735-747
Dedy Kuswandi
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Islam Bandung
Email : dkosny868@gmail.com
Abstract - Puskesmas is a basic health service facility in Indonesia. One of the health
services at the Puskesmas is dental and oral health services. The legal relationship
between the dentist and the patient at the Puskesmas is a legal relationship born
based on a therapeutic agreement. However, patients often sue doctors because the
disease was not successfully cured, even though in the therapeutic contract the object
of the agreement is the best effort or effort from the doctor to cure and not cure or not
cure the patient. This writing aims to determine the legal protection for dentists in
providing health services to patients at the Puskesmas. The research method used is
normative juridical descriptive, using secondary data through literature studies and
field studies, which are analyzed qualitatively. The results showed that the legal
protection for dentists in performing health services in Puskesmas is a right granted
by law as long as they have performed their duties in accordance with professional
standards and operational procedure standards.
Budianto, at., al., 2010 : 88). Hubungan Procedure (SOP) pelayanan kesehatan
antara dokter dengan pasien yang untuk mewujudkan masyarakat Sarijadi
didasarkan atas perjanjian atau transaksi yang sehat dan mandiri tahun 2020. Dalam
terapeutik, yaitu perjanjian dimana dokter pelayanannya, Puskesmas Sarijadi hanya
berusaha semaksimal mungkin melayani pemeriksaan kesehatan Rawat
menyembuhkan pasien (Syahrul Jalan dan tidak melayani Rawat Inap.
Machmud, 2008 : 44). Salah satu pelayanan kesehatan yang
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor tersedia yaitu pelayanan kesehatan rawat
75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan jalan gigi dan mulut.
Masyarakat telah menetapkan berbagai Berdasarkan hasil penelitian,
standar dan pedoman yang terkait dengan permasalahan yang terjadi di Puskesmas
pelayanan kesehatan pada suatu Sarijadi adalah sumber daya manusia yang
Puskesmas sebagai acuan untuk dapat sangat terbatas, penempatan tenaga dokter
memberikan pelayanan kesehatan yang yang tidak merata oleh pemerintah serta
optimal kepada masyarakat. Namun dalam masih belum lengkapnya sarana dan
prakteknya, masih terdapat Puskemas yang prasana lainnya seperti peralatan dan
belum memenuhi ketentuan-ketentuan perlengkapan di poli gigi yang belum
yang ditetapkan dalam Permenkes memenuhi standar yang ditetapkan.
Puskesmas tersebut, salah satunya yaitu Dengan adanya program BPJS, pasien
Puskesmas Sarijadi di Kota Bandung. yang banyak tidak akan memberikan
Puskesmas Sarijadi, secara struktural pelayanan yang optimal apabila tidak
berada di bawah Unit Pelayanan Terpadu didukung oleh ketersediaan tenaga yang
(UPT) Puskesmas Sukarasa sebagai memadai, sementara Puskesmas dituntut
Puskesmas jejaring hingga bulan Januari untuk melakukan pelayanan secara optimal
tahun 2018. Pada tanggal 6 Februari 2018 karena Puskesmas dianggap sudah
berdasarkan penetapan Surat Keputusan mendapatkan kapitasi, begitu pula apabila
Wali Kota Bandung Nomor 199 Tahun jumlah pasien banyak sementara
2018, berubah statusnya menjadi UPT ketersediaan tenaga kesehatan terbatas
Puskesmas Sarijadi. Puskesmas Sarijadi akan berdampak kepada kesehatan
adalah salah satu Puskesmas perkotaan dokternya sebagaimana secara etika
dengan pelayanan kesehatan bermutu yang profesi dokter perlu menjaga kesehatannya
memenuhi atau melebihi harapan karena demi keselamatan pasien.
pelanggan serta memberikan pelayanan Disisi lain, seringkali terdengar
yang sesuai dengan Standart Operating pasien menuntut dokter karena
kesehatan dirinya dalam bekerja tidak lege atis jika tindakan tersebut telah
terkecuali dokter gigi di Puskesmas. dilakukan sesuai dengan standar profesi
Keharusan dokter atau dokter gigi dokter, yaitu :
dalam memberikan pelayanan kesehatan “Suatu tindakan medis seorang
sesuai dengan standar-standar diatas lebih dokter, sesuai dengan standar
ditekankan lagi dengan adanya sanksi bagi profesi kedokteran jika dilakukan
dokter atau dokter gigi yang tidak secara teliti sesuai ukuran medis,
melaksanakan tugasnya sesuai dengan sebagai seorang dokter yang
standar-standar yang telah ditetapkan memiliki kemampuan rata-rata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dibandingkan dengan dokter dari
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 kategori keahlian medis yang sama
tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 82 dengan sarana upaya yang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 memenuhi perbandingan yang wajar
tentang Tenaga Kesehatan. (proporsional) dibandingkan dengan
Dengan demikian, pada dasarnya tujuan konkret tindakan medis
perlindungan hukum terhadap seorang tersebut.”
dokter atau dokter gigi lahir apabila
pelaksanaan tugas pelayanan kesehatan Berdasarkan rumusan diatas,
yang dilakukan oleh dokter atau dokter terdapat 5 (lima) unsur standar profesi
gigi telah sesuai dengan standar profesi medik, yaitu (Endang Kusuma Astuti,
dan standar operasional yang ada. 2009 : 30-31):
Sehingga dengan adanya pelaksanaan 1) Tindakan yang teliti, berhati-hati.
tugas sesuai dengan standar profesi dan 2) Sesuai ukuran medis. Ukuran medis
standar pelayanan operasional yang ditentukan oleh ilmu pengetahuan
dilakukannya berarti telah dipenuhi medis. Ukuran medis diartikan sebagai
kewajibannya sebagaimana yang suatu cara perbuatan medis tertentu
diamanatkan undang-undang dan berhak dalam suatu kasus yang konkret
atas perlindungan hukum yang diberikan menurut suatu ukuran yang didasarkan
kepadanya. pada ilmu medis dan pengalaman
Standar profesi adalah pedoman dalam bidang medis.
yang harus dipergunakan sebagai petunjuk 3) Sesuai dengan seorang dokter yang
dalam menjalankan profesi secara baik dan memiliki kemampuan rata-rata
benar (Endang Kusuma Astuti, 2009 : 28). dibandingkan dengan dokter dari
Menurut Leenen, tindakan medis disebut kategori keahlian medis yang sama.
sangat penting terutama terhadap merupakan hak pasien yang diatur dalam
penanganan yang mengandung resiko undang-undang.
medis. Yang dikategorikan dengan resiko Pada hubungan hukum dokter gigi
medis, yaitu dokter telah melakukan dan pasien dalam suatu transaksi
tugasnya sesuai dengan standar profesi terapeutik, pertanggung jawaban seorang
atau standar prosedur operasional (SOP) dokter gigi atas kerugian yang dialami
dan/atau standar pelayanan medik yang pasien didasarkan atas adanya perjanjian
baik sebagaimana di amanatkan oleh atau contractual liability dengan
undang-undang. Untuk kategori resiko menggunakan tanggung jawab perdata
medis ini, dokter tidak bisa langsung secara langsung (strict liability) dari dokter
disalahkan karena apa yang dilakukan gigi terhadap kerugian yang dialami pasien
sudah sesuai dengan standar profesi dan atas jasa yang diterimanya. Penerapan
standar prosedur operasional yang ada dan tanggung jawab ini didasarkan atas adanya
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter perjanjian terapeutik dimana prestasi yang
gigi telah dijelaskan secara keseluruhan harus dilakukan oleh seorang dokter dalam
berikut dengan resiko yang ada dan pasien transaksi terapeutik tidaklah dapat diukur
telah menyetujuinya. atau merupakan perjanjian ikhtisar
Akan tetapi, dalam hal timbul (inspanning verbintenis) (Heru P. Sanusi,
kerugian yang dialami pasien atas tindakan 2006 : 66-68)
medis yang dilakukan oleh dokter gigi, Dihubungkan dengan sistem
meskipun dalam pelaksanaan pelayanan pembuktian dalam hal terjadinya kerugian
kesehatan yang dilakukan seorang dokter yang di klaim oleh pasien yang didasarkan
gigi telah sesuai sebagaimana dimaksud adanya perjanjian terapeutik (presumption
Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) of liability), berdasarkan prinsip tanggung
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 jawab dalam ilmu hukum tersebut bahwa
tentang Kesehatan, juga Pasal 50 Undang- dokter atau dokter gigi dianggap bersalah
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang atas kerugian yang timbul dari
Praktik Kedoteran juncto Pasal 66 ayat (1) perbuatannya sampai ia dapat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 membuktikan bahwa kerugian yang timbul
tentang Tenaga Kesehatan. Pada dasarnya bukan akibat dari kesalahan atau kelalaian
dokter gigi dianggap bertanggung jawab yang dilakukannya (E. Suherman, 2000 :
untuk mengganti kerugian terhadap pasien 190) dalam pelayanan kesehatan
atas kerugian tersebut sebagaimana hal itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (1) UU Kesehatan. Adapun dasar-
dasar peniadaan hukuman seorang dokter telah melakukan tugasnya sesuai dengan
atau dokter gigi atas kerugian yang dialami standar profesi dan standar prosedur
pasien adalah resiko dalam pengobatan, operasional sebagaimana yang diatur
kecelakaan, kekeliruan dalam penilaian dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
klinis, volenti non fit iniura dan 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang
contributory negligence (Danny Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Wiradharma, 2002 : 107) Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36
Dengan demikian pelaksanaan tugas Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
dokter gigi sesuai dengan standar profesi dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
dan standar prosedur operasional yang Republik Indonesia 75 Tahun 2014 tentang
didukung dengan adanya informed consent Puskesmas. Standar profesi dan standar
dan rekam medik sangat penting dalam prosedur operasional yang wajib
memberikan perlindungan hukum bagi diterapkan dokter gigi dalam melakukan
dokter gigi. Oleh karena hal tersebut pelayanan kesehatan di Puskesmas
merupakan kewajiban sebagaimana yang diantaranya yaitu kewajiban atas informed
telah ditentukan undang-undang untuk consent dan rekam medik dalam
dapat menuntut haknya dalam memperoleh melakukan suatu tindakan medis.
perlindungan hukum apabila terjadi
perselisihan atau sengketa dikemudian hari Daftar Pustaka
atau menghadapi adanya tuntutan dari Agus Budianto, at., al., Aspek Jasa
Pelayanan Kesehatan Dalam
pasien atas tindakan medis yang dilakukan
Perspektif Perlindungan Pasien,
oleh dokter gigi dalam hal pemberian Karya Putra Darwati, Bandung,
layanan kesehatan di sarana kesehatan 2010.