Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FILSAFAT ILMU

DASAR DAN JENIS ILMU PENGETAHUAN

Disusun Oleh:
Faturahman 210015301008
Herliani 210015301010
Julia Chatimah Nurfathri Hiola 210015301012
Vidiya Jayanti Jamaluddin 210015301012

Dosen Pengampu MK:


Dr. Abdul Saman, M.Si.,Kons.

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


2021-2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Dan juga hanturan Shalawat kepada Nabi Muhammad
SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Dasar Dan Jenis Ilmu
Pengetahuan”.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada dosen kami Dr. Abdul Saman,
M.Si.,Kons. selaku dosen yang mengampuh mata kuliah Filsafat Ilmu, yang telah
memberikan kami tugas makalah serta presentasi ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.

Makassar, 18 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. RumusanMasalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Dasar dan Jenis Ilmu Pengetahuan ................................................. 3
B. Objek dan Konsep Ilmu Pengetahuan .......................................................... 6
C. Jenis Ilmu Pengetahuan.............................................................................. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib
dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu
persoalan,yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus, seperti analitis,
pemahaman, deskriptif, evaluatif, interpretatif dan spkekulatif, sejalan dengan
pengertian ini, Musa Asy’ari menulis, filsafat adalah berpikir bebas, radikal, dan
berada pada dataran makna. bebas artinya tidak ada yang menghalangi kerja pikiran.
Radikal artinya berpikir sampai ke akar masalah, mendalam, bahkan sampai melewati
batas-batas fisik atau disebut metafisis. Sedang berpikir dalam tahap makna berarti
menemukan makna terdalam dari sesuatu yang terkandung di dalamnya. Makna
tersebut bisa berupa nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan.
Menurut M Amin Abdullah, filsafat bisa diartikan: (1) sebagai aliran atau hasil
pemikiran, yang berujud sistem pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu
sebagai sistem tertutup (closed system), dan (2) sebagai metode berpikir, yang dapat
dicirikan: a) mencari ide dasar yang bersifat fundamental (fundamental ideas), b)
membentuk cara berpikir kritis (critical thought), dan c) menjunjung tinggi kebebasan
serta keterbukaan intelektual (intelectual freedom).
Filsafat Ilmu sebagai bagian dari rumpun filsafat juga mewarisi kerangka pikir
demikian. Ada beberapa definisi tentang filsafat ilmu, antara lain: Lewis White Beck
menulis: philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific
thinking tries to determine the value and significance of the scientific enterprise as a
whole. Peter A. Angeles, sebagaimana dikutip The Liang Gie, menjelaskan bahwa
filsafat ilmu merupakan “suatu analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut
tinjauan, termasuk logika, metodologi, sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain”
Sementara itu A. Cornelis Benjamin mendefinisikan filsafat ilmu sebagai disiplin
filsafat yang merupakan studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu
pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan metode-metode, konsep-konsep,
praduga-praduganya, serta posisinya dalam kerangka umum cabang-cabang
intelektual.

1
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, untuk sementara, dapatlah dipahami
bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas
berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan
segala segi kehidupan manusia
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat dasar dan jenis ilmu pengetahuan ?
2. Apa objek dan konsep ilmu pengetahuan ?
3. Apa saja jenis ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui hakikat dasar dan jenis ilmu pengetahuan
2. Mengetahui objek dan konsep ilmu pengetahuan
3. Mengetahui jenis ilmu pengetahuan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Dasar dan Jenis Ilmu Pengetahuan


Dasar ilmu pengetahuan secara substansial yaitu bertolak dari ontologi, epistemologi,
dan aksiologi. Ketiga dasar ilmu pengetahuan ini menunjukkan bahwa manusia dalam
hidupnya harus dapat memahami apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukan hal itu, dan
untuk apa hal itu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia harus dapat membedakan
antara hal-hal yang dapat dilihat, diraba, dan dirasa. Demikian juga harus dapat membedakan
hal-hal yang bersifat kejasmanian dan kejiwaan. Berikut dikemukakan dasar ilmu
pengetahuan yang meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1. Dasar Ontologis
Dasar ontologis, menurut Suriasumantri (2010) yaitu bicara tentang hakikat apa yang
dikaji. Bakhtiar (2012) mengemukakan bahwa ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
on/ontos yang artinya ada, dan logos memiliki arti ilmu, sehingga ontologi adalah ilmu
tentang yang ada. Menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Dalam persoalan ontologi, orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita
menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya 2
macam kenyataan yang berupa materi kebenaran dan kedua yang berupa rohani atau
kejiwaan. Hakikat yaitu kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau
keadaan yang menipu, juga kenyataan yang berubah.
Terdapat beberapa aliran dalam ontologi yang kemudian dikenal sebagai aliran dalam
filsafat. Menurut Zainuddin (2012) aliran ini bertolak dari pemahaman dan pertanyaan
seputar: apakah yang ada itu? (what is being?) bagaimana yang ada itu? (how is being?) dan
dimanakah yang ada itu? (what is being?) jawaban atas beragam pertanyaan ini melahirkan
aliran sebagai berikut:
Pertama, monoisme yaitu paham menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua aliran, yaitu:
1) materialisme menganggap bahwa sumber yang asal itu materi, bukan rohani. Aliran
ini sering pula disebut dengan naturalisme, namun sebenarnya ada sedkit perbedaan.
Dari segi dimensinya, paham ini sering dikaitkan dengan teori atomisme. Pimikiran
ini dipelopori oleh Thales (624-546 SM), Anaximander (585-528 SM) dan
Demokritos (460-370 SM).

3
2) Idealisme diambil dari kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beragam itu berasal dari roh (sukma) atau
sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Para
tokoh aliran ini diantaranya Aristoteles (384-322 SM), George Berkeley (1685-1753
M), Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831) dan
Schelling (1775-1854 M).
Kedua, dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Para tokoh paham ini diantara
Descartes (1596-1650 M), Bennedictus Despenoza (1632-1677 M), dan Gittifried Wilhelm
Vont Leibniz (1646-1716 M).
Ketiga, pluralisme dalam Dictionary of Phylosophy and Religion dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari
satu atau dua entitas. Para tokoh aliran ini dimasa Yunani kuno diantaranya Anaxagoras dan
Empedocles.
Keempat, Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Dick
Hartoko mendefinisikan nihil sama dengan ketiadaan, tak ada sesuatu yang ada, yang benar,
yang berharga. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Tugeniev.
Kelima, agnotisisme, kata agnotisisme berasal dari bahasa grig agnostos yang berarti
unknown. A artinya not, gno artinya know. Paham ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengetahui hakikat benda. Menurut Dick Hartoko, agnotisisme sama dengan
skeptisme menyangkal bahwa hakikat sesuatu dapat diketahui (melawan pengahuan
metafisik), apalagi pengetahuan mengenal adanya Tuhan dan sifat-sifatnya. Agnotisisme
hanya menerima pengetahuan indrawi dan empiris. Tidak menerima adanya analogi (1813-
1855 M), Heidegger, Startre, dan Jaspres.
Ada beberapa karakteristik ontologi seperti diungkapkan Suhartono (2005) yang
disederhanakan sebagai berikut:
1) Ontologi yaitu studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari
yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling bastrak.
2) Ontologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti
seluas muingkin, dengan menggunakan kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas
atau potensialitas, nyata atau penamkan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang
dan waktu, dan perubahan.

4
3) Ontologi yaitu cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada,
yaitu yang satu, yang absolut, bentuk abadi, sempurna dan keberadaan segala sesuatu
yang mutlak. Bergantung kepada-Nya.
4) Ontologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata
atau semu, apakah pikiran itu nyata dan sebagainya.
2. Dasar Epistemologis
Menurut Suriasumantri (2010), dasar epistemologis yaitu metode atau cara-cara
mendapatkan pengetahuan yang benar. Kemudian Bakhtiar (2012) menjelaskan, ontologis
yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian
dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaannya mengenai pengetahuan
yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan lain-lain yang
mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan. Beberapa metode itu diantaranya:
1) Metode induktif, yaitu suatu metode yang mnyimpulkan pernyataan hasil observasi
yang disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2) Metode deduktif, yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-dat empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.
3) Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang diketahui, yang faktual,
yang positif. Mengesampingkan segala uraian-persoalan diluar sebagai fakta.
4) Metode kontemplatif, meode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal
manusia yang memperoleh pengetahuan, sehinggan objek yang dihasilkanpun
berbeda-beda.
5) Metode dialektis atau dialektika berasal dari bahasa yunani dialektike, yang berarti
cara/metode berdebat dengan wawancara yang diangkat menjadi sarana dalam
memperoleh pengertian yang dilakukan serta bersama-sama mencari kebenaran.
3. Dasar Aksiologis
Menurut Suriasumantri (2010), aksiologi adalah dasar ilmu pengetahuan yang
berbicara tentang nilai kegunaan ilmu. Didalam ontologi dibicarakan mengenai ilmu dan
moral, tanggung jawab sosial ilmuwan, serta berbagai etika dalam pengembangan
keilmuwan. Ontologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori.
Masalah utama dalam aksiologi yaitu mengenai nilai teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, sedangkan
estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Oleh karena itu, solusi bagi ilmu yang

5
terikat dengan nilai-nilai yaitu harus ada transendensi bahwa ilmu pengetahuan terbuka pada
konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan
pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan memahami esksistensi Allah, agar
manusia sadar akan hakikat penciptaan dirinya dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan
tidak hanya bertumpu pada material duniawi, tetapi harus berpijak pada nilai moral agama.
Ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, maka nilai agamalah yang harus menjadi nilainya.
B. Objek dan Konsep Ilmu Pengetahuan
1. Objek Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, secara filsafat pengetahuan ilmiah atau
ilmu yang memiliki perbedaan dengan bentuk pengetahuan yang umum (commom
sense).objek pengetahuan ilmiah atau objek keilmuan, dalam hal ini mencakup segala sesuatu
(yang tampak secara fisik maupun nonfisik berupa fenomena atau gejala kerohanian,
kejiwaan, atau sosial) yang sejauh ini dapat dijangkau oleh pikiran atau indra manusia.
Bakhtiar (2012) mengatakan pada dasarnya ilmu memiliki 2 macam objek, yaitu
material dan formal. Objek material yaitu sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan,
misalnya tubuh manusia merupakan objek material ilmu kedokteran. Adapun objek
formalnya yaitu metode untuk memahami objek material ini, seperti pendekatan induktif dan
deduktif. Untuk mempelajari ilmu, tentu harus terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud
dengan filsafat, karena filsafat itu induk dari semua ilmu. Bahkan dalam perkembangannya
filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan
bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi.
Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek
material yang didekati lewat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan
bagian dari ilmu, karenanya ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak sehingga masih ada
ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pengetahuan ilmiah atau ilmu,
menurut Ihsan (2010), diturunkan dari bahasa inggris science dan latin scientia yang
diturunkan dari kata scire, memiliki arti pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia dapat
diekuivalenkan dengan istilah science.
Selanjutnya dikatakan Ihsan (2010), pengertian ilmu dalam hal ini menunjukkan pada
3 aspek, yaitu:
1) Ilmu sebagai proses berupa aktivitas kognitif-intelektualitas (aktivitas penelitian).
Ilmu sebagai aktivitas, menggambarkan hakikat ilmu sebagai sebuah rangkaian
aktivitas pemikiran rasional, kognitif, dan teleologis (tujuan).

6
2) Ilmu sebagai prosedur berupa metode ilmiah. Ilmu sebagai prosedur menunjuk pada
pola prosedural, tata langkah, teknik atau cara, serta alat atau media.
3) Ilmu sebagai hasil atau produk berupa pengetahuan sistematis. Ilmu dipahami sebagai
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (dunia objek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Ilmu, karena itu dipandang sebagai suatu koherensi sistematik,
dengan prosedur, aksioma, dan lambang-lambang yang dapat dilihat dengan jelas
melalui pembuktian ilmiah.
Jadi, ilmu cenderung dipahami sebagai pengetahuan yang diilmiahkan atau
pengetahuan yang diilmukan, sebab tidak semua pengetahuan itu bersifat ilmu atau harus
diilmiahkan. Sebagai hasil kegiatan ilmiah, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan
(konsep) mengenai sesuatu hal (pokok soal) yang menjadi titik minat bagi permasalahan
tertentu.
Ilmu yang disuguhkan pada dasarnya dibangun dari teori-teori yang dibuktikan
dilapangan empiris dengan menggunakan logico, hipotetico, dan verifikasi atau hanya logico
dan verifikasi.
2. Konsep Ilmu
Konsep sangat penting bagi pembentukan atau untuk membangun suatu teori bagi
kepentingan suatu penelitian yang menghasilkan ilmu atau kepentingan praktis. Membangun
suatu teori sangat dibutuhkan dukungan konsep yang banyak. Konsep ini ada juga yang
memahami identik dengan konstruk, definisi, dan proposisi.
Konsep ilmu sebagaimana dipahami Lubis (2012) yaitu bagan, rencana, atau
pengertian, baik yang bersifat abstrak maupun operasional yang merupakan alat penting
untuk kepentingan pemikiran dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu harus
memiliki satu atau beberapa konsep kunci atau konsep tambahan yang bertalian.
Jelasnya, konsep ilmu ini agar dapat berguna secara ilmiah maka ia harus memiliki 2
sifat dasar, yaitu:
1) Sifat operasional untuk kepentingan pengamatan (observasi). Bersifat operasional
maksudnya setiap konsep ilmu mengandung pengertian yang berkesesuaian dengan
fakta atau situasi yang dapat diamati secara empiris.
2) Sifat abstrak untuk kepentingan penyimpulan dan generalisasi. Bersifat abstrak untuk
kepentingan penyimpulan atau membuat keterangan ilmiah yang berlaku secara
umum. Konsep ilmu ini kadang-kadang begitu abstrak sehingga hampir berupa
khayalan, seperti konsep ketakterhinggaan matematika (mathematical infinity),
manusia ekonomis (the economic man), atau negara ideal (the ideal state).

7
3. Konsep Pengetahuan
Menurut Suriasumantri (2010) pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa
yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya ilmu. Ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya
seperti seni dan agama.
Sumber pengetahuan seperti dikemukakan Sayomukti (2011) ada 5 hal, yaitu:
1) Empirisme. Aliran ini menganggap bahwa pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman empiris.
2) Rasionalisme. Aliran ini mengatakan bahwa dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, yaitu selain terbukti secara empiris dia harus didukung oleh fakta
empiris.
3) Intuisi. Dengan intuisi manusia dapat memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa
melalui proses penalaran tertentu.
4) Wahyu. Hal ini identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis, yang
merupakan pengetahuan yang bersumber melalui hamba-hambaNya yang terpilih.
5) Otoritas. Kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya.
4. Konsep Ilmu Pengetahuan
Menurut Maksum (2011) ilmu pengetahuan sebagai objek merupakan himpunan
informasi yang berupa pengetahuan ilmiah tentang gejala yang dapat dilihat, dirasakan, atau
dialami. Gejala ini dapat berupa gejala alam (seperti angin, air, gempa bumi, ombak, gerak,
dan benda), atau gejala sosial (seperti masyarakat bangsa, unjuk rasa, kemiskinan,
kemakmuran, dan ketersaingan), ataupun gejala pikir yang abstrak wujudnya seperti konsep
tentang bilangan dan himpunan didalam matematika.
Ilmu pengetahuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan filsafat. Bagi
para filsafat ilmu pengetahuan itu, filsafat yaitu ilmu pengetahuan. Dengan demikian jelas
terkait bahwa pada mulanya filsafat mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. Itulah
sebabnya, kata Maksum (2011) filsafat disebut sebagai matter scientiarum atau induk segala
ilmu pengetahuan.
5. Tujuan Ilmu Pengetahuan
Tujuan ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan alirannya,
sebagaimana dikemukakan oleh Prawinegoro (2011) yakni,

8
1) Berdasarkan pengembangan ilmu pengetahuan untuk keperluan ilmu
pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas untuk memenuhin rasa keingintahuan
manusia.
2) Ilmu pengetahuan pragmatis. Aliran ini meyakini bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan haruslah dapat memberikan manfaat bagi manusia dalam
pemecahan masalah kehidupan.
Jika dilihat dari pemikiran filsafat, maka ilmu (ilmun pengetahuan) dapat digolongkan
menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Ilmu pengetahuan rill, yaitu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial.
2) Ilmu pengetahuan formal, yaitu matematika dan logis. Ini juga sering disebut
sebagai alat ilmu pengetahuan, atau istilah Suriasumantri (2010) matematika
yaitu sebagai sarana berpikir dalam kegiatan berbagai disiplin keilmuan, dan
dia tidak menggolongkan matematika sebagai ilmu pengetahuan, tetapi cara
berpikir deduktif.
6. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah berbeda dengan pengetahuan biasa, memiliki ciri
tersendiri diantara ciri yang dimiliki oleh ilmu pengetahuan seperti dikemukakan Kebug
(2011), yaitu:
1) Sistematis. Para filsuf dan ilmuan sepaham bahwa ilmu adalah pengetahuan
atau kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis.
2) Empiris, bahwa ilmu mengandung pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengamatan serta percobaan secara terstruktur didalam bentuk pengalaman,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3) Objektif, bahwa ilmu menunjukkan pada bentuk pengetahuan yang bebas dari
prasangka perorangan (personal biasa), dan berperasaan subjektif berupa
kesukaan atau kebencian pribadi.
4) Analitis, bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami, dan membedakan
pokok soalnya kedalam bagian-bagian terperinci untuk memahami sebagai
sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian tersebut.
5) Verifikatif, bahwa ilmu mengandung kebenaran yang terbuka untuk diperiksa
atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan
kepada orang lain.

9
C. Jenis Ilmu Pengetahuan
1. Pengetahuan Manusia
Pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam
kehidupan manusia dapat memiliki dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.
Salam (2005) mengemukakan, pengetahuan yang dimiliki manusia ada 4 macam, yaitu:
1) Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan
istilah/common sense. Karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima
secara baik.
2) Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam
pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu
pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
3) Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang
bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan
pada universalitas dan kedalam kajian tentang sesuatu.
4) Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat para utusannya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh para pemeluk agama.
2. Jenis Ilmu Pengetahuan
Dilihat dari sudut jenisnya, ilmu pengetahuan menurut Ikhsan (2010) mengungkapkan
ada 4 macam, yaitu:
1) Pengetahuan wahyu (revaled knowledge). Manusia memperoleh pengetahuan
dan kebenaran atas dasar wahyu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia.
Tuhan telah memberikan pengetahuan dan kebenaran kepada manusia
pilihannya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya.
2) Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge). Pengetahuan intuitif diperoleh
manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat ia menghayati sesuatu.
Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia.
3) Kebenaran tersebut tidak dapat diuji dengan observasi, perhitungan,
eksperimen, karena intuitif tidak hipotesis. Tulisan-tulisan mistik,
autobiografi, dan karya esai merupakan refleksi dari pengetahuan intuitif.
Dalam pengetahuan secara umum, intuisi merupakan metode untuk
memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio, pengalaman, dan
pengamatan indra.

10
4) Pengetahuan rasional (rational knowledge). Pengetahuan rasional merupakan
pengetahuan yang diperoleh dari latihan rasio/akal semata, tidak disertai
dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual.
Rasionalisme yaitu aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk memperoleh
pengetahuan dan kebenaran. Rasionalisme berpandangan bahwa akal merupakan faktor
fundamental dalam pengetahuan. Akal manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui
kebenaran, alam semesta, yang tidak mungkin dapat diketahui melalui observasi.
3. Kritik Paham Rasionalisme terhadap Empirisme
Selanjutnya dikatakan ada kritik dari paham rasionalisme terhadap paham empirisme,
bahwa metode empiris tidak memberi kepastian tetapi hanya sampai pada probabilitas yang
tinggi. Kritik ini dituangkan dalam pemikiran sebagai berikut:
Pertama, metode empiris, dalam sains maupun dalam kehidupan sehari-hari, biasanya
bersifat sepotong-sepotong (piece meal). Menurut pengakuan kaum rasionalis, mereka
mencari kepastian dan kesempurnaan yang sistematis. Penelitian mereka dalam matematika,
khusus geometri, mencoba tidak mempercayai pengalaman, tetapi hanya berdasarkan suatu
penalaran. Menurut mereka, penelaran memadai untuk menyusun aksioma dasar yang
universal memungkinkan kita dapat mengambil khusus dari aksioma tersebut. Aksioma
merupakan “self evident’, dan dapat dipercaya, bebas dari pengalaman. Oleh karena itu,
pengalaman tidak akan dapat membuktikan bahwa aksioma itu salah. Aksioma akan
memberikan dasar bagi semua pengetahuan dan kepercayaan. Kesimpulannya, bersifat
mandiri, yaitu suatu kesatuan yang bersistem.
Kedua, pengetahuan empiris (empirical knowledge). Pengetahuan empiris diperoleh
atas bukti pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indra lainnya,
sehingga kita memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris yaitu
sains, yang hipotesis sains diuji dengan observasi atau eksperimen. Aliran yang menjadikan
empiris (pengalaman) sebagai sumber pengetahuan disebut empirisme. Empirisme
merupakan aliran dalam filsafat yang membicarakan pengetahuan. Empirisme beranggapan
bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi atau
pengindraan. Pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan sehingga
merupakan sumber dari pengetahuan manusia. Apa yang kita ketahui berasal dari segala apa
yang kita dapatkan melalui alat indra. Pengalaman merupakan proses interaksi antara
manusia dan lingkungannya. Pengalaman tidak sekedar dunia fakta, tetapi termasuk pula
dunia penelitian yang dalam pengertian ini termasuk dunia sains. Pengalaman bukanlah
sesuatu yang bertentangan dengan akal, melainkan melibatkan akal sebagai bagian integral

11
dari pengalaman. Dalam sains moderen, para ahli sains manaruh perhatian pada kontrol
observasi dan eksperimen tidak semata-mata pada persepsi indra, secara umum dari
pengalaman akan bersifat sementara, dan dimulai dari bentuk hipotesis. Oleh karena itulah,
teori atau hukum yang dapat diubah sesuai dengan hasil temuan yang baru yang berdasarkan
pengalaman pula.
Ketiga, pengetahuan otoritas (authoritative knowledge). Kita menerima suatu
pengetahuan itu benar bukan karena telah mengeceknya diluar dari diri kita, melainkan telah
dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki hak) dilapangan. Kita
menerima pendapat orang lain, karena ia ialah seorang pakar dalam bidangnya. Misalnya,
kita menerima petuah agama dari seorang kiai, karena beliau merupakan orang yang sangat
ahli dan menguasai sumber aslinya (Al-Qur’an dan Sunnah). Kita sering mengutamakan
pandangan kita dengan mengutip dari ensiklopedia atau hasil karya tulis para pakar yang
terkenal. Pada zaman kerajaan, sabda raja merupakan petuah yang dianggap benar tidak salah
karena raja merupakan manusia yang paling berkuasa.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dasar ilmu pengetahuan yang meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. ontologi
adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, baik yang berbentuk jasmani/konkret
maupun rohani/abstrak. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan lain-
lain yang mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan. aksiologi adalah dasar ilmu
pengetahuan yang berbicara tentang nilai kegunaan ilmu.
Ilmu cenderung dipahami sebagai pengetahuan yang diilmiahkan atau pengetahuan
yang diilmukan, sebab tidak semua pengetahuan itu bersifat ilmu atau harus diilmiahkan.
Sebagai hasil kegiatan ilmiah, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan (konsep) mengenai
sesuatu hal (pokok soal) yang menjadi titik minat bagi permasalahan tertentu. Ilmu yang
disuguhkan pada dasarnya dibangun dari teori-teori yang dibuktikan dilapangan empiris
dengan menggunakan logico, hipotetico, dan verifikasi atau hanya logico dan verifikasi.
Pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam
kehidupan manusia dapat memiliki dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.
Salam (2005) mengemukakan, pengetahuan yang dimiliki manusia ada 4 macam, yaitu
pengetahuan biasa,pengetahuan ilmu, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama

13
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2007. Filsafat Ilmu. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Berpikir Orang Timur. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Lubis, M. Solly. 2012. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Cetakan I. Jakarta: Sof-Media.
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat. Cetakan IV. Yogyakarta: Ar-Yuzz Media.
Prawironegoro, Darsono. 2011. Filsafat Ilmu, edisi II. Jakarta: Nusantara Consulting.
Salam, Baharuddin. 2005. Logika Materia. Cetakan 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Cetakan I. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
Suparlan, Suhartono. 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suriasumantri. Jujun S. 2010. Filsafat Ilm: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT. Penerbar
Swadaya
Zainuddin, M. 2012. Filsafat ilmu perspektif. Cetakan I. Jakarta: Sofmedia.

14

Anda mungkin juga menyukai