Anda di halaman 1dari 5

KEAGUNGAN DHARMA (KEBAJIKAN/KEBENARAN) DAN SWADHARMA (KEWAJIBAN)

Oleh: I Made Sri Wirdiata

Om Avighnam astu namah sidham,


Om Svastyastu,

Nikmatnya hari-hari yang kita lalui tiada lain adalah merupakan waranugraha, nikmat limpahan kasih
dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Brahman. Untuk itu sepatutnyalah kita angayubagia kehadapan Beliau
beserta segala manifestasi-Nya. Bahwa sebagai mahluk yang bermartabat kita harus tahu berterima
kasih.

Setiap hari kita diwajibkan untuk menghubungkan diri kepada Sang Pencipta. Kapankah itu? Dalam
konsep Hindu, kewajiban itu dilaksanakan 3 kali dalam sehari, atau yang dikenal dengan istilah Try
Sandhya. Ini merupakan salah satu wujud bhakti kita kepada Hyang Widhi. Dengan kata lain ini
merupakan salah satu kewajiban/Dharma kita sebagai pemeluk Hindu.

Kewajiban atau Dharma itu merupakan sesuatu yang harus ditunaikan. Untuk itu pada kesempatan yang
penuh kasih ini, saya mencoba menyampaikan wacana yang mengambil topik Dharma. Keagungan
Dharma.

Dharma berarti kebenaran atau kebajikan. Apakah kebenaran/kebajikan itu? Banyak orang
menafsirkannya sesuai dengan pemahaman masing-masing. Dalam Sarasamuccaya sloka 14
mendefinisikan apa yang dimaksud Dharma itu :

“ikang dharma ngaranya, henuning mara ring swarga ika kadi gatining parahu, an henuning banyaga
nentasing tasik”

Artinya : yang disebut Dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu,
sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.

Dari kutipan sloka Sarasamuccaya di atas, maka dapat ditarik pengertian, bahwa Dharma itu adalah
merupakan alat, sarana, media untuk mencapai tujuan. Dalam konsep Hindu tujuan hidup kita ada 4
disebut dengan Catur Purusa Artha. Keempat tujuan hidup pokok umat Hindu tersebut adalah Dharma,
Artha, Kama dan Moksa.

Dharma diletakkan pertama, karena ketiga tujuan yang lainnya (artha, kama, moksa) baru bisa akan
tercapai bila Dharma telah dicapai/ditunaikan. Bahkan secara otomatis tiga lainnya tersebut akan
tercapai bila Dharma benar-benar telah kita laksanakan.Dharma merupakan pondasi (sarana).
Merupakan piranti/media Sarasamuccaya 12 :

“kamarthau lipsamanastu dharmmamevaaditascaret,


nahi dharmmaadapetyaarthah kaamo vapi kadaacana”
Artinya : Pada hakekatnya, jika kama dan artha dituntut, maka seharusnya Dharma hendaknya dilakukan
lebih dulu; tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada artinya,
jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari Dharma”

Dan sesungguhnya Dharma itu sangat utama. Merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang
melaksanakannya. Dharma itu merupakan pelindung. Sering kita mendengar apakah Dharma
(kewajiban) kita?
Sering pula kita mendengar petuah-petuah dari mereka yang bijak, dikatakan bahwa melaksanakan
Dharma adalah tugas hidup kita. Dengan demikian dapat dikatakan tugas kita adalah Dharma kita. Tugas
atau svadharma kita adalah kewajiban yang mesti kita tunaikan. Jadi melaksanakan tugas/kewajiban
yang merupakan svadharma kita merupakan Dharma kita.

Dengan melaksanakan Kebajikan/Dharma kita masing-masing dengan baik, maka akan dapat
menyelamatkan kita. Hal ini dijamin dalam Sarasamuccaya 22 :
“lagi pula meski di semak-semak, di hutan, di jurang, di tempat-tempat yang berbahaya, di segala
tempat yang dapat menimbulkan kesusahan, baik di dalam peperangan sekalipun tidak akan timbul
bahaya menimpa orang yang senantiasa melaksanakan Dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang
melindungi”.

Sering pula kita mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa “melaksanakan kewajiban/dharma diri
sendiri walaupun tidak sempurna, masih jauh lebih baik daripada melaksanakan dharma/kewajiban
orang lain (yang bukan tugas kita) walau dengan sempurna sekalipun”. Hal ini sejalan dengan konsep
kita yang mengatakan bahwa “setiap orang lahir membawa svadharma-nya sendiri-sendiri”.

Jadi Dharma kita adalah melaksanakan tugas kita masing-masing. Bila kita melaksanakan apa yang
menjadi hak (untuk kita lakukan) dan sekaligus merupakan kewajiban kita, dan melakukannya dengan
kesadaran bahwa apa yang kita lakukan sebagai wujud persembahan pada-Nya, maka kita akan terlepas
dari akibatnya. Bila sebagai anak mari lakukan tugas kita sebagai anak, sebagai mahasiswa/i mari
lakukan saja tugas kita sebagai mahasiswa, sebagai pegawai baik negeri maupun swasta atau sebagai
apapun kita yang menuntut peran kita di sana dalam wujud svadharma kita, mari lakukan saja.

Sebagaimana halnya dalam Itihasa, yakni Asta Dasa Parva atau yang lebih dikenal dengan kisah
Mahabharata. Dalam Bhisma Parva, ketika Bharata yudha (perang keluarga Bharata) akan dimulai,
Arjuna tampak ragu-ragu. Ia menjadi lemah karena tidak dapat menghadapi kecamuk emosinya. Ia
merasa sedih karena yang akan dihadapi dalam pertempuran itu tidak lain adalah keluarganya sendiri,
kakek, paman, sepupu, kemenakan, para sahabatnya.

Kita tahu bahwa Arjuna adalah orang yang dilahirkan dalam warna ksatriya. Svadharmanya (kewajiban
atau dharmanya) adalah melindungi negaranya dari ancaman. Svadharmanya adalah menegakkan
kebenaran, menegakkan kebajikan. Kita ketahui pula bahwa Arjuna itu sebenarnya juga adalah
merupakan seorang pertapa yang tangguh. Tapa Arjuna begitu kuat. Ia mampu melakukan tapa,
semadhi layaknya seorang yogi (sering dilakukan oleh Rsi, warna Brahmana).

Dalam Arjuna Visadha Yoga (ajaran keragua-raguan Arjuna), Arjuna dalam kebimbangannya
berkeinginan meninggalkan medan pertempuran kuruksetra dan meninggalkan semua itu lalu lebih baik
ia melakukan tapa, bersemadhi menebus dosa-dosanya, layaknya seorang Rsi (warna Brahmana). Dalam
salah satu wejangan Sri Krishna sebagai guru Arjuna dikatakan bahwa, bila Arjuna melakukan itu
(meninggalkan kewajibannya sebagai Ksatriya dan menempuh kehidupan layaknya Brahmana dan
walaupun ia mampu melakukan itu) maka Arjuna akan dihina, dicemooh, dikatakan sebagai orang yang
pengecut. Terang saja nama besarnya sebagai Kesatriya paling tangguh akan dihinakan masyarakat.

Apa kiranya yang dapat kita petik dari salah satu penggalan Itihasa tersebut? Dalam sudut pandang kami
dalam memahami cerita tersebut, kami mencoba mengajak Bapak/Ibu/Sdr. sekalian untuk senantiasa
melaksanakan tugas yang telah diamanatkan untuk kita laksanakan sebagai kontrak kehidupan kita di
dunia ini. Tugas kita adalah svadharma kita.
Dr. Wayne W. Dyer dalam bukunya yang berjudul Real Magic (keajaiban nyata) mengungkapkan salah
satu ikhtisar dari beberapa hal yang dapat meningkatkan/menumbuhkan kualitas kerohanian kita
berada dalam semangat spiritual adalah “merasa diri sebagai bagian dari alam semesta, dan bangga
dapat berada di sini”. Wujud dari rasa bangga “berada disini” dan merasa menjadi bagian dari alam
semesta ini adalah kita melaksanakan apa yang menjadi tugas kita, karena apa yang kita lakukan
merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang keberlangsungan kehidupan kita, kehidupan
keluarga, masyarakat, bahakan sampai kehidupan seluruh dunia ini. Yaitu hanya dengan melaksanakan
apa yang menjadi svadharma kita masing-masing.

Om Ano badhrah karatavo yanthu visvatah.. “ya Brahman, semoga segala pikiran yang baik datamg dari
semua penjuru”
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Dharma Wacana - Ngelaksanayang Tri Kaya Parisudha

Ini Dharma Wacana Bahasa Bali yang saya buat :)

Bahasa Bali
Om Swastyastu,

                Bapak/Ibu Guru sane wangiang titiang, Ida dane sareng sami sane dahat
suksmayan titiang. Kaping ajeng ngiring iraga sareng sami ngaturang pangayubagia ring
Ida Parama Kawi, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, saantukan ring keledangan lan wara
nugraha Ida, Ida dane prasida rauh ring galah sane becik puniki. Ri kalane puniki, titiang
pacang ngaturang dharma wacana indik “Ngelaksanayang Tri Kaya Parisudha”       
                Ida dane sane wangiang titiang,
                Tri Kaya Parisudha inggih punika ajahan kebenaran Agama Hindu. Tri Kaya
Parisudha ngawit saking semboyan dharma sane mamunyi : “ paropakaran punya ya,
papaya, para piadanam “ tegesipun Tri Kaya Parisudha kawangun antuk tiga kruna,
kapertama Tri tegesnyane tiga, Kaya tegesipun gerak utawi perbuatan lan Parisudha sane
mateges suci. Tri Kaya Parisudha tegesipun tiga gerak utawi perbuatan sane musti
kasuciang.
               
Ring kalpa puniki meweh pisan iraga nemu manusa sane  berbudi pekerti  luhur, mawinan
irika iraga sareng sami musti  menanamkan ajaran – ajaran kebaikan ring semeton irage
sareng sami. Uning iraga yening Tri Kaya Parisudha inggih punika tiga perbuatan sane
becik, ring ajaran puniki wantah mrasidayang anggen pedoman iraga sareng sami rikala
melajahin napi arti kebaikan mangda mencapai tetujon Agama Hindu inggih punika “
Moksa “.
                Tri Kaya Parisudha, wenten tiga bagian inggih punika, Kayika Parisudha, tegesipun
perbuatan utawi laksana sane becik. Conto nyane inggih punika nenten menyiksa utawi
membunuh makhluk lain. Wacika Parisudha, tegesipun perkataan sane becik. Umpami,
nenten ingkar ring satya utawi ucapan, nenten  nguluk uluk . Manacika Parisudha,
tegesipun pikiran sane becik. Conto nenten ingkar ring Karma Phala.
Yening iraga sareng sami makarya perbuatan sane jahat wantah hasil sane katerima
sami buruk, sebaliknya yening iraga makarya perbuatan sane bacik wantah  hasilnyane
sami becik sakadisemboyan sane mamunyi:
Ala ulah ala tinemu :  perbuatan buruk hasilnya sami buruk
Ayu pikardi ayu pinanggih :  perbuatan sane becik hailnya sami becik.
                Ainggih kadi asapunika dharma wacana sane prasida aturin titiang  ring galahe
sane becik puniki. Titiang nunas pengampura lan nenten titiang ngaturang suksmaning
ring manah. Pinaka pamuput atur, pinih untat sineb titiang antuk Parama Shanti,

OM Shanti Shanti Shanti OM

Anda mungkin juga menyukai