Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

CATUR ASRAMA

Penyusun:

KETUT SARPE ADI

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU

DHARMA NUSANTARA JAKARTA

2016/2017
KATA PENGANTAR

Om Swastuyastu

Atas asung wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, dalam
waktu yang singkat ini penyusun berusaha menyelesaikan sebuah makalah tentang “Catur
Asrama” dan dengan selesainya makalah ini semoga dapat memberikan mamfaat dan inspirasi
terhadap pembaca.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Bali, 6 Februari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL..............................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................1

C.Tujuan...........................................................................................................................................1

BAB II CATUR ASRAMA

A. Pengertian Catur Asrama............................................................................................................2

B. Bagi – Bagian Catur Asrama.......................................................................................................2

1. Brahmacari Asrama.....................................................................................................................2

1.1. Sukla Brahmacari......................................................................................................................2

1.2. Sewala Brahmacari...................................................................................................................2

1.3. Kresna Brahmacari...................................................................................................................2

2. Grhasta Asrama......................................................................................................................

3. Wanaprastha Asrama...........................................................................................

4. Sannyasin atau Bhiksuka......................................................................................................

C. Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Moderen......................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................

B. Daftar Pustaka...............................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Hindu memiliki kerangka dasar yang dapat dipergunakan oleh umat sebagai
landasan untuk memahami, mendalami, dan menagamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan
sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri dari tiga unsur
yaitu Tattwa/filsafat, susila/etika, danupacara/Ritual. Ketiga unsur kerangka dasar itu
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Untuk dapat memahami,
mendalami, dan mengamalkan ajaran Agama Hindu secara utuh dalam kehidupan sehari-hari
maka setiap umat Hindu memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman.
Dengan demikian, mereka dapat mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan
bahagia Ethika merupakan ajaran perilaku atau perbuatan yang bersifat sistematis tentang
perilaku (karma). Menurut kitab suci hendaknya selalu mengupayakan perilaku yang baik
dengan sesamanya. Memerlakukan orang lain dengan baik sesungguhnya adalah sama dengan
memperlakukan diri sendiri (Tattwamasi). Perilaku seperti itu selamanya patut diupayakan dan
dilestarikandalam setiap tindakan kita sebagai manusia. Setiap individu hendaknya selalu berfikir
dan bersikap profesional menurut guna dan karma.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Catur Asrama Dan Apa Saja Bagi-Bagianya?

2. Apa Contoh Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern?

C. Tujuan

1. Menjelaskan Perngertian Catur Asrama Dan Pembagiannya

2. Mengetahui Contoh Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern


BAB II

CATUR ASRAMA

A. Pengertian Catur Asrama

Catur Asrama berasal dari dua kata yaitu “Catur” yang artinya empat dan “Asrama”
artinya tahapan atau jenjang. Jadi Catur Asrama artinya empat jejang kehidupan yang harus
dijalani dengan sungguh-sungguh untuk mencapai moksa. Atau Catur Asrama juga dapat
diartikan sebagai empat tingkatan hidup manusia sebagai dasar keharmonisan hidup dimana pada
tiap-tiap tingkatan hidup manusia yang diwarnai dengan adanya ciri-ciri tugas dan kewajiban
yang berbeda pada setiap jenjangan tetapi memiliki kaitan dan tidak bisa dipisahkan antara satu
dengan bagian lainnya.

B. Bagi-Bagian Catur Asrama

1.Brahmacari Asrama

Terdiri dari dua kata yaitu Brahma yang artinya ilmu pengetahuan dan Cari artinya tingkah laku
dalam mencari atau menuntut ilmu. Brahmacari artinya tingkatan atau masa dimana manusia
dalam usahanya menuntut ilmu pengetahuan. Dizaman yang sudah modern seperti ini manusia
atau orang menuntut ilmu dilembaga pendidikan seperti sekolah dari jenjang Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi. Berbeda dengan dizaman dahulu seorang murid menuntut disebuah
asrama dan itupun lokasinya jauh didalam hutan atau tempat sunyi. Adapun pada masa
Brahmacari ini murid tidak boleh mengumbar hawa nafsu dan fokus untuk belajar saja.

Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu pengetahuan adalah maksimal 20 tahun,
dan seterusnya hendaknya kawin untuk mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya.

Berikut ini kutipan Nitisastra sargah V1 dengan tembang Kusumawicitra:

Taki-takining sewaka guna widya

Smara – wisaya rwang puluh ing ayusya

Tegah I tuwuh san-wacana gegon-ta

Patilaring atmeng tanu paguroken


Artinya:

Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan.

Jika Sudah berumur dua puluh tahun orang harus kawin.

Jika sudah setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik.

Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.

Pentingnya Brahmacari Asrama, disebutkan dalam Atharvaveda sebagai berikut:

Brahmacaryena tapasa, raja rastram vi raksati,acaryo brahmacaryena,

brahmacarinam Icchate

(Atharvaveda XI.5.17)

Artinya:

Seorang pemimpin dengan mengutamakan brahmacari dapat melindungi rakyatnya,

Dan seorang guru yang melaksanakan brahmacari menjadikan siswanya orang yang

Sempurna

Sa dadhara prthivim divam ca

Tasmin devah sammanaso bha vanti

(Atharvaveda XI.5.1)

Artinya:

Seorang yang melaksanakan brahmacari akan menjadi penompang kekuatan dunia;

Tuhan (Hyang Widhi) bersemayam pada diri seorang brahmacari


Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya
guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang
disebut dengan ” Oya sakti ” . Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa
nafsu sex ,karena akan mempengaruhi ketajaman otak.

Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang
mengikuti waktu dan zaman . Maka pendidikan dilakukan seumur hidup.Dalam kitab Silakrama ,
pendidikan seumur hidup dapat dibedakan menurut perilaku seksual dengan masa brahmacari.

Dalam masa Brahmacari ini ada tiga pilihan yaitu:

1.1. Sukla Brahmacari

Artinya tidak menikah sepanjang hidupnya artinya dia tetap fokus untuk menuntut ilmu
dan nanti akan menyebarkannya. Nah Sukla Brahmacari ini akan melewati jenjang Grhasta
Asrama atau masa berumah tangga.Contoh orang yang melaksanakan sukla brahmacari .
Laksmana dalam cerita ramayana, bhisma dalam mahabarata, jarat karu dalam cerita adi parwa.

1.2. Sewala Brahmacari

Artinya hanya menikah sekali saja dalam hidupnya apapun alasannya.

1.3. Kresna Brahmacari

Artinya menikah lebih dari satu kali, maksimal empat kali dan itupun harus dapat izin
dari istri misalnya karena istri tidak bisa memberikan keturunan atau istri sakit-sakitan

Adapun syarat tresna brahmacari adalah :

- Mendapat persetujuan dari istri pertama


- Suami harus bersikap adil terhadap irtri-istrinya
- Sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.

2. Grhasta Asrama

Jenjang yang kedua ini artinya masa berumah tangga, tahapan ini dilakukan dengan
melaksanakan pernikahan, pada tahapan ini merupakan masa yang penting karena menunjang hal
yang lainnya. Menikah merupakan tugas suci bagi umat Hindu. Istri merupakan partner dalam
kehidupan dan seorang pria tidak bisa melakukan Yadnya tanpa Istri. Dalam masa inilah manusia
akan dilimpahkan rezekinya dan harus mendapatkan harta dengan Dharma dan 1/10 hartanya
diwajibkan untuk kepentingan amal atau dana punia. Dalam masa berumah tangga ini ada
beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu melanjutkan keturunan atau membuat anak,
membina rumah tangga artinya memberikan nafkah bagi anggota keluarga, bermasyarakat atau
ikut serta dalam suka duka masyarakat atau mulai mebanjar dan melaksanakan Panca Yadnya.
Syarat-syarat perkawinan adalah :

- Sehat jarmani dan rohani


- Hidup sudah mapan
- Saling cinta mencintai
- Mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.

Sejak itu jenjang kehidupan baru masuk ke dalam anggota keluarga / anggota
masyarakat. Menurut kitab Nitisastra. Masa grahasta yaitu 20 tahun.

Adapun tujuan grahasta adalah :

- Melanjutkan keturunan
- Membina rumah tangga ( saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan, jangan bertengkar
apalagi di depan anak-anak karena akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak )
- Melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )

3. Wanaprastha Asrama

Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak
belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Pada masa ini dimana seorang sudah lepas
dari semua kewajiban duniawi saat masih di masa Grhasta Asrama atau sudah pensiun dalam
masa berumah tangga dengan segala kewajibannya karena untuk sanjutnya hal itu dilanjutkan
oleh keturunan yang sudah melewati masa Brahmacari Asrama dan sedang dalam masa Grhasta
Asrama. Pada masa Wanaprastha untuk saat ini mungkin tidak harus pegi ke hutan mungkin
lebih pada mengendalikan diri dan melepaskan diri dari ikatan keduniawian, pada masa ini umur
sudah tua dan sudah banyak menjalani dan pengalaman pahit manisnya hidup dan harus menjadi
bijaksana untuk menapak ke masa berikutnya.

Manfaat menjalani jenjang wanaprasta dalam kehidupan ini antara lain :

a. Untuk mencapai ketenangan rohani.

adapun filsafat tentang itu :

- Orang menang, tidak pernah mengalahkan


- Orang yang kaya karena tidak pernah merasa miskin
b. Manfaatkan sisi hidup di dunia untuk mengabdi kepada masyarakat.

c. Melepaskan segala keterikatan duniawi

Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta kurang lebih 50 – 60 tahun.

4. Sannyasin atau Bhiksuka

Kata Biksuka berasal dari kata Biksu yang merupakan sebutan pendeta Buda. Biksu
artinya meminta-minta. Masa biksuka ialah tingkat kehidupan yang dilepaskan terutama ikatan
duniawi, hanya mengabdikan diri kepada Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ).

Merupakan tingkat kehidupan dimana pengaruh dunia sama sekali sudah dilepaskan.
Pada masa ini lebih banyak untuk menyebarkan ilmu agama dengan menjadi seorang Guru atau
Bhiksuka dan segala yang dilakukan adalah berserah kepada sang Pencipta untuk mencapai
moksa yang merupakan tujuan akhir dari hidup seperti yang dijelaskan pada bagian akhir dari
Catur Purusa Artha.

Ciri-ciri seorang biksuka :

a. Selalu melakukan tingkah laku yang baik dan bijaksana

b. Selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang lain bahagia.

c. Dapat menundukkan musuh-musuh nya seperti Sadripu

- Kama = nafsu

- Loba = tamak / rakus

- Kroda = marah

- Moha = bingung

- Mada = mabuk

- Matsyarya = iri hati


C. Penerapan Catur Asrama Pada Zaman Modern

Pada saat ini, asrama tak dapat dihidupkan secara tepat sesuai dengan aturan rincian
kuno, karena kondisinya telah banyak sekali berubah, tetapi dapat dihidupkan kembali dalam
semangatnya, terhadap kemajuan yang besar dari kehidupan yang modern.
Kedamaian dan aturan akan berlaku dalam masyarakat , hanya apabila semua melaksanakan
kewajiban masing – masing secara efektif. Penghapusan warna dan asrama akan memotong akar
dari kewajiban social masyarakat. Bagaimana bangsa dapat mengharapkan untuk hidup bila
warnasrama dharma tidak dilaksanakan secara tegar ?

Ø Murid – murid sekolah dan perguruan tinggi seharusnya menjalani suatu kehidupan yang
murni , sederhana serta focus pada mengejar ilmu pengetahuan stinggi-tingginya.

Ø Kepala rumah tangga seharusnya menjalani kehidupan sebuah grhasta yang ideal, ia
seharusnya melaksanakan pengendalian diri, welas asih, toleransi, tidak merugikan, berlaku
jujur,dan kewajaran dalam segala hal. Selain itu, dengan berbekal ilmu dan keterampilan yang
memadai yang didapat pada masa brahmacari, seseorang diharapkan mendapat profesi
menjanjikan sesuai dengan keahliannya atau bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan
sendiri. Melalui media itu umat dapat mencari artha dan kama yang didasarkan atas dharma.

Ø Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk
mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta
umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ”hutan belantara”
itu berada di tengah-tengah kita. Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa
nafsu, yang memang memerlukan pengendalian diri.

Ø Pada tahapan bhiksuka atau sanyasin, umat sangat baik mendalami hal-hal yang bernuasa
spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta, dan diharapkan umat sudah harus
mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan keinginan duniawi dan dapat menjauhkan diri
dari sifat dan musuh yang ada dalam diri seperti sad ripu, sapta timira, sad atatayi, tri mala serta
yang sejenisnya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Catur Asrama artinya empat jenjang
kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai moksa atau Catur Asrama adalah empat tingkatan
hidup manusia sebagai dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap-tiap tingkatan hidup manusia
yang diwarnai dengan adanya ciri-ciri tugas dan kewajiban yang berbeda pada setiap jenjangan
tetapi memiliki kaitan dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan bagian lainnya.

Bagi-bagiannya

1. Brahmacari Asrama (Masa menuntut ilmu pengetahuan)

Ø Sukla Brahmacari (Tidak menikah)

Ø Sewala Brahmacari (Menikah Sekali)

Ø Kresna Brahmacari (Menikah lebih dari sekali)

2. Grhasta Asrama (Masa berumah tangga)

3. Wanaprastha Asrama (Mengasingkan diri ke hutan)

4. Bhiksuka/Sayasin (Bebas dari ikatan duniawi)


DAFTAR PUSTAKA

Kriana,Made.2015.”Pengertian Catur Asrama Dan Baginya


Bagiannya”.http://www.akriko.com/2015/09/pengertian-catur-asrama-dan-bagiannya.html.Di
akses pada Selasa,25 Oktober 2016

Supeksa, Ketut.2015.”Pengertian Dan Penjelasan Catur Asrama Dalam


Hindu”.http://www.pecintaipa.info/2015/11/pengertian-dan-penjelasan-catur-asrama.html.Di
akses pada Selasa 25 Oktober 2016

Fendi, Ajus.2013.”Catur Asrama”.http://belajaragamahindus.blogspot.co.id/p/catur-


asrama.html.Di akses pada Selasa 25 Oktober 2016

Jutak, Joe.2014.”Brahmacari – CatuAsrama”.http://cakepane.blogspot.co.id/2014/12/brahmacari-


catur-asrama.html.Di akses pada Sabtu, 29 Oktober 2016
Kalender Bali

Pebruari 2018, Çaka 1939

Minggu 28 4 11 18 25 4

Senin 29 5 12 19 26 5

Selasa 30 6 13 20 27 6

Rabu 31 7 14 21 28 7

1 8 15 22 1 8
Kamis

AN.. Error! Bookmark not defined.

Anda mungkin juga menyukai