Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FILSAFAT UMUM
“FILSAFAT MODERN (IDEALISME,
POSITIVISME DAN EVOLUSIONISME)”
DOSEN PENGAMPU:
Dr. ANITA INDRIA, M. A

Disusun Oleh:
Kelas 1A PTIK
Kelompok 9
Ilham Ginting (2523002)
Salasabila Nazura (2523037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSTAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M. DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

2023M/1445H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Filsafat
Modern (Idealisme, Positivisme dan Evolusionisme)”. Tak lupa shalawat serta
salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW,
para keluarga, dan sahabat-sahabatnya. Makalah ini merupakan tugas yang
disusun sebagai salah satu mata kuliah Filsafat Umum.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan kendala,


namun berkat bantuan dari banyak pihak dalam bentuk motivasi pengarahan
maupun informasi maka makalah ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
yaitu:

1. Kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga penulis yang selalu
memberikan bantuan dan dukungan.
2. Ibu Dr. Anita Indria, M. A. selaku dosen mata kuliah Filsafat Umum yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami.
3. Seluruh teman-teman penulis yang sudah berpartisipasi dalam pembuatan
makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis siap menerima saran maupun


kritik yang kontruksitif dari siapapun. Walaupaun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.

Bukittinggi, 05 November 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................1


DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................3
A. Latar Belakang ..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah .........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................5
A. Filsafat Idealisme ........................................................................................5
1. Pengertian Filsafat Idealisme ....................................................................5
2. Jenis-jenis Idealisme ..................................................................................6
3. Tokoh Filsafat Idealisme ...........................................................................7
B. Filsafat Positivisme....................................................................................10
1. Pengertian Filsafat Positivisme ...............................................................10
2. Jenis-jenis Positivisme ............................................................................11
3. Tokoh Filsafat Positivisme ......................................................................11
C. Filsafat Evolusionisme ..............................................................................14
1. Pengertian Filsafat Evolusionisme ..........................................................14
2. Jenis-jenis Evolusionisme .......................................................................14
3. Tokoh Evolusionisme ..............................................................................16
BAB III PENUTUP ..............................................................................................19
A. Kesimpulan .................................................................................................19
B. Saran ............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian filsafat adalah kajian masalah mendasar dan umum tentang
persoalan seperti eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Filsafat
berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan.
Secara etimologi, pengertian filsafat adalah sebuah ilmu yang membahas
tentang kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. Sementara itu, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian filsafat adalah pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal,
dan hukumnya. Filsafat juga dimaknai sebagai teori yang mendasari alam pikiran
atau suatu kegiatan, dan ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, serta
epistemologi.
Selain itu, menurut Aristoteles, pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang isinya tentang suatu kebenaran, yang memiliki unsur ekonomi, metafisika,
estetika, retorika, politik dan juga logika. Sedangkan, Menurut Immanuel Kant,
pengertian filsafat adalah sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal
dan puncak segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan, yaitu
apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya dilakukan (etika),
sampai di mana harapan kita (agama), dan apa hakikat manusia (antropologi).
Untuk itu, filsafat melahirkan pemikiran-pemikiran tentang berbagai macam hal
dengan pendekatan yang lebih dalam dan bermakna.
Zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern dimulai
sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke- 15),
yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance. Renaissance berarti
kelahiran kembali, yang mengacu pada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan
yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah
merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan
filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk
mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah. Di samping itu, para
humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang harmonis dari

3
keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik. Renaissance akan banyak
memberikan segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala
hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat
dan sejarah.
Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberikan tempat
kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena
adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam
persoalan yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang
terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang
enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan
akal akan dapat diharapkan lahir dunia baru yang penghuninya dapat merasa puas
atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Aliran yang menjadi pendahuluan
ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual
dan yang konkret.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh Idealisme?
2. Apa Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh Positivisme?
3. Apa Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh Evolusionisme?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh Idealisme.
2. Untuk Mengetahui Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh Positivisme.
3. Untuk Mengetahui Pengertian, Prinsip, Jenis, dan Tokoh
Evolusionisme.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Idealisme
1. Pengertian Filsafat Idealisme
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham
bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Idealisme termasuk
aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa Inggris yaitu
Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme.
Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal
abad ke-18. Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato,
secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini
merupakan kunci masuk hakekat realitas. Idealisme diambil dari kata ide yakni
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham
atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami
dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik
tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa
latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi
pikiran, dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada
yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental.
Karena hanya yang berbeda secara demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak
berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme. William E. Hocking, seorang
penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa, sebutan ”ide-
isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme. Hal itu benar, karena
idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi” (ideas), seperti
kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada berkaitan dengan usaha serius
dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan ketika kita berucap, “Dia
sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau
tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik

5
ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam
adalah ekspresi dari jiwa tersebut. Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan
pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai
suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material. Idealisme
menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi
materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata,
sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa
(mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang berpendapat
bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah
fenomena pengiring.
2. Jenis-jenis Idealisme
a. Idealisme Subjektif
Idealisme subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan
bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini
tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam
atau di masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya
sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia. Salah satu tokoh terkenal
dari aliran ini adalah seorang dari inggris yang bernama George Berkeley
(1684-1753 M). Menurut Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh
sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.
b. Idealisme Objektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di
luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan
apa yang sudah terdapat dalam susunan alam. Menurut idealisme objektif
segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide
universil. Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu
yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia, sesuatu yang
bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia
dan segala pikiran dan perasaannya. Filsuf idealis yang pertama kali dikenal
adalah Plato. Ia membagi dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi,

6
dunia yang konkret ini adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang
sesungguhnya, melainkan bayangan alias penampakan saja. Kedua, terdapat
alam di atas alam benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi
yang abadi.
c. Idealisme Personal (Personalisme)
Idealisme Personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk
menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes terhadap
materialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis,
realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran
yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
3. Tokoh Filsafat Idealisme
a. J.G Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena
pada tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari satu
prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral,
bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam
etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang
disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah
tindakan, bukan fakta. Menurut pendapatnya subjek “menciptakan” objek.
Kenyataan pertama ialah “saya yang sedang berpikir”, subjek menempatkan
diri sebagai tesis. Tetapi subjek memerlukan objek, seperti tangan kanan
mengandaikan tangan kiri, dan ini merupakan antitesis. Subjek dan objek
yang dilihat dalam kesatuan disebut sintesis. Segala sesuatu yang ada
berasal dari tindak perbuatan sang Aku.
b. E.W.S. Schelling (1775-1854 M)
Friedrich Willem Joseph Schelling telah mencapai kematangan
sebagai filsuf pada waktu itu ia masih amat muda. Pada tahun 1798 M,
ketika usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas
Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu berkembang. Namun,
kontinuitasnya tetap ada. Pada period terakhir dalam hidupnya ia
mencurahkan perhatianya pada agama dan mistik. Dia adalah filsuf idealis

7
Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan
Idealisme Hegel. Ia pernah menjadi kawan Fichte. Bersama Hichte dan
Hegel, Schelling adalah ideais Jerman yang terbesar. Pemikirannya pun
merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel.
Reese (1980: 511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang
melalui lima tahap:
1. Idealisme Subjektif.
Pada tahap ini mengikuti pemikiran Fichte, yang dimana
Fichte memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia
dan sebagai basis kebebasan moral.
2. Filsafat Alam.
Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulsi dalam
berbagai problem filsafat dan sains. Alam dilihatnya sebagai
vitalistic, self-creative, dan motivasi oleh suatu proses dialektif.
3. Idealisme transcendental atau Idealisme objektif.
Filsafat alam dilengkapi oleh suatu kesadaran absolut dalam
sejarah. Filsafatnya tentang seni memperlihatkan pendapatnya itu.
Ia mengatakan bahwa seni merupakan kesatuan anatara subjek dan
objek, roh, dan alam. Tragedi dipandang sebagai tubrukan antara
keharusan dengan kebebasan, didamaikan oleh kesediaan
menerima hukuman secara jantan. Hukuman itu memperlihatkan
kesediaan kita menerima realitas dan idealitas.
4. Filsafat identitas.
Yang absolut itu pada tahap ini menjadi lebih penting
kedudukannya, dipandang sebagai identitas semua individu isi
alam.
5. Filsafat positif.
Pada tahap terakhir ini pemikirannya menekankan nilai
mitologi dan mengakui perbedaan yang jelas anatara Tuhan dan
alam semesta. Pada tahap ini mengikuti sebagian pemikiran Jacob
Boern dan neo-Platonisme. (Dr. Ahmed Tafsir, 133).

8
Dalam filsafatnya ia mengatakan, jika kita memikirka.pengetahuan
(objek pemikiran, kita akan selalu membedakanantara objek yang di luar
kita dan penggambaran objek-objek in.secara subjektif di dalam diri kita
(subjek). Penggambaran yanesubjektif itu kemudian menjadi sasaran
pemikiran kita.
Tentang manusia dan alam sebagai yang diketahuinya, Schelling
menggambarkan bahwa ketika orang mengadakan penyelidikanilmiah
tentang alam, subjek (jiwa, roh) mengajukan pertanyaanpada alam,
sedangkan alam dipaksa untuk memberikan jawabanatas pertanyaan-
pertanyaan itu. Bahwa alam dapat menjawabpertanyaan itu, ini berarti
bahwa alam itu sendiri bersifat akal atanide. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa alam tidaklain adalah roh/jiwa yang tampak, sedang roh
adalah alam yangtidak tampak.
Di sini alam yang objektif dan alam yang subyektif mewujudkan satu
kesatuan.
Pandangan Schelling tentang alam diperkuat dengan teorinyatentang
Aku Yang Mutlak. Bahwa aku mutlak mengobjektifkandirinya dalam alam
yang ideal, jadi alam sebagai yang diciptakanmerupakan penampakan dari
alam yang menciptakan.
Filsafat Schelling dapat diringkaskan sebagai berikut ini: Bahwa Yang
Mutlak atau Rasio Mutlak adalah sebagai Identitas Murniatau Indiferensi,
dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yansubjektif dengan yang
objektif. Yang Mutlak menjelmakan diri dalam dua potensı yaitu yang nyata
(alam sebagai objek) dan ideal(gambaran alam yang subjektif dari subjek).
Yang mutlak sebagainIdentitas Mutlak menjadi sumber roh (subjek) dan
alam (objek)yang subjektif dan yang objektif, yang sadar dan yang i tak
sadar.Tetapi Yang Mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula
alam,bukan yang objektif dan bukan pula yang subjektif, sebab YangMrlak
adalah Identitas Mutlak atau Indiferensi Mutlak.

9
c. G.W.F Hegel (1798-1857 M)
Hegel lahir di Stuttgart, Jerman pada tanggal 17 Agustus 1770.
Ayahnya adalah seorang pegawai rendah bernama George Ludwig Hegel
dan ibunya yang tidak terkenal itu bernama Maria Magdalena. Pada usia 7
tahun ia memasuki sekolah latin, kemudian gymnasium. Hegel muda ini
tergolong anak telmi alias telat mikir! Pada usia 18 tahun ia memasuki
Universitas Tubingen. Setelah menyelesaikan kuliah, ia menjadi seorang
tutor, selain mengajar di Yena. Pada usia 41 tahun ia menikah dengan Marie
Von Tucher. Karirnya selain menjadi direktur sekolah menengah, juga
pernah menjadi redaktur surat kabar. Ia diangkat menjadi guru besar di
Heidelberg dan kemudian pindah ke Berlin hingga ia menjadi Rektor
Universitas Berlin (1830).
B. Filsafat Positivisme
1. Pengertian Filsafat Positivisme
Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam
bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi,
yang dapat dialami sebagai suatu realita. Ini berarti, apa yang disebut sebagai
positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam angan-angan
(impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi
kemampuan untuk berpikir dari akal manusia. Dapat disimpulkan pengertian
positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu paham yang dalam
„pencapaian kebenaran‟-nya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang
benar-benar terjadi. Segala hal diluar itu, sama sekali tidak dikaji dalam
positivisme.
Positivisme adalah filsafat awal dan dasar munculnya ilmu pengetahuan
serta hadir sebagai kritik atas pemahaman yang menjamur pada abad
pertengahan yaitu metafisik. Positivisme mendasarkan pembuktian kebenaran
menurut metodologi ilmiyah yang dapat diamati dan diukur selanjutnya
menjadi hukum-hukum yang menjadi acuan pokok dalam mencari kebenaran
yang dirangkum menjadi hukum alam. Berbeda dengan metafisik yang tidak
dapat diamati dan diukur karena pencarian kebenaran berdasarkan akal budi

10
manusia. Perbedaan pengalaman manusia akan menjadi perbedaan dalam
menentukan kebenaran, sehingga pada metafisik kebenaran bersifat abstrak.
Positivisme muncul pada abad ke-19 dipromotori oleh seorang sosiolog
asal prancis yaitu Auguste Comte. Paradigma ini terbukti ampuh dan
digunakna banyak ilmuan untuk mengungkap kebenaran realitas dalam kurun
waktu yang cukup lama (+ 400 tahun) walau terdapat berapa kelemahan dalam
teori ini diantaranya adalah tidak dapat menjangkau kajian metafisika.
2. Jenis-jenis Positivisme
a. Positivisme Sosial.
Positivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan
masyarakat dan sejarah. Auguste Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh-
tokoh utama positivisme sosial.
b. Positivisme Evolusioner.
Positivisme evolusioner berbagi keyakinan akan kemajuan positivisme
sosial tetapi membenarkannya dengan cara yang berbeda. Positivisme
evolusioner tidak didasarkan pada masyarakat atau sejarah tetapi pada alam,
bidang fisika dan biologi.
c. Positivisme Kritis.
Positivisme Kritis menerapkan sistem pengetahuan tentang pemikiran
yang kompleks dengan menggunakan proses analisa dan avaluasi terhadap
suatu informasi yang diterima.
3. Tokoh Filsafat Positivisme
a. Auguste Comte (1798-1857)
Bapak positivisme, Auguste Comte memiliki nama panjang Isidore
Auguste Marie Francois Xavier Comte. Ia lahir di Montpellier Prancis pada
tanggal 19 Januari 1798 dari keluarga bangsawan katolik. Namun, ia tidak
mengikuti kepercayaan keluarganya yaitu agama katolik sejak usia muda, ia
mendeklarasikan dirinya seorang atheis. Comte kecil mengenyam
pendidikan lokal di Montpellier dan mendalami matematika. Pada usia ke
25 tahun ia hijrah ke Paris dan belajar di Echole Polytechnique dalam

11
bidang psikologi dan kedokteran. Selain itu, di Paris ia juga mempelajari
pikiran-pikiran kaum ideolog.
Comte adalah mahasiswa yang brillian, namun ia tidak berhasil
menamatkan studi di perguruan tinggi. Ia adalah mahasiswa yang keras
kepala dan suka memberontak. Ia dikeluarkan karena gagasan politik dan
pemberontakan dengan teman sekelasnya. Selain dikenal dengan sifat
pemberontak dan keras kepala, Comte juga dikenal sebagai mahasiswa yang
berfikiran bebas dan memiliki kemauan keras untuk tidak ingin berada di
bawah posisi orang lain yang kemungkinan besar akan mengaturnya. Comte
hidup pada masa Revolusi Perancis, rezim Napoleon, pergantian monarki
dan periode republik dimana pergolakan sosial-politik terjadi cukup hebat.
Hal tersebut yang melatar belakangi pemikiran Comte. Walau mengalami
masa yang sulit ia tetap bekerja keras diantaranya dengan memberi les
matematika dan aktif menulis. Dari sinilahlah, karir profesional Comte
dimulai.
Pada tahun 1817, Comte menjadi sekretaris Simon sekaligus menjadi
anak angkatnya. Pertemuan dengan Simon banyak mempengaruhi
perkembangan intelektual Comte bahkan membuatnya yang semula berlatar
belakang eksakta “hijrah” dan mulai mengkaji bidang-bidang sosial.
Perpindahannya ke dalam kajian bidang sosial pada dasarnya bukan semata-
mata terjadi karena bertemu Simon, namun sudah menjadi bagian dari
kegundahannya sejak di bangku perkuliahan dan semakin berkembang saat
bertemu dengan Simon. Dalam kajian ilmu sosial comte sependapat dengan
pendapat Simon bahwa perkembangan manusia bisa dilakukan dengan
perkembangan ilmu pengatahuan baru tentang perilaku manusia dan
masyarakatnya. Dari sinilah Comte mulai mengajar filsafat positifistik di
luar pendidikan resmi dan mendirikan masyarakat positivistik.
Pada tahun 1817, Comte menjadi sekretaris Simon sekaligus menjadi
anak angkatnya. Pertemuan dengan Simon banyak mempengaruhi
perkembangan intelektual Comte bahkan membuatnya yang semula berlatar
belakang eksakta “hijrah” dan mulai mengkaji bidang-bidang sosial.

12
Perpindahannya ke dalam kajian bidang sosial pada dasarnya bukan semata-
mata terjadi karena bertemu Simon, namun sudah menjadi bagian dari
kegundahannya sejak di bangku perkuliahan dan semakin berkembang saat
bertemu dengan Simon. Dalam kajian ilmu sosial comte sependapat dengan
pendapat Simon bahwa perkembangan manusia bisa dilakukan dengan
perkembangan ilmu pengatahuan baru tentang perilaku manusia dan
masyarakatnya. Dari sinilah Comte mulai mengajar filsafat positifistik di
luar pendidikan resmi dan mendirikan masyarakat positivistik.
Delapan tahun sejak pertemuan dan pengabdiannya dengan Simon
tepatnya pada tahun 1824, Comte memutuskan untuk tidak lagi
mengikutinya. Hal tersebut didasarkan karena Simon menghapuskan
namanya dari salah satu karya sumbangannya. Sejak saat itu Comte
memulai menjalani kehidupan intelktualnya sendiri menjadi dosen penguji,
pembimbing dan mengajar mahasiswa secara privat. Pada tahun 1852,
Comte menyatakan bahwa ia tak lagi memilki hutang apapun terhadap Saint
Simon. Kehidupan Comte tidak berjalan mulus, selain penghasilan yang
diperoleh tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya karya yang
disusunnya juga terbengkalai. Comte mengalami tekanan psikoogi yang
hebat, bahkan menurut Ope dalam “Tradisi Aliran dalam Sosiologi”
menceritakan bahwa tidak jarang perdebatan yang dilalui oleh comte
berakhir dengan perkelahian. Tekanan demi tekanan membuat Comte
semakin terpuruk, bahkan sampai membuatnya dirinya nekat dan
menceburkan diri ke sungai. Di tengah keterpurukannya datanglah Caroline
Massin, seorang pekerja seks yang tampa pamrih merawat comte. Dalam
merawat Comte, Caroline tidak hanya terbebani secara materil namun
Comte juga tak kunjung berubah hingga akhirnya ia meninggalkannya dan
Comte kembali pada kegilaannya. Di akhir usianya Comte mengalami
ganguan jiwa dan wafat di Paris pada 1857.

13
C. Filsafat Evolusionisme
1. Pengertian Filsafat Evolusionisme
Pengertian evolusi secara harfiah berarti keadaan berkembang atau
tumbuh. Teori evolusi adalah hasil dari pada falsafah materialis yang dibayangi
oleh falsafah materialistik purba dan mula tersebar meluas pada kurun ke-19.
Materialisme mencari jawaban semula jadi melalui faktor-faktor material
sepenuhnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya paham materialisme
berusaha menjelaskan alam semesta melalui faktor-faktor materi.
Atas alasan teori material menolak kewujudan Tuhan sebagai
pencipta, maka fahaman ini berpegang setiap yang terjadi adalah secara
kebetulan dan kemudian tersusun mengikut keadaan. Jelasnya falsafah
materalistik bercanggah dengan kriteria asas pemikiran manusia sehingga
menghasilkan teori evolusi. Aliran ini dipelopori oleh seorang zoologi yang
mempunyai pengaruh sampai saat ini, yaitu Charles Robert Darwin.
Alam semesta dan kehidupan manusia dalam segala perwujudan dan
aspeknya merupakan hasil perkembangan dan masih berkembang terus. Maka,
evolusionisme memasuki berbagai bidang ilmu dan filsafat, seperti biologi,
antropologi, psikologi, kosmologi, budaya, metafisika, etika, agama.
2. Jenis-jenis Evolusionisme
a. Evolusionisme mekanistik
Evolusionisme mekanistik adalah gagasan bahwa alam semesta,
termasuk kehidupan di Bumi, telah berkembang secara mekanis,
seluruhnya tanpa bantuan Tuhan. Gagasan ini muncul pada abad ke-17
dan ke-18 seiring dengan jalannya revolusi ilmiah dan bangkitnya filosofi
mekanik, yang mendorong untuk memandang dunia alam sebagai sebuah
mesin yang mampu untuk dianalisis. Pada paruh kedua abad ke-18,
gagasan yang lebih material dan nyata tentang evolusi biologi mulai
muncul, menambah rangkaian lebih jauh dalam sejarah pemikiran
evolusi. Namun, sebagian besar teori evolusi kontemporer, termasuk
yang dikembangkan oleh filsuf idealis Jerman Schelling dan Hegel, tidak
lagi mengikuti pandangan mekanistik.

14
b. Evolusionisme naturalistik
Evolusionisme naturalistik adalah pandangan bahwa evolusi terjadi
secara alami dan tanpa campur tangan Tuhan atau kekuatan supernatural
lainnya. Pandangan ini menyatakan bahwa seleksi alam dan faktor
lingkungan memainkan peran penting dalam proses evolusi, dan bahwa
spesies yang paling cocok dengan lingkungan akan bertahan hidup dan
berkembang biak. Pandangan ini berbeda dengan evolusionisme vitalistik
atau organismik, yang menyatakan bahwa ada kekuatan vital atau
kehidupan yang menggerakkan proses evolusi, dan evolusionisme
mekanistik, yang menyatakan bahwa evolusi dapat dijelaskan secara
mekanis tanpa campur tangan Tuhan atau kekuatan supernatural lainnya.
Pandangan evolusionisme naturalistik banyak diterima dalam ilmu
biologi modern dan menjadi dasar teori evolusi yang diterima secara luas.
c. Evolusionisme Vitalistik atau Organismik
Evolusionisme vitalistik atau organismik adalah pandangan bahwa
ada kekuatan vital atau kehidupan yang menggerakkan proses evolusi.
Pandangan ini menyatakan bahwa kehidupan memiliki sifat yang berbeda
dari materi dan tidak dapat dijelaskan secara mekanis. Dalam pandangan
ini, organisme hidup dianggap sebagai entitas yang memiliki kehendak
dan tujuan, dan evolusi dipandang sebagai proses yang diarahkan menuju
tujuan tertentu. Pandangan ini berbeda dengan evolusionisme mekanistik,
yang menyatakan bahwa evolusi dapat dijelaskan secara mekanis tanpa
campur tangan Tuhan atau kekuatan supernatural lainnya, dan
evolusionisme naturalistik, yang menyatakan bahwa evolusi terjadi
secara alami dan tanpa campur tangan Tuhan atau kekuatan supernatural
lainnya. Pandangan evolusionisme vitalistik atau organismik banyak
dianut pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, tetapi sekarang sudah tidak
lagi diterima secara luas dalam ilmu biologi modern.
d. Evolusionisme Idealistik
Evolusionisme idealistik adalah pandangan bahwa evolusi
dipandang sebagai proses yang diarahkan menuju tujuan tertentu, yang

15
diatur oleh kekuatan kosmik atau supernatural. Pandangan ini berbeda
dengan evolusionisme mekanistik, yang menyatakan bahwa evolusi dapat
dijelaskan secara mekanis tanpa campur tangan Tuhan atau kekuatan
supernatural lainnya, dan evolusionisme naturalistik, yang menyatakan
bahwa evolusi terjadi secara alami dan tanpa campur tangan Tuhan atau
kekuatan supernatural lainnya. Pandangan evolusionisme idealistik
banyak dianut pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, terutama oleh filsuf
idealis Jerman seperti Schelling dan Hegel, yang mengembangkan
gagasan bahwa evolusi adalah bagian dari proses perkembangan
kesadaran kosmik atau roh universal. Namun, pandangan ini sekarang
sudah tidak lagi diterima secara luas dalam ilmu biologi modern.
e. Evolusionisme Pragmatik
Pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari
hubungan antara bahasa dan konteks penggunaannya dalam situasi
komunikasi. Pragmatik mempelajari bagaimana makna bahasa
dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, dan situasional, serta bagaimana
bahasa digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam komunikasi.
Evolusionisme pragmatik tidak dikenal sebagai konsep dalam ilmu
evolusi atau pragmatik. Namun, pembelajaran pragmatik yang berbasis
dan berorientasi pada hasil-hasil riset dapat membantu dalam memahami
bagaimana bahasa berkembang dan berubah seiring waktu, termasuk
dalam konteks evolusi bahasa.
3. Tokoh Evolusionisme
a. Charles Robert Darwin
Lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809 –
meninggal di Downe, Kent, Inggris, 19 April 1882 pada umur 72 tahun)
adalah seorang naturalis Inggris yang teori revolusionernya meletakkan
landasan bagi teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang
sama (common descent) dengan mengajukan seleksi alam sebagai
mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen integral dari
biologi (ilmu hayat). Ia mengembangkan minatnya dalam sejarah alam

16
ketika ia mula-mula belajar ilmu kedokteran, dan kemudian teologi, di
universitas. Perjalanan lautnya ke seluruh dunia selama lima tahun di atas
kapal HMS Beagle tulisan-tulisannya yang berikutnya menjadikannya
seorang geologis terkemuka dan penulis yang terkenal. Pengamatan
biologisnya membawanya kepada kajian tentang transmutasi spesies dan
ia mengembangkan teorinya tentang seleksi alam pada 1838. Karena
sadar sepenuhnya bahwa orang-orang lain yang mengemukakan gagasan-
gagasan yang dianggap sesat seperti itu mengalami hukuman yang hebat,
ia hanya menyampaikan penelitiannya ini kepada teman-teman
terdekatnya. Namun ia meneruskan penelitiannya dengan menyadari
akan munculnya berbagai keberatan terhadap hasilnya. Namun pada 1858
informasi bahwa Alfred Russel Wallace juga menemukan teori serupa
mendorongnya melakukan penerbitan bersama tentang teori Darwin.
Bukunya On the Origin of Species by Means of Natural Selection,
or The Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life (biasanya
disingkat menjadi The Origin of Species) (1859) merupakan karyanya
yang paling terkenal sampai sekarang. Buku ini menjelaskan evolusi
melalui garis keturunan yang sama sebagai penjelasan ilmiah yang
dominan mengenai keanekaragaman di dalam alam. Darwin diangkat
menjadi Fellow of the Royal Society, melanjutkan penelitiannya, dan
menulis serangkaian buku tentang tanaman dan binatang, termasuk
manusia, dan yang menonjol adalah The Descent of Man, and Selection
in Relation to Sex dan The Expression of the Emotions in Man and
Animals. Bukunya yang terakhir adalah tentang cacing tanah.
Sebagai tanda pengakuan terhadap kehebatan Darwin, ia
dikebumikan di Westminster Abbey, bersama dengan William Herschel
dan Isaac Newton.

17
b. Lammarck
Seorang ahli biologi Perancis, Larmarck turut menyokong teori
Darwin. Larmarck menyokong dengan turut mengemukakan khayalannya
terhadap jerapah yang berasal dari rusa. Akibat memanjangkan lehernya
untuk mencapai dahan-dahan yang lebih tinggi untuk mendapatkan
makanan dari generasi ke generasi menjadikan spesis lain bernama
jerapah.
Melalui teori tersebut Darwin menyatakan bahawa manusia
berkembang dengan asal dari beruk. Ini disebabkan manusia memiliki
sifat-sifat yang ada pada beruk dan perbezaan warna kulit manusia turut
berbeza kerana proses pertukaran itu masih belum berakhir.
Bagaimanapun Darwin sendiri mengakui akan kesukaran teori
evolusi beliau akan mampu menjadi wacana terbaik. Ini dinyatakan
sendiri di dalam sebuah karyanya yang berjudul: "The Origin of Species,
By Means of Natural Selection":1859, di dalam bab "Difficulties of the
Theory." Darwin berharap agar ada penemuan terbaru yang bakal
menyokong teorinya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Idealisme adalah
salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan
kebenaran tertinggi adalah ide. Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad
modern. Terdapat beberapa jenis-jenis Idealisme, yaitu Idealisme Subjektif,
Idealisme Objektif, dan Idealisme Personal (Personalisme).
Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa
filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat
dialami sebagai suatu realita. Terdapat beberapa jenis-jenis Positivisme, yaitu
Positivisme Sosial, Positivisme Evolusioner, dan Positivisme Kritis.
Pengertian evolusi secara harfiah berarti keadaan berkembang atau
tumbuh. Materialisme mencari jawaban semula jadi melalui faktor-faktor material
sepenuhnya. Terdapat beberapa jenis-jenis Evolusionisme, yaitu Evolusionisme
mekanistik, Evolusionisme naturalistik, Evolusionisme Vitalistik atau
Organismik, Evolusionisme Idealistik, Evolusionisme Pragmatik.

B. Saran
Dari beberapa uraian diatas jelas banyak kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah
tempatnya salah dan lupa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Atang, Beni Ahmad Saeban. 2008. Filsafat Umum dari
Metodologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia

Bagus, Lorens. 1997. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Ghafur, Abd. 2007.Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan Mutu KJM UIN

Malang. Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2.

Yogyakarta: Kanisius.

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Petrus, Simon, L.Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual.

Yogyakarta: Kanisius. Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Umum.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ratih Kusuma Ningtias. 2017. Modernisasi Sistem pembelajaran PAI.


Tadrib jurnal pendidikan islam Vol. 3, No.2, Desember 2017 : 221

https://journalfai..unisla.ac.id

Hawi, Akmal.2017. Tantangan Lembaga Pendidikan Islam. Tadrib Jurnal


Pendidikan Agama Islam. Vol. 3, No 1 : 153-154

Bakker, Anton Dr. 1986. Metode-metode filsafat. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Hadi,A. Soedomo.2006. Logika Filsafat Berpikir. Surakarta: Sebelas


Maret University Press.

Praja,Juhayas,prof.Dr. 2003. Aliran-aliran filsafat dan etika. Jakarta :


Pranada Media.

20

Anda mungkin juga menyukai