kurie (κυριε) dan thee (θεε). Karena itu,
secara kebahasaan, seruan Tomas ditujukan kepada sosok lain di luar Yesus.
Lepas dari seruan itu, tidak ada indikasi lain bahwa Tomas menganggap Yesus
sebagai Allah.
17
Sementara itu, di surat 1Yohanes 5:7-8 edisi LAI kita menemukan
pernyataan yang “Trinitarian”. Dikatakan, “Sebab ada tiga yang memberi
kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman, dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah
satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan
ketiganya adalah satu.” Namun, ternyata kalimat-kalimat dalam kurung itu
adalah sisipan yang baru ada di manuskrip Alkitab Yunani abad ke-16. Pertama
kali muncul dalam bahasa Yunani tahun 1215 sebagai terjemahan dari
keputusan Konsili Lateran, sekarang kalimat-kalimat itu telah dihapus dari
terjemahan-terjemahan Alkitab modern (B.M. Metzger, A Textual Commentary
on the Greek NT, United Bible Society, 1971).
Untuk didiskusikan:
Ayat-ayat Paulus yang sering diajukan para penafsir Trinitarian adalah
Roma 9:5 dan Filipi 2:6. Menurut mereka kalimat “Ia adalah Allah yang harus
dipuji sampai selama-lamanya” dalam Roma 9:5 menunjuk kepada Yesus,
sementara Filipi 2:6 membuktikan Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi
manusia. Bagaimana tanggapan Anda? (Petunjuk: klaim Trinitarian atas kedua
ayat ini adalah masalah tafsir dan penerjemahan).
18
DARI MANA TRINITAS DATANG?
Sabat III – 20 Oktober 2018
19
Campur Tangan Kekuasaan Politik
Perlu perseteruan berdarah selama ratusan tahun di antara orang
Kristen sendiri, dengan ribuan nyawa jadi korban, sebelum akhirnya Trinitas
diresmikan sebagai dogma Kekristenan. Sampai-sampai William Penn
menulis, “Ketahuilah, temanku, bahwa Trinitas lahir lebih dari tiga ratus tahun
setelah Injil purba disampaikan; [dogma] itu dikandung dalam
ketidakpahaman, dimunculkan dan dipertahankan oleh kekejaman”.
Perdebatan, pertentangan, dan kekejaman yang menyertai tegaknya dogma
Trinitas ini jarang diketahui oleh publik Kristen. Kebanyakan jemaat
Trinitarian pun tidak tahu bahwa “jalan dari Yerusalem ke Nicea sama sekali
tidak mulus” (Encyclopedia Americana, 1956). [Catatan: Nicea adalah tempat
berlangsungnya konsili tahun 325 yang pertama kali menetapkan Yesus itu satu
hakikat dengan Bapa].
Faktor yang sangat menentukan dalam ditetapkannya Yesus sebagai
“Allah Anak” dalam Konsili Nicea adalah campur tangan Kaisar Konstantin.
Sebelumnya, perdebatan seru dan panas berlangsung antara orang-orang
Kristen Yunani: kubu “Yesus tidak sehakikat dengan Bapa” (Arius) dan kubu
“Yesus sehakikat dengan Bapa” (Athanasius) sama-sama kuatnya. Konstantin
sendiri menurut catatan sejarah awam terhadap teologi dan tampaknya bagi dia
Kekristenan sekedar alat untuk kepentingan pribadi dan politik. Kehidupan
pribadinya tidak mencerminkan ajaran Yesus dan ia pun baru dibaptis men-
jelang kematian (Paul Johnson, A History of Christianity, 1976). Namun, kaisar
Romawi inilah yang menjadi penentu, pendapat kubu mana yang harus menang
jadi ajaran resmi gereja, dan atas berbagai pertimbangan ia memilih untuk
berpihak pada kubu Athanasius.
Meski Trinitas telah dilembagakan dan diindoktrinasikan selama
berabad-abad, tetapi suara-suara yang menentang-nya tidak pernah bisa
dibungkam. Sepanjang sejarah Kekristenan, selalu saja ada tokoh atau
kelompok yang menyampaikan bahwa Yesus bukan Allah (Bapa). Reaksi kaum
Trinitarian terhadap mereka biasanya keras, bahkan kejam. Inilah yang terjadi
pada Michael Servetus, salah satu pionir Unitarianisme modern. Oleh
“kebandelannya” memberitakan Yesus itu bukan Allah sejati, ia dibakar hidup-
hidup oleh John Calvin, penguasa Protestan di Jenewa.
Servetus tidak sendirian. Jemaat kita pun, secara pribadi atau pun
bersama-sama, sering mendapatkan reaksi keras dari kelompok Trinitarian.
Tetapi semangat kita memberitakan “Yesus itu bukan Allah sejati
(YHWH/Bapa)” tak kunjung surut. Mengapa? Sebabnya sederhana sekali:
terlalu banyak teks Alkitab yang menegaskan hal itu! Begitu mata intelektual
dan nurani kita terbuka untuk membaca Alkitab apa adanya, tidak akan mudah
menyangkal ketauhidan YHWH (Bapa), sekalipun ancaman maut membayang.
20
KEMBALI PADA IMAN YANG SEDERHANA
Sabat IV – 27 Oktober 2018
21
dan Petrus memang menganggap Yesus sebagai Allah. “Sayangnya, kita tidak
bisa memastikan bahwa aturan [Sharp] itu pasti berlaku di Yunani periode itu
...” demikian pendapat pakar bahasa Nigel Turner, yang disetujui oleh Henry
Alford, A.E. Humphreys, dan Granville Penn, kesemuanya juga Trinitarian.
Menurut mereka, Paulus dan Petrus biasanya dengan jelas membedakan antara
Bapa (Allah) dan Yesus, seperti dalam Titus 1:4.
Roma 9:5. Kebingungan muncul tentang ayat ini karena dalam teks
aslinya tidak ada tanda baca, sehingga tidak terlalu jelas untuk siapakah sebutan
“Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya” itu? Sebagian sarjana
Trinitas dengan senang menunjuk Yesus, menganggap ayat itu sebagai bukti
Yesus adalah Allah sejati. Tetapi sarjana Trinitarian ternama lain, Erasmus,
justru menolak dan menganggap argumen seperti itu kurang hati-hati dan
kurang pemahaman. Ia berpendapat yang disebut Allah dalam teks itu tidak lain
dari Bapa. Kalau membandingkan dengan tulisan Rasul Paulus yang lain,
Galatia 1:4-5, memang jelas bahwa Bapalah yang ia maksud sebagai “Allah
yang harus dipuji” itu.
Matius 1:23. Sebagian pendukung Trinitas masih suka berargumen
bahwa karena Yesus disebut Immanuel (Allah beserta kita), berarti dia itu
Allah. Sarjana Trinitarian Moses Stuart menganggap argumen seperti itu
berlebihan dan keliru. “Yerusalem juga berarti “Yahweh keselamatan kita”, apa
itu berarti Yerusalem juga Allah?” tanyanya. Ada banyak nama Ibrani yang
mencantumkan nama atau gelar Allah, tetapi tentu saja para penyandang nama
itu bukan Allah.
1Yohanes 5:20. Lagi-lagi ini ayat yang menimbulkan perdebatan
tentang siapakah yang dimaksud dengan “Allah yang benar”. Namun, banyak
sarjana Trinitas yang menolak klaim bahwa sebutan itu untuk Yesus, misalnya
Henry Alford dan Arthur Wainwright. Klaim semacam itu, menurut Alford,
dibuat semata-mata untuk mendukung dogma, bukan karena membaca teks apa
adanya. Dengan perbandingan Yohanes 17:3, jelaslah bahwa “Allah yang
benar” itu pasti Bapa.
22
JAGI Publication