Anda di halaman 1dari 5

DHARMAWACANA

KESETARAAN GENDER MENURUT HINDU

Oleh:

Ni Made Ita Dwi Jayani

UKM HINDU UNIVERSITAS LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2020

1
Dharma wacana: Kesetaraan Gender Menurut Hindu

Om Swastyastu
Om Awignam Astu Namo Sidham Om Sidhirastu Tat Astu Svaha
Om Ano Bhadrah Krtavo Yantu Visvatah

Puji syukur kita panjatkan Kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas

Asung Kertha Wara Nugraha-Nya lah kita diberikan kesehatan sehingga dapat

hadir dalam acara hari ini.

Umat sedharma sekalian, pada dharma wacana ini tema yang saya ambil adalah

“Kesetaraan Gender Menurut Hindu”. Alasan saya memilih tema ini mengingat

masih banyak masyarakat kita yang memandang wanita itu sebelah mata,

menganggap wanita itu selalu tidak sepadan dengan pria, contohnya dalam

kehidupan masyarakat Hindu Bali wanita tidak berhak mendapatkan warisan, dan

sebagainya. Selain itu banyak masyarakat yang belum memahami bahwa wanita

itu sama pentingnya dengan pria.

Lalu apa pengertian kesetaraan gender itu?

Kesetaraan kata dasarnya adalah setara, yang menurut KBBI memiliki makna

yaitu sejajar, seimbang , sama tingkatannya (kedudukannya sama). Sedangkan

Gender adalah karakteristik pembedaan antara wanita dan pria yang tidak

berdasarkan dengan biologis. Kesetaraan Gender dalam Hindu dijelaskan dalam

kitab Manawa Dharmasastra III.56, yaitu :

2
Yatra naryastu pu jyante
Ramante tarra dewatah
yatraitastu na pu jyante
sarvastatra phalah kriyah

Artinya: Dimana wanita dihormati disanalah para Dewa senang dan

melimpahkan anugerahnya. Dimana wanita tidak dihormati tidak ada upacara suci

apapun yang memberikan pahala mulia.

Berdasarkan sloka diatas kedudukan wanita dalam agama Hindu adalah istimewa

dan harus dihormati. Hal ini membuat peranan yang penting bagi orang tua serta

saudara-saudaranya untuk tetap melindungi dan menghormati.

Dalam Manawa Dharmasastra I.32 menyatakan bahwa pria dan wanita sama-

sama diciptakan oleh Tuhan. Dalam ajaran Hindu tidak dikenal bahwa wanita itu

berasal dari tulang rusuk pria. Ini artinya menurut Manawa Dharmasastra tersebut

bahwa pria dan wanita dalam pandangan Hindu memiliki kesetaraan. Sayangnya

dalam adat istiadat Hindu Bali, wanita masih belum sepenuhnya setara. Bahkan di

Indonesia, GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) membuat permasalahan

gender semakin pelik (aneh), dalam penjabaran intinya menyebutkan bahwa

perempuan Indonesia berfungsi sebagai istri pengatur rumah tangga, sebagai

tenaga kerja di segala bidang dan sebagai pendidik bagi anak – anaknya. Konsep

tersebut semakin membingungkan perempuan di Indonesia untuk memilih antara

terjun dalam kegiatan di luar rumah dan menjadi istri serta ibu yang baik.

Perbedaan pria dan wanita itu adalah perbedaan yang komplementatif artinya

perbedaan yang saling melengkapi. Artinya tanpa wanita, pria itu tidak lengkap.

Demikian juga sebaliknya tanpa pria, wanita itu tidak lengkap.

3
Manawa Dharmasastra IX.132 menyatakan bahwa anak perempuan boleh

diangkat sebagai ahli waris orang tuanya. Dalam sloka 133 berikutnya

dinyatakan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang diangkat

statusnya sebagai ahli waris. Dalam hal pembagian harta waris menurut Manawa

Dharmasastra IX.118 menyatakan bahwa wanita mendapatkan minimal

seperempat bagian dari masing-masing pembagian saudara lakinya. Jika saudara

laki-lakinya banyak, saudara wanitanya akan lebih banyak mendapatkan warisan

dari saudara lakinya. Meskipun setelah ia bersuami wanita itu tidak memiliki

beban kewajiban formal pada keluarga asalnya, namun ia memiliki hak waris, itu

menurut pandangan kitab suci.

Tetapi dalam adat istiadat Hindu Bali wanita itu tidak dapat warisan, apa lagi ia

kawin keluar lingkungan keluarganya. Seharusnya apabila kita

mengimplementasikan Manawa Dharmasastra IX.118 seperti yang sudah

dijelaskan, wanita seharusnya mendapatkan artha warisan, selain itu ia juga

mendapatkan pemberian artha jiwa dana dari ayahnya. Jumlahnya tergantung

kerelaan orang tuanya.

Dalam hal karier, menurut Manawa Dharmasastra IX.29 wanita dapat memilih

sebagai sadwi atau sebagai brahma vadini. Jika seorang wanita memilih sebagai

sadwi artinya ia memilih sebagai seorang ibu rumah tangga yang mendidik

putra-putrinya dan mendampingi suami. Sedangkan, Brahma Vadini adalah

wanita yang berkarier di luar rumah tangga. Contohnya sebagai ilmuwan, politisi,

birokrasi, kemiliteran maupun berkarier dalam bidang bisnis dan masih banyak

yang lainnya. Disini saya mengambil contoh nyata yang ada di Indonesia pada

4
bidang politik, dimana keterwakilan wanita yang duduk dalam bangku parlemen

yaitu 30%, dan pada bidang pemerintahan saat ini terdapat Menteri Wanita yang

memegang kendali seperti Menteri keuangan, ibu Sri Mulyani. Semuanya itu

mulia dan tidak terlarang bagi wanita. Itu semua merupakan konsep normatif dari

kedudukan perempuan menurut pandangan Hindu. Bahkan di Indonesia sendiri

sudah menerapkan apa yang telah diajarkan dalam pandangan Hindu, seperti

Presiden ke lima Indonesia dipimpin oleh seorang wanita, yaitu ibu Megawati

Soekarnoputri . Tetapi sayang didalam tradisi kita belum terlaksana sebagaimana

mestinya. Oleh karena itu, sebagai generasi muda, mari kita bersama-sama

membuat perubahan kearah yang lebih baik. Kita tunjukkan bahwa wanita dan

pria itu memiliki kesetaraan baik dalam hal artha warisan, karier dan lainnya.

Dari contoh yang telah saya jelaskan, mulailah dari sekarang kita jangan

memandang wanita itu sebelah mata, hargailah mereka, hormati, dan janganlah

kita mengekang haknya. Karena wanita dan pria itu sama kedudukannya di

hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Sekian yang dapat saya sampaikan kurang dan lebihnya saya mohon maaf, kepada

Brahman saya mohon ampun . Ada peribahasa yang menyebutkan bahwa “Tak

Ada Gading yang Tak Retak”, jadi tak ada sesuatu yang sempurna.. Saya akhiri

dengan Parama Santih.

Om Santih, Santih, Santih Om.

Anda mungkin juga menyukai