Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Agama Hindu memiliki kerangka dasa yang dapat dipergunakan oleh
umat sebagai landasan untuk memahami, mendalami, dan menagamalkan
ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri
dari tiga unsur yaitu Tattwa/filsafat, susila/etika, dan upacara/Ritual. Ketiga
unsur kerangka dasar itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
terpisahkan. Untuk dapat memahami, mendalami, dan mengamalkan ajaran
Agama Hindu secara utuh dalam kehidupan sehari-hari maka setiap umat
Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman.
Dengan demikian, mereka dapat mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi
sejahtera dan bahagia.
Dalam Agama Hindu manusia memiliki 4 jenjang kehidupan, sehingga
dengan adanya empat fase tersebut jelas bahwa hidup itu deprogram menjadi
empat fase dalam kurun waktu tertentu. Tegasnya dalam satu lintasan hidup
diharapkan manusia mempunyai tatanan hidup melalui empat tahap program
tersebut dan menunjukan hasil yang sempurna.
Catur Asrama berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata Catur dan
Asrama. Catur yang berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau
lapangan “kerohanian”. Kata asrama sering juga dikaikan dengan jenjang
kehidupan. Jenjang kehidupan itu berdasarkan atas tatanan rohani, waktu,
umur, dan sifat prilaku manusia.
Agama Hindu memberikan tempat yang utama terhadap ajaran tentang
dasar dan tujuan hidup manusia. Dalam ajaran Agama Hindu ada suatu sloka
yang berbunyi: "Moksartham Jagadhita ya ca iti dharmah", yang berarti bahwa
tujuan beragama adalah untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan
ketentraman batin (kedamaian abadi). Dari makna tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa manusia diciptakan dan hidup di dunia ini untuk mencapai
tujuan hidup yang tertinggi, yaitu Moksa. Selain itu manusia juga memiliki
tiga tujuan hidup lainnya, yaitu Dharma, Artha, dan Kama
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
:
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan Grahasta ?
1.2.2. Apakah Tujuan dan Kewajiban Grahasta?
1.2.3. Pada usia Berapakah Grahasta dilaksanakan ?
1.2.4. Apakah manfaat Grahasta dalam kehidupan sehari – hari?

1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian / hakekat Grahasta
1.3.2. Untuk mengetahui tujuan dan kewajiban Grahasta
1.3.3. Untuk mengetahui manfaat Grahasta dalam kehidupan sehari – hari

1.4.Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah pembaca dapat ngengetahui dan
memahami bagian – bagian dari Catur Asrama terutama pada bagian Grahasta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Grahasta
Grahasta ialah tingkat kehidupan pada waktu membina rumah tangga yaitu
sejak kawin. “Kata Grha berarti rumah atau rumah tangga”. “Sta/stand artinya
berdiri atau membina”. Tingkat hidup Grhasta yaitu menjadi pimpinan rumah
tangga yang bertanggung jawab penuh baik sebagai anggota keluarga maupun
sebagai anggota masyarakat serta sekaligus sebagai warga Negara jenjang
kehidupan Grahasta dapat dilaksanakan apabila keadaan fisik maupun psikis
dipandang sudah dewasa, dan bekal pengetahuan sudah cukup memadai.
Setelah memasuki tingkat hidup Grahasta, bukan berarti masa belajar atau
menuntut ilmu itu berakhir sampai disitu saja. Belajar tidak mengenal batas
usia. Belajar berlangsung selama hayat dikandung badan. Maka orang bilang
masa muda adalah masa belajar. Hal ini mengandung arti tidak ada istilah tua
untuk belajar. Kerena itu pengetahuan itu sifatnya berkembang terus.
Brahmacari itu lebih diperdalam serta ditingkatkan lagi setelah menginjak
hidup berumah tangga. Dalam hidup berumah tangga ini ada beberapa
kewajiban yang perlu dilaksanakan yaitu :
a. Melanjutkan keturunan
b. Membina rumah tangga
c. Melaksanakan panca yadnya
Untuk itu maka dalam jenjang kehidupan ini masalah artha dan kama
menduduki tujuan utama, dengan berlandaskan Dharma (kebenaran).

2.2.Tujuan Grahasta
Perkawinan/Grahasta adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, karena seseorang baru dianggap sebagai warga penuh dari
masyarakat setelah mereka melaksanakan perkawinan [pernikahan]. Khusunya
di dalam adat Bali seseorang akan memperoleh hak-hak dan kewajiban
sebagai warga desa, banjar, dan dadia setelah mereka melaksanakan
perkawinan.
Syarat – syarat perkawinan adalah :
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Hidup sudah mapan
c. Saling cinta mencintai
d. Mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua
Sejak itu jenjang kehidupan baru masuk ke dalam anggota masyarakat.
Menurut kitab Nitisastra masa Grahasta adalah pada usia 20 tahun.
Adapun tujuan Grahasta adalah :
a. Malanjutkan keturunan
b. Membina rumah tangga (saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan,
jangan bertengkar apalagi di depan anak – anak karena akan
mempengaruhi perkembangan psikologis anak).
c. Melaksanakan panca yadnya.
Menurut kitab suci weda, perkawinan atau pernikahan adalah suatu
kewajiban. Weda tidak menganjurkan seseorang untuk nyukla brahmacari
[menjomblo]. Karena anak dipercaya akan dapat membantu roh atau atma
leluhurnya untuk bebas dari penderitaan atau memberi badan baru melalui
kelahiran bagi atma leluhurnya. Hal ini dapat kita simak dari Astika
caritera dalam Adi Parwa.
Dalam kitab Manvadharmasastra menyatakan bahwa tujuan perkawinan
itu meliputi hidup bersama-sama [suami –istri] untuk mewujudkan
pelaksanaan dharma [dharmasampatti], melahirkan keturunan [praja], dan
menikmati kehidupan seksual [rati]. Jadi tujuan utama perkawinan adalah
melaksanakan dharma. Dalam perkawinan hendaknya terutama suami-istri
terus berupaya jangan sampai ikatan tali perkawinan retak apalagi pecah.
Sebab perkawinan adalah ibarat perahu yang digunakan oleh grhastha untuk
mengarungi samudra kehidupan yang amat luas. Kalau perkawinan sampai
retak apalagi pecah maka yang menjadi tujuan perkawinan yaitu untuk
melaksanakan dharma tidak akan tercapai.

2.3.Tugas dan Kewajiban Grahasta


Dalam ceritera mitos Sang Astika Sang Jaratkaru dicerterakan menikah
dengan seekor ular. Dari cerita ini terkandung makna dalam perjalannan
berumah tangga memang akan penuh liku seperti ular yang sedang berjalan
belok sana belok sini, kepalanya kadang terangkat ke atas kadang menjulur ke
bawah, penuh variasi, Seolah-olah menggambarkan kehidupan orang yang
mulai berumah tangga, kadang senang kadang susah, kadang cekcok kadang
akur, sebagi gejolak-gejolak kecil. Tetapi yang terpenting kita bisa
mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama masa brahmacari.
Kewajiban-kewajiban setelah berumah tangga juga semakin bertambah.
Salah satu kewajiban seorang grehastha adalah mencari artha untuk
menunjang kehidupan berumah tangga dengan bekerja untuk mencapai hidup
damai, sejahtra, dan bahagia.
Dalam perkawinan tugas seorang mempelai laki-laki antara lain
mewujudkan kesejahtraan dan kemakmuran bagi keluarganya, mampu
membuahi istrinya, untuk melanjutkan keturunan, merencanakan jumlah
keluarga, Dalam mewujudkan kesejahtraan dan kemakmuran, tentu dituntut
tanggungjawab dari seorang suami untuk mampu menjadi pelindung dan figur
yang dihormati oleh istri dan anak-anaknya. Sedangkan tugas dari seorang
mempelai wanita adalah suka berdoa, melahirkan anak-anak yang gagah
berani, mengkondisikan anak-anak agar memiliki sifat yang gagah berani,
bijak dalam pembicaraannya, mengawasi dan menopang keluarga,
menghormati keluarga mertua, selalu waspada dan berhati-hati.
Dalam kehidupan Grahasta memiliki kewajiban yang harus dipenuhi yaitu
sebagai berikut :
a. Kewajiban Suami dan Istri dalam Rumah Tangga
Menurut undang – undang perkawinan yaitu UU. No. 1 Tahun 1974
bahwa suami dan istri masing – masing memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat. Secara garis besarnya kewajiban – kewajiban tersebut adalah :
- Hak dan kedudukan suami istri dalam pergaulan kehidupan dalam
masyarakat adalah seimbang.
- Setiap pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum
- Suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah
tangga.
- Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan
saling member bantuan secara lahir dan batin.

b. Kewajiban Suami
menurut kitab suci hindu (Weda Smerti) seorang suami berkewajiban :
- Melindungi istri dan anak – anaknya. Ia harus mengawinkan anaknya
jika sudah waktunya.
- Menugaskan istrinya untuk mengurus rumah tangga dan urusan agama
dalam rumah tangga ditanggung bersama
- Menjamin hidup dengan member nafkah kepada istrinya, bila akan
pergi ke luar daerah.
- Memelihara hubungan kesucian dengan istri, saling mempercayai,
memupuk rasa cinta dan kasih saying serja jujur lahir batin. Suka dan
duka dalam rumah tangga ditanggung bersama sehingga terjaminnya
kerukunan dan keharmonisan.
- Menggauli istrinya dan mengusahakan agar tidak terjadi perceraian
dan masing – masing tidak melanggar kesucian.
- Tidak merendahkan martabat istri. Jangan terlalu cemburu, yang
menyebabkan timbulnya percekcokan dan perceraian dalam keluarga.

c. Kewajiban Istri
Disamping kewajiban suami menurut Weda Smerti, ditetapkan pula
pokok kewajiban istri, sebagai timbale balik dari kewajiban suami.
Kewajibannya ini meliputi kewajiban sebagai seorang istri dan kewajiban
sebagai wanita dalam rumah tangga, kewajibannya itu adalah :
- Sebagai seorang istri dan sebagai seorang wanita hendaknya selalu
berusaha tidak bertindak sendiri – sendiri. Setiap rencana yang akan
dibuat, harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan suami.
- Istri harus pandai membawa diri dan pandai pula mengatur dan
memelihara rumah tangga, supaya baik dan ekonomis.
- Istri harus setia pada suami dan pandai meladeni suami dengan hati
yang tulus iklas dan menyenangkan.
- Istri harus dapat mengendalikan pikiran, perkataan dan tingkah laku
dengan selalu berpedoman pada susila. Ia harus dapat menjaga
kehormatan dan martabat suaminya.
- Istri harus dapat memelihara rumah tangga, pandai menerima tamu dan
meladeni dengan sebaik – baiknya.
- Istri harus setia dan jujur pada suami dan tidak berhati dua.
- Hemat cermat dalam menggunakan kekayaan , tidak berfoya – foya
dan boros merupakan pangkal kemelaratan.
- Mengerti tugas wanita, rajin bekerja, merawat anak dan meladeni
kepentingan semua keluarga. Berhias di waktu perlu.

2.4. Grahasta dalam Kehidupan Sehari – hari


Grahasta dalam kehidupan sehari – hari dimulai dari Catur Asrama yaitu
Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta, dan Bhiksuka. Brahmacari merupakan jenjang
atau tahapan awal untuk menumbuhkan karakter seseorang. Brahmacari dalam
kehidupan sekarang dapat dilihat dari pendidikan formal dimulai dari pendidikan
Taman Kanak-Kanak sampai pada Perguruan Tinggi, sedangkan pendidikan
nonformal dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat misalnya
diadakannya pasraman-pasraman. Selain itu, pada jaman modern sekarang tidak
adanya batasan-batasan tertentu dalam masa menuntut ilmu pengetahuan
(Brahmacari), pendidikan bisa dilakukan seumur hidup selama orang itu mau dan
mampu menuntut ilmu. Menuntut ilmu juga sebagai bekal dalam kehidupan masa
mendatang seperti masa Grahasta yaitu masa berumah tangga. Pada kehidupan
inilah kita sebagai seorang Grahasta dituntut untuk menggunakan ilmu
pengetahuan yang kita pelajari pada masa Brahmacari agar kesulitan-kesulitan
dalam kehidupan masa berumah tangga ini dapat disiasati dengan baik. Menginjak
pada masa Wanaprasta pada jaman sekarang, tidak dapat dilakukan dengan
mengasingkan diri kedalam hutan seperti pada jaman dahulu. Tetapi dapat
dilakukan dengan jalan melaksanakan swadharma sebagai anggota masyarakat
yang baik. Terakhir, dalam masa bhiksuka kita dituntut untuk dapat mengekang
hawa nafsu dan lepas dari ikatan duniawi seperti menundukkan segala nafsu-nafsu
yang ada dalam diri manusia
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Sebagai pedoman tatanan hidup masyarakat Hindu, Catur Asrama
memegang peranan sangat penting yaitu mengatur segala tingkah laku dari
keempat jenjang kehidupan dan menunjukkan tugas serta kewajiban yang
harus dilaksanakan dalam masing-masing jenjang atau tingkat kehidupan umat
manusia terutama pada masa Grahasta. Dan apabila manusia tersebut dapat
menjalankan keempat masa itu dengan baik maka akan mewujudkan
keharmonisan antar umat manusia, kebahagiaan, kedamaian dan ketentraman
hidup serta tujuan terakhir dari pada umat Hindu yaitu moksa akan tercapai
atas asungkertawaranugraha Ida Sang hyang Widhi Wasa.
3.2.Saran
Pada kehidupan sekarang khususnya Agama Hindu, masih banyak
masyarakat yang belum memahami konsep catur asrama, sehingga dalam
kehidupan Grahasta masih banyak masyarakat yang tidak tau hak dan
kewajiban sebagai suami istri, maka dari itu perlu diadakan penyuluhan atau
dharma wacana setiap desa tentang catur asrama.
Daftar Pustaka
Tim Penyusun. 2016. Buku Bacaan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X.
Edisi Revisi.
http://wayansuastika1.blogspot.nl/2017/10/makalah-agama-hindu-catur-asrama-
dan.html
http://ketootsarpe.blogspot.nl/2017/01/dasar-dasar-agama-hindu-makalah-
catur.html
http://cakepane.blogspot.nl/2015/08/grahasta-asrama-catur-asrama.html

Anda mungkin juga menyukai