Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK KHUSUS KONSELING

Teknik Kursi Kosong


Dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti proses
perkuliahan untuk mata kuliah Teknik Khusus Konseling yang
diampu oleh Ibu Fitniwilis, M.Pd

Oleh Kelompok 2 :
Mutia Tri Wilza 1801015015
Anggita Widyarani 1801015025
An Nabila Syan Thoharoh 1801015100
Rahmad Dwi Muharis 1801015135
Tuti Lestari 1801015165
Kelas 7E

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
TEKNIK KURSI KOSONG

Mutia Tri Wilza, Anggita Widyarani,


An Nabila Syan Thoharoh, Rahmad Dwi Muharis, Tuti Lestari
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
E-mail: kls.ebk18@gmail.com

ABSTRAK
Kursi kosong merupakan salah satu teknik terapi Gestalt yang paling terkenal dan banyak di
gunakan. Teknik kursi kosong merupakan salah satu permainan peran. Teknik kursi kosong
mengacu pada teori Gesalt yang memandang positif pada manusia yaitu: bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk menjadi sesuatu dan manusia adalah mahluk yang mempunyai kemampuan
untuk mengurus diri sendiri. Atas dasar inilah terapi Gesalt bertujuan untuk membantu orang agar
mampu mengembangkan dirinya sendiri, mencapai kematangan dan bertanggung jawab terhadap
dirinya. Teknik kursi kosong mengacu pada terapi Gestalt yang memandang bahwa manusia
mampu menangani sendiri masalahnya, baik yang terjadi dalam diri maupun di lingkungan secara
efektif dan lebih mengutamakan kesadaran diri individu , disini dan sekarang. Kata Kunci : Teknik
Khusus dalam Konseling, Teknik Kursi Kosong
PENDAHULUAN
Keterbukaan diri merupakan instrument yang sangat penting dalam berkomunikasi. Tanpa
adanya keterbukaan diri maka manusia akan mengalami hambatan berkomunikasi. Kurangnya
keterbukaan diri sering terjadi ketika manusia memasuki lingkungan baru sehingga perilakunya
akan cenderung pendiam dan tertutup. Hal ini bisa terjadi ketika siswa baru mengenal lingkungan
sekolahnya. Di dalam lingkungan sekolah siswa yang memiliki sikap kurang keterbukaan diri
biasanya mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga akan berpengaruh pada perkembangan
kepribadian dan psikologisnya, seperti siswa sulit percaya diri terhadap kemampuannya, mudah
putus asa.

Dikaitkan dengan layanan konseling, dimana konseling menurut Prayitno dan Ermananti
(1999), konseling ialah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang
ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien). Siswa yang memiliki
sikap kurang keterbukaan diri biasanya akan mendapatkan layanan konseling secara individual
dengan bermacam-macam teknik. Salah satu teknik yang digunakan ialah teknik kursi kosong.
Teknik kursi kosong merupakan teknik permainan peran dimana klien berperan sebagai dirinya
dan orang ketiga yang tidak hadir dalam proses konseling untuk membayangkan kejadian-kejadian
yang menyakitkan sehingga menjadi konflik untuk klien. Menurut Joyce & Sill (dalam Safaria,
2005), teknik ini dapat digunakan sebagai suatu cara untuk memperkuat apa yang ada di pinggir
kesadaran klien, untuk mengeksplorasi polaritas, proyeksi-proyeksi, serta introyeksi dalam diri
klien.

Teknik kursi kosong sebagai alat biasanya digunakan untuk membantu klien dalam
memecahkan konflik-konflik interpersonal, seperti kemarahan pada seseorang, merasa
diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Dengan menggunakan teknik ini, introyeksi akan terlihat
dan klien akan merasakan konflik lebih nyata. Konflik tersebut dapat diselesaikan ketika klien
sudah menerima kedua peran tersebut. Maka perlu adanya teknik kursi kosong digunakan
untuk menyelesaikan unfinished business dengan orang yang dicintai terutama dalam hal
berkomunikasi secara interpersonal karena pada dasarnya setiap manusia dalam melakukan
kegiatan sehari-hari pasti membutuhkan orang lain
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Teknik Kursi Kosong
Teknik-teknik dalam konseling gestalt sangat banyak, diantaranya yaitu teknik
kursi kosong, teknik kursi kosong adalah salah satu pendekatan Gestalt yang
dikembangkan oleh Frederick Fritz Pearls, dimana teknik ini merupakan teknik permainan
peran dimana konseli memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek
kepribadiannya sendiri yang dibayangkan duduk atau berada di kursi kosong.
Menurut Levitsky dan Perls (dalam Corey 2010) berpendapat bahwa teknik kursi
kosong adalah suatu cara untuk mengajak subjek agar mengeksternalisasi introyeksinya.
Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Penggunaan kursi kosong sebagai
sarana yang diletakan dihadapan subjek kemudian subjek diminta untuk membayangkan
seseorang yang selama ini menjadi tekanan. Subjek diminta untuk mengungkapkan apa saja
yang terlintas dalam pikirannya untuk mengekspresikan perasaannya. Konselor meminta
konseli untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai top dog (yang
seharusnya), kemudian pindah ke kursi yang lain dan menjadi under dog (yang diinginkan).
Teknik kursi kosong merupakan teknik permainan peran dimana konseli
memerankan dirinya sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya
sendiri yang dibayangkan duduk/berada di kursi kosong. Biasanya kursi kosong tersebut
diletakkan dihadapan konseli dan konseli diminta untuk membayangkan seseorang yang
selama ini menjadi sumber konfliknya. Konseli diminta untuk mengungkapkan apa saja
yang terlintas dalam pikirannya untuk mengekspresikan perasaannya. Konselor mendorong
konseli untuk mengungkapkan melalui kata-kata, bahkan melalui caci makian pun
diperbolehkan, yang terpenting adalah konseli dapat meyadari pengalamanpengalaman
yang selama ini tidak diakuinya.

B. Variasi
Vemon dan Clemente mengilustrasikan teknik ini untuk digunakan dengan
anakanak. Dalam metode ini, konselor profesional memerintahkan anak itu untuk
memainkan sisi konfliknya. Jika konfliknya intrapersonal, konselor profesional
memerintahkan anak itu untuk memilih salah satu sisi untuk mulai. Setelah anak itu
mengekspresikan dirinya, konselor profesional meminta anak untuk pindah kekursi kosong
dan mengekspresikan sisi yang berlawanan dari masalah itu. Memerintahkan anak untuk
bertukar-tukar kursi perlu dilakukan sampai kedua sisi diekspresikan secara adekuat. Jika
anak itu mengalami kesulitan untuk berbicaraa kepada sebuah kursi, gunakan perekam
sebagai pengganti kursi.
Variasi lain dari kursi kosong adalah dialog khayalan. Contohnya, jika seorang
klien memiliki banyak keluhan somatis, konselor profesional dapat memerintahkan klien
untuk bercakap-cakap dengan bagian tubuh sebagai upaya untuk menemukan apakah
sakitnya memberikan keuntungan untuk klien. Dengan menjadi sadar akan keuntungannya,
klien mungkin akan mampu mengatasi masalahnya.
Forced catastrophes (malapetaka yang dipaksakan) adalah variasi teknik kursi
kosong lainnya, tetapi variasi ini seharusnya digunakan dengan hatihati, khususnya jika
bekerja bersama individu-individu yang mengalami kecemasan. Ini dapat digunakan
dengan klien yang selalu mengharapkan yang terburuk. Konselor bekerja bersama dan
bersikeras agar klien menghadapi skenario yang seburuk-buruknya, bahkan jika hal itu
mustahil terjadi. Konselor membantu klien untuk mengekspresikan emosi-emosi yang
menyertai situasi mimpi buruk itu.

C. Tujuan
Teknik kursi kosong bertujuan untuk membantu mengatasi konflik- konflik
interpersonal dan intrapersonal. Teknik ini membantu konseli untuk keluar dari proses
introyeksi. Pada teknik ini konselor menggunakan dua kursi. Konselor meminta konseli
untuk duduk di satu kursi dan berperan sebagai topdog. Kemudian berpindah ke kursi
lainnya dan menjadi underdog. Dialog dilakukan secara berkesinambungan pada dua peran
tersebut. Dengan teknik ini, introyeksi akan terlihat dan konseli dapat merasakan konflik
yang ia rasakan secara lebih real. Konflik tersebut akan dapat diselesaikan dengan
penerimaan dan integrasi antara kedua peran tersebut. Teknik ini membantu konseli untuk
merasakan perasaannya tentang konflik perasaan dengan mengalami secara penuh.
Diantara tujuan dari teknik kursi kosong yang lain adalah:
1. Membantu klien agar menemukan pusat dirinya
2. Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur dirinya sendiri.
3. Meningkatkan kesadaran individu agar klien dapat bertingkah laku sesuai prinsi-prinsip
kursi kosong, semua situasi yang bermasalah yang muncul dan selalu akan muncul dapat
diatasi dengan baik.
4. Untuk mengakhiri konflik-konflik dengan jalan memutuskan urusan-urusan yang tidak
selesai yang berasal dari masa lampau klien.
5. Sebagai alat membantu klien agar ia memperoleh kesadaran yang lebih penuh dalam
menginternalisasikan konflik yang ada pada dirinya.
6. Klien menjadi sadar akan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukan
itu, dan bagaimana mereka mengubah diri dan pada waktu yang sama untuk belajar
menerima dan menghargai diri mereka sendiri.
7. Teknik ini membantu klien untuk tidak mengingkari hal yang sudah ada, dan hanya
berbicara mengenai perasaan yang berkonflik, tetapi mereka dapat menginfestasikan
perasaan dan mengalami sepenuhnya.
8. Klien menjadi sadar bahwa perasaan merupakan suatu bagian yang sangat nyata dalam
diri mereka, sehingga teknik ini mendorong klien untuk tidak mengabaikan
perasaannya.
9. Klien bisa bertanggung jawab atas segala konsekuensi atas apa yang ia kerjakan setelah
terapi, tanggung jawab adalah pemahaman atau kemampuan menjawab.

D. Manfaat
Teknik kursi kosong merupakan Teknik dari konseling Gestalt, memiliki beberapa
manfaat sebagai berikut:
a) Membantu konseli untuk menyadari pengalaman-pengalaman yang semula tidak ingin
diakuinya.
b) Menyelesaikan introyeksi-introyeksi yang tertunda.
c) Menyelesaikan unfinished business yang selama ini membebani dan memperberat
kehidupan konseli.
d) Memberikan kesempatan pada konseli untuk menyatakan perasaan-perasaan,
pikiranpikiran, dan sikap-sikap yang sebenarnya ingin diungkapkannya.
E. Prinsip
Teknik kursi kosong merupakan Teknik dari konseling Gestalt, memiliki beberapa
Prinsip sebagai berikut:
1. Teknik konseling ini lebih menekankan bahwa konselor hanya dapat membantu konseli
namun tidak akan bisa mengubah konseli.
2. Teknik ini mengungkapkan unfinished bussines (urusan masalah yang belum selesai)
3. Teknik ini menggunakan permainan dialog terhadap diri sendiri, top dog dan under dog.
4. Pendekatan Teknik ini berorientasi eksperiensial, di mana konselor meningkatkan
kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga konseli dapat
mengintegrasikan Kembali dirinya: a) konseli mempergunakan kata ganti personal
untuk mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; b) konseli mengambil peran
dan tanggung jawab; c) konseli menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative
pada diri atau tingkah lakunya.

F. Karakteristik
Empty chair sebagai salah satu teknik dari konseling Gestalt, memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut:
1. Menekankan pada kesadaran di sini dan sekarang (here and now awareness)
2. Diselesaikan dengan aspek ‘what’ and ‘how’ (apa dan bagaimana)
3. Kebanyakan digunakan untuk menyelesaikan masalah unfinished business
(urusanurusan yang belum selesai)
4. Dilakukan dengan mengutamakan permainan dialog antara konseli yang
menggambarkan kekuatan dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang didapatnya dari
orang-orang yang penting dalam hidupnya
5. Digunakan untuk menyelesaikan introyeksi yang masih tertunda dan belum bisa
diselesaikan
6. Berusaha untuk meningkatkan kesadaran individu secara penuh dengan mengajak
individu mengalami kembali apa yang sebelumnya tidak ingin dialami atau diingkari
7. Boleh mengungkapkan kata-kata kasar asalkan bisa membantu konseli untuk
meningkatkan kesadarannya
8. Konseli boleh berekspresi seperti apapun terhadap kursi kosong yang diumpamakan
sebagai kekuatan top dog dan under dog yang menjadi sumber masalah dalam
kehidupannya.

G. Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap-tahap dalam kursi kosong adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama
Membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Pola yang
diciptakan berbeda untuk seiap klien karena masing-masing mempunyai keunikan
sebagai individu, serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang
harus dipecahkan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam tahap ini adalah:
a) Menciptakan tempat yang aman/nyaman untuk proses konseling
b) Mengembangkan hubungan kolaboratif
c) Mengumpulkan data, pengalaman klien, dan keseluruhan gambaran
kepribadiannya dengan pendekatan fenomenologis
d) Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pribadi
e) Memberikan sebuah hubungan dialogis
f) Meningkatkan self-support, khususnya dengan klien yang memiliki proses
diri yang rentan
g) Mengidentifikasikan dan mengklarifikasikan kebutuhankebutuhan klien dan
tema-tema/masalah yang muncul
h) Membuat prioritas dari kesimpulan diagnosis terhadap klien
i) Mempertimbangkan isu-isu budaya dan isu-isu lainnya yang memiliki
perbedaan potensial antaraterapis dank lien serta mempengaruhi proses
terapi
j) Terapis mempersiapkan rencana untuk menghadapi kondisikondisi khusus
dari klien
k) Bekerjasama dengan klien dalam membuat rencana intervensi
2. Tahap kedua
Melaksanakan pengawasan (control) yaitu konselor berusaha meyakinkan
atu memaksa klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan
kondisi klien. Pada tahap ini hubungan telah terjalin baik akan mempermudah klien
untuk berhadapan dengan tantangan dan eksperimentasi melalui perilaku baru dan
perspektif baru yang dialami klien. Dalam fase ini yang dilakukan adalah:
a) Menimbulkan motivasi pada klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan
untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya
b) Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dengan klien
agar timbul rasa percaya pada klien untuk kepentingannya.
3. Tahap ketiga
Klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada
pertemuanpertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan pengalaman masa lalu
atau harapanharapan masa datang. Klien diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi disini, saat
ini. Kadangkadang klien boleh memproyeksikan dirinya pada konselor. Klien
diberi kesempatan mengungkapkan segala perasaannya dengan dasar asosiasi bebas
dalam hubungan situasi disaat ini dan disini. Melalui fase ini konselor berusaha
menemukan celah-celah kepribadian atu aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari
sini dapat ditentukan penyebutan apa yang harus dilakukan.
4. Tahap keempat
Setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, dan perasaannya, maka terapi sampai pada fase akhir. Pada fase ini
klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai
individu yang unik dan manusiawi. Klien harus sudah mempunyai kepercayaan
pada potensinya, selalu menyadari dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya,pikiran-pikirannya. Ia tidak lagi
menunjukkan gejala-gejala pengingkaran dirinya berupa introjeksi, retrofleksi,
desensitisasi dan proyeksi.
Klien harus sudah menunjukkan ciri-ciri terintegrasinya atensi dan
penyadaran. Tindakan-tindakannya terarah kepada aspek-aspek lingkungannya
yang relevan secara harmonis dan terpadu. Klien tidak lagi dikuasai oleh
perasaanperasaannya dan ia yakin bahwa ia harus sudah bisa lepas dari bimbingan
konselor. Dalam situasi ini klien mungkin sudah memutuskan untuk melepaskan
diri dari konselor, sehingga ia harus sudah bisa membina diri, tetapi ada
kemungkinan ia merasa khawatir karena lepas dari bimbingan konselor.
5. Tahap kelima
Pada fase ini klien siap untuk memulai hidupnya secara mandiri tanpa
supervise dari konselor. Pada tahapan ini konselor dan klien merayakan hal-hal
yang berhasil dicapai serta menerima hal-hal yang tidak tercapai secara baik.
Adapun hal-hal yang dilakukan adalah:
a) Berusaha untuk melakukan tindakan antisipasi akibat hubungan konseling
yang sudah selesai
b) Memberikan proses pembahasan kembali isu-isu yang ada
c) Merayakan apa yang telah dicapai

H. Sasaran Pengguna
Teknik ini untuk membantu konseli yang mengalami masalah berkenaan dengan
terhambatnya komunikasi dengan orang lain, permasalahan yang dimaksud adalah
ketidakberaniaan/ketidaksanggupan konseli untuk berhadapan dengan orang yang
dimaksudkan. Melalui teknik ini konseli dilatihkan tentang cara berhadapan dan
berkomunikasi dengan seseorang dengan memanfaatkan media kursi kosong.
Menurut Mulyana (dalam Suryaman 2017) teknik kursi kosong umumnya
digunakan untuk individu yang mengalami sikap kurang percaya diri dalam komunikasi
verbal, hal ini dapat dilihat dari:
1. Selalu merasa tidak yakin akan dirinya dalam melakukan suatu tindakan dan
mengambil keputusan dalam menjawab pertanyaan
2. Selalu mengeluh apabila tidak dapat mengerjakan tugas
3. Mudah putusa asa, karena tidak memiliki tekad yang kuat dan tidak memiliki solusi
untuk menjawab
4. Selalu merasa gelisah apabila disuruh maju kedepan untuk menjawab pertanyaan.

Selain itu, teknik kursi kosong digunakan untuk mengatasi hal-hal sebagai berikut :
1. Unfinished business (urusan-urusan yang belum selesai)
2. Penggunaan introyeksi-introyeksi yang berlebihan dalam diri konseli, yaitu suatu
mekanisme yang begitu saja menerima apa yang dikatakan oleh orang lain tanpa kritik
3. Konflik antara top dog dan underdog, dimana top dog dan under dog tersebut
merupakan dua kekuatan yang paling bertentangan antara yang satu dengan yang lain.

Konghoiro dkk (2017) menjelaskan juga bahwa teknik kursi kosong sangat cocok dengan
permasalahan kelompok yang dengan menghadirkan kecemasan mereka terhadap
lingkungan baik keluarga, pekerjaan atau lingkungan masyarakat dan dapat diselesaikan
dengan penerimaan dan integrasi antara kedua peran tersebut.

I. Kelebihan dan Kekurangan


Menurut Ratna (2013) kelebihan dan kelemahan teknik kursi kosong antara lain :
1. Kelebihan
a) Konseli berperan aktif dalam konseling sebagai top dog dan under dog
Dapat memotivasi konseli untuk berubah menjadi lebih baik
b) Dapat digunakan untuk membantu konseli yang mengalami
konflikkonflik internal yang hebat. Misalnya rasa kurang percaya diri,
tertekan oleh keadaan lingkungan seperti lingkungan kerja dll.
2. Kelemahan
a) Tidak semua konseli mampu memerankan menjadi orang lain
b) Konseli sering kali tidak jujur terhadap perasaannya sendiri sehingga
menghambat dalam teknik ini
c) Ketidaksiapan konseli untuk mengekspresikan sikap, perasaan, dan
pikirannya secara terbuka
d) Lemahnya konsentrasi
e) Minimnya kemampuan konselor yang berperan sebagai frustator
SIMPULAN

Teknik kursi kosong merupakan teknik permainan peran dimana konseli memerankan dirinya
sendiri dan peran orang lain atau beberapa aspek kepribadiannya sendiri yang dibayangkan
duduk/berada di kursi kosong. Biasanya kursi kosong tersebut diletakkan dihadapan konseli dan
konseli diminta untuk membayangkan seseorang yang selama ini menjadi sumber konfliknya.
Konseli diminta untuk mengungkapkan apa saja yang terlintas dalam pikirannya untuk
mengekspresikan perasaannya. Konselor mendorong konseli untuk mengungkapkan melalui
katakata, bahkan melalui caci makian pun diperbolehkan, yang terpenting adalah konseli dapat
meyadari pengalaman-pengalaman yang selama ini tidak diakuinya.

SARAN

Konselor diharapkan mampu membuat konseli nyaman untuk menceritakan segala permasalahan
yang dialaminya sehingga penggunaan teknik kursi kosong ini bisa berjalan dengan baik dan
sesuai dengan apa yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, C. R. (2019). Penggunaan Teknik Kursi Kosong Dalam Meningkatkan Percaya Diri
Siswa Kelas X SMA Yayasan Baitul Aziz Tembung (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara).
Hasanah, K. (2016). Teori Konseling (SUATU PENDEKATAN KONSELING GESTALT).
AlTazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 5(2), 108-123.
Kusumawati, E. (2019, August). Teknik Empty Chair Untuk Mengurangi Ketidakmampuan
Menjaga Hubungan Pertemanan dalam Antisocial Personality Disorder Pada Mahasiswa.
In Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling (Vol. 3, No. 1, pp. 49-55).
Mandasari, Febri. (2013). Penerapan Konseling Gestalt Dengan Teknik Kursi Kosong Untuk
Meningkatkan Keberanian Siswa Dalam Menyampaikan Pendapat (Doctoral dissertation,
Universitas Muria Kudus).
Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, (Bandung:CV Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal. 63-
64
Mulawarman, dkk. 2020. Psikologi Konseling Sebuah Pengantar Bagi Konselor Pendidikan .
Jakarta: Prenada Media
Muthohharoh, M., & Karneli, Y. (2020). Layanan Konseling Perorangan Dengan Teknik Kursi
Kosong untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Interpersonal. Guidance, 17(01),
14-19.
Nandari, I. (2019). Efektivitas Layanan Konseling Individu Dengan Teknik KursiI Kosong Topdog
Versus Underdog Untuk Meningkatkan Percaya Diri Peserta Didik Kelas VIII Di SMP
NegeriI 22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2019/2020 (Doctoral dissertation, UIN Raden
Intan Lampung).
Putri, Aldila W. 2019. Efektivitas Teknik Kursi Kosong Dalam Layanan Konseling Individual
Untuk Meningkatkan Sikap Keterbukaan Diri Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri 7 Pekanbaru (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN
SYARIF KASIM RIAU).
Ramadani, R. (2018). Penerapan Teknik Kursi Kosong Dalam Konseling Individu Untuk
Mengurangi Sikap Berkata Kasar Siswa di Smp Negeri 5 Kota Jambi. Respository Unja.
Supriadi, G. A., Suarni, N. K., & Putri, D. A. W. M. (2014). Efektivitas Konseling Gestalt Teknik
Kursi Kosong untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri dalam Menghadapi Proses
Pembelajaran pada Siswa Kelas VIII SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun
Pelajaran 2013/2014. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha, 2(1).
Triantoro Safaria, Terapi dan Konseling Gestalt, (Yogjakarta: Graha Ilmu, 2004), hal. 85.

Anda mungkin juga menyukai