Anda di halaman 1dari 5

BAB I

MATERI
1.1 Susunan Isi Arti Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem susunan pengetahuan memiliki susunan
bersifat formal logis dalam arti susunan sila-sila Pancasila sebagaimana telah
dibahas pada bagian epistemologis. Adapun susunan isi arti sila-sila Pancasila,
meliputi tiga hal, yaitu : (1) isi arti Pancasila yang abstrak umum universal; (2) isi
arti Pancasila yang umum kolektif; dan (3) isi arti Pancasila yang khusus kongkrit.
Pertama, isi arti Pancasila yang abstrak umum universal merupakan inti
dari atau esensi Pancasila sehingga menjadi pangkal tolak pelaksanaan pada
bidang-bidang kenegaraan, tertib hukum Indonesia, dan realisasi praktisnya dalam
berbagai bidang kehidupan konkrit. Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal
sebagai prinsip dasar umum merupakan pengertian yang sama bagi bangsa
Indonesia. Realisasi pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan memerlukan
pengkhususan isi rumusannya yang secara abstrak umum universal menjadi
pengertian yang umum kolektif dan khusus konkret. Isi arti umum kolektif adalah
realisasinya dalam bidang-bidang kehidupan. Pancasila sebagai pedoman dan
sumber nilai kolektif bangsa dan negara Indonesia terutama dalam tertib hukum
Indonesia, sedangkan isi arti khusus konkrit dimaksudkan bagi realisasi praktis
dalam suatu lapangan kehidupan tertentu sehingga memiliki sifat khusus konkrit.
Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal yang bersumber dari hakikat
Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil merupakan konsep filsafat Pancasila yang bercorak tematis.
Selanjutnya, diuraikan menjadi isi arti Pancasila yang umum
kolektif dan khusus konkret sebagai sistem etika Pancasila yang bercorak
normatif, yaitu bahwa hakikat manusia adalah untuk memiliki sifat dan keadaan
yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, berkeadilan
sosial dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

1.2 Asal Mula Pancasila Sebagai Ideologi


Nilai Filsafat Pancasila berkembang dalam budaya dan peradaban
Indonesia terutama sebagai jiwa dan asas kerokhanian bangsa dalam perjuangan
kemerdekaan dari kolonialisme-imperialisme 1596-1945. Nilai filsafat Pancasila
baik sebagai pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung) bangsa, sekaligus
sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional) memberikan identitas dan
integritas serta martabat (kepribadian) bangsa dalam budaya dan peradaban
dunia modern; sekaligus sumber motivasi dan spirit perjuangan bangsa Indonesia.
Nilai filsafat Pancasila secara filosofis-ideologis dan konstitusional
berkembang dalam sistem kenegaraan Indonesia yang dinamakan sebagai sistem
kenegaraan Pancasila yang terjabar dalam UUD 1945. Jadi, tegaknya bangsa dan
NKRI sebagai bangsa merdeka, berdaulat, bersatu dan bermartabat amat
ditentukan oleh tegaknya integritas sistem kenegaraan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan analisis normatif filosofis-ideologis dan konstitusional, semua
komponen bangsa wajib setia dan bangga (mengikat, memaksa) kepada sistem
kenegaraan Pancasila sebagaimana terjabar dalam UUD 1945, termasuk
kewajiban bela negara. Sebagai bangsa dan negara modern, kita mewarisi nilainilai fundamental
filosofis-ideologis sebagai pandangan hidup bangsa (filsafat
hidup, Weltanschauung) yang telah menjiwai dan sebagai identitas bangsa (jatidiri
nasional, Volksgeist) Indonesia. Nilai-nilai fundamental warisan sosio-budaya
Indonesia ditegakkan dan dikembangkan dalam sistem kenegaraan Pancasila,
sebagai pembudayaan dan pewarisan bagi generasi penerus.
Kehidupan nasional sebagai bangsa merdeka dan berdaulat sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945 berwujud NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Sistem NKRI ditegakan oleh kelembagaan negara (suprastruktur) bersama
semua komponen bangsa, yakni infrastruktur dan warganegara berkewajiban
menegakkan asas normatif filosofis-ideologis secara konstitusional, yakni UUD
1945 seutuhnya sebagai wujud kesetiaan dan kebanggaan nasional.
Nilai-nilai fundamental dimaksud terutama filsafat hidup (Weltanschauung)
bangsa yang oleh pendiri negara (PPKI) dengan jiwa hikmat kebijaksanaan dan
kenegarawanan, musyawarah mufakat menetapkan dan mengesahkan sebagai
dasar negara Indonesia merdeka. Berdasarkan legalitas dan otoritas PPKI
sebagai pendiri negara, maka UUD 1945 sesungguhnya mengikat (imperatif)
seluruh komponen bangsa untuk setia menegakkan dan membudayakannya.
Selanjutnya, asal mula terbentuknya Pancasila sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia, dapat ditelusuri dari proses pembentukannya, berikut ini.
1) Kausa Materialis
Pancasila yang sekarang menjadi ideologi negara bersumber pada bangsa
Indonesia. Artinya bangsa Indonesia sebagai kausa materialis (asal mula
bahan) dari adanya Pancasila. Nilai-nilai Pancasila digali dari kekayaan
bangsa Indonesia, berupa adat istiadat, budaya, dan nilai religius yang
terpelihara dan berkembang sebagai pandangan hidup atau ideologi bangsa.

1.3 Unsur-unsur Causa Materialis Pancasila


Prof. Notonagoro untuk mencari asal mula Pancasila menggunakan
teori causalitas (sebab akibat). Berdasarkan teori causalitas tersebut,
causa materialis Pancasila berasal dari adat kebiasaan, kebudayaan
dan agama yang ada di Indonesia (Notonagoro, 1975: 32). Dengan
demikian, tidak dapat diragukan bahwa dasar negara yang kita
miliki digali dari nilai yang terdapat dalam masyarakat. Nilai
tersebut tersebar pada masyarakat, digunakan untuk mengatur
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tidak, diragukan lagi
bahwa Pancasila sebenarnya merupakan budaya dan pembudayaan
bangsa Indonesia yang perlu dipahami secara ilmiah oleh bangsa
Indonesia.
1. Adat-istiadat
Sebelum melihat sejauh mana implementasi adat-istiadat dalam
Pancasila, dan bagaimana bentuk konkretnya dalam sila-sila Pancasila
terlebih dahulu diuraikan karakteristik adat-istiadat tersebut. Pada
pokoknya adat-istiadat merupakan urusan kelompok; tidak ada
adat-istiadat orang seorang. Seseorang mengikuti adat-istiadat
bersama dengan orang lain; adat-istiadat sekaligus merupakan
urusan masyarakat. Masyarakat ini kadang-kadang mempunyai
pembatasan yang agak cermat, misalnya, sebuah suku atau satu
persekutuan pedesaan yang masih tertutup di dalam masyarakat
yang bersifat sangat agraris.
2. Kebudayaan
Causa materialis kedua Pancasila adalah budaya atau kebudayaan
bangsa. Dari segi etimologisnya; kata "Kebudayaan" berasal dari kata Sanskerta budhayah, ialah
bentuk jamak dari budhi
yang berarti "budi" atau "akal". Demikian, kebudayaan itu dapat
diartikan "hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal"
(Koentjaraningrat, 1974: 19).
Mengikuti arti etimologis kebudayaan, ternyata kebudayaan
sangat luas aspeknya. Kebudayaan merupakan hasil dari akal
budi, dengan demikian keseluruhan hasil akal manusia, seperti
ilmu, teknologi, ekonomi dan lain-lain termasuk kebudayaan.
Seiring dengan itu, JWM Bakker dalam mencari definisi kebudayaan
menyatakan sekurang-kurangnya terdapat tujuh kategori arti
kebudayaan, masing-masing sebagai berikut.
a) Ahli sosiologi mengerti kebudayaan keseluruhan kecakapan
(adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki
manusia sebagai subjek masyarakat.
b) Ahli Sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan
mendefinisikan sebagai warisan sosial atau tradisi.
c) Ahli Filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan
terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita.
d) Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way
of life, kelakuan.
e) Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian
(adjustment) manusia kepada alam sekelilingnya, kepada
syarat hidup (Bakker, 1984: 27-28).
3. Agama-agama
Causa materialis ketiga Pancasila adalah berbagai agama
yang ada di Indonesia. Sudah sejak dahulu kala dikatakan bangsa
Indonesia adalah bangsa yang beragama, bangsa yang mengakui
adanya Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang hidup dalam komunitas bangsa Indonesia dapat
digolongkan ke dalam agama asli dan agama etnis, sedangkan agama
yang datang dari luar disebut sebagai agama langit atau agama
yang bersumber dari wahyu Tuhan. JWM Bakker, menyebutkan
agama asli pada berbagai suku bangsa yang dikenal dengan
nama Protomelayu (Bakker, 1976: 23). Selanjutnya dikatakan,
yang terkenal sebagai agama asli tadi, yaitu: Parmalin, Parbaringan
atau agama Si raja Batak, agama Sabulungan di kepulauan
Mentawai, Kaharingan, agama suku Dayak di Kalimantan, Aluk to
Dollo, agama asli suku Toraja, Parandangan Ada, agama asli lain
di Sulawesi Tengah, agama Marapu, agama asli di pulau Sumba, agama Bali Aga, agama asli di pulau
Bali, agama Viori Keraeng, di
Manggarai, Flores Barat, agama Ratu Bita Bantara, di Sikka,
Flores Tengah (Bakker, 1976: 25).
E.E. Evans Pritchard (1984), menyatakan : ... bahwa agamaagama primitif adalah merupakan bagian
dari agama pada
umumnya (species dari genus), dan bahwa semua orang yang
benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa semua orang
yang benninat terhadap agama haruslah mengakui bahwa suatu
studi tentang pandangan dan praktek ragam coraknya, akan
menolong kita untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan tertentu
tentang hakikat agama pada umumnya... (Pritchard, 1984: 2)

Anda mungkin juga menyukai