Anda di halaman 1dari 21

KEGIATAN BELAJAR : 3

PENGENDALIAN DIRI
DAN ETIKA MENURUT KITAB SMERTI

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN SUB


CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian pembelajaran :
Memahami pengendalian diri dan etika menurut kitab sarasamuscaya
Memahami pengendalian diri menurut kitab wrhaspati tattwa

Sub capaian pembelajaran


Menjelaskan beberapa ajaran pokok kitab sarasamuccaya
Menjelaskan struktur dan isi wrhaspatitatwa
Menjelaskan kecenderungan-kecenderungan sifat manusia sesuai kitab wrhaspattatwa

URAIAN MATERI

I. PENGENDALIAN DIRI DAN ETIKA MENURUT KITAB SARASAMUSCAYA


1. Etika Hindu menurut ajaran Sarasamuccaya
Isi pokok ajaran sarasamuccaya ini adalah ajaran etika. Berbagai suruhan, larangan
mengenai tingkah laku disajikan oleh kitab ini. Tentu saja semua ajaran ini berlandaskan ajaran
agama Hindu, ajaran untuk mencapai kelepasan dari belenggu penderitan.
Kelahiran ini adalah tangga untuk naik ke sorga. Karena itu kelahiran ini harus diabadikan
untuk meningkatkan diri dalam kebajikan supaya tidak jatuh ke neraka. Caranya adalah dengan
melakukan dharma.
Dalam hal ini akan dipaparkan beberapa pokok ajaran kitab ini yang mengenai :
1) Catur Purusa Artha
2) Tri kaya
3) Tentang pergaulan
4) Hormat kepada orang lain dan orang tua
5) Ajaran tentang dasa yama dan dasa niyama.

1
Baik disini akan dijelaskan satu persatu mengenai pokok ajaran kitab ini yaitu :
1) Catur Purusa Artha
Walaupun kitab Sarasamuccaya tidak ada menyebut nama catur purusa artha, tetapi
perincian dari catur purusa artha itu yaitu dharma, artha, kama dan moksa beberapa kali disebut
dan diuraikan maknanya dalam beberapa ayat. Hal ini misalnya dapat kita baca pada sloka 1 kitab
ini sebagai berikut :
Dharma carthe ca kame ca mokse ca bharatarsabha,
Yadihasti tadanyatra yannehasti na tat kvacit.
Terjemahan :
Oh engkau bentengnya keluarga Bhatara, dalam lapangan dharma, artha, kama dan moksa,
sebagaimana tertulis disini terdapat juga ditempat lain, dan apa yang tidak tercantum disini tidak
akan dijumpai ditempat lain.
Catur purusa artha artinya empat tujuan hidup manusia. Memang hidup di dunia ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan kama yaitu keinginan, hawa nafsu yang mendorong orang untuk
berbuat sesuatu, yang mendorong orang bergairah dan bergirang dalam hidup ini. Objek daripada
kama ini adalah artha yaitu benda-benda duniawi yang dapat memuaskan kama sehingga menjadi
orang nikmat merasakan hidup ini. Tetapi dalam memenuhi tuntutan kama pada artha akan dapat
membawa orang pada jurang kesengsaraan apabila tidak atas dasar dharma yaitu kebajikan,
kebenaran, peraturan-peraturan yang mendukung orang untuk mendapatkan kebahagiaan. Maka
itu dharmalah yang harus menjadi pengendali dalam memenuhi tuntutan kama atas artha. Sloka 12
kitab Sarasamuccaya mengingatkan kita akan hal ini sebagai berikut :
Kamarthau lipsamanastu dharmamevaditasearet,
Na hi dharmadapetyarthah kamo vapi kadacana.
Yan paramarthanya, yan artha kama sadhyan, dharma juga lekasakena rumuhuh, niyata
katemwanging artha kama menetan paramartha wi katemwa ning artha kama dening anasar
sakeng dharma.
Terjemahan :
Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya dharma hendaknya dilakukan
lebih dulu. Tak dapat disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama ini nanti. Tidak aka
nada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.
Dengan uraian di atas ini, maka dharma mempunyai kedudukan yang paling penting dalam
catur purusa artha, karena dharmalah yang mengantar orang mendapatkan kebahagiaan dalam
menuruti kama menikmati artha di dunia ini. Karena itulah dharma amat dipuji-puji dalam kitab

2
ini, dan orang terus menerus dihimbau untuk menjadikan dharma pedoman hidupnya. Hal ini
dinyatakan dalam sloka-sloka berikut :
Dharma eva plavo nanyah svargam samabhivanchatam,
Sa ca naurpwanijastatam jaladheh paramicchatah.

Ikang dharma ngaranya, henu ning mara ring swarga ika, kadi gati ning parahu, an henu ning
banyaga nentas ing tasik.
(S.S.14)
Terjemahan :
Yang disebut dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu yang
merupakan alat bagi saudagar untuk mengarungi lautan.

Yathadityah samudyan vai tamah sarvam vyapohati,


Evam kalyanamatistam sarvapapam vyapohati.

Kadi karma sang hyang aditya, an wijil, humilangaken peteng ning rat, mangkana tikang wwang
mulahakening dharma, an hilangakensalwir ing papa.
(S.S.16)
Terjemahan :
Seperti halnya matahari yang terbit melenyapkan dunia, demikianlah orang yang melakukan
dharma, memusnahkan segala macam dosa.

Tentu saja orang-orang yang melanggar dharma, yang tidak mau menjadikan dharma jalan
hidupnya akan tidak mendapatkan kebahagiaan tetapi kesedihanlah yang akan dialaminya. Orang
yang demikian itu adalah orang yang jatuh dalam adharma prawrtti. Demikian penjelasan ayat 47
dari kitab Sarasamuccaya.

2) Trikaya
Segala apa saja yang dilakukan orang dapat berlangsung melalui trikaya, tiga anggota
badan yaitu : Kaya, Wak dan manah. Kaya ialah anggota badan, seperti tangan, kaki, punggung,
mulut dan sebagainya. Sedangkan wak ialah kata-kata, dan manah adalah pikiran. Dengan tiga alat
inilah manusia dapat berbuat sesuatu, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain,
dan lingkungannya. Sebutan trikaya itu dalam kitab Sarasamuccaya kita dapati dalam ayat 157
sebagai berikut :
3
Adrohah sarvabhutesu,
Kayena manasa gira,
Anugrahasca danam ca,
Silametadvidurbudhah.

Ikang kapatyaning sarwabhawa, haywa jugenulahaken, makasadhanang trikaya, nang kaya, wak
manah, kunang prihen ya ring trikaya anugraha lawan dana juga, apan ya ika sila ngaranya, ling
sang pandita.

Terjemahan :
Yang membuat matinya segala makhluk hidup, sekali-kali jangan hendaknya dilakukan dengan
menggunakan trikaya, yaitu perbuatan dan pikiran. Adapun yang harus diikhtiarkan dengan
trikaya, hanyalah pemberian dan sedekah saja, sebab itulah yang disebut sila, kata orang arif.
Tiga anggota badan itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang buruk dan dapat pula
digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik. Bila orang dapat menggunakan untuk tujuan-tujuan
yang baik, maka trikaya itu akan disebut trikaya parisud artinya tiga anggota badan yang telah
disucikan meliputi :
(1) Kayika Parisudha
Kayika parisudha dapat kita rumuskan sebagai segala prilaku yang berhubungan dengan
badan yang telah disucikan. Dengan berbuat berarti kita telah membuat suatu karma yang akan
mementukan hidup kita pada masa-masa yang akan datang. Karena kita mengharapkan hidup yang
lebih baik pada hari yang akan datang, maka sekaranglah waktunya kita menanamkan karma yang
baik dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dalam hubungan ini
kitab Sarasamuccaya, ayat 76 menyebutkan demikian :
Pranatipatam stainyam ca,
Paradaranathapi va,
Trini papani kayena,
Sarvatah parivarjavet.

Nihan yang tan ulahakena, syamati mati, mangahal ahal, siparadara, nahan tang telu tan
ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ring pangipyan tuwi singgahana juga.
(S.S.76)
Terjemahan :
4
Inilah yang tidak patut dilakukan :
- Membunuh
- Mencuri
- Berbuat zina
Ketiganya janganlah hendaknya dilakukan terhadap siapapun baik secara berolok-olok, dalam
keadaan dirundung malang, dalam hayalan sekalipun, hendaknya dihindari semua itu.
(2) Wacika Parisudha
Berkata yang benar dan baik disebut orang wacika parisudha. Kata-kata dapat
mendatangkan untuk diri sendiri atau menarik simpati orang lain. Ia dapat merupakan tirtha amrta
yang sejuk nyaman, yang menghibur dan menghidupkan orang. Tetapi ia juga menjadi racun yang
menghancurkan, merusak jiwa dan raga manusia.
Vaksayaka vadanannispatanti yairahatah socati ratrayhani, parasya va marmasute patanti
tasmaddhiro navasrjet paresu.

Ikang ujar ahala tan pahilawan hru, songkabnya sakatempuhan denya juga alara, resep ri hati,
tatan keneng pangan turu ring rahina wengi ikang wwang denya, matangnyat tan inujaraken ika
de sang dhira purusa, sang ahning maneb manahnira.
(S.S.20)
Terjemahan :
Perkataan yang mengandung maksud jahat tiada beda dengan anak panah yang dilepaskan. Setiap
yang ditempuhnya merasa sakit. Perkataan itu meresap ke dalam hati, sehingga menyebabkan
orang tidak bisa makan dan tidur pada siang dan malam hari. Oleh sebab itu perkataan yang
demikian tidak diucapkan oleh orang budiman dan wira perkasa, pun pula oleh orang yang suci
bersih hatinya.
Dalam kitab Sarasamuccaya ayat 75 menyebutkan empat hal yang tidak dilakukan dengan
kata-kata. Empat hal itu sebagai berikut :
Asatpralapam parusyam
Paisunyamanrtam tahta,
Catvari vaca rajendra,
Na jalpennanucintayet.

Nyang tanpa prawrttyaning wak, pat kwehnya, pratyekanya ujar ahala, ujar apregas ujar pisuna,
ujar mithya, nahan tangpat sinanggahananing wak, tan ujarakena, tan angen-angenan kojaranya.
(S.S.75)
5
Terjemahan :
Inilah yang tidak patut timbul dari kata-kata, empat banyaknya yaitu :
- Perkataan jahat
- Perkataan kasar
- Perkataan memfitnah
- Perkataan bohong
Inilah keempatnya harus disingkirkan dari perkataan jangan diucapkan jangan dipikir-pikir akan
diucapkannya.
(3) Manacika Parisudha
Pikiran mendapat perhatian besar dalam ajaran yoga, karena pikiranlah sumber dari segala
apa yang dilakukan orang, sumber segala apa yang dikatakan orang. Bila pikiran menyuruh
anggota badan diam, maka anggota badanpun diam, bila pikiran menyuruh mulut tak berkata maka
mulutpun diam. Pikiranlah yang menentukan segala perbuatan orang. Hal ini dinyatakan dalam
kitab Sarasamuccaya ayat 82 sebagai berikut :
Sarvam pasyati caksusman
Manoyuktena caksusa,
Manasi vyakule jate
Pasyannapi na pasyati.

Lawan tattwa niking manah, nyang mata wuwusanta, nag mulat ring sarwa wastu, manah juga
sahaya ning mata nikan wulat, kunang yan wayakula manahny, tan ilu sumahayang mata, mulata
towi nikang wastu, tan katon juga ya de nika, apan manah ikang wawarengo ngaranya hinganyan
pradhanang manah kalinganika.

Terjemahan :
Dan lagi sifat pikiran itu, bahwa mata dikatakan dapat melihat berbagai barang, tiada lain hanya
pikiran yang menyertai mata itu memandang.
Maka jika pikiran bingung atau kacau, tidak turut menyertai mata sungguhpun memandang pada
suatu barang, tidak terlihat barang itu olehnya, sebab pikiran itulah sebenarnya yang mengetahui.
Sebab itu sesungguhnya pikiranlah yang memegang peranan utama.
Dalam kitab-kitab agama Hindu banyak sekali terdapat ajaran-ajaran yang membimbing
pikiran menjadi baik dan suci. Demikian pula halnya dalam kitab Sarasamuccaya kita dapati
banyak ajaran yang demikian. Khusus dalam uraian trikaya yang meliputi dasakarma pathascaret

6
yaitu sepuluh jalan yang patut dikerjakan, menyebutkan tiga hal yang harus dipegang teguh dalam
pikiran. Tiga hal itu seperti berikut :
Anabhidyam parasvesu
Sarvasatvesu carusam,
Karmanam phalamastiti
Trividham manasa caret.

Prawrttyaning manah rumuhun ajarakena, telu kwehnya, pratyekanya, si tan engine adenghya ri
drbyaning len, si tan krodha ring sarwa sattwa, si mamituhwa ri hana ning karmaphala, nahan
tang tiga ulahaning manah, kahrtaning indriya ika.
(S.S.74)
Terjemahan :
Prilaku pikiran terlebih dahulu akan dibicarakan tiga banyaknya, perinciannya ialah :
- Tidak ingin, tidak iri akan milik orang lain.
- Kasih saying terhadap semua makhluk .
- Percaya akan adanya karmaphala
Itulah tiga prilakunya pikiran yang merupakan pengendalian pikiran.
3) Hidup saling bantu membantu dan menghormati
Sebagaimana sudah kita maklumi manusia tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu hidup
bersama orang lain, karena satu dengan yang lainnya saling bergantungan. Sebenarnya setiap
orang memiliki kelebihan dan kekurangan dari yang lain, baik berupa harta benda ataupun
kemampuan. Karena itu bagi yang lebih harus bersedia menerima atau mendermakan kelebihannya
kepada yang kurang dan yang kurang harus bersedia menerima dari yang lebih. Demikian kitab
Sarasamuccaya mengajarkan kita supaya bersedia berdana karena sesungguhnya apa yang kita
miliki adalah juga untuk menbantu orang lain. Hal ini kita baca dalam kitab Sarasamuccaya ayat
178 berikut ini :
Djanena kin janna dadati nasnute balena kin yena ripun na badhate, srutena kin yena na, dharma
macaret kimatnayo na jitendriyo vasi.

Ndta kari doning dhana, yang tan danakkena, tan tan bhutin, mangkanang kasaktin, tan padan ika
yan tan sadhana ning mangalahanang musuh, mangkanang aji, tan padon ika, yan tan suluha ring
dharmasadhana, mangkanang buddhi kaprajnana tan padon ika yan tan pangalahakenendriya,
tan pangawasakenang rajah tamah.

7
Terjemahan :
Apa gerangan gunanya kekayaan bila tidak untuk disedekahkan dan untuk dinikmati. Demikian
pula kesaktian, tidak ada gunanya jika bukan alat untuk mengalahkan musuh. Demikian pula ajaran
suci tidak ada gunanya bila tidak untuk suluh dalam pelaksanaan dharma. Demikian pula budi
yang arif bijaksana tidak ada gunanya bila tidak untuk menaklukkan hawa nafsu, agar tidak
dikuasai rajah tamas.
Demikianlah kitab Sarasamuccaya mengajarkan bahwa yang patut diberi dana
adalah orang-orang yang berikut :
Caritraniyata rajan
Ye krsah krsavrttayah,
Arthinascopacchanti
Tesudattam maha phalam.

Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhacara, wwang daridra, tan panemu ahara,
wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana ring wwang mangkana agong phalanika.
(S.S,187)
Terjemahan :
Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, yang tidak
memperoleh makanan, orang-orang yang benar mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada
orang yang demikian besar pahalanya.

Jadi dengan demikian hidup ini harus bantu membantu karena setiap orang mempunyai
kelemahan-kelemahan sendiri yang harus dibantu oleh orang lain. Apalagi kalau kita renungkan
bahwa sebagian besar kebutuhan hidup ini kita dapati dari orang lain, seperti perabot rumah
tangga, barang-barang dari besi, makan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dalam hidup bersama
ini orang tidak dibenarkan mementingkan diri sendiri dengan menginjak-injak, menindas yang
lain. Dalam hubungan ini kitab Sarasamuccaya ayat 63 menasehatkan demikian :
Arjavam canrsamsyam ca
Damascendriyanigrahah,
Esa sadharano dharmas
Caturpvarnye ‘bravinmanuh.

Nyang ulah pasadharanan sang caturwarna, arjawa, si duga-duga bener, ansangsya, tan
nrsangsya, nrsangsya ngaraning atmasukhapara, tan aimbhawa ri lara ring len, yawat mamuhara
8
sukha ryawaknya, yatika nrsangsya ngaranya, gati ning tan mangkana, anrsangsya ngaranika,
dama, tumangguhana awaknya, indriyagraha, humrta indriya, nahan tang prawrtti pat
pasadharanan sang catur warna ling bhatara Manu.

Terjemahan :
Inilah prilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan :
- Arjawa yaitu jujur dan terus terang.
- Anrsangsya artinya tidak nrsangsya.
Nrsangsya artinya mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan kesusahan orang lain, hanya
mementingkan bagi dirinya. Itulah disebut nrsangsya. Tidak laku yang demikian, anrsangsya
namanya.
- Dama artinya dapat menasehati diri sendiri.
- Indriyanigraha artinya mengekang hawa nafsu.
Keempat prilaku itulah yang harus dibinasahkan oleh sang catur warna. Demikianlah sabda bhatara
Manu.
Dengan anrsangsya itu berarti pula kita harus hormat menghormati satu sama lain karena setiap
orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Diantara yang dihormati dalam pergaulan
hidup bersama para guru dan ibu bapa mendapat penghormatan yang istimewa. Menurut kitab
Sarasamuccaya ayat 242 bapak adalah :
- Sarirakrt yaitu yang mengadakan tubuh.
- Pranadata yaitu yang memberikan hidup.
- Annadata yaitu yang memberi makan.
Sedangkan ibu adalah sumber kasih sayang yang tiada taranya. Tidak ada kasih sayang
yang melebihi kasih ibu. Dari ibulah mengalir kasih pertama meresapi tubuh kita. Pengertian yang
demikian dinyatakan oleh ayat 244 kitab Sarasamuccaya. Maka itu hanya baktilah balasan kita
kepada mereka itu bukan khianat, karena barang siapa berkhianat kepada mereka akan memikul
dosa yang luar biasa. Kitab Sarasamuccaya ayat 234 mengatakan demikian :
Upadhyayam pitaram
Mataram ca ye’ bhidruhyanti manasa karmana va,
Tesam papam bhrunahatyavisistam nanyastasmat papa krccastiloke.

Hana pwa drohaka ring pangajyanya, ring bapebu kunang, maka karanang kaya, wak, manah,
ikang mangkana kramanya, agong papanika, lwih sakeng papa ning bhrunaha ngaraning
rurugarbha, sangksepanya atyanta papanika.
9
Terjamahan :
Jika ada orang yang berkhianat kepada guru, terhadap ibu dan bapa, dengan jalan perbuatan,
perkataan dan pikiran, orang yang demikian perilakunya amat besarlah dosanya, lebih besar
daripada dosa bhrunaha, bhrunaha artinya menggugurkan kandungan. Pendeknya, amat besarlah
dosanya.

4) Dasa Yama Niyama Brata dan Rwa Wlas Brata Ning Brahmana
Bila dalam astangga yoga terdapat ajaran panca Yama niyama, maka dalam kitab Sarasamuccaya
terdapatlah ajaran dasa yama niyama brata. Ajaran ini adalah ajaran etika yang amat luhur. Adapun
dasa yama brata perinciannya seperti dibawah ini :
Anrsangsya ksama satyamahimsa dama arjavam,
Pritih prasado madhuryam mardavam ca yama dasa.

Nyang brata ikang inaranan yama, pratyekanya nihan, sapuluh, kwehnya, anrsangsya, ksama,
satya, ahingsa, dama, arjawa, priti, prasada, madhurya, mardawa, nahan pratyekanya sapuluh,
anrsangsya, si harimbawa, tan swartha kewala, ksama si kelan panastis, satya, si tan mrsawada,
ahigsa, manuke sarwa, bhawa, dama, si upasama wruh mituturi manahnya, arjawa, si duga-duga
bener, priti, si gong karuna, prasada heningning manah, madhurya, manisning wulat lawan
wuwus, mardawa, pos ning manah.
(S.S.259)
Terjemahan :
Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian :
- Anrsangsya yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja.
- Ksama yaitu tahan akan panas dan dingin.
- Satya yaitu tidak berdusta.
- Ahingsa yaitu membahagiakan semua makhluk.
- Dama yaitu sabar, dapat menasehati dirinya sendiri.
- Arjawa, tulus hati, berterus terang.
- Priti, sangat welas asih.
- Prasada, jernih hatinya.
- Madhurya, manisnya pandangan dan manisnya perkataan.
- Mardawa, lembut hatinya.

10
Demikian perincian dasa yama brata. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai dasa niyama
brata yang ajarannya lebih banyak ajaran adhyatmika, ajaran yang mengarah kepada diri sendiri.
Adapun perinciannya sebagai berikut :
Danamijya tapo dhyanam svadhyayopasthanigrahah vratopavasamaunam ca snanam ca niyama
dasa. Nyang brata sapuluh kwehnya, ikang niyama ngaranya, pratyekanya, dana, ijya, tapa,
dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, upawasa, mauna, snana, nahan ta awak ning niyama,
dana weweh, annadanadi, ijya, dewapuja, pitrapujadi, tapa, kayasangsosana, kasatan ikang
sarira, bhusarya, jalatyagadi, dhyana, ikang siwasmarana, swadhyaya, wedabhyasa,
upasthanigraha, kahrta ning upastha, brata, annawarjadi, mauna, wacangyama, kahrtaning ujar,
haywakecek kuneng, snana, trisangdhyasewana, madhyusa ring kala ning sandhya.
(S.S.260)
Terjemahan :
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama perinciaannya :
- Dana yaitu pemberian, pemberian makanan, minuman dan lain-lainnya.
- Ijya yaitu pujaan kepada Dewa, kepada leluhur dan lain-lainnya, pujaan sejenis itu.
- Tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, seluruh badan kering berbaring di atas tanah,
pantang air dan sebagainya.
- Dhyana yaitu terfokus merenungkan Bhatara Siwa.
- Swadhyaya yaitu mempelajari Weda.
- Upasthanigraha yaitu pengekangan upastha, pengekangan nafsu kelamin.
- Brata yaitu pengekangan nafsu terhadap makanan dan minuman.
- Mona yaitu wacang yama artinya menahan, tidak mengucapkan kata-kata yaitu tidak berkata
sama sekali, tidak bersuara.
- Snana yaitu trisandhya sewana mengikuti trisandhya, mandi membersihkan diri pada waktu
pagi, tengah hari dan petang hari.
Demikian perincian dasa niyama brata. Dalam uraian-uraiannya satu persatu upawasa tidak
disebut, tetapi maksudnya telah dicakup dalam uraian brata walaupun tidak tepat sekali.
Sebenarnya upawasa berarti puasa yaitu tidak makan pada waktu tertentu, untuk kesucian rohani.
Sejajar dengan ajaran yama niyama brata ini adalah ajaran tentang rwa wlas brata sang Brahmana.
Bahkan beberapa perinciannya ada yang sama dengan perincian yama niyama tersebut. Tentu saja
yang dapat melaksanakan brata ini dapat disebut berpribadi brahmana, karena prilaku itulah yang
menentukan nilai pribadi seseorang. Untuk adanya gambaran yang lebih jelas kami sajikan kutipan
berikut ini :
Dharmasca satyam ca tapo damasca vimatsaritvam hristitiksanasuya,
11
Yajnasca danam ca dhrtih ksama ca mahavratani dvadasavai brahmanasya.

Nyang brata sang brahmana, rwa welas kwehnya, pratyekanya, dharma, satya, tapa, dama
wimatsaritwa, hrih titiksa anasuya, yajna, dana, dhrti, ksama nahan pratyekanyan rwa welas,
dharma, satya pagwanya, tapa ngaranya sarira sangsona, kapanasaning sarira, piharan,
kurangana wisaya, dama ngaranya upasama de ning tuturnya, wimatsaritwa ngaranya haywa
irsya, hrih ngaran ing irang, wruha ring irang wih, titiksa, ngaraning haywa gong krodha,
anasuya ngaraning haywa dosagrahi yajna magelem amuja, dana maweha danapunya, dhrti
ngaraning maneb, ahning, ksama ngaraning kelan, nahan sang brahmana.
(S.S.57)

Terjemahan :
Inilah brata sang brahmana, dua belas banyaknya perinciaannya :
- Dharma, dari satya lah sumbernya.
- Tapa artinya sarira sangsona yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi nafsu.
- Dama yaitu tenang dan sabar, tahu menasehati dirinya sendiri.
- Wimatsaritwa artinya tidak dengki iri hati.
- Hrih berarti malu, mempunyai rasa malu.
- Titiksa berarti jangan sangat gusar.
- Anasuya berarti tidak berbuat dosa.
- Yajna artinya mempunyai kemauan mengadakan pujian.
- Dana adalah memberikan sedekah.
- Dhrti adalah penenangan dan pensucian pikiran.
- Ksama artinya tahan uji.
Demikian brata sang Brahmana.

12
II. PENGENDALIAN DIRI MENURUT KITAB WRHASPATI TATTWA

2. ETIKA MENURUT AJARAN WRHASPATI TATWA

2.1 Struktur dan Isi Wrhaspatitattwa


Wrhaspatitatwa Adalah sebuah lontar paksa Saiva, yang mengandung ajaran Samkhya
dan Yoga. Bagian yang mengajarkan pembentukan alam semesta beserta isinya mengikuti ajaran
Samkhya dan bagian yang mengajarkan etika dan pengendalian diri mengambil ajaran Yoga.
Ajaran etikanya kita dapati pula pada lontar-lontar lain seperti lontar Vratisasana dan
Pancasiksa. Wrhaspati tattwa terdiri atas 74 sloka yang masing-masing dijelaskan maksudnya
dalam bahasa Jawa Kuna. Isinya merupakan percakapan antara Bhatara Parameswara dengan
yang Mulia Wrhaspati.

2.2 Kecenderungan-kecenderungan Sifat Manusia


Seperti ajaran Bhagavadgita dan Tattwajnana, maka Wrhaspati tattwa juga mengajarkan
bahwa kecenderungan-kecenderungan sifat manusia itu timbul dari triguna. Dalam ajaran ini
triguna adalah bagian dari citta yaitu alam pikiran. Cittalah yang menentukan seseorang akan
selamat atau celaka, duka atau bahagia. Lebih jauh Wrhaspatitattwa mengajarkan bahwa orang
naik sorga, jatuh ke neraka atau mencapai moksa adalah karena citta. Hal ini diterangkan
demikian.
Moksah svargasca narakam
tiryagbhāvasca manusam,
Cittapāpasya jāyate
cittasya hyanubhavatah.
Ikang citta hetu nikang ātma pamukti swarga, citta hetu
ring atma tibeng naraka, citta hetu nimittanyan pangdadi
tiryak, citta hetunyan pangjanma manusa citta hetunya
pamanggihakēn kamoksan mwang kalēpasan, nimittanya nihan.
(W.T.16)
Terjemahan :
Pikiranlah yang menyebabkan sang pribadi menikmat sorga, pikiran yang menyebabkan
sang pribadi jatuh ke neraka, pikiran yang menyebabkan menjadi binatang; pikiran yang

13
menyebabkan menjelma menjadi manusia, pikiran yang menyebabkan orang
mendapatkan kemoksaan dan kelepasan sebabnya demikian.
Dari uraian di atas ternyata pikiran yang menentukan orang mendapatkan celaka atau
selamat dalam hidup ini ataupun alam akhirat.
Seseorang yang mendapat sorga, neraka dan sebagainya, hla ini tergantung dari besar
kecilnya pengaruh guna pada diri kita.
Ajaran Wrhaspatitattwa menerangkan hal ini demikian :

Anyantam sāttvikam cittam


nirlopamantarapamam,
Krtamasamayatvam
sarv amoks aprati jnātam.

Yan sattwika ikang citta, ya hetu ning ātman pamanggihaken kamoksan, apan ya nirmala,
dumeh ya gumawayaken rasa ning āgama lawan wekas ning guru.

Terjemahan :
Bila sāttwika alam pikiran itu, ia yang menyebabkan sang pribadi menyebabkan
kamoksan, karena ia suci, yang menyebabkan seseorang melaksanakan rasa agama dan
nasehat-nasehat guru.

Samatvam rajasah proktam


dharmam tenecchati subham
Sattvam kasmat samyuktam
Va tadeva svargyamanāyam.

Yapwan pada gong nikang-sattwa lawan rajah, yeka


matangnyan mahyun megawaya dharma denyakadadi
pwekang dharma denyan kalih, ya ta matangnyan ing gawe
hayu, ikang rajah manglakwaken.
(W.T.21)

14
Terjemahan :
Bila sama besarnya sattwa dengan rajah menyebabkan orang ingin melaksanakan dharma.
Dharmapun terlaksana karena kedua guna ini itulah sebabnya orang pulang ke sorga,
karena sattwa ingin berbuat baik, rajah melakukannya.

Trigunamūdakancittam
sunadi sahdhakayaka,
Tvayakasmatva malatva,
samestham mānusam phalam

Yan pada gongnya katelu, ikang sattwa rajah tamah, ya ta matangnyan pangjanma
manusa, apan pada wineg ring kahyunya.
(W.T.22)
Terjemahan :
Bila sama besarnya ketiga-tiganya yaitu sattwa rajah tamah, menyebabkan menjelma
menjadi manusia, karena sama-sama memberikan bagian akan keinginannya.

Attantam rajas am cittam


krodhādau kevalam saktam.
Agnereva prajananam
ko hyagnimayasaptacah.
Yapwan citta si rajah magong, krodha kewala, sakti pwa
ring gawe hala, ya ta hetu ning atma tibeng neraka, salwir
ning sangsara hinidep ya.
(W.T.23)
Terjemahan :
Bila citta rajah yang besar, akan marah-marah saja, besar kemampuannya melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. ITulah yang menyebabkan sang pribadi jatuh ke neraka, dan
segala macam sengsara deritanya.

Atyantam tāmasam cittam


nidrāparam sighramayantam
Sthāvaram sighramayantam
15
tad dhruvam cittakiryatah

Yapwan tamah magong ring citta, ya hetu ning atma matemahan


tiryak, lima prakāra ning tiryak, lwirnya, pasu, mrga, paksi,
sarisrpa, mina kanemnya sthawara.

Terjemahan :
Bila tanah yang besar dalam citta, itulah menyebabkan sang pribadi menjadi binatang.
Ada lima jenisnya, binatang itu yaitu binatang ternak, binatang liar, burung, binatang
melata dan ikan. Yang ke enam ialah tumbuh-tumbuhan.

Demikian uraian kitab Wrhaspatitattwa tentang triguna yang merupakan faktor


menentukan orang mendapatkan moksa, sorag dan neraka.

2.3 Pengendalian Diri dan Etika


Supaya orang tidak jatuh ke neraka maka orang harus mengendalikan dirinya dan
melaksanakan ajaran etika sehingga kecenderungan-kecenderungan hati yang buruk dapat
dibendung dan kecenderungan hati yang baik dapat dipupuk. Dalam hubungan ini
Wrhaspatitattwa mengambil astanggayoga ajaran Rsi Patanjali sebagai jalan untuk menguasai
diri. Dengan demikian ajaran yama niyama dalam ajaran ini juga menjadi alas ajaran yoga ialah
sebagai ajaran yang bersifat etis. Susunan astanggayoga dalam kitab Wrhaspatitattwa ini berbeda
dengan susunan anggota yoga, sehingga yang tinggal enam anggota yoga itu disebut sadangga
yoga. Susunan sadangga yoga itupun berbeda dengan susunan dalam asana dengan tarka yoga.
Tetapi penjelasan masing-masing anggota yoga itu sesuai pula dengan penjelasan yoga sutra
Patanjali.
Dalam kitab Wrhaspatitattwa ini ajaran yoga itu dimulai dengan jalan sadangga yoga dan
kemudian ajaran, yama niyama. Hal ini terbalik bila dibandingkan dengan susunan dalam yoga
sutra Patanjali. Dalam tulisan ini kami ikuti susunan astāngga itu sebagaimana yang tersebut
dalam kitab Wrhaspatitattwa.
Pratyāharastathā dhyanam
prānāyāmasca dhāranam,
Tarkascaiva samadhisca
sadangga yoga ucyate.

16
Nahan tang sadanggayoga ngaranya, ika ta sadhana ning
sang mahyun umangguhakena sang hyang Wisesa denika,
pahawas tanghidepta, haywa ta iweng-iweng dengtāngrengo
sang hyang aji hana prātyhāra yoga ngaranya, hana
dhyānayoga ngaranya, hana pranayama yoga ngaranya,
hana dharana yoga ngaranya, hana ratkayoga ngaranya,
hana samdhi yoga ngaranya, nahan tang sadangga yoga ngaranya.

Terjemahan :
Demikianlah sadangga yoga namanya, itulah sarananya orang yang ingin menemukan
sang hwang Wisesa, biarlah terang hitam janganlah kalut olehmu mendengar ajaran ini.
Ada pratyahara yoga namanya ada dhyana yoga namanya, ada tarka yoga namanya ada
Samadhi yoga namanya; Demikianlah Sadangga yoga namanya.

Seperti ajaran kitab Bhagavadgita, maka kitab Wrhaspatitattwa juga mengajarkan,


indriya dan pikiranlah yang harus dikendalikan untuk memperoleh kedamaian hati. Dalam ajaran
ini pikiran itu disebut citta, namun kadang-kadang disebut jnana atau hati. Objek pemusatan
pikiran ialah sang hyang Wisesa, yang disana sini juga dipanggil Bhatara Siwa atau sang hyang
Paramatma. Penjelasan masing-masing bagian yoga ini seperti di bawah ini :

Indriyanināriyarthebhyah
visayebhah prayatnatah
Jnantena manasāhrtya
pratyaharo nigadyate

Ikang indriya kabeh winatek wisayanya, ikang citta buddhi


manah tan wineh maparan-paran kinemitaken ing citta
malilang, yeka pratyahatra ngaranya.
(W.T.54)

Terjemahan :
Indriya itu semua ditarik sasaran keinginannya, citta buddhi manah tidak dibiarkan
mengembara kemana-mana, namun dipegang baik-baik pada citta yang hening bersih,
itulah prratyahara namanya.
17
Nirdvandvan nirvikāranca
nisantamacalam tathā
Yadrupam dhyayate nityam,
tad dhyjnamiti kathyate.

Ikang jnana tan pangrwarwa, tatan wikāra,


enak hēnēng-hēnēng nira,
umidēng sadā tan kāwaranam,
yekā dhyāna yoga ngaranya.
(W.T.55)

Terjemahan :
Pikiran yang memusat, tidak berubah-ubah, tenang dan tentram, tetap tidak terselimutti
apa-apa, itulah dhyana yoga namanya.

Pidhyāya sarvadwārani vāyurantranigrhyate,


Mūdhānam viyunobhidya prānāyāma nigadyate.

Ikang sarvadwāra kabeh yateka tutupana, mata, irung, tutuk,


talinga, ikang wayu huwus inisēp ngūnin rumuhun, yateka
winētwakēn, mahawana ng wunwunan, kunang yapwan tan
abhyāsaikang wāyumahawanengirung, ndansakasadidikdening
manet waken wāyu, yateka prānāyama yoga ngaranya.
(W.T.56)
Terjemahan :
Semua pintu ditutup, maka, hidung, mulut, telinga. Udara yang telah dihirup terlebih
dahulu, dihembuskan ke luar melalui ubun-ubun. Bila tidak terlatih udara melalui itu,
dapatlah dikeluarkan melalui hidung. Hendaknya sedikit demi sedikit. Yang demikian
itulah disebut pranayama yoga.

Ongkāram hrdaye sthāpya,


tattarline swtmakam,
Ongkārah samdhrto yasmād
18
Dhāranam vai nigadyate.

Hana ongkārāsabda umungwing hati, yateka, dhāranām,


yapwan hilang ika nora karengo ri kāla ning yoga yeka
siwātmā ngaranya, sūnyāwak bhatāra Siwa yan mangkana,
yeka dhārana yoga ngaranya.
(W.T.57)
Terjemahan :
Ada Ongkara sabda namanya, tempatnya dalam hati, itulah supaya ditahan kuat-kuat. Bila
ia lenyap tak terdengar lagi waktu melaksanakan yoga, itulah Siwa atma namanya. Pada
saat yang demikian Bhatara Siwa berbadan sunya. Yang demikian itulah dharana yoga
namanya.

Akāsa iva tadrūpam,


ākāsah santatam druvam,
Nihsabdam tarkayetnityam
sa tarka iti kahyate

Kadi ākāsa rakwa sang hyang paramirtha, ndan ta palenanira


lawan ākāsa, tan hana sabda ri nira, ya ta kalingan ing
paramārtha, papada nira lawan awing-awang malilang juga,
yeka tarkayoga ngaranya.
(W.T.58)
Terjemahan :
Seperti angkasalah sang hyang paramartha, Badannya dengan angkasa ialah padanya tidak
ada surga. Demikianlah hakekat sang hyang paramartha sama dengan awing-awang yang
bersih. Keadaan yang demikianlah tarkayoga namanya.

Nirupeksam nirāhkalpam
nihsprhe sāntamavyayam,
Alinggam cintayet nityam,
samādhisteba kathyate.

Ikang jnana tan popeksa, tampangalpana, tan hana kaharēp


19
nira, tan hana sinadhyanira, alilang tan kāwaranam juga, tatan
pakahilangan, tatan pawastu ikang cetana, apan mari humidēp
sira ikang sarira, luput sangkeng catur kalpanā.
Caturkalpana ngaranya, wruh lawan kinawruhan pangawruh
lawan mangawruhi, nahan yang catur kalpanā ngaranya, ika
ta kabeh tan hana ri sang yogiswara, yateka samādhi yoga ngaranya.
(W.T.59)
Terjemahan :
Pikiran yang bebas dari apa yang dipandang, bebas dari apa yang berbentuk, tiada diharap-
harapkannya, tidak ada yang hendak dicapainya, suci bersih tak tertutup apapun juga,
tidak ada wujudnya kesadaran itu, sebab tidak lagi ia memikirkan badannya, bebas dari
catur kalpana. Caturkalpanā namanya ialah tahu dan yang diketahui, pengetahuan dan
mengetahui, itulah caturkalpana namanya, itu semuanya tidak ada pada sang yogiswara.
Yang demikian itulah samidhi yoga namanya.

Suasana yang diuraikan di atas ini suasana seseorang yang sedang melaksanakan praktek
yoga. Sudah tentu tidak semua orang dapat melaksanakan ajaran yoga seperti itu karena
kemampuan orang berbeda-beda. Suasana pikiran yang digambarkan di atas adalah suasana
pikiran yang luar biasa tenangnya lepas dari sentuhan rangsang dunia ini karena kemampuan
pengendalian pikiran yang luar biasa pula. Sang Yogiswara julukannya orang yang demikian.

Setelah uraian-uraian tersebut diatas barulah di dalam kitab Wrhaspatitattwa diuraikan


ajaran yama niyama yang merupakan ajaran etika dalam yoga. Seperti sudah disebutkan di depan
susunan yama niyama ini di sana sini ada perbedaan-perbedaannya dengan yama niyama dalam
yoga sutra Patanjali. Susunan Yama dalam kitab Wrhaspatitattwa adalah demikian.

Ahimsā brahmacayanca,
satyam avyavahārikam,
Astainyamiti pancaite
yamā rudrena bhasitah.

Ahimsā ngaranya tan pamati-mati,


brahmacarya ngaranya tan ahyun arabya.
satya ngaranya tatan mithyawacana,
20
awyawahārika ngaranya tan awiwada,
tan adol awelya, tan paguna dosa,
astainya ngaranya tan amaling-maling,
tan angalap drewya ning len yan tan ubhaya.
(W.T.60)
Terjemahan :
Ahimsa namanya tidak membunuh-bunuh, brahmacari namanya tidak mau kawin, satya
namanya tidak berkata bohong, awyawahārika namanya tidak berjual beli, tidak berbuat
dosa karena kepintaran; astainya namanya tidak mencuri, tidak mengambil milik orang
lain bila tidak dapat persetujuan kedua pihak.

Demikianlah susunan yama dalam kitab Wrhaspatitattwa yang sifatnya etis sekali.
Demikian pula susunan niyama dalam kitab ini sifatnya juga seperti yama yaitu dalam kitab ini
sifatnya juga seperti yama yaitu sangat etis sebagai pedoman hidup yang baik. Susunan seperti
dibawah ini :

Akrodha gurususrusa,
saucam āhāralāghavam,
apramādasca paneaite niyamah parikirtitah.

Akrodha ngaranya tan bwat sērēngēn,


gurususrūsā ngaranya bhakty aguru,
sauca ngaranya nitya majapamaradina sarira, āhāralā
ghawa ngaranya tan abwat ing pinangan,
apramada ngaranya tan palēh-palēha.
(W.T.61)
Terjemahan :
Akrodha namanya tidak marah saja,
gurususrusa namanya bakti berguru,
suaca nanmanya selalu melakukan japa, mmeberisihkan badan,
āhāralāghawa ialah tidak banyak-banyak makan, apramada namanya tidak lalai.

Ajaran-ajaran yang niyama seperti tersebut di atas juga kita dapat tersebar dalam lontar-
lontar di Bali antara lain ialah dalam lontar Vratisasana, Pancasiksa.

21

Anda mungkin juga menyukai