3. Avatara
a. Matsya Avatara- ikan raksasa b. Kurma Avatara- kura-kura raksasa c. Varaha Avatara-
babi hutan d. Narasimha Avatara- manusia berkepala singa e. Wamana Avatara-
brahmana cilik f. Parasurama Avatara- pandita yang membawa kapak g. Rama Avatara-
rama h. Krishna Avatara- krishna i. Buddha Avatara- buddha j. Kalki Avatara- seseorang
yang menunggangi kuda dan membawa pedang.
4. Menyebutkan avatara
5. Jenis jenis karmapala
1. Sancita Karmaphala Sancita Karmaphala adalah hasil perbuatan kita dalam kehidupan
terdahulu yang belum habis pahalanya dinikmati dan masih merupakan sisa yang
menentukan kehidupan kita sekarang.
2. Prarabdha Karmaphala Prarabdha Karmaphala adalah hasil perbuatan kita pada
kehidupan sekarang yang pahalanya diterima habis dalam kehidupan sekarang juga.
Sekarang korupsi, kemudian tertangkap langsung dihukum bertahun-tahun. Jadi antara
perbuatan dan akibatnya lunas. Di Bali jenis karmaphala ini biasa disebut Karmaphala
cicih.
3. Kriyamana Karmaphala Kriyamana Karmaphala adalah hasil perbuatan yang tidak
sempat dinikmati pada waktu kehidupan sekarang, namun dinikmati pada waktu
kehidupannya yang akan datang.
6. Catur karma marga.
7. Bagian-bagian sad atatayi
1. Agnida Agnida adalah cara membunuh orang dengan cara membakar rumahnya
sehingga juga membakar orangnya, seperti pencuri yang tertangkap kemudian di bakar
hidup-hidup, orang yang ada dalam rumahnya mati terpanggang.
2. Visada Visada artinya meracuni baik sesama manusia maupun binatang sampai pingsan,
maupun sampai mati.
3. Atharva Atharva adalah cara membunuh dengan kejam dengan mempergunakan ilmu
hitam.
4. Sastraghna Sastraghna adalah membunuh dengan cara membabi buta atau mengamuk.
5. Dratikrama Dratikrama adalah membunuh dengan cara melakukan perbuatan
memperkosa, sehingga menghancurkan masa depan seseorang.
6. Raja Pisuna Raja Pisuna adalah membunuh dengan cara melakukan fitnah.Perbuatan
memfitnah ini sesungguhnya lebih kejam dari melakukan pembunuhan
a. Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari
air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali
mengabdi untuk rakyat.
b. Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang
Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.
c. Surya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan
Sang Surya yang menyinari dunia.
d. Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah
lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari.
e. Bayu Brata, mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu)
rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alitatau wong cilik sebagimana sifat Sang
Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah.
f. Baruna Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau
penyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk
kotoran di laut.
g. Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan
membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni.
h. Kwera atau Prthiwi Brata, mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan
kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa
menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di
kahyangan.
11. Selain sifat-sifat Ātmān, Ātmān juga berfungsi sebagai sumber hidup. Ātmān memiliki tiga fungsi
berikut.
1. Ātmān sebagai sumber hidup citta. Citta adalah alam pikiran, meliputi pikiran, perasaan dan
instuisi. 2. Ātmān bertanggung jawab atas baik buruk segala karma kita. 3. Ātmān sebagai sumber
hidup sthula sarira meliputi darah, daging, tulang, lender, otot, sumsum, otak, dan sebagainya.
Dalam modul śraddhā yang menyebutkan ada tiga fungsi atman, yaitu sebagai sumber hidup,
bertanggung jawab atas karmawasananya, dan sebagai pemberi tenaga kehidupan.
12. Berdasarkan uraian sloka-sloka dalam bhagavad-gītā di atas dapat kita rangkum berbagai sifat-
sifat ātmān, antara lain: 1. acchedya artinya tak terlukai senjata, 2. adahya artinya tak terbakar oleh
api, 3. akledya artinya tak terkeringkan oleh angin, 4. acesya artinya tak terbasahkan oleh air, 5. nitya
artinya abadi, 6. sarwagatah artinya ada di mana-mana, 7. sathanu artinya tidak berpindah-pindah,
8. acala artinya tidak bergerak, 9. awyakta artinya tidak dilahirkan, 10. achintya artinya tak
terpikirkan, 11. awikara artinya tidak berubah, 12. sanatana artinya selalu sama dan kekal.
Teori Brahmana adalah teori yang menyatakan bahwa masuknya Hindu Budha ke Indonesia
dibawa oleh para Brahmana atau golongan pemuka agama di India. Teori ini dilandaskan
pada prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia pada masa lampau
yang hampir semuanya menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Saksekerta. Di India,
aksara dan bahasa ini hanya dikuasai oleh golongan Brahmana.
Teori Waisya menyatakan bahwa terjadinya penyebaran agama Hindu Budha di Indonesia
adalah berkat peran serta golongan Waisya (pedagang) yang merupakan golongan terbesar
masyarakat India yang berinteraksi dengan masyarakat nusantara. Dalam teori ini, para
pedagang India dianggap telah memperkenalkan kebudayaan Hindu dan Budha pada
masyarakat lokal ketika mereka melakukan aktivitas perdagangan.
Karena pada saat itu pelayaran sangat bergantung pada musim angin, maka dalam
beberapa waktu mereka akan menetap di kepulauan Nusantara hingga angin laut yang akan
membawa mereka kembali ke India berhembus. Selama menetap, para pedagang India ini
juga melakukan dakwahnya pada masyarakat lokal Indonesia.
Dalam teori Ksatria, penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
masa lalu dilakukan oleh golongan ksatria. Menurut teori masuknya Hindu Budha ke
Indonesia satu ini, sejarah penyebaran Hindu Budha di kepulauan nusantara tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kebudayaan India pada periode yang sama. Seperti diketahui bahwa
di awal abad ke 2 Masehi, kerajaan-kerajaan di India mengalami keruntuhan karena
perebutan kekuasaan. Penguasa-penguasa dari golongan ksatria di kerajaan-kerajaan yang
kalah perang pada masa itu dianggap melarikan diri ke Nusantara. Di Indonesia mereka
kemudian mendirikan koloni dan kerajaan-kerajaan barunya yang bercorak Hindu dan
Budha. Dalam perkembangannya, mereka pun kemudian menyebarkan ajaran dan
kebudayaan kedua agama tersebut pada masyarakat lokal di nusantara.
Teori arus balik menjelaskan bahwa penyebaran Hindu Budha di Indonesia terjadi karena
peran aktif masyarakat Indonesia di masa silam. Menurut Bosch, pengenalan Hindu Budha
pertama kali memang dibawa oleh orang-orang India. Mereka menyebarkan ajaran ini pada
segelintir orang, hingga pada akhirnya orang-orang tersebut tertarik untuk mempelajari
kedua agama ini secara langsung dari negeri asalnya, India. Mereka berangkat dan
menimba ilmu di sana dan sekembalinya ke Indonesia, mereka kemudian mengajarkan apa
yang diperolehnya pada masyarakat Nusantara lainnya.
Teori Sudra menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Budha di
Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Nusantara.
Mereka menetap dan menyebarkan ajaran agama mereka pada masyarakat pribumi hingga
terjadilah perkembangan yang signifikan terhadap arah kepercayaan mereka yang awalnya
animisme dan dinamisme menjadi percaya pada ajaran Hindu dan Budha.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Bali
Prasasti Panglapuan.
Prasasti Blanjong.
Prasasti Gunung Panulisan.
Prasasti-prasasti Anak Wungsu.
Candi Padas.
Candi Wasan.
Candi Mengening.
Pura Besakih
Jawa Tengah bagian Utara ada Candi-candi di komplek Dieng dan candi-candi di Gedung
Songo. Jawa Tengah bagian Selatan ada Candi Kalasan, candi Mendut, candi Pawon. Jawa
Timur ada candi Panataran termasuk didalamnya candi yang ada di Bali dan Sumatra Tengah
(Muara Takus)
Arca Airlangga dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur Kertarajasa Jayawardhana patung
perwujudan raja pendiri kerajaan Majapahit
Prasasti Sanur (Kerajaan Bali)