Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam sebuah Negara pasti memiliki dasar negara, dimana dasar negara tersebut menjadi
pedoman dalam kehidupan warga negaranya. Begitu pula dengan Negara Indonesia yang
memiliki dasar negara yakni pancasila.

Pada hakikatnya pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, yang mana
segala aturan hukum  yang berlaku di Indonesia bersumber dari pancasila. Namun faktanya
pancasila hanya menjadi sebuah simbol dan tidak memiliki arti serta sumbangsih dalam
menyelesaikan persoalan negara.

Kurangnya pemahaman tentang makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
membuat para petinggi negara menjadikan pancasila sebagai alat kepentingan politik. Untuk
itu penulis akan membahas tentang hakikat,filsafat dan nilai – nilai dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah hakikat pancasila itu ?


2. Bagaimanakah filsafat pancasila ?
3. Apa saja nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui hakikat pancasila.


2. Mengetahui filsafat pancasila.
3. Mengetahui nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT PANCASILA

Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem nilai (value system) yang merupakan
kristalisasi dari nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa Indonesia, yang berakar dari unsur-
unsur kebudayaan secara keseluruhan terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Proses
terjadinya Pancasila melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme, karena nilai-nilai
Pancasila sudah ada dan merupakan suatu realita yang hidup sejak zaman dahulu yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itulah yang
menimbulkan tekat bangsa Indonesia untuk mewujudkannya dalam sikap dan tingkah laku
serta perbuatannya (Kaelan, 2007:13)

Sebagai ideologi, Pancasila berhakikat sebagai:

1. Pandangan hidup bangsa, berarti Pancasila sebagai pedoman atau petunjuk


kehidupan sehari-hari, yang mana berbentuk pada norma moral bangsa Indonesia
2. Dasar negara, yakni Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur
pemerintah negara atau sebagai dasar untuk mengatur penyelanggaraan negara,
yang mana berbentuk pada norma hukum negara Indonesia
3. Tujuan nasional (negara), maksudnya Pancasila lahir dari Nilai-nilai budaya dan
religi bangsa Indonesia yang sudah hidup berabad-abad lamanya, yang mana
berbentuk pada norma politik (kebijakan) pembangunan nasional Indonesia.

Pemahaman tersebut bersumber pada kerangka dan subtansi nilai-nilai yang termuat
dalam pembukaan UUD 1945. Pembukaan ini merupakan teks Proklamasi Kemerdekaan
NKRI yang lengkap dan terinci. Teks proklamasi itu sendiri, lahir melalui proses sejarah
perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, dari yang semula sebagai budaya suku-suku asli,
berkembang dalam budaya kerajaan-kerajaan besar (Kutai, Sriwijaya, Majapahit, dst),
kemudian dipengaruhi oleh budaya agama-agama/penjajah-penjajah, sampai akhirnya
dipengaruhi pula oleh ideologi-ideologi besar dunia bahkan sampai kini di era globalisasi
informasi). Jadi, hakikat Pancasila (demikian pula UUD 1945), tidak lahir secara mendadak
tetai mereka ditempa oleh sejarah lahirnya Indonesia sebagai suatu bangsa.
B. FILSAFAT PANCASILA

Koento Wibisono menyatakan bahwa sejak reformasi 1998, akibat praktek politik
yang dilakukan oleh rezim Orde Baru menyebabkan banyak orang menjadi pesimis, alergi
dan apatis dengan pancasila. Bangsa Indonesia ini juga kadang menyalahkan Pancasila
sebagai ideologi negara, padahal jika dipikirkan kembali persoalannya bukan pada Pancasila,
akan tetapi bagaimana masyarakat Indonesia mampu menerapkan nilai – nilai Pancasila di
dalam kehidupan.(Edwin dkk, 2006: XII).
Pancasila yang memiliki sumber pengetahuan dan nilai – nilai luhur sudah seharusnya
dapat diimplementasikan oleh setiap masyarakat Indonesia, namun mengapa Pancasila sangat
sulit di terapkan di dalam diri bangsa Indonesia ? Secara filsafat, Pancasila merupakan nilai –
nilai ideologis yang berderajat, maksudnya di dalamnya terkandung nilai luhur, nilai dasar,
nilai instrumental, nilai praksis dan nilai teknis. Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa
Indonesia yang lestari tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan nilai dasarnya harus
dapat bersifat tetap, sementara nilai instrumentalnya harus semakin dapat direformasi dengan
perkembangan tuntunan zaman.
Pancasila memiliki makna secara ontologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang
seharusnya dapat dipahami oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, agar di dalam kehidupan
tidak melakukan perbuatan tercela dan merugikan orang lain.
Kedua, secara epistemologis, Pancasila pada mulanya adalah harmonisasi dari paham
barat modern sekunder, paham kebangsaan, Islam dan berbagai jenis pengetahuan lainnya
yang melalui proses perdebatan panjang hingga mencapai titik temu. Kebenaran yang
dikandung Pancasila adalah kebenaran yang consensus yakni sistem terbuka yang dapat
ditafsir dalam berbagai arti, dinilai kelemahan dan kelebihannya dan dikontekstualisasikan
dengan semangat perubahan.
Ketiga, secara aksiologi, Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai nilai-nilai
luhur yang terkandung didalam sila-silanya, nilai-nilai tersebut sudah seharusnya mampu
diserap oleh masyarakat Indonesia.
Ketika Pancasila dinyatakan sebagai pandangan hidup, berarti Pancasila itu sendiri
memiliki ilmu pengetahuan yang sesungguhnya sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia
sebagai petunjuk di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila terdiri atas lima
nilai yang mana menjadi ruh dari hukum yang akan dibentuk, sehingga hukum yang berlaku
memuat kesadaran akan bertuhan, memuliakan manusia, mempersatukan beragam golongan,
mengutamakan musyawarah dan adil. Jika kelima nilai dasar pembentuk hukum disatukan
maka akan tercipta hukum gotong royong, sebuah hukum yang membangun segenap
komponen bangsa dalam sebuah kerjasama tradisional berupa gotong royong (Soekarno
2005:2-3). Namun, akankah nilai – nilai itu masih ada dalam situasi zaman yang telah
berubah ?
Gotong royong bermakna adanya kebersamaan dan sikap saling tolong –menolong
diantara individu dalam masyarakatnya. Ketika manusia memahami bahwa dirinya tidak
dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, maka ia wajib menjalin hubungan baik dengan
sesamanya. Dalam berbuat ia berbuat bersama dengan orang lain terdorong oleh jiwa yang
duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi (Koentjaraningrat 2000:62). Hukum yang
terbentuk tentunya mencerminkan nilai gotong royong bangsa Indonesia yang telah dianut
selama berabad-abad.
Pancasila tergali dari beragam nilai budaya bangsa dan kemudian menjadi bahan
dasar pembentuk hukum yang ideal. Filsafat hukum Pancasila tentunya secara logis
mengutamakan sifat komunal dibanding sifat individual. Penciptaan hukum bertujuan untuk
melindungi masyarakat luas dan bukan mengutamakan kepentingan individu. Jika
kepentingan individu diutamakan maka nilai itu bertentangan dengan landasan etnik hukum
Pancasila yakni gotong royong. Meskipun mengutamakan nilai kebersamaan, hak individu
tetap dihormati dan tidak kehilangan tempat.
Mengapa bangsa ini ada adalah untuk mewujudkan tujuan yang didambakan bersama,
tujuan bangsa ini tertuang dalan Konstitusi Negara Republik Indonesia 1945: memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut menjaga ketertiban dunia. Kita
adalah bagian dari masyarakat internasional dan kita memandang bahwa diri kita dengan
bangsa –bangsa lain bersama-sama mewujudkan masyarakat yang damai dengan menghapus
segala bentuk penjajahan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus dapat menempatkan ideologi Pancasila
sebagai sistem ilmu pengetahuan, sehingga upaya untuk mengikis anggapan negatif atas
ideologi Pancasila menjadi lebih memungkinkan. Apabila Pancasila tidak didukung oleh
manusia-manusia yang sadar dan terdidik serta ilmuwan-ilmuwan yang handal dan para
mahasiswa yang duduk di perguruan tinggi, maka nilai-nilai Pancasila akan menjadi pudar,
disfungsional dan mungkin terjerumus kedalam kebekuan dogmatic, kemiskinan konseptual
sebagai akibat langkanya gagasan-gagasan segar secara filsafati.
C. NILAI – NILAI PANCASILA

Menurut Notonegoro dalam buku (Sunoto, 1991:50) berpendapat bahwa pancasila


merupakan dasar negara yang menjadi pandangan hidup dan alat pemersatu bangsa. Nilai
yang tertera pada lima sila tersebut merupakan ideologi yang digunakan sebagai pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima dasar utama
Pancasila adalah:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam sila pertama ini, kita harus percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, saling menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama, saling menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai
agama dan kepercayaan masing-masing, tidak memaksakan satu agama dan
kepercayaan kepadaorang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap. Di dalam sila kedua, kita harus mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban, saling mencintai sesame
manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap
orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia. Di dalam sila ketiga ini, kita harus menempatkan persatuan,
kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia di atas
kepentingan pribadi atau golongan, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara, cinta tanah air dan bangsa, memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Di dalam sila ke empat, berarti mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama, musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan, dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima
dan melaksanakan hasil keputusan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalam sila kelima berarti
perbuatan –perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotong royongan, bersikap adil, menghormati hak-hak orang
lain, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, bersama-
sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.
(Kaelan, 1993:187-189).
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri dari lima sila itu memiliki banyak sumber
pengetahuan yang sudah seharusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan manusia
dan dijadikan petunjuk dalam berperilaku. Pengetahuan yang terkandung di dalam Pancasila
sesungguhnya sudah cukup untuk mengatasi persoalan kebangsaan dan membawa kemajuan
jika ia diterapkan secara genuine di dalam menjalankan semua aktivitas, tugas negara
maupun tugas akademik.

Beberapa tahun terakhir persoalan persatuan kebangsaan terasa mengalami tantangan


yang tidak ringan, yang tampak pada munculnya peristiwa-peristiwa kerusuhan yang tak
sedikit (Sutrisno, 2006:142). Apalagi merebaknya praktek korupsi yang dilakukan oleh
pejabat negara dan pejabat daerah membuat peradapan bangsa Indonesia semakin hancur.
Ketika korupsi menjadi budaya bangsa Indonesia, maka negara Indonesia akan mengalami
kesulitan untuk maju dan bersaing dengan negara lain. Menguatnya praktek korupsi,
disebabkan para pejabat negara yang tidak mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Bahkan mereka apatis dan tidak peduli dengan Pancasila, Pancasila dijadikan sebagai sebuah
identitas saja, tetapi tidak pernah diimplementasikan ke dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Untuk mengatasi persoalan kebangsaan dalam upaya pengembangan Pancasila


diperlukan beberapa faktor, pertama, harus ada proses penyadaran terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang memiliki banyak makna bagi kehidupan umat manusia,
penyadaran dapat dilakukan kepada masyarakat dan pejabat dengan memberikan
pengetahuan bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup harus selalu diikut sertakan dalam
setiap pengambilan kebijakan pemerintah, sehingga perilaku menyimpang dna korupsi dapat
direduksi.

Kedua, memperbaiki mental pejabat negara agar tidak selalu melakukan korupsi yaitu
dengan selalu menanamkan nilai-nilai Pancasila. Sehingga akan menambah pengalaman dan
peresapan pengetahuan seseorang tentang Pancasila ke dalam mentalitasnya dan hati-budi-
nuraninya.

Ketiga, menanamkan nilai-nilai Pancasila ke dalam hati nurani. Jika hati nurani tidak
memiliki kepedulian dan empati terhadap nilai-nilai luhurdari ontologi Pancasila maka sulit
untuk mengimplementasikan makna Pancasila di dalm kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu, yang perlu dibenahi adalah nurani manusia, sehingga penyadaran nilai-nilai Pancasila
tidak hanya dilakukan melalui rasio dan pikiran manusia saja, melainkan juga menyentuh hati
nurani manusia.

Pengetahuan Pancasila, dimulai saat seseorang mulai mengerti keberadaan cipta, rasa
dan karsa yang dimilikinya, saat ketiga unsur tersebut mulai bekerja sama dalam kesatuan
yang bulat dan menyeluruh meliputi perinciannya dalam memandang, menilai dan
menyelesaikan masalah yang dihadapiya, saat itulah Pancasila (sebagai pengetahuan ) mulai
terbentuk dalam dirinya (Edwin dkk., 2006:144).

Lalu, bagaimana sikap pemerintah untuk penduduk Indonesia yang tinggal di daerah
terluar Indonesia ? contohnya seperti penduduk yang tinggal di perbatasan negara Indonesia
dan Malaysia, hampir seluruh perekonomian mereka berbaur dengan orang-orang Malaysia,
apakah pemerintah tidak adil ? justru pemerintah memberikan kebebasan bagi mereka untuk
jual-beli dengan orang-orang Malaysia merupakan sikap bijak pemerintah, karena dengan
diberikannya kebebasan seperti itu berarti pemerintah mengutamakan kesejahteraan
rakyatnya, selama mereka masih tetap memegang identitasnya sebagai warga negara
Indonesia tindakan tersebut tidaklah buruk.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem nilai (value system) yang merupakan
kristalisasi dari nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa Indonesia, yang berakar dari
unsur-unsur kebudayaan secara keseluruhan terpadu menjadi kebudayaan bangsa
Indonesia.
2. Secara filsafat, Pancasila merupakan nilai –nilai ideologis yang berderajat,
maksudnya di dalamnya terkandung nilai luhur, nilai dasar, nilai instrumental, nilai
praksis dan nilai teknis. Agar ia dapat menjadi ideology bangsa Indonesia yang lestari
tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan nilai dasarnya harus dapat bersifat
tetap, sementara nilai instrumentalnya harus semakin dapat direformasi dengan
perkembangan tuntunan zaman.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yakni: Ketuhanan Yang Maha Esa, kita
harus percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, saling menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama. Kemanusiaan yang adil dan beradab, kita harus
mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban. Persatuan Indonesia, kita
harus menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara Indonesia di atas kepentingan pribadi atau golongan. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat,kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, berarti
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia, perbuatan –perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotong royongan.

B. SARAN

Demikian pembahasan tentang Hakikat Filsafat dan Nilai-nilai Pancasila, tentunya


masih banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para
pembaca  memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.

Anda mungkin juga menyukai