Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita
sebut sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran,
fisika, matematika, politik, budaya, bahasa, sastra dan lain sebagainya, umat
manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa
yang mereka lihat. Dan jawaban dari pertanyaann itulah yang nanti akan disebut
sebagai sebuah jawaban yang bersifat filsafat.
Ilmu pengetahuan yang diyakini sebagai sebuah kebenaran tentunya
memiliki berbagai filosofis yang melatarbelakanginya. Namun bagi siapapun yang
berkecimpung dalam dunia ilmu pengetahuan yang sudah spesifik tentunya tidak
terlalu memikirkan bagaimana ilmu pengetahuan tersebut secara tinjauan
filsafatnya. Hal tersebut tentunya akan membuat siapapun yang meyakini
kebenaran setiap ilmu pengetahuan akan kehilangan makna akan ilmu
pengetahuan tersebut. Kehilangan makna akan ilmu pengetahuan berarti akan
kehilangan nilai, arah serta tujuan dari ilmu pengetahuan tersebut diciptakan.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin
bagi manusia . Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang
sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan
latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun.
Filsafat yang kita pelajari pada zaman ini telah menjalani atau melewati berbagai
zaman. Antara lain zaman Kuno, zaman Yunani, zaman pertengahan, zaman
renaissance, zaman modern dan zaman kontemporer. Dari beberapa zaman yang
dilewati oleh filsafat, dapat diketahui bahwa filsafat ada sejak manusia ada, dan
filsafat akan tetap ada jika manusia ada. Secara teoritis perkembangan ilmu
2

pengetahuan selalu mengacu kepada peradaban Yunani. Hal ini didukung oleh
beberapa faktor, di antaranya adalah mitologi bangsa Yunani, kesusastraan
Yunani, dan pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu yang sudah sampai di
timur kuno. Terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan di setiap periode ini
dikarenakan pola pikir manusia yang mengalami perubahan dari mitos-mitos
menjadi lebih rasional.1 Manusia menjadi lebih proaktif dan kreatif menjadikan
alam sebagai objek penelitian dan pengkajian sehingga manusia mulai mencpba
berfikir ilmiah. Pada hakikatnya kelahiran cara berpikir ilmiah itu merupakan
suatu revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan. Pada awalnya pola pikir
manusia mengandalkan gagasan- gagasan magi dan mitologi (mitos) yang tdak
rasional dan bersifat gaib. Untuk lebih jelasnya definisi mitos atau mistik yaitu:
keyakinan, dorongan atas kekuatan sesuatu yang sulit diukur di luar kemampaun
diri manusia dan atau sikap pandang sakralitas yang menamfikan realitas.2

B. Rumusan Masalah

Melalui paparan diatas, maka disini penulis mencoba untuk memaparkan


beberapa rumusan masalah:

 Bagaimanakah lahirnya pengetahuan dan ilmu pengetahuan secara


tinjauan sejarah?
 Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa
secara tinjauan sejarah?
C. Tujuan

Melalui rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui
tulisan ini antara lain:

 Memahami sejarah lahirnya pengetahuan dan ilmu pengetahuan


melalui tinjauan sejarahnya.

1
George J. Mouly, Perkembangan Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakekat Ilmu (Jakarta: Gramedia, 1991), 87
2
Cecep Sumarna, Fisafat Ilmu (Bandung: Mulia Press, 2008)
3

 Memahami perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa


melalui tinjauan sejarahnya.
D. Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan sebagaimana dijelaskan diatas,
maka manfaat dari penulisan makalah ini antara lain:
 Sebagai bekal untuk lebih mendalami dan mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan, dimana filsafat sebagai salah satu
pendekatannya.
 Sebagai sedikit sumbangsih untuk pengembangan berbagai
ilmu pengetahuan, dimana filsafat sebagai salah satu pedekatan.
 Sebagai wawasan dan pengetahuan untuk masyarakat,
khususnya bagi yang memiliki minat terhadap bidang filsafat.
4

BAB II

Pengertian Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan

A. Hakekat Pengetahuan

Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki
pengetahuan. Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris
yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam penjelasan lain,
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Melalui dua
pengertian di atas, dapatlah dipahami secara sederhana bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari proses mencari
tahu.3 Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban manusia,
karena melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban manusia
berkembang yang kemudian seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan ontologi,
epistemologi dan aksiologinya.4

Berdasarkan tahapan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh August


Comte, dapatlah dipahami bahwa pengetahuan manusia pada mulanya didasari
dengan suatu sikap pasif terhadap alam semesta. Sehingga yang muncul adalah
kepatuhan terhadap alam semesta dengan cara memujanya agar kebaikan-
kebaikanlah yang didapatkan dari alam. Hal ini dapat diketahui melalui adat-
istiadat beberapa masyarakat kita yang masih mengadakan ritual tertentu sebagai
bentuk penghormatan terhadap alam. Secara sederhana masyarakat memandang
lingkungan sekitarnya penuh dengan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan,
maka sistem pengetahuannya menyatakan bahwa semua itu adalah karunia sesuatu
yang tidak tampak. Akhirnya kekompleksitasan yang ada pada alam semesta
menjadikan manusia pada zaman dahulu mencoba menafsirkan alam semesta

3
Burhanudin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 5
4
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebagai Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009), 104-105
5

dengan mengkaitkannya pada wujud dan sifat-sifat manusia. Kemudian


termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa.5 Karena pada dasarnya, setiap
suku bangsa umumnya mempunyai cerita mitos yang merupakan hasil pemikiran
masyarakat. Mitos mengandung unsur-unsur simbolik yang mempunyai arti dan
pesan bagi hubungan sosial maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.

Selanjutnya, di tahap akhir manusia menafsirkan alam berdasarkan ilmu


pengetahuan seperti sekarang ini. Manusia mencoba menafsirkan mengapa musim
kemarau itu dapat terjadi dan pada dewasa ini cenderung tidak dapat
terprediksikan. Sehingga seharusnya mereka dapat memanen hasil pertanian
namun terkadang gagal panen karena kekeringan yang melanda. Pada tahap
selanjutnya inilah, manusia mulai mengenal ilmu pengetahuan maka untuk
menafsirkan fenomena alam yang tidak terprediksikan tersebut mulailah manusia
meninjaunya secara lebih objektif atau berdasarkan kondisi alam itu sendiri.

B. Hakekat Ilmu Pengetahuan

Pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari


pengetahuan. Sehingga dapat dipahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu.
Lebih tepatnya ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Kata ilmu merupakan
terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologis berasal dari kata latin
“scinre”, artinya “to know”. Namun, pengertian science ini sering salah diartikan,
dan direduksi berkaitan dengan ilmu alam semata padahal tidak demikian. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Pendapat lain menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang
mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh
tanggung jawab dan kesungguhannya.6 Melalui pendapat tersebut dipahami bahwa
ilmu merupakan pengembangan dari pengetahuan yang memiliki aturan tertentu
dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan dengan penafsiran suatu hal yang
pada umumnya

5
Ibid
6
Ibid, 35
6

berlaku secara umum. “Science is the system of man’s knowledge on nature,


society and thought. It reflect the world in concepts, categories and law, the
correctness and truth of which are verified by practical experience”7, Demikian
pernyataan Afanasyef seorang ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia. Melalui
penjabaran yang telah dikemukakan maka dapatlah dipahami bahwa ilmu
pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/
lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan
yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-
sebab hal atau kejadian itu.8

Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka ilmu menunjukan


perkembangan pengetahuan manusia yang telah tersusun secara lebih terstruktur
dan dapat diuji kebenarannya oleh semua orang. Pada akhirnya alam semesta
dapat diterjemahkan oleh manusia menggunakan cara-cara yang lebih sesuai
dengan dinamika alam apa adanya. Berdasarkan kajian-kajian yang ada, maka
dapat disimpulkan bahwa ilmu sebagai bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri
yang membedakannya dari pengetahuan lain, yaitu: logis, sistematis, universal
dan empiris. Logis menunjukan bahwa ilmu dapat dijangkau dan diterima oleh
nalar manusia. Karena sifatnya dapat teramati oleh indera manusia atau dapat
dijangkau oleh alat-alat yang mampu membantu indera manusia dalam
menafsirkan gejala alam. Sistematis menunjukkan pada sebuah hal yang runut,
memiliki tahapan- tahapan yang jelas dalam memahaminya. Universal, bersifat
menyeluruh yang berarti ilmu pengetahuan berlaku secara umum. Sedangkan
empiris menunjukan bahwa semua orang dapat mengalami ilmu pengetahuan itu
atau dapat mengembangkan ilmu tersebut.

Ilmu merupakan hasil dari peradaban manusia yang semata-mata


membantu memudahkan pekerjaan manusia. Dalam hal ini pekerjaan manusia
bukan hanya aspek praktis semata melainkan ilmu berhasil menerjemahkan alam
semesta yang berlaku secara umum. Sehingga setiap orang dapat memahami
gejala-gejala alam

7
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat (Jakarta: Bumi aksara, 2003), 10
8
Ibid, 14
7

secara serentak dan ilmu itu juga dapat digunakan oleh semua orang tanpa batas
apapun.9

Secara ontologis, ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada
dalam lingkup pengalaman manusia10. Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu
dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari manusia,
serta digunakan untuk menawarkan kemudahan pada kehidupan manusia. Melalui
hal tersebut dapatlah dipahami bahwa ilmu berbatas pada sesuatu yang dialami
manusia, karena pengetahuan yang belum dialami manusia berupaya dijelaskan
oleh pengetahuan lain, seperti halnya agama

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menghasilkan banyak hal


dalam peradaban manusia. Kemudian secara teoritik, manusia dengan akal
budinya pasti dapat mencapai ilmu pengetahan. Immanual Kant dalam sistemnya
memberi keterangan tentang kemampuan budi mencapai pengetahuan: ia
mengatakan sampai dimana kemampuan budi itu.Dengan terang dijelaskan oleh
Imanual Kant, bahwa dengan budi murni orang tak mungkin mengenal apa yang
ada diluar pengalaman, karena pengetahuan budi itu selalu mulai dengan
pengalaman: metafisika murni tak mungkin.11

9
Ibid, 56
10
Ibid, 105
11
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), 114
8

BAB III

Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

A. Pendekatan Yang Digunakan: Filsafat Ibnu Khaldun


Sebelum berbicara lebih jauh mengenai sejarah dan perkembangan ilmu

pengetahuan, maka disini perlu dijelaskan mengenai pendekatan yang digunakan,

utamanya dari sisi historiografi. Pendekatan ini nantinya digunakan untuk melihat

Ketika dunia Barat belum memiliki pemikir di bidang sejarah dan sosiologi, dan

dunia Islam masih terkungkung dengan pemahaman profane bahwa kenyataan

hidup dan kehidupan manusia adalah kehendak Tuhan semata, Ibnu Khaldun

muncul dengan pemikiran-pemikiran yang sangat original dan baru tentang

sejarah manusia. Menurut dia, sejarah tidak hanya diungkap secara faktual tetapi

yang lebih penting adalah hukum kausalitas sejarah itu sendiri harus diungkapkan.

Sebuah peristiwa sejarah harus dilihat dari berbagai aspek, baik itu aspek

ekonomi, politik, sosial, agama, dan lain sebagainya.

Filsafat sejarah menurut pemikiran Ibnu Khaldun adalah tinjauan terhadap

peristiwa-peristiwa historis secara filosofis untuk mengetahui faktor-faktor

esensial yang mengendalikan perjalanan peristiwa-peristiwa historis itu, untuk

kemudian mengiktisarkan hukum-hukum yang tetap, yang mengarahkan

perkembangan berbagai bangsa dan negara dalam berbagai masa dan generasi.12

Dalam meneliti sejarah, Ibnu Khaldun mempunyai keistimewaan

dibandingkan dengan ahli sejarah lainnya. Dia mampu menegakkan kembali

Abdurrahman Kasdi, PEMIKIRAN IBNU KHALDUN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI


12

DAN FILSAFAT SEJARAH, jurnal Fikrah, Vol. 2, No. 1, (Juni 2014), 300
9

otoritas kebenaran sejarah melalui pembacaan yang kritis terhadap peristiwa masa

lalu. Dalam Muqaddimah, ia membagi pembahasan tentang sejarah dan peradaban

umat manusia ke dalam empat bagian yang terdiri dari: satu pengantar dan tiga

pokok bahasan.

1. Pertama, pengantar yang menguraikan tentang manfaat besar historiografi

(ilmu sejarah), pengertian tentang segala metode historiografi dan secara

sepintas menyebutkan kesalahan para sejarawan.

2. pembahasan kedua yang menguraikan tentang peradaban (‘umran) dan ciri-

cirinya yang hakiki. Ciri tersebut mencakup: kekuasaan, pemerintahan, mata

pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan

segala bentuknya.

3. Ketiga, pembahasan kedua yang menguraikan sejarah, generasi, dan negara

sejak terciptanya alam hingga kini. Dalam pokok bahasan ini juga

mengandung ulasan sekilas tentang bangsa- bangsa terkenal dan negara-

negara yang sezaman dengan mereka. Seperti: bangsa Nabti, Siryani,

Persia, Israel, Qibti, Yunani, Rumawi, Turki dan Eropa.

4. Keempat, pembahasan ketiga menguraikan sejarah bangsa Barbar dan

Zanathah, yang merupakan bagian dari mereka, khususnya kerajaan dan

negara-negara Maghribi.13

B. Pra Yunani Dan (7 SM) Yunani Kuno (7 SM – 6 M)

Ilmu pengetahuan masa pra yunanai atau masa purba mencakup kurun waktu
selama empat juta tahun sampai kira-kira 20.000 atau 10.000 tahun sebelum

13
Ibid, 301
1

masehi.14 Zaman merupakan zaman ketika manusia belum mengenal peralatan


seperti yang kita pakai sekarang, namun masih menggunakan batu sebagai
peralatan. Adapun sisa peradaban manusia yang ditemukan pada zaman ini antara
lain: peralatan dari batu, tulang belulang hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-
gambar di gua-gua, tempat-tempat penguburan dan tulang belulang manusia
purba.

Pada zaman ini ditemukan pula alat-alat yang mirip satu sama lain, misalnya
kapak sebagai alat pemotong dan pembelah, alat dari tulang yang menyerupai
jarum untuk menjahit, dan lain-lain. Benda-benda tersebut terus mengalami
perbaikan dan kemajuan dalam proses trial and error dan uji coba yang dilakukan
manusia yang memakan waktu lama. Antara abad XV sampai VI SM, manusia
telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk membuat peralatan-peralatan..15

Salah satu ciri pada zaman ini adalah warisan pengetahuan berdasarkan
know how yang dilandasi pengalaman empiris. Pada masa ini kemampuan
berhitung ditempuh dengan cara one to one corespondency atau map process, hal
ini menyerupai anak-anak yang belajar berhitung dengan jari-jarinya. Selain itu
manusia sudah mulai memperhatikan alam sebagai suatu proses alam sehingga
lama-kelamaan mereka menemukan hal-hal yang berkaitan dengan astronomi.
Zaman pra-Yunani Kuno ini ditandai oleh lima kemampuan sebagai berikut:

 Know How dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman;


 Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman pengalaman itu dapat diterima
sebagai fakta dengan sikap receptive mind
 Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam;
 Kemampuan menulis, berhitung dan menyusun kalender berdasarkan
sintesa;
 Kemampuan meramalkan suatu peristiwa berdasarkan peristiwa
sebelumnya.

14
Conny R. Semiawan, Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu (Bandung: Remadja Karya, 1988), 3
15 15
H.Hendi Suhendi, Filasfat Umum (Bandung: Pustaka setia, 2008), 45
1

Secara umum dapat dinyatakan bahwa, pengetahuan pada zaman purba


ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu :

 Pengetahuan berdasarkan pengalaman (Empirical Knowledge)


 Pengetahuan berdasarkan pengalaman yang diterima sesuai fakta dengan
sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut,
maka keterangan tersebut bersifat mistis, magis dan religious.
 Kemampuan menemukan abjad dan system bilangan alam, sudah
menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
 Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sistesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
 Kemampuan meramalkan peristiwa – peristiwa fisis atas dasar peristiwa –
peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan
gerhana matahari.16
Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki
peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang
merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang
sederhana sudah berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni
dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat
berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi
setelahnya. Filosof Yunani ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu
yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Periode Yunani Kuno ini lazim disebut
periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada perode ini ditandai dengan
munculnya para ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian pemikirannya kepada
apa yang diamati di sekitarnya.17

Filsafat Yunani kuno diawali oleh Thales, yang untungnya bisa dilacak
masa hidupnya berdasarkan fakta bahwa ia pernah meramalkan terjadinya gerhana
matahari, yang menurut para astronom terjadi pada tahun 585 M. Filsafat dan
ilmu pengetahuan yang semula tidak terpisah dengan demikian lahir bersama di
awal

16
Rizal Muntasyir-Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2008), 127
17
Asmoro Achamadi, Filsafat Umum, 30
1

abad ke-6 SM.18 Thales mengira bahwa air menjadi sumber semua yang ada,
sedangkan Anaximenes mengatakan bahwa sumber tersebut ialah udara, sedang
menurut Aximander Chaos (apeiron, yaitu zat yang tidak terhingga dan tidak
berkeputusan).19

Menurut Bertrand Russel, diantara semua sejarah, tak ada yang begitu
mencengangkan atau begitu sulit diterangkan selain lahirnya peradaban di Yunani
secara mendadak. Memang banyak unsur peradaban yang telah ada ribuan tahun
di Mesir dan Mesopotamia. Namun unsur-unsur tertentu belum utuh sampai
kemudian bangsa Yunanilah yang menyempurnakannya.20 Seiring dengan
berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa
Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang pada generasi-
generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu
yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan
filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat
manusia.21 Zaman ini berlangsung dari abad 6 SM sampai dengan sekitar abad 6
M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang
menyelidiki sesuatu secara kritis), dan tidak menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima segitu saja). Sehingga
pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur. Yunani mencapai puncak
kejayaannya atau zaman keemasannya.22

Secara ringkas, filosof dan ilmuwan yang muncul pada masa ini adalah:

1. Thales (624-545 SM).


Kurang lebih enam ratus tahun sebelum Nabi Isa (Yesus) terlahir, muncul
sosok pertama dari Tridente Miletus yaitu Thales yang menggebrak cara berfikir

18 18
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat terj. Sigit Jatmiko, Agung Parmono (Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2007), 4
19
A. Hanafi, Ikhitas Sejarah Filsafat Barat (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1981), 13
20
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari
Zaman Kuno Hingga Sekarang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 3-4.
21
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 22
22
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), 82-83.
1

mitologis masyarakat Yunani dalam menjelaskan segala sesuatu. Sebagai


Saudagar-Filosof, Thales amat gemar melakukan rihlah. Ia bahkan pernah
melakukan lawatan ke Mesir. Thales adalah filsuf pertama sebelum masa
Socrates. Menurutnya zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah air.
Pada masanya, ia menjadi filsuf yang mempertanyakan isi dasar alam.23
2. Pythagoras (580 SM–500 SM)
Pythagoras lahir di Samos (daerah Ioni), tetapi kemudian berada di Kroton
(Italia Selatan). Ia adalah seorang matematikawan dan filsufYunani yang paling
dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai Bapak Bilangan, dan salah satu
peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang
menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama
dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta
di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun
teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia yang pertama kali
membuktikan pengamatan ini secara matematis. Selain itu, Pythagoras berhasil
membuat lembaga pendidikan yang disebut Pythagoras Society. Selain itu, dalam
ilmu ukur dan aritmatika ia berhasil menyumbang teori tentang bilangan,
pembentukan benda, dan menemukan hubungan antara nada dengan panjang
dawai.24
3. Socrates (469 SM-399 SM)

Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli
filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah
yang mengajar Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles.
sumbangsih Socrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode
penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan
untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Socrates dikenal sebagai
bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara
umum.25Periode

23
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Aristoteles (Jakarta: Erlangga, 2001)
24
Harun Hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Kanisius, 1980), 19
25
W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad
Pertengahan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 60-61.
1

setelah Socrates ini disebut dengan zaman keemasan kelimuan bangsa Yunani,
karena pada zaman ini kajian-kajian kelimuan yang muncul adalah perpaduan
antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol
adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid Socrates.26

4. Plato (427 SM-347 SM)

Ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling
terkenal ialah Republik (Politeia) di mana ia menguraikan garis besar
pandangannya pada keadaan ideal. Selain itu, ia juga menulis tentang Hukum dan
banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Sumbangsih Plato yang
terpenting tentu saja adalah ilmunya mengenai ide. Dunia fana ini tiada lain
hanyalah refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Di dunia ideal semuanya
sangat sempurna. Plato, yang hidup di awal abad ke-4 S.M., adalah seorang filsuf
earliest (paling tua) yang tulisan-tulisannya masih menghiasi dunia akademisi
hingga saat ini. Karyanya Timaeus merupakan karya yang sangat berpengaruh di
zaman sebelumnya; dalam karya ini ia membuat garis besar suatu kosmogoni
yang meliputi teori musik yang ditinjau dari sudut perimbangan dan teori-teori
fisika dan fisiologi yang diterima pada saat itu.27

5. Aristoteles (384 SM- 322 SM)

Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari
Alexander yang Agung. Ia memberikan kontribusi di bidang Metafisika, Fisika,
Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, dan Ilmu Alam. Di bidang ilmu alam, ia
merupakan orang pertama yang mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-
spesies biologi secara sistematis. Sementara itu, di bidang politik, Aristoteles
percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk demokrasi
dan monarki. Dari kontribusinya, yang paling penting adalah masalah logika dan
Teologi (Metafisika). Logika Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif
(deductive reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai
dasar dari setiap pelajaran

26
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 30
27
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), 10
1

tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian ilmiahnya ia


menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking). Logika yang digunakan untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan
yang dikemukakan oleh Aristoteles didasarkan pada susunan pikir. Masa
keemasan kelimuan bangsa Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322 SM).
Ia berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang
dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika.
Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme
(syllogisme).28

Selain nama-nama di atas, masih ada filosof-filosof seperti Anaximander


(610 SM-546 SM) dengan diktum falsafinya bahwa permulaan yang pertama,
tidaklah bisa ditentukan (Apeiron), karena tidaklah memiliki sifat-sifat zat yang
ada sekarang. Anaximenes yang hidup pada abad ke 6 SM., masih satu generasi
dengan Anaximander, ia berpendapat bahwa zat yang awal ada adalah udara. Ia
menganggap bahwa semuanya di alam semesta dirasuki dengan udara.
Demokreitos (460-370 SM), ia mengembangkan teori mengenai atom sebagai
dasar materi, sehingga ia dikenal sebagai “Bapak Atom Pertama”. Empedokles
(484-424 SM) adalah seorang filsuf Yunani berpendapat bahwa materi terdiri atas
empat unsur dasar yang ia sebut sebagai akar, yaitu air, tanah, udara, dan api.
Selain itu, ia menambahkan satu unsur lagi yang ia sebut cinta (philia). Hal ini
dilakukannya untuk menerangkan adanya keterikatan dari satu unsur ke unsur
lainnya. Empedokles juga dikenal sebagai peletak dasar ilmu-ilmu fisika dan
biologi pada abad 4 dan 3 SM. Dan juga Archimedes, (sekitar 287-212 SM) ia
adalah seorang ahli matematika, astronom, filsuf, fisikawan, dan insinyur
berbangsa Yunani. Archimedes dianggap sebagai salah satu matematikawan
terbesar sepanjang masa, hal ini didasarkan pada temuannya berupa prinsip
matematis tuas, sistem katrol (yang didemonstrasikannya dengan menarik sebuah
kapal sendirian saja), dan ulir penak, yaitu rancangan model planetarium yang
dapat menunjukkan gerak matahari, bulan, planet-planet, dan kemungkinan
konstelasi di langit. Dari karya- karyanya yang bersifat eksperimental, ia
kemudian dijuluki sebagai Bapak IPA

28
Ibid, 30
1

Eksperimental. Sebelum masuk periode Islam ada yang menyebut sebagai periode
pertengahan. Zaman ini masih berhubungan dengan zaman sebelumnya. Karena
awal mula zaman ini pada abad 6 M sampai sekitar abad 14 M. Zaman ini disebut
dengan zaman kegelapan (The Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan tampilnya
para Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada
pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas
keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung kepada agama.
Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan.
Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai Anchilla Theologiae
(Pengabdi Agama). Selain itu, yang menjadi ciri khas pada masa ini adalah
dipakainya karya-karya Aristoteles dan kitab suci sebagai pegangan.29

C. Masa Pertengahan (6M – 15M)


Zaman pertengahan merupakan suatu kurun waktu yang ada hubungannya
dengan sejarah bangsa-bangsa yang ada di benua Eropa. Pengertian umum tentang
zaman pertengahan yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan ialah
suatu periode panjang yang dimulai dari jatuhnya kekaisaran romawi barat 467M
hingga timbulnya Renaissance di Italia. Zaman pertengahan ditandai dengan
pengaruh yang cukup besar dari Agama Katolik terhadap kekaisaran dan
perkembangan kebudayaan pada masa itu. Pada masa ini yang tampil dalam
lapangan ilmu pengetahuan adalah para teolog, sehingga aktifitas ilmiah terkait
dengan aktifitas keagamaan. Filsafat abad pertengahan lahirnya agama sebagai
kekuatan baru. Banyak filsuf yang lahir dari latar belakang rohaniwan. Dengan
lahirnya agama-agama sebagai kekuatan baru, wahyu menjadi otoritas dalam.
menentukan kebenaran. Sejak gereja (agama) mendominasi, peranan akal (filsafat)
menjadi sangat kecil. Karena, gereja telah membelokkan kreatifitas akal dan
mengurangi kemampuannya. Pada saat itu, pendidikan diserahkan pada tokoh-
tokoh gereja yang dikenal dengan “The Scholastics”, sehingga periode ini disebut
dengan masa skolastik. Para filosof aliran skolastik menerima doktrin gereja

Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi
29

Aksara, 2007), 85
1

sebagai dasar pandangan filosofisnya. Mereka berupaya memberikan pembenaran


apa yang telah diterima dari gereja secara rasional. Di antara filosof skolastik yang
terkenal adalah Augustinus (354-430). Menurutnya, dibalik keteraturan dan
ketertiban alam semesta ini pasti ada yang mengendalikan, yaitu Tuhan.
Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran berpangkal pada aksioma
bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Tuhan dari yang tidak ada (creatioex nihilo).
Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang terpenting adalah
cinta pada Tuhan. Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan
Santo Anselmus (1033–1109), yaitu credo utintelligam (saya percaya agar saya
paham). Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang lebih
mendahulukan pengertian dari pada iman.

Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan (The Dark Ages). Zaman ini
ditandai dengan tampilnya pada Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga
para ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu
pula dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau
mendukung kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat
dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan
sebagai “Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama)”. Selain itu, yang menjadi ciri
khas pada masa ini adalah dipakainya karya-karya Aristoteles dan Kitab Suci
sebagai pegangan.

Ketika Bangsa Eropa mangalami masa kegelapan, kebangkitan justru


menjadi milik Islam. Hal ini dimulai dari munculnya Nabi Muhammad SAW pada
abad ke- 6 M, perluasan wilayah, pembinaan hukum serta penerjemahan filsafat
Yunani, dan kemajuan ilmu pengetahuan Islam pada abad ke-7 M sampai abad ke-
12 M. Pada masa ini Islam mandapatkan masa keemasannya (Golden Age).

Keilmuan Islam zaman Islam klasik (650-1250 M). Keilmuan ini


dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti
yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi
yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota
pusat peradaban
1

Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur


(Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).30 Sedangkan W. Montgomery Watt
menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh
orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani
dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di
Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan
kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad.31 Sekitar abad ke 6-7 Masehi
obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di pangkuan perdaban Islam. Dalam
lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti: Al-H} āwī karya al-
Rāzī (850-923) merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan
ilmu kedokteran sampai masanya. 32
Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu
kedokteran dengan judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku
kedokteran (al-Qonun) yang menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Al-
Khawarizmi (Algorismus atau Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada tahun
825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis
perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara
desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu Rushd (1126-1198)
seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karyakarya Aristoteles. Al
Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu
untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia.

Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni


logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau
Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w.
1138 M), Ibn Tufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes
(w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan
ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari
sumber-

30
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, 1998), 7
31
W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad
Pertengahan, 44-45.
32
Lenn E. Goodman, “Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat
Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (Bandung: Mizan, 2003), 243-265.
1

sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan
dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat
dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia
tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan
asing.33

D. Masa Renaisans Dan Modern


Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung
atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan
era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti
bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme,
sekulerisme, empirisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat
dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat
humanisme.
Pada babak awal munculnya sejarah peradaban modern, ditandai dengan
pemisahan filsafat dengan teologi,atau lebih tepat, pemisahan filsafat dengan
seluruh unsur-unsur intelektual dalam agama. 34
Kemudian Immanual kant juga
telah menginggalkan filsafat yang penting sekali dalam bukunya yang dinamakan
Critic of Practical Reason. Sebagai akibatnya, argumen moril merupakan suatu
argumen yang penting dalam filsafat agama, sejak kant hidup. 35
Pengaruh ilmu
pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu
menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa
pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah
melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan
kembali ke dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri
Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-
gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali
kebudayaan

33
Felix Klein-Franke, “Al-Kindī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed
Hossein Nasr dan Oliver Leaman (Bandung: Mizan, 2003), 209-210
34
Agus Purwadi, Teologi Filsafat Sains (Malang: UMM Press, 2002), 16
35
David Trueblood, Pholosophy Of Religion (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 60
2

Yunani klasik (renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M,
dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.36
E. Masa Kontemporer

Zaman ini bermula dari abad 20 M dan masih berlangsung hingga saat ini.
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih, dan spesialisasi
ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika
menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf.
Sebagian besar aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan
mutakhir di abad 20.

Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah
fisikawan. Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini.
Fisikawan yang paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia lahir
pada tanggal 14 Maret 1879 dan meninggal pada tanggal 18 April 1955 (umur 76
tahun). Alberth Einstein adalah seorang ilmuwan fisika. Dia mengemukakan teori
relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum,
mekanika statistik, dan kosmologi.37

Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk
penjelasannya tentang efek fotoelektrik dan “pengabdiannya bagi Fisika Teoretis”.
Karyanya yang lain berupa gerak Brownian, efek fotolistrik, dan rumus Einstein
yang paling dikenal adalah E=mc². Di artikel pertamanya di tahun1905 bernama
“On the Motion-Required by the Molecular Kinetic Theory of Heat-of Small
Particles Suspended in a Stationary Liquid“, mencakup penelitian tentanggerakan
Brownian. Menggunakan teori kinetik cairan yang pada saat itu kontroversial, dia
menetapkan bahwa fenomena, yang masih kurang penjelasan yang memuaskan
setelah beberapa dekade setelah ia pertama kali diamati, memberikan bukti
empirik (atas dasar pengamatan dan eksperimen) kenyataan pada atom. Dan juga
meminjamkan keyakinan pada mekanika statistika, yang pada saat itu juga

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 2


36

Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi
37

Aksara, 2007), 89.


2

kontroversial.38 Pada zaman ini juga melihat integrasi fisika dan kimia, pada
zaman ini disebut dengan “Sains Besar”. Linus Pauling (1953) mengarang sebuah
buku yang berjudul The Nature of Chemical Bond menggunakan prinsip-prinsip
mekanika kuantum. Kemudian, karya Paling memuncak dalam pemodelan fisik
DNA, “rahasia kehidupan”. Pada tahun ini juga James D. Watson, Francis Crick
dan Rosalind Franklin menjelaskan struktur dasar DNA, bahan genetik untuk
mengungkapkan kehidupan dalam segala bentuknya. Hal ini memicu rekayasa
genetika yang dimulai tahun 1990 untuk memetakan seluruh manusia genom
(dalam Human Genome Project) dan telah disebut-sebut sebagai berpotensi
memiliki manfaat medis yang besar.

38
Ibid, 90
2

BAB IV

Kesimpulan

Lahirnya ilmu pengetahuan pada dasarnya berasal dari bagaimana manusia


mengamati realitas secara sederhana. Manusia berfikir secara logis dengan cara-
cara empiris dengan mengamati realitas yang ada. Hasil-hasil yang diamati itulah
yang pada akhrinya dimaknai dan digunakan untuk menjawab masalah sesuai
kebutuhan manusia saat itu. Pada perkembangannya, bagaimana manusia
mengamati dan mengungkap realitas-realitas yang terus berkembang hingga pada
akhirnya menghasilkan berbagai macam ilmu pengetahuan dari masa ke masa.

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari rasa


keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh
melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko
tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu
generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk
mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan
selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi spirit dan motivasi bagi
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada setiap masa memiliki karakteristik


yang berbeda-beda. Hampir semua bidang keilmuan mengalami perkembangan
yang sangat pesat sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin
tajam. Ilmuwan kontemporer cenderung mengetahui hal yang sedikit tapi secara
mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub-spesialis
atau super-spesialis, demikian juga bidang-bidang lain. Di samping cenderung ke
arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu
dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru.

Perkembangan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh perkembangan filsafat,


terutama filsafat Barat. Cara perkembangan dan dasar pemikiran setiap filsafat di
setiap daerah itu berbeda. Adapun sejarah atau periodisasi perkembangan ilmu
pengetahuan (science) dari masa ke masa, dimulai dari era Pra Yunani Kuno atau
2

zaman purba sampai zaman kontemporer. Pada tiap masa atau perkembangan ilmu
pengetahuan memiliki epistemologi yang berbeda-beda. Pengetahuan memungkin
untuk diperoleh melalui proses pengalaman, nalar, otoritas, intuisi, wahyu, dan
karena adanya sebuah keyakinan.
2

Daftar Pustaka:

George J. Mouly. Perkembangan Ilmu, dalam Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Gramedia, 1991.
Cecep Sumarna. Fisafat Ilmu .Bandung: Mulia Press, 2008.
Burhanudin Salam. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Jujun Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebagai Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2009.
Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi aksara, 2003.
Poedjawijatna. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997.
H.Hendi Suhendi. Filasfat Umum. Bandung: Pustaka setia, 2008.
Conny R. Semiawan. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung: Remadja Karya, 1988.
H.Hendi Suhendi. Filasfat Umum. Bandung: Pustaka setia, 2008.
Rizal Muntasyir-Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2008.
Asmoro Achamadi, Filsafat Umum.
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat terj. Sigit Jatmiko, Agung Parmono. Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2007.
A. Hanafi. Ikhitas Sejarah Filsafat Barat. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1981.
Bertrand Russell. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman
Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar. JJakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Paul Strathern. 90 Menit Bersama Aristoteles. Jakarta: Erlangga, 2001.
Harun Hadiwiyono. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1980
W. Montgomery Watt. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam atas Eropa Abad
Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Jerome R. Ravertz. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi
Aksara, 2007.
Harun Nasution. Islam Rasional. Bandung: Mizan, 1998..
Lenn E. Goodman, “Muhammad ibn Zakariyyā al-Rāzī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat
Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan, 2003.
Felix Klein-Franke. “Al-Kindī”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed
Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung: Mizan, 2003.
Agus Purwadi. Teologi Filsafat Sains. Malang: UMM Press, 2002.
David Trueblood. Pholosophy Of Religion. Jakarta: Bulan Bintang,
1994.
K. Bertens. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Anda mungkin juga menyukai