Anda di halaman 1dari 15

KEBUDAYAAN MASYARAKAT DALAM

MENGAMALKAN SILA-SILA PANCASILA

1. SILA PERTAMA (KETUHANAN YANG MAHA ESA) DALAM KEBUDAYAAN


SUKU JAWA?
Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, baik dalam jumlah penduduk maupun
keragaman suku dan budayanya. Hubungan-hubungan antar suku tersebut dapat terjalin
dalam ”Bhinneka Tunggal Ika”, dimana bisa kita maknai bahwa konteks
keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada kelompok suku bangsa semata namun
kepada konteks kebudayaan. Kebudayaan ini telah mengakar dan hidup di dalam “dirinya”
jauh sebelum nama “Indonesia” ada.
Pancasila hadir sebagai bentuk dari ideologi, dasar, dan landasaan Indonesia. Lima sila
dalam Pancasila menunjukkan ide-ide fundamental mengenai manusia dan seluruh
realitasnya, yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan bersumber pada watak
dan kebudayaan Indonesia dan melandasi berdirinya Negara Indonesia. Causa
Materialis dari teori asal mula Pancasila mengatakan bahwa Pancasila senyatanya sudah
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan, dan dalam agama-agamanya sehingga pada
hakikatnya nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila adalah digali dari bangsa
Indonesia sendiri. Walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Indonesia
pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia
telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan
mereka. Singkatnya, rumusan Pancasila adalah sebuah rumusan yang didapatkan dari
“sari-sari” budaya bangsa yang jumlahnya ribuan tersebut asal mula Pancasila, khususnya
sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menurut budaya Jawa.

A. Memahami makna dari Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Pertama Pancasila memiliki nilai yang amat luhur, demikian pula halnya
dengan sila- sila yang lainnya. Makna inti yang terkandung dalam sila pertama ini terdapat
pada kata ketuhanan. Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang
ada dan semua mahkluk. Yang Maha Esa berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu: esa
dalam zat-Nya, esa dalam sifat-Nya, esa dalam perbuatan-Nya, artinya bahwa dalam zat
Tuhan tidak terdiri dari zat- zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa Tuhan adalah
sesempurna-sempurnanya, bahwa perbuatan Tuhan tiada disamai oleh siapa pun. Jadi
ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan akan adanya Tuhan

1
Yang Maha Esa, pencipta alam semesta beserta isinya Yang juga menguasai alam
seluruhnya. Dalam seluruh daya gerak negara tetap berlindung pada keridhoan Tuhan.
Keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau
kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan
suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar dan dapat diuji atau
dibuktikan melalui kaidah- kaidah logika. Atas keyakinan tersebut, maka Negara
memberikan jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai
dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Bagi
dan di dalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang
Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan Yang Maha Esa dan
anti keagamaan, serta tidak boleh ada paham yang meniadakan Tuhan Yang Maha Esa
(ateisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa dengan toleransi
terhadap kebebasan beragama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-
masing.
Sebagai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok
nilai- nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mendasari serta membimbing
perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang
telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, yang bersifat
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian sila
pertama Pancasila memiliki makna yang luhur dalam tubuh Pancasila itu sendiri.
1) Nilai-nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Budaya Jawa
Sejak manusia Jawa masih (belum mengenal peradaban) sebenarnya
telah mengakui adanya kekuatan lain di luar dirinya. Kekuatan itu berupa
kegaiban alam semesta. Mereka menganggap bahwa jika mampu menegosiasi
kekuatan lain itu hidupnya akan terbantu oleh alam semesta. Sebaliknya, jika
tidak mampu bernegosiasi dengan alam semesta hidupnya akan celaka. Itulah
sebabnya manusia Jawa selalu berusaha menyatukan alam semesta
(makrokosmos atau jagad gedhe) dengan dirinya (mikrokosmos atau jagad
cilik). Mereka yakin bahwa alam semesta juga berada dalam dirinya. Dirinya
adalah gambaran alam semesta, karena segala sesuatu terdapat dalam dirinya.
Dirinya tersebut digambarkan sebagai miniatur alam semesta.
Masyarakat Jawa selalu mengusahakan keseimbangan dan
keharmonisan antara jagad gedhe (makrokosmos) dan jagad cilik
(mikorokosmos). Keharmonisan ini mengarahkan pada ketentraman hidup.
Sikap demikian dirangkai dengan prinsip rukun. Rukun adalah tindakan untuk
mencapai harmoni sosial. Dengan cara ini hubungan sosial menjadi tenteram

2
dan kondisi sosial budaya tidak goncang, karena keseimbangan diri dan alam
semesta terjaga. Bahkan rukun menjadi dasar keseimbangan emosi, sehingga
tidak terjadi konflik dan tercapai perdamaian.
Untuk mencapai keharmonisan hidup tersebut orang Jawa berusaha
menggalinya melalui pencarian makna hidup yang sejati (sejatining urip).
Dalam pencarian tersebut mereka menyadari keberadaan Kang Akarya
Gesang (Yang Menyelenggarakan Hidup)-Tuhan. Maka, kemudian, muncullah
falsafah hidup Jawa yang menjadi tuntunan hidup bagi orang Jawa untuk
mencapai keharmonisan atau kesempurnaan, yaitu:
Pertama, sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup manusia),
berarti kesadaran akan asal mula (sangkan) dan tujuan (paran) hidup. Bagi
orang Jawa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Tuhan dan harus kembali
kepada-Nya. Maka perlu suatu usaha atau cara agar manusia bisa dan pantas
sampai ke asalnya, yaitu Tuhan. Orang Jawa menekankan laku prihatin untuk
mencari kesempurnaan hidup. Mereka memiliki timbunan sistem filosofis
berupa endapan pengalaman para pujangga dan leluhur yang berusaha mencari
arti kehidupan manusia, asal-usul, tujuan akhir, dan hubungan manusia dengan
Tuhan.
Kesimpulan
Pembahasan di atas secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Makna inti dalam Sila ketuhanan Yang Maha Esa terletak pada aspek ketuhanan
2. Untuk mencapai keharmonisan hidup, masyarakat Jawa menyadari keberadaan Kang
Akarya Gesang (Yang menyelenggarakan hidup)-Tuhan.
3. Pandangan hidup masyarakat Jawa pada dasarnya mengarahkan untuk mencapai
kesatuan dengan Tuhan, dengan jalan melakukan keutamaan-keutamaan hidup dan
berbuat baik terhadap sesama.
4. Beberapa contoh perwujudan budaya Jawa dalam kaitannya dengan penggalian Sila
ketuhanan Yang Maha Esa, antara lain: selamatan orang meninggal, siraman
pusaka, pemberian sesaji bagi roh leluhur yang menjaga rumah atau tempat tinggal,
ruwatan, pertunjukan wayang, selamatan ibu yang sedang hamil dan selamatan kelahiran,
bulan Suro,keyakinan pinesti dening Pangeran, dan pakuwon (ilmu perbintangan Jawa).

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep ketuhanan dalam sila
pertama Pancasila juga memiliki embrio (cikal bakal) dari konsep ketuhanan dalam
budaya Jawa. Nilai-nilai ketuhanan dalam budaya Jawa yang kental dengan nasehat-
nasehat spiritual, yang kemudian menjadi pedoman hidup bagi manusia Jawa, telah
terkristalisasi dalam sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.

3
2. SILA KE DUA (KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB) DALAM
KEBUDAYAAN SUKU JAWA?
Jika dilihat dari struktur kalimatnya, sila kedua Pancasila ini tersusun atas tiga ide besar,
yaitu: manusia, adil, dan beradab.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan manusia sebagai makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Menurut kamus ini, manusia dijelaskan
terbatas hanya pada aspek rasionalitas. Pada hakekatnya, manusia lebih dari sekadar aspek
rasionalitasnya saja. Manusia itu kompleks sekaligus dinamis. Prof. Dr. Armada Riyanto,
CM, berdasarkan pemikiran filosof Ortega y Gaset, menyimpulkan manusia sebagai
pribadi yang memberi ruang bagi pribadi lain, manusia juga adalah pribadi yang
relasional. Dari pemikiran ini, bisa ditarik “benang merah” bahwa setiap manusia pada
hakekatnya adalah sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dalam martabatnya.
Kehadiran manusia lain menjadi penuh makna. Kehadiran orang lain mencukupi atau
bahkan “memenuhi” kekurangan dari “aku”. Maka sungguh menjadi hakekatnya bahwa
manusia pasti selalu ada untuk hidup bersama, hidup bermasyarakat.
Selanjutnya KBBI menjelaskan adil sebagai sikap yang tidak berat sebelah, berpegang
pada kebenaran.Lebih dalam dari sekadar pembagian hak ataupun kewajiban, Plato
menjelaskan keadilan sebagai situasi dimana pikiran dan perasaan dikendalikan oleh akal
budi manusia itu sendiri. Artinya, sikap hidup seorang manusia yang adil diatur oleh
sistem akal budi yang merupakan tempat kebijaksanaan sejati. Keadilan pada prinsipnya
harus dilihat secara bijaksana. Plato menyarankan agar manusia hendaknya bertindak
sesuai dengan kecakapan ataupun talentanya masing-masing agar keadilan bisa terwujud.
Sebagai contoh: jika talenta seseorang adalah kemampuan mengajar, hendaknya ia menjadi
guru. Dengan demikian, ia merasakan keadilan bagi dirinya karena tuntutan talentanya itu
telah terpenuhi. Singkatnya, orang yang adil akan tahu fungsi dan perannya dalam hidup
bermasyarakat. Orang yang demikian tidak akan memperlakukan orang lain dengan
sewenang-wenang, namun dengan penuh kebijaksanaan. Ia akan adil bagi sesamanya dan
dirinya sendiri.
Jika diterjemahkan secara bebas, beradab sama artinya dengan berbudaya. Manusia yang
beradab berarti manusia yang tingkah lakunya selalu dijiwai oleh nilai-nilai
kebudayaan. Seperti penjelasan pada bagian pendahuluan, bangsa ini memiliki beragam
budaya yang sudah ada jauh sebelum kata “Indonesia” ada. Setiap kebudayaan ini pula
memiliki beragam nilai yang sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia. Kristalisasi nilai-nilai positif budaya inilah yang kemudian melahirkan
Pancasila. Karena Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia, maka setiap warga
negara hendaknya menjalankan nilai-nilai budaya bangsa yang tersusun dalam sila-sila
Pancasila.
Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sila Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab adalah suatu kesadaran akan hakekat manusia sebagai pribadi yang
membutuhkan pribadi lain sehingga pribadi tersebut berlaku bijaksana terhadap dirinya
dan sesama serta selalu digerakkan oleh nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia.

4
Dari pengertian ini, sila kedua kemudian dapat dijabarkan ke dalam beberapa tuntutan
moral/tingkah laku sehingga pengamalannya dapat terlaksana dengan baik di Negara
Indonesia (berdasarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978). Beberapa di antaranya adalah
1) Kita mengakui bahwa kita sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kita tidak membedakan manusia berdasarkan keturunannya.
3) Kita tidak membedakan manusia berdasarkan agama dan kepercayaannya.
4) Kita mengembangkan sikap mencintai sesama.
5) Kita mengembangkan sikap tenggang rasa dan “tepa selira”.
6) Kita berani membela kebenaran dan keadilan dengan penuh kejujuran.
Tuntutan tingkah laku ini pada dasarnya bertujuan agar Bangsa Indonesia benar-
benar hidup sesuai dengan falsafah dan ideologi bangsanya, yaitu Pancasila. Pengamalan
nilai-nilai ini dimulai dari substansi terkecil suatu negara yaitu individu. Jika setiap
individu dalam suatu negara sudah mulai mengamalkan falsafah dan ideologi bangsanya,
maka seluruh bangsa akan hidup sesuai dengan cita-cita bersama. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila ini juga merupakan suatu kesatuan dengan sistem nilai
universal. Artinya nilai kemanusiaa, keadilan, dan keberadaban juga diyakini oleh seluruh
bangsa di dunia.
Suatu nilai universal tidak akan bisa terlaksana tanpa memandanglocus kontekstualnya.
Apa maksudnya? Sebuah nilai harus “beradaptasi” dengan suatu wilayah dimana nilai
tersebut akan dihidupi. Nilai-nilai dalam sila kedua juga harus menyesuaikan diri dengan
“iklim” dimana sila itu akan dijalankan.
Masyarakat jawa adalah kelompok orang yang hidup dalam persahabatan dengan alam,
budaya, sesama, dan Tuhan. Rasa kekeluargaan di antara mereka tumbuh secara alamiah
karena ikatan kesukuan dan alam mereka. Mereka semakin merasa senasib dan
sepenanggungan karena sedikit demi sedikit komunitas ini mulai tersingkir oleh
modernisasi dari kota. Karena itu, pendekatan yang paling cocok untuk pengamalan sila
kedua Pancasila di tempat ini adalah pendekatan budaya. Nilai-nilai Pancasila akan lebih
tepat dan efektif jika masuk melalui budaya mereka, karena pada dasarnya Pancasila pun
berasal dari budaya. Di sinilah letak adaptasi nilai-nilai Pancasila
terhadap locus kontekstual masyarakat jawa. Jika demikian, melalui budaya apa saja nilai-
nilai ini bisa masuk?
a) Handop
Handop adalah suatu kegiatan di dalam masyarakat jawa untuk membantu
tetangganya saat membuka ladang. Peserta yang ikut dalam Handop ini bisa
meliputi seluruh kampung. Masyarakat bergotong-royong untuk membuka ladang
sesamanya. KegiatanHandop ini juga biasa dilakukan jika ada salah satu ladang
tetangga yang diserang hama. Seluruh masyarakat jawa akan berlomba-lomba
untuk membantu mengusir hama tersebut. Dari kegiatan ini, nilai kemanusiaan
secara perlahan ditanamkan. Masyarakat jawa belajar untuk mencintai
sesamanya dan bekerjasama di ladang tanpa memandang suku, keturunan, ataupun
agamanya.
b) Havoi Arop
Havoi Arop artinya adalah sama diri. Apa maksudnya? Orang jawa meyakini
bahwa semua manusia itu sama. Karena itu, setiap keputusan yang diambil oleh

5
pemimpin masyarakat benar-benar menunjung tinggi azas Havoi Arop ini. Kita
adalah sama. Tidak perlu hanya membela satu individu atau kelompok saja. Yang
dibela adalah keadilan.
Saling mengunjungi saat hari raya keagamaan
Masyarakat jawa termasuk masyarakat yang pluralis karena terdiri atas berbagai
macam suku dan agama serta kepercayaan. Sejak jaman dulu, masyarakat jawa
terbiasa untuk saling mengunjungi pada hari raya keagamaan masing-masing
anggota masyarakat. Hal ini dapat terlaksana dengan baik karena prinsip Havoi
Arop dan juga pada umumnya masyarakat jawa memiliki hubungan darah.
akan bisa hidup tanpa sesamanya. Di kemudian hari pastilah mereka akan menjumpai
saat-saat dimana mereka membutuhkan pertolongan. Selain beberapa contoh budaya
dan kebiasaan yang ada di atas, masih ada cukup banyak kegiatan budaya serta
tradisi leluhur yang dapat menyuburkan pengamalan nilai-nilai sila kedua
Pancasila.
Demikianlah sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat diamalkan. Prinsip
filosof Yunani (Empedokles) tentang “yang sama mengenal yang sama” terealisasi
dalam kasus ini. Pancasila, yang pada hakekatnya berasal dari budaya Bangsa
Indonesia, akan dapat dilaksanakan dengan baik jika dilakukan dengan pendekatan
budaya. Harapannya dari kelompok masyarakat yang kecil inilah nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan, dan keberadaban dapat menyebar di seluruh Indonesia
melaui budayanya masing-masing. Berkaitan dengan nilai-nilai ini pada akhirnya
dapat dihindari ataupun diselesaikan dengan semangat yang sama: kemanusiaan,
keadilan dan berdap

6
3. NILAI PERSATUAN INDONESIA DALAM SILA KETIGA PANCASILA
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat negara mengacu pada
Pancasila sebagai jiwa dari bangsa Indonesia. Penetapan Pancasila menjadi dasar filsafat
negara berarti pertama-tama bahwa negara yang dibangun adalah Negara Pancasila, yang
harus tunduk kepada Pancasila, membela dan melaksanakan Pancasila dalam seluruh
perundang-undangan, dan karena Pancasila sendiri yang di dalamnya memiliki sifat
keseimbangan dalam praktek kehidupannya. Berkaitan dengan nilai persatuan Indonesia,
Pancasila menepatkannya dalam sila ketiga yang turut beperan penting sebagai salah satu
pondasi bangsa yang menjadi satu kesatuan dengan keempat sila lainnya. Dalam sila
ketiga Pancasila ini, secara khusus menyimpan makna dari nilai-nilai kebangsaan tertentu.
Dalam sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” terkandung nilai persatuan bangsa,
antara lain:
Persatuan Indonesia adalah persatuan sekelompok manusia yang menjadi warga-negara
Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.
Pengakuan terhadap ke “Bhinneka Tunggal Ika” an suku bangsa (ethnik) dan kebudayaan
bangsa (berbeda namun satu jiwa) yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan
bangsa.
Nilai persatuan bangsa ini diliputi dan dijiwai sila ketuhanan dan kemanusiaan, serta
meliputi dan menjiwai sila kerakyatan dan keadilan.
Dari penjabaran nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila tersebut dapat
dilihat bahwa keunikan Indonesia yang kaya akan keanekaragam memang membutuhkan
suatu “lem” yang dapat merekatkannya. “Lem” tersebut tidak lain ialah Pancasila, secara
khusus sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia. Persatuan Indonesia ingin
memunculkan suatu bentuk keharmonisan antar masyarakat. Harmonisasi dalam
kehidupan bermasyarakat ini juga merupakan gambaran yang jelas akan kebudayaan asli
bangsa ini. Kebudayaan asli Indonesia yang mengacu pada sumber dari lahirnya Pancasila
sebagai dasar falsafah negara.
Sila ini berhubungan terhadap perilaku kita sebagai warna Negara Indonesia untuk bersatu
membangun negeri ini. Berikut contoh sikap yang mencerminkan di sila Ketiga :
a) Bangga dan cinta terhadap tanah air dan bangsa.
b) Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara
c) Mengembangkan sikap saling menghargai.
d) Membina hubungan baik dengan semua unsur bangsa
e) Memajukan pergaulan demi peraturan bangsa.
f) Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia. Mengutamakan
kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi arau golongan
1. Wayang sebagai Budaya
Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang kaya akan budayanya. Salah satu
budaya yang terdapat di Jawa adalah wayang. Pengertian wayang dalam arti luas
secara harafiah berarti sebuah bayangan, sedangkan kalau dilihat dari wujudnya
adalah sebuah boneka bertangkai terbuat dari kulit yang dipahat pipih dan diberi
warna atau lukisan sesuai dengan karakter dari tokoh-tokoh yang digambarkan.
Bentuknya sendiri yang distilisasi [sic!] dari boneka Jawa yang alami. Dapat

7
dikatakan pula bahwa bayangan dari pertunjukkan wayang kulit tersebut cukup
tajam, jelas, dan apabila digerakan seolah-olah dapat bergetar dan memunculkan
sebuah bayangan yang hidup. Dengan demikian, kata wayang berarti sebuah
permainan boneka yang memunculkan bayangan atau pagelaran bayangan. Wayang
kulit sendiri memiliki berbagai macam jenis ada Wayang Beber, Wayang Gedhog,
Wayang Kancil, Wayang Madya, Wayang Pancasila, Wayang Perjuangan, Wayang
Purwa, Wayang Suluh, dan Wayang Wahana. Wayang adalah sebuah karya seni dan
juga merupakan sebuah budaya.
Semakin jelaslah bahwa wayang merupakan bentuk konkret pengkristalan dari
kehidupan masyarakat Jawa. Wayang sebagai suatu cerminan kehidupan
mempertegas bahwa wayang merupakan suatu kebudayaan. Sebagaimana suatu
kebudayaan yang di dalamnya selalu mengandung ajaran-ajaran bagaimana hidup
itu harus dijalani, dalam wayang pun terkandung ajaran-ajaran budaya Jawa yang
mengharapkan bagaimana hidup harus dijalani oleh orang-orang Jawa. Wayang
sebagai budaya Jawa merupakan salah satu kekayaan warisan dari orang Jawa yang
dimiliki oleh Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya.
2. Melalui Wayang kepada Persatuan
Wayang selain sebagai budaya juga merupakan suatu karya seni. Sebagai
sebuah karya seni, wayang harus ditempatkan dalam kerangka kesenian yang
memiliki karakteristik yang komplit bila dibandingkan dengan karya-karya seni
lainnya. Wayang adalah karya seni komprehensif yang melibatkan karya-karya seni
lainnya. Seperti vokal yang dapat dilihat dari pesinden yang menyanyikan lagu-
lagu khas Jawa selama pagelaran wayang dan keahlihan sang dalang dalam
memanipulash suara sesuai dengan nama dan sifat dari tokoh wayang yang
dimainkan. Seni musik, berkaitan dengan gamelan yang dimaikan pada saat
pagelaran wayang. Seni tari, berkaitan dengan gerak tari pesinden saat bernyanyi
dan gerak tari wayang yang dimaikan oleh dalang. Serta seni lukis yang dapat
dilihat jelas pada bentuk wayang itu sendiri.
Melalui wayang kepada persatuan, itulah yang menjadikan wayang menjadi salah
satu budaya Jawa yang turut memberikan sumbang sih bagi terciptannya persatuan
dan kesatuan Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Jawa sendiri.
3. Kesimpulan
Wayang adalah karya seni sekaligus budaya masyarakat Jawa. Sebagai
budaya Jawa wayang menawarkan tentang nilai-nilai kehidupan berkaitan dengan
bagaimana hidup itu sesungguhnya dan bagaimana hidup itu seharusnya. Sebagai
karya seni komprehensif yang melibatkan banyak bidang seni dan juga orang,
wayang mengajarkan bahwa dibutuhkannya keharmonisan yang mempersatukan
sehingga dapat menciptakan suatu karya seni yang bermanfaat bagi kehidupan.
Selain itu, dalam pagelaran wayang juga terlibat di dalamnya masyarakat umum
baik itu pemilik gawe,penonton wayang maupun pedagang makanan dan minuman,
serta tukang parkir kendaraan yang memungkinkan terjadinya interaksi sosial.
Melalui interaksi sosial masyarakat dapat mengenal satu sama lain. Setelah itu,
terjadilah keakraban yang menjadikan terciptanya suasana rukun antar masyarakat.
Kerukunan inilah yang mendorong terciptanya persatua dan kesatuan, sehingga

8
bentrok atau apa pun bentuk kekerasan yang menyebabkan perpecahan bisa
dihilangkan.
4. Sila ke tiga (persatuan indonesia) dalam kebudayaan suku jawa?
Sebagaimana keanekaragaman yang terdapat di Negara Indonesia sudah
barang tentu persatuan dan kesatuan memegang peranan penting bagi keutuhan
NKRI. Keanekaragaman suku, etnis, bahasa, agama, maupun budaya kerap
menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini. Persatuan Indonesia yang tercatat
dalam sila ketiga dari Pancasila dengan jelas memunculkan sebuah cerminan
refleksi bangsa akan kerinduan dari adanya suatu keutuhan. Bangsa yang dengan
susah payah bahkan dengan mencucurkan keringat, darah, dan air mata demi
menyatukan dan memerdekakannya. Dewasa ini, pengorbanan yang telah
ditorehkan oleh para pahlawan seakan menjadi “isapan jempol” semata.
“ Persatuan Indonesia “ adalah bahwa sifat dan keadaan negara Indonesia harus
sesuai dengan hakikat satu. Sifat dan keadaan negara Indonesia yang sesuai dengan
hakikat satu berarti mutlak tidak dapat dibagi – bagi, sehingga bangsa dan negara
Indonesia yang menempati suatu wilayah tertentu merupakan suatu negara yang
berdiri sendiri memiliki sifat dan keadaannya sendiri yang terpisah dari negara lain
di dunia ini. Sehingga negara Indonesia merupakan suatu diri pribadi yang
memiliki ciri khas, sifat dan karakter sendiri yang berarti memiliki suatu kesatuan
dan tidak terbagi-bagi. Makna “ Persatuan Indonesia “dibentuk dalam proses
sejarah yang cukup panjang sehingga seluruh bangsa Indonesia memiliki suatu
persamaan nasib, satu kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah serta satu kesatuan
asas kerokhanian Pancasila yang terwujud dalam persatuan bangsa, wilayah, dan
susunan negara.

9
4. SILA KE EMPAT (KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH
KEBIJAKSAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN) DALAM
KEBUDAYAAN SUKU JAWA?
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut tercantum
rumusan Pancasila sebagai berikut :
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
c) Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
e) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang
secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang disahkan
oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia sudah mulai tergeser fungsi dan kedudukannya
pada zaman modern ini. Sebuah sila dari Pancasila yang hampir tidak diterapkan lagi
dalam demokratisasi di Indonesia yaitu Sila ke-4 Pancasila berbunyi ”kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perwusyawaratan perwakilan”.
Sila ke-4 merupakan penjelmaan dalam dasar politik Negara, ialah Negara berkedaulatan
rakyat menjadi landasan mutlak daripada sifat demokrasi Negara Indonesia.Disebabkan
mempunyai dua dasar mutlak, maka sifat demokrasi Negara Indonesia adalah mutlak pula,
yaitu tidak dapat dirubah atau ditiadakan.
Berkat sifat persatuan dan kesatuan dari Pancasila, sila ke-4 mengandung pula sila-sila
lainnya, sehingga kerakyatan dan sebagainya adalah kerakyatan yang berke-Tuhanan Yang
Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan
yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Binatang banteng (Latin:Bos javanicus) atau lembu liar merupakan binatang sosial, yang
sama halnya dengan manusia . Pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno dimana
pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan
kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Sila ke-4 pancasila yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” memiliki makna :
a) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c) Mengutamakan budaya bermusyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
d) Bermusyawarah sampai mencapai katamufakat diliputidengan semangat
kekeluargaan
Sebagai sebuah tradisi dan folklor lisan, maka ungkapan tradisional mempunyai
nilai-nilai yang dijabarkan dari pandangan hidup masyarakat pembuatnya. Dengan
mengambil nilai-nilai ungkapan tradisional, maka masyarakat bisa memahami bagaimana
nenek moyang atau masyarakat yang menghasilkan ungkapan tersebut memandang dan
menyikapi hidup. Agar tercipta keselarasan dan keharmonisan, oleh karena itu secara
umum masyarakat Jawa dipandang sebagai masyarakat yang selalu berpijak pada

10
terciptanya harmoni manusia dengan Tuhan, sesamanya, masyarakat, dan lingkungan.
Sila ke-4 yang mana berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan”.Sebuah kalimat yang secara bahasa membahasakan
bahwa Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara demokrasi. Dengan analisis ini
diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis yang
diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya itu, sila
ini menjadi banyak acuan dari setiap langkah pemerintah dalam menjalankan setiap
tindakannya.
Kaitannya dengan arti dan makna sila ke 4 adalah sistem demokrasi itu sendiri.Maksudnya
adalah bagaimana konsep demokrasi yang berarti setiap langkah yang diambil pemerintah
harus ada kaitannya dengan unsur dari, oleh dan untuk rakyat. Disini, rakyat menjadi unsur
utama dalam demokrasi. Itulah yang seharusnya menjadi realita yang membangun bangsa.

Dibawah ini adalah arti dan makna Sila ke 4 yang akan kita bahas sebagai berikut :
a) Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum yaitu pemerintahan
dari, oleh dan untuk rakyat. Secara sederhana, demokrasi yang melibatkan segenap
bangsa dalam pemerintahan baik yang tergabung dalam pemerintahan dan
kemudian adalah peran rakyat yang diutamakan.
b) Pemusyawaratan. Artinya mengusahakan putusan secara bulat, dan sesudah itu
diadakan tindakan bersama. Disini terjadi simpul yang penting yaitu
mengusahakan keputusan secara bulat. Bulat yang dimaksud adalah hasil yang
mufakat, artinya keputusan itu diambil dengan kesepakatan bersama. Dengan
demikian berarti bahwa penentu demokrasi yang berdasarkan pancasila adalah
kebulatan mufakat sebagai hasil kebikjasanaan.Oleh karena itu kita ingin
memperoleh hasil yang sebaik-baiknya didalam kehidupan bermasyarakat, maka
hasil kebikjasanaan itu harus merupakan suatu nilai yang ditempatkan lebih dahulu.
c) Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu
diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sehingga membawa
konsekuensi adanya kejujuran bersama.Perbedaan secara umum demokrasi di barat
dan di Indonesia yaitu terletak pada permusyawaratan.Permusyawaratan
diusahakan agar dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang diambil secara
bulat.

Hal ini tidak menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, bagi kita apabila pengambilan
keputusan secara bulat itu tidak bisa tercapai dengan mudah, baru diadakan
pemungutan suara.Kebijaksanaan ini merupakan suatu prinsip bahwa yang diputuskan
itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak.Jika demokrasi diartikan
sebagai kekuatan, maka dari pengamatan sejarah bahwa kekuatan itu memang di
Indonesia berada pada tangan rakyat atau masyarakat. Secara sederhana, pembahasan
sila ke 4 adalah demokrasi. Demokrasi yang mana dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin yang berakal sehat, rasional, cerdas,
terampil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat fisik/jasmaniah; sementara
kebijaksanaan adalah pemimpin yang berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan
seterusnya pada hal-hal yang bersifat psikis/rohaniah. Jadi, pemimpin yang hikmat-

11
kebijaksanaan itu lebih mengarah pada pemimpin yang profesional (hikmat) dan juga
dewasa (bijaksana). Itu semua negara demokratis yang dipimpin oleh orang yang
dewasa profesional dilakukan melalui tatanan dan tuntunan permusyawaratan
/perwakilan.Tegasnya, sila keempat menunjuk pada NKRI sebagai Negara demokrasi-
perwakilan yang dipimpin oleh orang profesional-dewasa melalui sistem musyawarah.
Sebuah kesadaran bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Besar menurut
keyakinan beragama masing-masing, dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan ke atas
harkat dan martabat manusia, serta memperhatikan penguatan dan pelestarian kesatuan
nasional menuju keadilan sosial.
Nilai dalam kebudayaan suku jawa yang terkandung di dalamnya adalah bahwa
hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial.Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan muwujudkan
harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara.Rakyat adalah merupakan
subjek pendukung pokok negara.Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat, oleh
karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara.
Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup negara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam
sila keempat adalah
a) Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap
masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan yang Maha Esa.
b) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
c) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
d) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan
adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia.
e) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok,
ras, suku, maupun agama.
f) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama kemanusiaan yang beradab.
g) Menjunjung tinggi atas musyawarah, sebagai moral kemanusiaan yang beradab.
h) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan sosial agar
tercapainya tujuan bersama.
Dalam kebudayaan suku jawa kita harus selalu bersikap positif agar tercipta
persatuan, kedamaian, dan kesejahteraan rakyat. Sikap- sikap positif tersebut adalah
a) Mencintai Tanah Air (nasionalisme).
b) Menciptakan persatuan dan kesatuan.
c) Ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan.
d) Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
e) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
f) Mengeluarkan pendapat dan tidak boleh memaksakan kehendak orang lain.
g) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan,hak, dan kewajiban yang sama.
h) Memperoleh kesejahteraan yang dipimpin oleh perwalian.
5. SILA KE LIMA (KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA)
DALAM KEBUDAYAAN SUKU JAWA?

12
Sila kelima Pancasila " Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Sila ini
dilambangkan dengan gambar padi dan kapas. Lambang sila kelima ini menggambarkan
kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan dan sandang. Lambang ini sesuai dengan tujuan
utama sila kelima, yaitu kemakmuran bangsa dengan terpenuhinya kebutuhan pangan dan
sandang bagi seluruh warga.
Sebagai manusia kita tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam sila
kelima Pancasila terdapat nilai-nilai luhur. Kita dapat menjalani kehidupan yang lebih baik
jika saling bekerja sama. Wujud pengamalan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Turut bergotong royong membangun rumah.
b. Bersikap adil kepada semua teman.
c. Menjaga keseimbangan hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Tidak bersikap boros.
f. Menghargai hasil karya teman.
Kita harus mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila kelima Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, kamu dapat menjalani kehidupan yang
makmur, nyaman, dan tentram
Keadilan social berarti keadaan yang seimbang dalam suatu masyarakat, namun ternyata
dalam prakteknya sila ke-5 masih memiliki banyak kekurangan. Perwujudan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia setelah 72 tahun merdeka masih belum
maksimal sekaligus merupakan sila yang diabaikan oleh penyelanggara NKRI dari saat
kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai saat ini. Hal ini ditandai oleh kurang lebih 100juta
rakyat Indonesia ( menurut Bank Dunia) berada di bawah garis kemiskinan, hal ini
menandakan masih besarnya kesenjangan social di Indonesia. Secara garis besar sila ke-5
mengalami masalah atau kekurangan dalam kesejahteraan social yang tidak merata

Dalam kebudayaan suku jawa


Panca-sila adalah lima sikap hidup Jawa yang meliputi; rila (iklhlas dalam memberikan
sesuatu), narima (menerima keyataan), temen (sungguh- sungguh), sabar adalah
perilaku momot, artinya mau menerima cobaan secara sadar dan budi luhur atau budi
yang baik.serta besikap adil kepada sesama.
Masyarakat Jawa adalah masyarakat berlapis. Masyarakat berlapis memiliki tata krama
yang kompleks, hal ini disebabkan karena masyarakat berlapis mempunyai aturan-
aturan yang mengatur anggota masyarakat dari satu lapisan dengan lapisan lainnya.
Setiap lapisan masyarakat ini mempunyai aturan yang berlaku bagi lapisannya sendiri
(Ayatrohaedi, 1989b: 5-6). Masing-masing golongan masyarakat memiliki peran sosial
dan kewajiban. Pelaksanaan peran dan kewajiban bertujuan untuk menyelaraskan
antara jagad gede (makrokosmos) dan jagad cilik (mikrokosmos). Orang Jawa
memiliki pandangan dunia yang khas. Pandangan dunia ini mencakup dua macam
dunia. Pertama adalah dunia yang bersifat fana dan kedua dunia yang bersifat kekal
atau disebut dengan fanah Masyarakat Jawa memegang prinsip gerak hidup yang
siklis, artinya segala sesuatu akan berakibat buruk dan sebaliknya. Masyarakat akan

13
cenderung menanam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan yang buruk.
Berperilaku adil adalah prinsip orang jawa kepada seksama.
Prinsip keadilan sosial pada dasarnya menekankan kepada upaya untuk mencegah
timbulnya konflik antar individu. Orang Jawa tidak suka untuk mencampuri urusan
orang lain. Hal tersebut dihindari karena orang Jawa menganggap bahwa sejatinya
kehidupan di dunia ini tengah berlangsung dengan tenang. Orang Jawa menganggap
mencampuri urusan orang lain sebagai perbuatan yang gaduh dan sia-sia. Orang Jawa
menganggap bahwa mencampuri urusan orang lain mudah menimbulkan emosi dan
konflik.
Dalam pandangan Jawa masalahnya bukan penciptaan keadaan keselarasan sosial,
melainkan lebih untuk tidak mengganggu keselarasan yang diandaikan sudah ada.
Dalam perspektif Jawa ketenangan dan keselarasan sosial merupakan keadaan normal
yang akan terdapat dengan sendirinya selama tidak diganggu, seperti layaknya
permukaan laut dengan sendirinya halus kalau tidak diganggu oleh angin atau oleh
badan-badan yang menentang arus. berarti menghindari pecahnya konflik-konflik.
Oleh karena itu prinsip keadilan sosial keselarasan melainkan dengan “prinsip
pencegahan konflik”.

Mengusahakan keuntungan pribadi tanpa memperhatikan persetujuan masyarakat,


berusaha untuk maju sendiri tanpa mengikut sertakan kelompok dinilai kurang baik oleh
masyarakat Jawa. Sama halnya dengan mengambil inisiatif sendiri, cenderung untuk tidak
disenangi. Suatu inisiatif dianggap seakan-akan membuka ranah baru atau mengubah
sesuatu pada keseimbangan sosial yang sudah tercapai. Inisiatif-inisiatif dengan mudah
dapat melanggar kepentingan kepentingan yang sudah tertanam dan sudah diintegrasikan
secara sosial, dan oleh karena itu dapat menimbulkan suatu konflik. Individu seharusnya
selalu bertindak bersama dengan kelompok. Mengambil posisi-posisi yang terlalu maju,
pun pula demi tujuan-tujuan yang akhirnya akan menguntungkan bagi seluruh kelompok
dianggap tidak pantas.
Masyarakat Jawa selalu berupaya untuk tampil menunjukkan rasa keadilan sosialnya .
Masyarakat Jawa selalu berlakuan adil kepada sesama. Dalam segala tindak-tanduk
perilakunya dapat diperhatikan oleh orang lain dan ia diharuskan untuk selalu berlaku
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pertentangan ataupun kontroversi.
Upaya menjaga keadilan sosial juga ditemukan melalui praktek gotong-royong. Menurut
Koentjaraningrat, ada tiga nilai yang disadari orang desa dalam melakukan gotong royong:
“orang itu harus sadar bahwa dalam hidupnya pada hakikatnya ia selalu tergantung pada
sesamanya, maka dari itulah ia harus selalu berusaha untuk memelihara hubungan baik
dengan sesamanya;
orang itu harus selalu bersedia membantu sesamanya;
orang itu harus bersifat konform, artinya orang harus selalu ingat bahwa ia sebaiknya
jangan berusaha untuk menonjol, melebihi yang lain dalam masyarakatnya.”

Dalam kebudayaan masyarakat jawa Keadilan Sosial ialah sifat masyarakat adil dan
makmur berbahagia untuk semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penghisapan,

14
bahagia material dan bahagia spritual, lahir dan batin. Istilah adil yaitu menunjukkan
bahwa orang harus memberi kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu mana
haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada orang lain dan dirinya. Sosial berarti
tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepe
ntingan umum, tidak individualistik dan egoistik, tetapi berbuat untuk kepentingan
bersama.

Maka di dalam sila ke-5 tersebut terkandung nilai Keadilan tersebut didasari oleh hakekat
keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan
manusia dengan Tuhannya.oleh karena itu manusia dikatakan pula sebagai makhluk
Monopruralisme

15

Anda mungkin juga menyukai